Dunia
Kelompok VI
Ajie
Dandi
Dicka
Rio
Rachella
Peta Konsep
A. Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri
Indonesia Bebas Aktif
Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan
sebagai suatu negara yang berdaulat. Setiap entitas negara yang berdaulat
memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional,
baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya.
Tujuan jangka pendek dan jangka panjang tidak terlepas dari sejarah
Indonesia, sebagai bangsa yang pernah mengalami penjajahan. Walaupun
Indonesia sudah merdeka, perjuangan untuk melenyapkan imperialisme belum
berakhir, sebab negara-negara yang dianggap imperialis dan kolonialis (Barat),
masih ada dan berusaha menanamkan pengaruhnya. Indonesia berusaha pula
menghindari dari keberpihakan pada dua blok yang bersengketa dan masuk
menjadi anggota Non Blok.
Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik/Manipol Indonesia berdasarkan
pada amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang terkenal dengan nama
“Djalanja Revolusi Kita”, yang menetapkan penegasan mengenai cara-cara
pelaksanaan Manipol di bidang politik luar negeri. Politik luar negeri Indonesia
tidak netral, tidak menjadi penonton dan tidak tanpa prinsip. Politik bebas
tidak sekedar “cuci tangan”, tidak sekedar defensif, tapi aktif dan berprinsip
serta berpendirian.
Pada masa Orde Baru, landasan operasional politik luar negeri Indonesia
kemudian semakin dipertegas dengan beberapa peraturan formal, di antaranya
adalah Ketetapan MPRS No. XII/ MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang
penegasan kembali landasan kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia. TAP
MPRS ini menyatakan bahwa sifat politik luar negeri Indonesia adalah:
1) Bebas aktif, anti-imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk
manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
2) Mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan
rakyat.
Selanjutnya landasan operasional kebijakan politik luar negeri RI dipertegas
lagi dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara tanggal 22 Maret 1973, yang berisi:
1) Terus melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan
mengabdikannya kepada kepentingan nasional, khususnya pembangunan
ekonomi;
2) Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah
Asia Tenggara dan Pasiik Barat Daya, sehingga memungkinkan negaranegara
di wilayah ini mampu mengurus masa depannya sendiri melalui
pembangunan ketahanan nasional masing-masing, serta memperkuat
wadah dan kerja sama antara negara anggota perhimpunan bangsa-bangsa
Asia Tenggara;
3) Mengembangkan kerja sama untuk maksud-maksud damai dengan semua
negara dan badan-badan internasional dan lebih meningkatkan peranannya
dalam membantu bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan
kemerdekaannya tanpa mengorbankan kepentingan dan kedaulatan
nasional.
Pasca-Orde Baru atau dikenal dengan periode Reformasi yang dimulai
dari masa pemerintahan B.J. Habibie sampai pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono secara substansif landasan operasional politik luar negeri
Indonesia dapat dilihat melalui: ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tanggal
19 Oktober 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
dalam rangka mewujudkan tujuan nasional periode 1999-2004. Di antaranya adanya
ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi yang
demokratis dan berkeadilan. Oleh karena itu, GBHN juga menekankan
perlunya upaya reformasi di berbagai bidang, khususnya memberantas segala
bentuk penyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme serta kejahatan
ekonomi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Selanjutnya ketetapan ini juga menetapkan sasaran-sasaran yang harus dicapai
dalam pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri, yaitu:
1) menegaskan kembali pelaksanaan politik bebas dan aktif menuju
pencapaian tujuan nasional;
2) ikut serta di dalam perjanjian internasional dan peningkatan kerja
sama untuk kepentingan rakyat Indonesia;
3) memperbaiki performa, penampilan diplomat Indonesia dalam
rangka suksesnya pelaksanaan diplomasi pro-aktif di semua bidang;
4) meningkatkan kualitas diplomasi dalam rangka mencapai pemulihan
ekonomi yang cepat melalui intensiikasi kerjasama regional
dan internasional;
5) mengintensifkan kesiapan Indonesia memasuki era perdagangan
bebas;
6) memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga;
7) mengintensifkan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam
kerangka ASEAN dengan tujuan memelihara stabilitas dan
kemakmuran di wilayah Asia Tenggara.
B. Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaannya
1. Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia
belum memiliki rumusan yang jelas mengenai bentuk politik luar negerinya.
Akan tetapi pada masa tersebut politik luar negeri Indonesia sudah memiliki
landasan operasional yang jelas, yaitu hanya mengonsentrasikan diri pada
tiga sasaran utama yaitu; 1). Memperoleh pengakuan internasional terhadap
kemerdekaan RI, 2). Mempertahankan kemerdekaan RI dari segala usaha
Belanda untuk kembali bercokol di Indonesia, 3). Mengusahakan serangkaian
diplomasi untuk penyelesaian sengketa Indonesia-Belanda melalui negosiasi
dan akomodasi kepentingan, dengan menggunakan bantuan negara ketiga
dalam bentuk good ofices ataupun mediasi dan juga menggunakan jalur
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sesuai dengan sasaran utama kebijakan politik luar negeri sebagaimana
disebut di atas, maka Indonesia harus berusaha memperkuat kekuatan
diplomasinya dengan menarik simpati negara-negara lain.
Dasasila Bandung
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan,
serta asas-asas kemanusiaan yang termuat dalam Piagam
PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua
bangsa.
3. Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan
persamaan semua bangsa besar maupun kecil.
4. Tidak melakukan campur tangan dalam soal-soal dalam
negara lain.
5. Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan
diri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan
Piagam PBB.
6. Tidak melakukan tekanan terhadap negara-negara lain.
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi
terhadap integritas teritorial dan kemerdekaan negara lain.
8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan
jalan damai seperti perundingan, persetujuan, dan lain-lain
yang sesuai dengan Piagam PBB.
9. Memajukan kerja sama untuk kepentingan bersama.
10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Dalam Sidang Umum PBB Menteri Luar Negeri Kanada Lester B. Pearson
mengusulkan agar dibentuk suatu pasukan PBB untuk memelihara perdamaian
di Timur Tengah. Usul ini disetujui Sidang dan pada tanggal 5 November 1956
Sekjen. PBB membentuk sebuah komando PBB dengan nama United Nations
Emergency Forces (UNEF). Pada tanggal 8 November Indonesia menyatakan
kesediannya untuk turut serta menyumbangkan pasukan dalam UNEF.
Sebagai pelaksanaanya, pada 28 Desember 1956, dibentuk sebuah pasukan
yang berkuatan satu detasemen (550 orang) yang terdiri dari kesatuan-kesatuan
Teritorium IV/Diponegoro dan Teritorium V/Brawijaya. Kontingen Indonesia
untuk UNEF yang diberi nama Pasukan Garuda ini diberangkatkan ke Timur
Tengah pada bulan Januari 1957.
a. Pembentukan ASEAN
Pada tanggal 5-8 Agustus di Bangkok dilangsungkan pertemuan antarmenteri luar
negeri dari lima negara, yakni Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul
Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), Narsisco Ramos (Filipina)
dan tuan rumah Thanat Khoman (Thailand). Pada 8 Agustus 1967 para
menteri luar negeri tersebut menandatangani suatu deklarasi yang dikenal
sebagai Bangkok Declaration. Deklarasi tersebut merupakan persetujuan
kesatuan tekad kelima negara tersebut untuk membentuk suatu organisasi
kerja sama regional yang disebut Association of South East Asian Nations
(ASEAN).
Menurut Deklarasi Bangkok, Tujuan ASEAN adalah:
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
perkembangan kebudayaan di Asia Tenggara.
2. Memajukan stabilisasi dan perdamaian regional Asia Tenggara.
3. Memajukan kerja sama aktif dan saling membantu di negara_x0002_
negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik,
ilmu pengetahuan dan administrasi.
4. Menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas_x0002_fasilitas latihan dan penelitian.
5. Kerja sama yang lebih besar dalam bidang pertanian, industri,
perdagangan, pengangkutan, komunikasi serta usaha peningkatan
standar kehidupan rakyatnya.
6. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara.
7. Memelihara dan meningkatkan kerja sama yang bermanfaat
dengan organisasi-organisasi regional dan internasional yang
ada.
Dari tujuh pasal Deklarasi Bangkok itu jelas, bahwa ASEAN merupakan
organisasi kerja sama negara-negara Asia Tenggara yang bersifat non
politik dan non militer.
Pada masa-masa awal berdirinya ASEAN telah mendapat berbagai
tantangan yang muncul dari masalah-masalah negara anggotanya sendiri.
Seperti masalah antara Malaysia dan Filipina menyangkut Sabah, sebuah
wilayah di Borneo/Kalimantan Utara. Kemudian persoalan hukuman mati
dua orang anggota marinir Indonesia di Singapura, kerusuhan rasialis
di Malaysia, dan permasalahan minoritas muslim di Thailand Selatan.
Akan tetapi, semua pihak yang terlibat dalam permasalahan-permasalahan
tersebut dapat meredam potensi konlik yang muncul sehingga stabilitas
kawasan dapat dipertahankan.
Secara historis batas wilayah laut Indonesia telah dibuat oleh pemerintah
kolonial Belanda, yaitu dalam Territorial Zee Maritieme Kringen Ordonantie
tahun 1939, yang menyatakan bahwa lebar wilayah laut Indonesia adalah
tiga mil diukur dari garis rendah di pantai masing-masing pulau Indonesia.
Karenanya di antara ribuan pulau di Indonesia terdapat laut-laut bebas yang
membahayakan kepentingan bangsa Indonesia sebagai Negara Kesatuan.
Pada tahun 1975 Khmer Merah di bawah pimpinan Pol Pot berhasil
menggulingkan Lon Nol dan mengubah format kerajaan menjadi sebuah
Republik Demokratik Kamboja (Democratic Kampuchea/ DK) yang dipimpin
oleh Pol Pot. Paparan bab ini memperlihatkan proses lahirnya kebijakan politik luar
negeri Indonesia bebas aktif dan dinamikanya sejak kemerdekaan hingga
masa reformasi, serta peran aktif Indonesia dalam memelihara perdamaian
dunia baik di tingkat regional dan global. Peran tersebut sesuai dengan
komitmen bangsa sebagaimana tertuang dalam alinea keempat UUD 1945,
yang menekankan pentingnya peran Indonesia dalam ikut serta mewujudkan
perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.
KESIMPULAN
1. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia adalah bebas aktif.
Bebas maksudnya tidak terikat pada blok tertentu, sedangkan
aktif berarti selalu ikut serta dalam upaya perdamaian dunia.
2. Konsep bebas aktif lahir ketika dunia tengah berada dalam
pengaruh dua blok utama setelah selesainya Perang Dunia ke
II, yaitu Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviet.
3. Keikutsertaan Indonesia dalam upaya perdamaian dunia antara
lain tercermin dari pengiriman Pasukan Misi Perdamaian
Garuda ke wilayah-wilayah konlik didunia.
4. Indonesia juga menjadi pelopor atau pendiri organisasi_x0002_
organisasi antarbangsa seperti Gerakan Non Blok, ASEAN dan
Konferensi Asia Afrika.