Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONDISI SOSIAL EKONOMI KERAJAAN SRIWIJAYA DAN MAJAPAHIT

Untuk Pemenuhan Tugas Matakuliah Sejarah Sosial Ekonomi

Dosen Pengampu:

Drs. Marsudi, M.Hum

Disusun Oleh

Dila Nur Ardaga (200731638107)

Indah Rahayu (200731638030)

Shehha Sibthiyah (200731638098)

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

1
KATA PENGANTAR

Terimakasih serta puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, yang telah melimpahkan rahma dan karunia serta izin-Nya sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Sejarah Sosial Ekonomi, dengan judul: “Kondisi Sosial Ekonomi Kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit”.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada alm. Bapak Marsudi dan Mbak Rizka
Arifin selaku dosen dan asisten dosen dalam mata kuliah Sejarah Sosial Ekonomi yang telah
membimbing kami dalam proses pengerjaan makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada
sahabat, teman, dan keluarga yang telah memberikan dukungan serta do’a sehingga bisa
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Kami menyedari bahwa makalah yang kami buat ini belumlah sempurna dan masih
banyak kesalahan yang belum kami ketahui, maka dari itu kami selaku penulisa makalah
meminta masukan baik berupa saran ataupun kritika agar bisa memeperbaiki kesalahan di
masa mendatang.

Jombang, 28 September 2021

penulis

2
DAFTAR ISI

Cover..........................................................................................................................................1

Kata pengantar............................................................................................................................2

Daftar isi.....................................................................................................................................3

Bab I Pendahulua ....................................................................................................................4

a. Latar belakang..........................................................................................................4
b. Rumusan masalah.....................................................................................................4
c. Tujuan ......................................................................................................................5

Bab II
Pembahasan................................................................................................................................6

1. Kondisi sosial ekonomi Kerajaan Sriwijaya............................................................6


2. Kondisi sosial ekonomi kerajaan Majapahit...........................................................9
3. Perbedaan kondisi sosial ekonomi Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit .13

Bab III Penutup........................................................................................................................14

Daftar rujukan..........................................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nusantara merupakan sebuah negara yang terdiri dari pulau-pulau dan
kepulauan yang dipisahkan oleh selat dan laut yang cukup luas. Indonesia disebut
juga sebagai negara maritim. Oleh karena itu, keadaan inilah yang mendorong
masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, pelaut, dan pedagang antar
pulau dengan menggunakan perahu bercadik mereka telah mampu mengarungi laut
dan samudra yang cukup luas.
Sejarah perekonomian Indonesia terbentuk berdasarkan kondisi geografisnya
yang terletak diantara persilangan samudera dan benua. Indonesia juga memiliki
sumber daya alam yang melimpah berupa hasil bumi. Munculnya hubungan
perdagangan internasional yang datang untuk berdagang merupakan salah satu hal
penting dalam perkembangan Indonesia berupa kedatangan pedagang dari India, Cina,
Arab, dan Eropa yang ikut serta dalam mengeksplorasi rempah-rempah. Nusantara
sejak lama sudah dikenal sebagai penghasil rempah-rempah berupa pala dan cengkih.
Hubungan perdagangan dimulai sekitar abad ke-4 dimana kerajaan-kerajaan kecil
Nusantara mulai bekerja sama dengan pedagang dari negara luar, salah satunya adalah
India. Sering dengan berjalannya waktu, kerajaan-kerajaan besar seperti Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit juga ikut menjalin hubungan perdaganagan dengan
negara luar.
Dalam dunia perdagangan, Kerajaan Sriwijaya berkembang dengan pesat yang
menguasai dua jalur perdagangan utama antara India dan Cina. Dengan demikian,
aktivitas perekonomian Kerajaan Sriwijaya tidak pernah lepas dari sektor
perdagangan (Suswandari, dkk, 2021). Selain itu, Kerajaan Sriwijaya memiliki letak
yang strategis yaitu dekat dengan Selat Malaka yang merupakan salah satu urat nadi
yang menghubungkan dengan Kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu, sistem
perekonomian Kerajaan Sriwijaya dalam bidang perdagangan nasional maupun
internasional dinilai cukup baik (Saputra dkk, 2013).
Sedangkan, pada abad ke-14 di Pulau Jawa, berdiri sebuah kerajaan yang
mewarisi peninggalan dari Kerajaan Singhasari yaitu Kerajaan Majapahit. Kerajaan
Majapahit pada zaman dulu sistem perekonomiannya bertumpu pada hasil pertanian.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan
maritim sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Nusantara selama berabad-abad.
Perkembangan ekonomi pada masa Kerajaan Majapahit ini telah memperlihatkan
variasi pekerjaan dan aktivitas perdagangan yang terlihat dari temuan-temuan situs
dan informasi yang digambarkan dalam beberapa sumber tertulis (Munandar, 1990).
Majapahit juga memiliki kecanggihan maritime yang telah diakui sebagai salah satu
hal yang maju di zamannya. Selain itu, Kerajaan Majapahit memiliki pelabuhan-

4
pelabuhan dagang yang memperlihatkan jaringan perdagangan global yang cukup
maju (Nugroho, 2011).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi Kerajaan Sriwijaya?
2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi Kerajaan Majapahit?
3. Apa saja perbedaan kondisi Sosial Ekonomi Kerajaan Sriwijaya dengan
Kerajaan Majapahit?
C. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat
Kerajaan Sriwijaya
2. Untuk dapat mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat
Kerajaan Majapahit
3. Agar bisa mengetahui berbedaan dalam bidang sosial ekonomi dari Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sosial Ekonomi Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan maritim pertama di Nusantara
yang memerintah dan memiliki wilayah kekuasaan hampir di seluruh wilayah Asia
Tenggara hingga Madagaskar (Berkah, 2017). Kerajaan Sriwijaya berpusat di
kawasan Pulau Sumatera dengan posisi yang strategis. Oleh karena itu, Kerajaan
Sriwijaya dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan asing antara Tiongkok, India,
dan Arab. Selain itu, Sriwijaya juga dikenal sebagai salah satu pusat pembelajaran
agama Budhha dan pengajaran bahasa Sanskerta di Asia Tenggara (Sholeh, 2015).
Meskipun hingga saat ini lokasi Kerajaan Sriwjaya masih diperdebatkan,
tetapi banyak para ahli yang menyakini bahwa Kerajaan Sriwijaya berpusat di
Palembang. Hal ini, didasarkan pada data-data arkeologi bahwa Kerajaan Sriwijaya
berpusat di Palembang mendapatkan pembuktian yang kuat (Suswandari, dkk, 2021).
Data-data arkeologi tersebut sebagian besar berupa prasasti, yakni Prasasti Telaga
Batu, Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo, lima buah pecahan prasati, dan
empat buah prasati pendek yang menceritakan “Siddhayatra”. Penemuan prasasti-
prasasti ini telah memperkuat dugaan sebelumnya, bahwa Kerajaan Sriwijaya telah
memperluas kekuasaannya mulai daerah Malayu di sekitar Jambi hingga ke Pulau
Bangka dan Lampung Selatan, serta usaha untuk menaklukkan Pulau Jawa yang
menjadi saingan Kerajaan Sriwijaya dalam bidang pelayaran dan perdagangan luar
negeri. Penaklukan Pulau Bangka diduga memiliki hubungan erat dengan penguasaan
pelayaran dan perdagangan internasional di selat Malaka (Hardiati, 2010). Pulau
Bangka memiliki letak yang strategis, selain itu letak Pulau Bangka yang masih
tersambung dengan Semenanjung Tanah Melayu termasuk Kepulauan Riau dan
Lingga.
Sumatera merupakan sebuah pulau yang memiliki letak cukup strategis, hal ini
yang menyebabkan Kerajaan Sriwijaya sebuah hubungan dengan negara lain. Berita
Cina abad V menyebutkan bahwa terdapat sebuah negara yang dikenal sebagai Kan-
t’o-li, yang terletak di sebuah pulau di Laut Selatan. Menurut para penenliti, negara

6
Kan-t’o-li ini merupakan sebuah negeri di Sumatera. Kan-t’o-li mengirimkan utusan
ke Cina sejak abad V. Pada abad VII, kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Kawasan
Asia Tenggara mulai berbondong-bondong mengirimkan utusan ke negeri Cina.
Pengiriman utusan ini berdampak pada bidang politik maupun ekonomi bagi kedua
belah pihak.
Dalam Kitab Sejarah Baru Dinasti Tang, Sriwijaya telah mengirimkan utusan
ke Cina pada tahun 670-673 M dan kemudian pada tahun 683 M, seorang utusan
Kekaisaran Dinasti Tang dikirimkan ke Sriwijaya. Hal ini merupakan sebuah tanda
bahwa hubungan antara Sriwijaya dan Cina dimulai. Kunjungan utusan Kekaisaran
Dinasti Tang ke Sriwijaya tidak terlepas dari kebijakan luar negeri yang diterapkan
oleh Kaisar Tang Taizong (Saputra & Hasan, 2012). Pada tahun 695 M, Raja
Sriwijaya Sri Jayanasa Dapunta Hyang membalas kunjungan Dinasti Tang dengan
mengirimkan utusan ke negeri Cina. Sejak saat itu, Sriwijaya tercatat sebagai daftar
utusan yang mendapat bantuan untuk kembali ke tanah airnya (Wolters, 2011: 285).
Selain memiliki hubungan dengan China, Sriwijaya juga memiliki hubungan
negara dengan India. Hal ini disebutkan dalam sebuah prasasti raja Dewapaladewa
dari Benggala, yang dibuat pada akhir abad IX yang menyebutkan bahwa biara dibuat
atas perintah maharaja dari Suwarnadwipa yaitu Balaputradewa. Prasasti ini biasa
dikenal dengan prasasti Nalanda. Prasasti Raja Cola juga menyebutkan bahwa
Marawijayotunggawarman raja dari Kataha dan Sriwisaya telah memberikan sebuah
hadiah berupa desa untuk diabdikan kepada sang Buddha yang dihormati di dalam
Culamaniwarmawihara, yang didirikan oleh ayahnya di kota Nagipattana. Sriwijaya
memiliki hubungan baik dengan Kerajaan Cola, namun pada masa pemerintahan
Rajendracoladewa I, terdapat perang antara Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Cola.
Kerajaan Sriwijaya memiliki hubungan luar negeri yang aktif dibandingkan
kerajaan-kerajaan lain di Indonesia. Kerajaan Sriwijaya tidak hanya menaruh minat
pada bangunan agama di India, namun juga menaruh minat pada bangunan agama di
China. Sebagai seorang Buddha, sang Maharaja tidak tergantung pada sebuah
Devaraja, yang mana terikat pada sebuah candi. Jika, candi tersebut hilang atau
hancur akan mengakibatkan kehancuran juga pada sebuah kerajaan. Kemasyhuran
Sriwijaya sebagai pusat pengajaran agama Buddha bukan hasil perkembangan yang
singkat. Oleh karena itu, pengajaran agama Buddha tidak hilang begitu saja. Karya-
karya I-Tsing juga menggambarkan kemajuan Sriwijaya sebagai pusat pengajaran

7
agama Buddha. Pertumbuhan pusat pengajaran agama tersebut yang mengakibatkan
Sriwijaya memiliki hubungan dengan negara luar.
Dalam catatan sejarah dan bukti-bukti arkeologi jarang ditemukan, tetapi
beberapa hali menyebutkan bahwa pada abad VII, Sriwijaya telah melakukan sebuah
kolonisasi di Kawasan Sumatra, Jawa Barat, dan beberapa di semenanjung Melayu.
Kerajaan Sriwijaya memiliki letak yang yang strategis. Oleh karena itu, Kerajaan
Sriwijaya menjadi pusat pelayaran dan perdagangan yang berkembang pesat. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pesatnya perkembangan pelayaran dan perdagangan
diantaranya yaitu, Sriwijaya menguasai dan mengawasi pintu gerbang lalu lintas
perdagangan laut yang menghubungkan Cina, India, Teluk Persia, dan Laut Tengah.
Sriwijaya terletak di pantai dengan memiliki penduduk yang relative sedikit, namun
negeri ini mampu mengerahkan sumber daya manusia dari pemukiman-pemukiman
yang tersebar di selatan Selat Malaka. Palembang hanya sebagai pusat kerajaan.
Tujuan dari ekspedisi angkatan laut yaitu untuk menaklukan pelabuhan-pelabuhan,
untuk menduduki tempat-tempat yang strategis dalam jalur pelayaran dan
perdagangan.
F.H. van Naerssen dan R.C. de Longh menyebutkan bahwa terdapat dua faktor
yang menyebabkan Sriwijaya mampu menjaga kelestarian dominasinya atas Selat
Malaka. Faktor pertama yaitu adanya hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan
masyarakatnya. Sedangkan, faktor yang kedua yaitu adanya hubungan antara raja-raja
atau penguasa Kerajaan Sriwijaya dengan negara lain, seperti Cina dan India (Irfan,
1983: 64). Dalam kepentingan perdagangan, Sriwijaya tidak keberatan untuk
mengakui bahwa Cina sebagai negara yang berhak menerima upeti. Hal ini termasuk
salah satu usaha diplomatik Sriwijaya untuk menjamin agar Cina tidak bekerja sama
dengan negara lain di Asia Tenggara, karena hal tersebut dapat merugikan Sriwijaya
dalam bidang pelayaran dan perdagangan.
Perdagangan antara Sriwijaya dengan Cina dan India memberikan keuntungan
yang besar. Hal inilah yang menyebabkan Sriwijaya menjadi kerajaan yang
termasyhur pada zaman dulu. Namun, dalam perkembangannya Sriwijaya mengalami
kemunduran. Hal ini disebabkan oleh sistem kerajaan yang terlalu mementingkan
pelayaran dan perdagangan melalui jalur laut, sehingga sistem pemerintahan tidak
tertata dengan baik dan kerajaan kurang memperhatikan kondisi daratnya. Oleh

8
karena itu, banyak peninggalan-peninggal dari Kerajaan Sriwijaya yang sulit untuk
ditemukan keberadaannya.

B. Sosial Ekonomi Kerajaan Majapahit


a. Kondisi sosial
Majapahit dulunya hanyalah sebuah desa di sebuah hutan Terik yang
dibuka oleh Wijaya dengan bantuan Wiraraja. Hutan itu merupakan hadiah
dari Jayakatwang yang dibuka dengan dalih sebagai pertahanan terdepan
dalam menghadapi musuh dari arah Sungai Brantas (Hardiati, 2010). Pada
awal pembukaan Majapahit, Wijaya berusaha mengambil hati penduduk
terutama yang datang dari Tumapel dan Daha. Kehidupan sosial Majapahit
terbagi atas kelompok masyarakat yang dibedakan berdasarkan dari
pekerjaanya. Umumnya masyarakat bekerja sebagai petani, dan selebihnya
adalah pedagang dan pengrajin. Selain bidang pertanian, masyarakat
Majapahit juga mengembangkan perdagangan dan pelayaran. Pola tata
masyarakat Majapahit dibedakan atas lapisan-lapisan masyarakat yang
perbedaanya bersifat statis. Meskipun dalam istana terdapat kasta-kasta
sebagai pembeda kelompok.
Dalam kerajaan Majapahit sendiri, lapisan masyarakat dibedakan atas
empat golongan masyarakat, yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
Brahmana sebagai golongan rohaniwan bertugas untuk menjalankan dharma
keagamaan, yaitu: mengajar; belajar; melakukan persajian untuk diri sendiri
dan orang lain; membagi dan menerima sedekah; dan bersatu dengan tuhan.
Para rohaniwan ini menghambakan diri kepada raja karena pada dasarnya raja
adalah posisi tertinggi dalam status sosial masyarakat Majapahit. Golongan
ksatria, golongan ini terdiri atas keturunan-keturunan raja beserta sanak
keluarganya. Dalam keluarga kerajaan, golongan ini memiliki gelar, tugas dan
pangkat masing-masing sesuai tingkat kedekatannya dengan raja. Waisya
merupakan kasta ketiga yang terdiri atas masyarakat yang bekerja pada bidang
pertanian dan perdagangan. Mereka pada umumnya bekerja sebagai pedagang,
penggarap sawah, peternak dan pengrajin. Golongan terakhir dalam status
sosial Majapahit adalah kaum sudra. Golongan ini merupakan golongan

9
terbawah yang terdiri atas rakyat biasa, budak, dan abdi yang berkewajiban
mengabdi pada golongan yang lebih tinggi dari mereka.
Kerajaan majapahit merupakan sebuah kerajaan yang telah lengkap
strukur pemerintahan dan birokrasinya (Hardiati, 2010:451). Struktur kerajaan
ini mencerminkan adanya kekuasaan yang bersifat teritorial dan
didesentralisasikan dengan terperinci. Meskipun sistem pemerintahannya
teratur, sepanjang berdirinya kerajaan Majapahit tidak pernah lepas dari
pemberontakan. Pemberontakan masyarakat, pengikut kerajaan, hingga
keluarga kerajaan selalu saja muncul dalam setiap kepemimpinan raja baru.
Penyebab adanya pemberontakan ini adalah rasa ketidakpuasan masyarakat
atas keputusan raja.
Dalam aspek kehidupan masyarakat Majapahit, para wanita memiliki
status lebih rendah dari laki-laki. Hal tersebut dapat dilihat dari tugas tugas
wanita yang cenderung hanya melakukan tugas rumah tangga dan melayani
suami. Wanita tidak boleh melakukan apapun, selain melakukan hal-hal yang
menyangkut dapur dan anak. Meskipun masyarakat diatur sedemikian rupa,
tetapi hal tersebut tidak berlaku dalam keluarga istana. Hal ini dibuktikan
dengan diangkatnya wanita sebagai raja Majapahit yakni seperti
Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhani.
Sebagai kerajaan yang memiliki masyarakat yang heterogen, Majapahit
tidak hanya dihuni oleh masyarakat beragama Hindu saja. Namun, masyarakat
beragama Buddha dan Islam, bahkan Tionghoa juga turut menjadi masyarakat
di kerajaan Majapahit. Berbagai unsur agama yang berbeda tersebut hidup
dalam suatu kerajaan di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit dan di bawah
hukum negara (dharma) dan hidup rukun dan damai dengan penuh toleransi
antara umat berbagai agama. Pada masa kejayaannya Majapahit juga telah
membangun kembali hubungan baik dengan negara-negara tetangga seperti
Tiongkok, Ayodya, Champa, dan Kamboja.
Menurut Prasati Brumbung, dalam tata pemerintahan kerajaan
Majapahit juga terdapat semacam penasehat kepada Rakyan I Hino, I Sirikan,
dan I Halu yang bertugas memberikan nasehat kepada raja, hal ini sebagai
nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh sistem Kerajaan

10
Majapahit (Kaelan, 2014:22-24). Kedudukan ini diisi oleh keturunan-
keturunan raja dan keluarga dekat kerajaan.
b. Kondisi Ekonomi
Majapahit sebagai kerajaan yang masyarakatnya heterogen aktifitas
ekonomi masyarakatnya ditunjang oleh sektor pertanian dan perdagangan.
Meskipun begitu, sebenarnya Majapahit juga sangat unggul dalam sektor
pelayaran. Dalam konteks perdagangan internasional, kerajaan Majapahit
memiliki peranan penting dalam pengelolaan perdagangan (Anwari,
2015:104). Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional inilah muncul
kota-kota pantai di Jawa sebagai basis kekuatan ekonomi maritim kerajaan
Majapahit yakni Demak, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Sebagai
penguasa daerah kepulauan, Kerajaan Majapahit mempunyai angkatan darat
dan laut yang kuat. Pertahanan darat ini memiliki tugas mengamankan daerah
kekuasaan Majapahit dari serangan musuh melalui jalur darat. Sementara
armada laut Majapahit bertugas mengamankan daerah bawahan Majapahit
yang terletak diluar pulau dan mengamankan perdagangan jalur laut.
Majapahit pada dasarnya adalah kerajaan agraris yang mengandalkan
sektor pertanian sebagai penopang perekonomian utama masyarakatnya.
Komoditi utama yang dihasilkan dari pertanian tersebut adalah bahan pokok
berupa beras. Setiap tahunnya, petani dapat panen hingga dua kali. Surplus
beras yang ada di Majapahit ini melatarbelakangi adanya ekspor beras pada
perdagangan antar pulau hingga internasional. Komoditi berupa beras ini
ditukarkan dengan rempah-rempah dari Maluku yang kemudian ditukar
kembali dengan pedagang dari negara lain. Keberhasilan dalam sektor agraris
ini dikarenakan Majapahit telah mampu mengembangkan sistem irigasi
pertanian. Kondisi geografis Majapahit sendiri sudah sangat mendukung
pertanian yakni dataran rendah yang luas, apalagi ditunjang dengan aliran
aliran sungai dan gunung berapi yang mendukung kesuburan tanah pertanian.
Masyarakat petani di Majapahit kala itu sudah mengenal jenis-jenis
pertanian kering dan basah (Anwari, 2015:107). Pertanian kering dilakukan di
tanah tegalan, ladang, dan kebun. Sementara pertanian basah dilakukan di
sawah. Tanaman pada pertanian basah adalah andalan Majapahit. Dengan itu

11
pemerintah Majapahit membangun kanal-kanal, tanggul sungai, waduk, dam,
dan lainnya untuk upaya menangani banjir serta untuk irigasi pertanian.
Selain pada sektor pertanian, masyarakat Majapahit juga memiliki
aktifitas ekonomi pada sektor perdagangan. Nusantara pada umumnya terletak
dalam jalur pelayaran yang strategis. Maka Majapahit menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari perdagangan internasional melalui jalur pelayaran. Majapahit.
Apalagi sebelumnya perdagangan internasional juga sudah ramai di wilayah
Sumatera yakni di Kerajaan Sriwijaya. Pelabuhan Hujung Galuh yang
diperkirakan terletak di Surabaya digunakan sebagai pelabuhan antar pulau
dan Pelabuhan Kambang Putih yang terletak di Tuban digunakan sebagai
pelabuhan antar negara (Anwari, 2015:110). Orang-orang asing yang
berdagang di Majapahit adalah orang-orang yang berasal dari India, Burma,
Sailan, Kamboja, Campa.
Kekuasaan Majapahit bukan hanya ada di Jawa, tetapi meluas hingga
Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malayu, hingga pulau-pulau di Timur
Jawa. Untuk mempertahankan keamanan wilayah kekuasaannya tersebut
Majapahit memiliki angkatan darat dan armada laut yang kuat. Komoditi asing
yang diperdagangkan di Majapahit diantaranya adalah sutera dan keramik dari
China, kain dari India, dan dupa dari Arab. Pada perdagangan internasional ini
telah digunakan mata uang China berupa logam yang ditunjukkan dengan
penemuan uang logam China di Trowulan yang digunakan pada masa dinasti
Song. Perdagangan ini didukung dengan adanya dua aliran sungai besar yakni
Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Kedua sungai ini memegang peranan
penting dalam menyebarkan komoditi dan sarana pengangkutan dari
pedalaman ke pelabuhan.
Selain pertanian dan perdagangan, masyarakat Majapahit juga bekerja
dalam sektor industry. Industri juga merupakan aspek penting lainnya yang
menggerakkan roda perekonomian masyarakat Majapahit. Beberapa hasil
industry dari masyarakat Majapahit adalah pengrajin, penghasil kapur,
pembuat payung bulat, penghasil kajang, penghasil keranjang daun palem,
penghasil anyam-anyaman, penghasil periuk tembaga, penghasil perekat atau
lem, penghasil jerat burung, dan lainnya (Anwari, 2015:114). Selain itu, ada

12
juga pengahsil pakaian, penghasil jamu, penghasil minyak kelapa, dan
sejenisnya.
Untuk para pengrajin dengan bahan dasar besi juga sudah mengenal
sistem pembagian tugas kerja. Pengerjaan minimal dua orang yakni sebagai
pengubub dan satu orang lagi sebagai pande. Alat-alat yang digunakan berupa
ububan, sapit, palu, paron, tatah dan kikir. Keberadaan para pengrajin ini
sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu kerajaan karena mampu
menyumbang pemasukan kas negara.

C. Perbedaan Kondisi Sosial Ekonomi Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan


Majapahit

Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Majapahit


 Maritim  Agraris
 Buddha  Hindhu
 Memiliki hubungan baik dengan  Kedudukan wanita lebih rendah dari
negara luar seperti China dan India laki-laki (kecuali di wilayah istana)
 Masyarakatnya bergantung pada  Memiliki struktur pemerintahan yang
perairan lengkap
 Letaknya berada di jalur  Semua keputusan didasarkan pada
perdagangan internasional hukum yang terdapat di peraturan
yang sudah tertulis
 Memiliki hubungan baik juga dengan
negara luar seperti Kamboja
 Juga mengenal sektor industri seperti
pengrajin

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit merupakan dua kerajaan terbesar
di Nusantara. Jika Sriwijaya bercorak maritim, maka Majapahit bercorak agraris.
Sriwijaya menjadi pusat perkembangan agama Buddha terbesar sehingga banyak yang
berdatangan ke Sriwijaya untuk belajar agama Buddha. Majapahit menganut agama
Hindhu-Siwa yang mana dalam agama Hindhu mengenal kasta yang terbagi menjadi
empat yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Kedua kerajaan ini sama-sama
memiliki wilayah yang luas dengan pengelolaan yang baik dan terstuktur. Untuk
mengambil keputusan, maka harus sesuai dengan hukum dalam peraturan yang
tertulis.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini belumlah sempurna dan
masih banyak kesalahan yang belum kami ketahui, maka dari itu kami selaku penulisa
makalah meminta masukan baik berupa saran ataupun kritika agar bisa memeperbaiki
kesalahan di masa mendatang.

14
Daftar Rujukan
Anwari, I.R.M. 2015. Sistem Perekonomian Kerajaan Majapahit. Verleden: Jurnal
Kesejarahan, (3)2. 104-115.
Berkah, A. 2017. “Dampak Kekuasaan Maritim Sriwijaya Terhadap Masuknya Pedagang
Muslim di Palembang Abad VII-IX Masehi. Jurnal Studi Islam. Vol. 13, No.
1, hlm-51-60.
Hardiati, E.S., Djafar, H., Soeroso, Ferdinandus, P.E.J., & Nastiti, S. (Eds). 2010. Zaman
Kuno. Dalam R.P Soejono & R.Z. Leiriza. Sejarah Nasional Indonesia Jilid
II. Jakarta: Balai Pustaka.
Irfan. 1983. Kerajaan Sriwijaya. Jakarta: PT. Giri Mukti.
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Munandar, A. A. 1990. “Kegiatan Keagaman di Pawitra: Gunung Suci di Jawa Timur Abad
ke-14-15”. Tesis tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
Nugroho, I. D. 2011. Majapahit Peradaban Maritim: Ketika Nusantara Menjadi Pengendali
Pelabuhan Dunia. Jakarta: Yayasan Suluh Nuswantara Bakti.
Saputra, A., & Hasan, Y. 2012. “Kerjasama Kerajaan Sriwijaya dengan Dinasti Tang pada
Tahun 683-740 M. Jurnal Pendidikan Sejarah. Vol. 1, No. 1, hlm 62-67.
Saputra, A., Sair, A., & Supriyanto, S.2014. “Kerjasama Kerajaan Sriwijaya dengan Dinasti
Tang pada Tahun 683-740 M”. Jurnal Pendidikan Sejarah. Vol. 3, No. 2.
Sholeh, K. 2015. Kemaritiman Kerajaan Sriwijaya dan Pedagang Muslim di Palembang
pada abad VII-IX Masehi. Jakarta: Balai Pustaka.
Suswandari, Absor, F.N., Tamimah, S., Faiz, Y., & Rahman, H. 2021. “Menelisik Sejarah
Perekonomian Kerajaan Sriwijaya Abad VII-XIII”. Jurnal Sejarah, Budaya,
dan Pengajarannya. Vol. 15, No. 1, hlm- 91-97.
Wolters, O. W. 2011. Kemaharajaan Sriwijaya dan Perniagaan Dunia Abad III-Abad VII M.
Depok: Komunitas Bambu.

15

Anda mungkin juga menyukai