Anda di halaman 1dari 15

Makalah Mikologi Teori

Dosen Pembimbing : Widarti, S.Si., Apt., M.M.Kes

TINEA NIGRA PALMARIS

Kelompok 3

Nama Anggota :

Andi Natasya Salzabilah (PO714203171008)

Andi Favian Orvala Ruhban (PO714203171007)

Anny Asyura Asri (PO714203171009)

Prodi Sarjana Terapan / Tk.III

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis diberi kemudahan dalam menyusunan makalah ini dan
mampu menyelesaikan dengan tepat pada waktunya yang berjudul “Keanekaragaman
Hayati”. Tidak lupa juga shalawat serta salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad
Saw. serta kepada keluarga, saudara, sahabat dan kerabatnya.
Selain sebagai tugas, penulis membuat makalah ini untuk memberikan pengetahuan
tambahan kepada pembaca tentang  keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia yang
sangat mengagumkan yang tersebar di seluruh belahan nusantara.
.Dalam penyusunan makalah ini saya selaku  penulis banyak mendapatkan bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah
ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak kesalahan yang
dilakukan. Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik yang membangun sehingga
kedepannya penulis akan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan pembaca dan kita semua

                                                                             Makassar, 01 November 2019

                                                                                              Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I  PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3
A. Definisi.......................................................................................................................... 3
B. Klasifikasi...................................................................................................................... 4
C. Cara Penularan.............................................................................................................. 5
D. Patogenesis.................................................................................................................... 6
E. Gejala Klinis.................................................................................................................. 6
F. Penyebab....................................................................................................................... 6
G. Diagnosis....................................................................................................................... 7
H. Pencegahan dan pengobatan.......................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 10
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita telah mengenal jamur dalam kehidupan sehari-hari meskipun tidak sebaik
tumbuhan lainnya. Hal itu disebabkan karena jamur hanya tumbuh pada waktu
tertentu, pada kondisi tertentu yang mendukung, dan lama hidupnya terbatas.
Sebagai contoh, jamur banyak muncul pada musim hujan di kayu-kayu lapuk,
serasah, maupun tumpukan jerami. namun, jamur ini segera mati setelah musim
kemarau tiba. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
manusia telah mampu membudidayakan jamur dalam medium buatan, misalnya
jamur merang, jamur tiram, dan jamur kuping.
Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat
heterotrof, tipe sel sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler.
Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa, hifa dapat membentuk
anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang
dengan cara vegetatif ada pula dengan cara generatif.
Selain memiliki berbagai macam cara untuk berkembangbiak, jamur juga
terdiri dari aneka macam jenis baik yang bermanfaat maupun yang
berbahaya/beracun. Saat ini sebagian besar jamur yang dibudidayakan masyarakat
adalah jamur yang bermanfaat, khususnya jamur konsumsi yang bisa dimakan atau
dimanfaatkan sebagai obat.
Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit
fakultatif, atau saprofit. Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis
mutualisme. Jamur yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari
organisme lain juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya.
Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu
jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau pada liken. Jamur
berhabitat pada bermacammacam lingkungan dan berasosiasi dengan banyak
organisme. Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada yang hidup di
air dan berasosiasi dengan organisme air. Jamur yang hidup di air biasanya bersifat
parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes. 

1
B. Rumusan Masalah
Masalah umum yang terdapat dalam penulisan makalah ini adalah  tentang
Tinea Nigra Parmaris. Agar permasalahan tersebut tidak terlalu luas maka dibatasi
menjadi sub-sub masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi Tinea nigra palmaris?
2. Bagaimana klasifikasinya?
3. Bagaimanakah cara penularannya?
4. Apa patogenitas dari Tinea nigra palmaris?
5. Bagaimana gejala klinisnya?
6. Apa penyebab dari Tinea nigra palmaris?
7. Bagaimana cara mendiagosis?
8. Bagaimana cara mencegah dan mengobati Tinea nigra palmaris?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa definisi Tinea nigra palmaris
2. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasinya
3. Untuk mengetahui bagaimanakah cara penularannya
4. Untuk mengetahui apa patogenitas dari Tinea nigra palmaris
5. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinisnya
6. Untuk mengetahui apa penyebab dari Tinea nigra palmaris
7. Untuk mengetahui bagaimana cara mendiagosis
8. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah dan mengobati Tinea nigra
palmaris

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tinea nigra adalah infeksi jamur kulit asimptomatik, superfisial, biasanya
menyerang kulit palmar (telapak tangan) disebabkan karena Hortae werneckii (dulu
namanya PhaeoanneIlomyces werneckii dan Exophiala werneckii). Umumnya
disebabkan oleh Hortae werneckii (PhaeoanneIlomyces werneckii = Exophiala
werneckii, Cladosporium werneckii) yang merupakan jamur dematiaceous seperti ragi.
Arti dematiaceous adalah jamur kapang (mould/mold) berwarna coklat. Dapat juga
disebabkan oleh jamur dematiaceous yang lainnya yaitu Stenella araguata. Tinea
nigra secara klinis ditandai oleh makula yang berbentuk marginal dengan warna coklat
muda atau hitam, bentuk tidak simetris, berbentuk oval. Terdapat bintik-bintik makula
dan bentuk yang tidak beraturan. Lesi bersifat tunggal dan tanpa gejala dan mudah
sekali ditemukan di daerah telapak tangan, leher, dan tengkuk. Jamur ini termasuk
dematiaceae yang membentuk koloni berwarna coklat hitam. Pada biakan tumbuh
kolini berwarna hitam dan padat. Sediaan langsung koloni ini menunjukkan hifa
berseptum dan berwarna coklat/hitam.
Penyakit ini jarang terjadi. Kasus tinea nigra terjadi secara sporadik dibeberapa
bagian belahan dunia terutama didaerah pantai negara-negara tropis dan subtropis
seperti misalnya : Kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Asia, Afrika dan
Australia. Penyakit ini paling sering menyerang anak-anak dan dewasa muda, berumur
kurang dari 19 tahun, pada wanita 3 kali lebih sering dibandingkan pada pria dan
hampir sebagian besar infeksi dilaporkan terjadi pada individu imunokompeten.

3
Gambar Tinea nigra palmaris pada tangan
(Makroskopik)

Gambar Tinea nigra palmaris pada tangan


(Mikroskopik)

B. Klasifikasi
Pembagian dermatofita berdasarkan tempat hidupnya
 Golongan geofilik berasal dari tanah misalnya Microsporum gypseum
 Golongan zoofilik berasal dari hewan, misalnya M. canis
 Antrofilik untuk jamur yang bersumber dari manusia misalnya M. rubrum.
 Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
 Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot
 Tinea fasialis, dermatofitssis pada wajah
 Tinea korporis, dermatofitosis pada kulit glabrosa

4
 Tinea manus. dermatofitosis pada tangan
 Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
 Tines kruris, dermatofitosis pada genitokrural, sekitar anus, bokong, dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah
 Tinea pedis. dermatofitosis pada kaki
 Bentuk tines lain yang mempunyai anti khusus
- Tinea imbrikata
Susunan skuama yang konsertris dan disebabkan Trichophyton
concentricum
- Tinea favosa atau favus b
Bentuk inflamasi tinea kapitis, disebabkan Trichopyton schoenieni,
berupa skutula (krusta warna merah,coklat, kuning. berbentuk mangkuk)
dan mousy odor.
- Tinea inkognito
Dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas, karena telah diobati
dengan steroid topikal kuat

Adapun taksonomi dari Tinea nigra palmaris :


Kingdom  : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum       : Ascomycotina
Class                 : Ascomycetes
Order                : Dermatophyte
Family               : Dermatophytosis
Genus                : Tinea
Species              : Tinea nigra palmaris

C. Cara penularannya
Jamur penyebab berada saprofit di tanah, limbah, sampah/tumbuh-tumbuhan
busuk dan humus. Juga tumbuh di kayu dan cat pada lingkungan lembab dan tirai
kamar mandi.

5
Lesi diduga terjadi melalui inokulasi langsung pada kulit yang sebelumnya
mengalami trauma minor. Dapat terjadi autoinokulasi. Dicurigai dapat penularan
dari manusia ke manusia, yang biasanya jarang terjadi, tapi ada yang menyanggahnya.

D. Patogenesis
Faktor predisposisi adalah telapak tangan yang hiperhidrosis. Ada yang
menyatakan tidak ada faktor predisposisi dan tidak ada hubungan dengan kegagalan
sistem imunologis, serta tidak ada hubungan dengan penyakit lain dan tidak ada
predisposisi genetik. Infeksi hanya terbatas pada stratum korneum dan biasanya tidak
merangsang timbulnya reaksi inflamasi.

E. Gejala Klinis
Masa inkubasi 10-15 hari hingga 7 minggu, dapat beberapa tahun sampai 20
tahun. Lesi khas berupa satu makula berbatas jelas, berwarna coklat kehitaman, tidak
berskuama dan asimptomatik (tidak gatal, tidak nyeri). Lesi mula-mula kecil
kemudian dapat melebar secara sentrifugal atau bersatu dengan lesi lainnya
membentuk tepi yang tidak beraturan atau polisikllis. Pigmentasi tidak merata, paling
gelap didapatkan pada bagian tepi. Tidak didapatkan eritema atau tanda-tanda
inflamasi lain. Karena asimtomatis menyebabkan tidak terdiagnosis dalam waktu
yang lama. Lesi umumnya terbatas pada satu telapak tangan, namun dapat mengenai
jari tangan, telapak kaki, pergelangan tangan, dada dan leher, wajah tidak pernah
terkena.

F. Penyebab
Tinea nigra disebabkan oleh infeksi dengan cetakan coklat, Exophiala
phaeoannellomyces. Jamur ini biasanya menghuni tanah. Jamur ini ditemukan di
tanah, selokan, dan vegetasi yang membusuk di daerah pantai tropis atau subtropics.
Tinea nigra bermula dari infeksi dengan jamur Hortaea werneckii. Kondisi ini dapat
terjadi akibat penularan karena kontak langsung dengan jamur terinfeksi.
Jamur akan masuk ke dalam ke kulit melalui luka terbuka atau yang masih
terinfeksi. Jamur akan berkembang pada kulit yang basah dan berkeringat itulah
sebabnya telapak tangan dan telapak kaki tampaknya menjadi sasaran umum infeksi.

6
Infeksi akibat jamur lainnya seperti Stenella araguata dan Cladophialophora
saturnica dapat menjadi penyebab lain. Infeksi jamur ini biasanya terdapat orang-
orang yang sering berkeringat atau penderita hiperhidrosis. Jamur Ini juga disebabkan
oleh orang-orang yang sering bersentuhan dengan kompos dan tanah yang merupakan
letak utama jamur tinea nigra. Infeksi kadang-kadang bingung dengan kondisi kulit
lain seperti:

 Melanoma

 Naevi ( tahi lalat jinak)

 Noda yang menempel

 Pigmentasi timbul setelah dermatitis atau peradangan kulit lainnya

G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis dan gambaran klinis yang khas.

2. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20 % tampak miselium yang terdiri


atas hifa bercabang banyak, berukuran besar diameter sampai 6 µm, septa
berdinding tebal, berwarna kecoklatan, dan tampak budding cells
berbentuk bulat memanjang. Bagian akhir hifa biasanya hialin (tidak
berwarna). Hasil pemeriksaan langsung ini sudah dapat menyokong/
memastikan diagnosis tinea nigra.

3. Bila dilakukan kultur pada medium Sabouraud's dextrose agar (DA)


dengan sikloheksimid dan khlorampenicol3 tumbuh 7 sampai ± 14 hari.
Mula-mula berwarna putih, lembab dan seperti ragi (yeast) kemudian
koloni menjadi hijau kecoklatan atau hitam. Permukaannya kemudian
sering menjadi abu-abu atau kehijauan. Permukaan bawah koloni berwarna
hitam.1,4,5,10 Pemeriksaan mikroskopik pada kultur dini tampak sel seperti
ragi, sering bentuk dua-dua (2 sel dipisahkan septum). Kemudian tampak
hifa bersepta, berlekuk dan berwarna gelap dan tumbuh konidia oval di
sepanjang hifa.

7
Pigmentasinya tidak sama. Pada pemeriksaan histopatologi dengan
pengecatan hematoksilin eosin (HE) atau GMS (Gomori methenamine
silver) tampak penebalan stratum korneum dan parakeratosis. Tampak hifa
bercabang berwarna coklat di lapisan atas stratum korneum. Stratum
lusidum tidak terkena dan tidak ada tanda-tanda inflamasi.
4. Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dipakai untuk mempercepat
identifikasi H. werneckii.

DIAGNOSIS BANDING

Pitiriasis versikolor, Akral lentigo melanoma maligna, Junctional


nevus, Sifilis sekunder, Hiperpigmentasi pasca inflamasi, lesi pigmentasi
Penyakit Addison’s, bahan pewarna perak nitrat, Tattto, Pinta.

H. Pencegahan dan Pengobatan


- Pencegahan
Karena infeksi diyakini terjadi setelah inokulasi setelah
trauma, pasien harus menghindari  barang yang diduga
menjadi kontaminasi tinea nigra , seperti tanah, air limbah, kompos, dan kayu
yang membusuk.
- Pengobatan
Obat topikal :

1. Obat keratolitik : Salep Whitfield(=AAV II, berisi asidum salisilikum 6%,


asidum benzoikum 12% dalam vaselin album ) dioleskan pagi dan
malam.Salep AAV I (half strengh Whitfield ointment) tidak efektif.
2. Krim asam Undesilenik 2-3 minggu
3. Krim Imidazol : mikonazol,klotrimazol, ketokonazol dioleskan 2 x sehari.
4. Krim Terbinafin
5. Asam Retinoid
6. Ciclopirox
8
Obat topikal dilanjutkan selama 2-4 minggu sesudah sembuh klinis
untuk mencegah kambuh , minimal 3 minggu pengobatan. Dianjurkan
dikerok / dikupas dengan penempelan cellophane tape (selotip) terlebih
dahulu, baru diolesi obat topikal.

Obat oral:
Indikasi obat oral adalah bila setelah pengobatan topikal yang adekuat
tidak sembuh. Obat yang dapat diberikan :
1. Ketokonazol 200 mg/ hari selama 3 minggu.
2. Itrakonazol. Pengobatan dengan oral Griseofulvin tidak efektif

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tinea nigra adalah infeksi jamur kulit asimptomatik, superfisial, biasanya
menyerang kulit palmar (telapak tangan) disebabkan karena Hortae werneckii (dulu
namanya PhaeoanneIlomyces werneckii dan Exophiala werneckii). Umumnya
disebabkan oleh Hortae werneckii (PhaeoanneIlomyces werneckii = Exophiala
werneckii, Cladosporium werneckii) yang merupakan jamur dematiaceous seperti
ragi. Arti dematiaceous adalah jamur kapang (mould/mold) berwarna coklat. Dapat
juga disebabkan oleh jamur dematiaceous yang lainnya yaitu Stenella araguata.
Tinea nigra secara klinis ditandai oleh makula yang berbentuk marginal dengan warna
coklat muda atau hitam, bentuk tidak simetris, berbentuk oval. Terdapat bintik-bintik
makula dan bentuk yang tidak beraturan

B. Saran
Bagi seluruh Civitas Akademik untuk terus menambah wawasan pengetahuan
mengenai fungi/jamur agar dapat terhindar dari jamur yang patogen.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Rippon J.W. Medical Mycology, Edisi ke 3. Philadelphia: WB Saunders Co, 1988.


2. Hay R.J. Ashbee H.R. Mycology. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths
C. editor. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke 8. Oxford : Wiley-Blackwell,
2010: 36.14 – 36.15.
3. Verma S & Heffernan MP. Superficial fungal infection : Dermatophytosis, ony-
chomycosis, Tinea nigra, Piedra. Dalam ; Wolff K, Goldsmith LA. Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS & Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
Edisi ke 7. New York : Mc Graw Hill 2008 : 1807 -1821
4. Crissey J.Th., Lang H., Parish L.C. Manual of Medical Mycology. Massachusetts:
Blackwell Science, 1995.
5. Larone D.H. Medically important fungi. A guide to identification. Edisi ke 2. New
York: Elsevier, 1987.
6. Richardson M.D and Warnock D.W. Fungal Infection. Edisi ke 3. Oxford: Blackwell
Scientific Publications, 2003.
7. Sutton D.A, Rinaldi M.G, Sanche S.E. Dematiaceous fungi. Dalam: Anaissie E.J,
McGinnis M.R, Pfaller M.A.editor. Clinical Mycology.Edisi ke-2. USA: Churchill
Livingstone Elsevier 2009: 334-335, 347.
8. Faergemann J.N. Pityriasis (Tinea) vesicolor, Tinea Nigra and Piedra. Dalam: Jacobs
PH and Nall L. editor. Antifungal Drug Therapy. New York : Marcel Dekker, 1990:
23-9.
9. Cemizares 0, Herman R.R.M. Clinical tropical Dermatology. Edisi ke 2. Boston:
Blackwell Scientific, 1992.
10. Sawitri, Zulkarnain I, Suyoso S. Tinea Nigra Palmaris, A case report. Dalam
Abstracts The 15th Congress of The Asia Pacific Society for Medical Mycology.
Bali, 1997: 114.
11. James WD, Berger TG & Elston DM. Andrews’Diseases of the skin. Clinical
Dermatology. Edisi ke 10 Philadelphia : Saunders Elsevier, 2006.

iv
12. Clayton YM, Moore MK. Superficial fungal infection. Dalam : Harper J, Oranje A
dan Prose N editor. Textbook of Pediatric Dermatology edisi ke 2. Massachusetts :
Blackwell Publishing 2006 : 542-569.
13. Paller AS & Mancini AJ. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. Edisi ke 3.
Philadelphia : Elsevir Saunders, 2006.
14. Mendoza N, Arora A, Arias C.A, Hernandez C.A, Madkam V, Tyring S.K.
Cutaneous and Subcutaneous Mycosis. Dalam : Anaissie E.J., McGinnis M.R.,
Pfaller M.A. editor. Clinical Mycology. Edisi ke-2. USA : Churchill Livingstone
Elsevier 2009 : 509-523.

Anda mungkin juga menyukai