pada tanggal 2 september 1948, wakil presiden yang merangkap sebagai perdana mentri sekaligus mentri pertanahan Muhammad Hatta memberi keterangan kepada badan pekerja KNIP tentang kedudukan politik luar negri Indonesia (RI) sedang menghadapi berbagai kesulitan yang tidak sedikit. Perundingan dengan belanda yang dimediasi oleh komisi tiga Negara di PBB diputus. Dari dalam negri oposisi dari aksi front demokrasi rakyat (FDR) yang dipimpin oleh Muso menghebat. Untuk menangkis serangan-serangan yang ditujukan kepada pemerintah RI, diadakan siding BP KNIP, mengenai hubungan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam perang dingin di masa itu, Fraksi FDR PKI dalam badan pekerja mendesak agar RI memilih pihak Uni Soviet. Terkait desakan tersebut, Hatta menyatakan bahwa politik RI tidak memilih pro ini atau pro itu, melainkan memilih jalan sendiri untuk mencapai kemerdekaan. Sejak keterangan politik luar tersebut negeri RI disebut politik bebas aktif. Bebas artinya punya jalan sendiri, dan aktif artinya menuju perdamaian dunia.
B. LANDASAN POLITIK LUAR NEGRI INDONESIA
Politik luar negri adalah kebijakan, sikap, dan langkah pemerintah RI dalam melakukan hubungan dengan Negara lain. Indonesia merupakan politk luar negeri bebas aktif. Yang dimaksud dengan bebas aktif bukan berarti politik netral, melainkan politik luar negri yang bebas dan aktif dalam menentukan sikap terhadap permasalahan internasional. Dalam menjalankan politik luar negeri yang berprinsip bebas aktif, Indonesia berarsaskan pada tiga landasan. Tiga landasan tersebut adalah landasan idil, landasan konstitusional, dan landasan operasional. 1. Landasan idil politik luar negeri adalah sebuah dasar dari bentuk idiologi suatu Negara dalam menjalani hubungan internasional. Landasan idil politik luar negeri Indonesia adalah pancasila. Pancasila telah menjadi ideology Negara yang merupakan pedoman hidup bangsa. Maka, dalam membentu kebijakan luar negeri harus berlandaskan kelima prinsip pancasila. 2. Landasan konstititutional adalah sebuah landasan Negara yang bekerjasama dengan semua aturan dan ketentuan ketatanegaraan suatu bangsa. Landasan constitutional politik luar negeri Indonesia adalah undang-undang dasar atau UUD 1945. Khususnya tercantum pada alinea pertama yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan diatas dunia harus dihapuskan. Alinea keempat menyatakan bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilansosial. Serta dalam undang-undang 1945 pasal 11 menyatakan bahwa presiden atas persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain. 3. Landasan oprasional adalah sebuah landasan yang dipakai untuk mengelola kehidupan nasional sebuah Negara secara keseluruhan. Landasan operasional politik luar negeri Indonesia mencakup semua wujud kebijakan luar negeri Indonesia yang memiliki basis operasional. Landasan operasional politik luar negeri Indonesia sifatnya dinamis karena mengikuti perkembangan zaman dan disesuaikan dengan kebijakan masing- masing pemerintah pada masanaya. C. POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF DAN PELAKSANAANYA Dalam memperjuangkan dan mempertahankan kepentingan nasional, termasuk perlindungan kepada warga negara Indonesia di luar negeri, diperlukan upaya yang mencakup kegiatan politik dan hubungan luar negeri yang berlandaskan ketentuan-ketentuan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari falsafah Pancasila, Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 serta Garis-garis Besar Haluan Negara. Dasar pemikiran yang melandasi Undang-undang, tentang Hubungan Luar Negeri adalah bahwa penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri memerlukan ketentuan-ketentuan yang secara jelas mengatur segala aspek yang menyangkut sarana dan mekanisme pelaksanaan kegiatan tersebut. Dalam dunia yang makin lama makin maju sebagai akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara global, serta meningkatnya interaksi dan interdependensi antar negara dan antar bangsa, maka makin meningkat pula hubungan internasional yang diwarnai dengan kerjasama dalam berbagai bidang. Kemajuan dalam pembangunan yang dicapai Indonesia di berbagai bidang telah menyebabkan makin meningkatnya kegiatan Indonesia di dunia internasional, baik dari pemerintah maupun swasta/perseorangan, membawa akibat perlu ditingkatkannya perlindungan terhadap kepentingan negara dan warga negara. Ketentuan-ketentuan yang mengatur penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri yang ada sebelum dibentuknya undang-undang ini baru mengatur beberapa aspek saja dari penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri serta belum secara menyeluruh dan terpadu. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu produk hukum yang kuat yang dapat menjamin terciptanya kepastian hukum bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, termasuk koordinasi antarinstansi pemerintah dan antarunit yang ada di Departemen Luar Negeri. Dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, Indonesia terikat oleh ketentuan-ketentuan hukum dan kebiasaan internasional, yang merupakan dasar bagi pergaulan dan hubungan antar negara. Oleh karena itu Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri ini sangat penting artinya, mengingat Indonesia telah meratifikasi Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, dan Konvensi tentang Misi Khusus, New York 1969. Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri merupakan pelaksanaan dari ketentuan dasar yang tercantum di dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berkenaan dengan hubungan luar negeri. Undang-undang ini mengatur segala aspek penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, termasuk sarana dan mekanisme pelaksanaannya, perlindungan kepada warga negara Indonesia di luar negeri dan aparatur hubungan luar negeri. Pokok-pokok materi yang diatur dalam Undang-undang ini adalah : a. Penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, termasuk sarana dan mekanisme pelaksanaannya, koordinasi di pusat dan perwakilan, wewenang dan pelimpahan wewenang dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri. b. Ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional, yang pengaturannya secara lebih rinci, termasuk kriteria perjanjian internasional yang pengesahannya memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. c. Perlindungan kepada warga negara Indonesia, termasuk pemberian bantuan dan penyuluhan hukum, serta pelayanan konsuler. d. Aparatur hubungan luar negeri. Penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri melibatkan berbagai lembaga negara dan lembaga pemerintah beserta perangkatnya. Agar tercapai hasil yang maksimal, diperlukan adanya koordinasi antara lembaga-lembaga yang bersangkutan dengan Departemen Luar Negeri. Untuk tujuan tersebut, diperlukan adanya suatu peraturan perundang- undangan yang mengatur secara jelas serta menjamin kepastian hukum penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, yang diatur dalam Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri. Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, serta merupakan penyempurnaan terhadap peraturan-peraturan yang ada mengenai beberapa aspek penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri.
1. Lahirnya politik luar negeri bebas aktif
Latar belakang dibentuknya politik luar negeri Indonesia bebas aktif bermula dari akhir Perang Dunia II. Pascaperang, terbentuk dua kubu besar yang saling bersaing dalam Perang Dingin, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat dipimpin oleh Amerika Serikat dan beraliran liberal kapitalis, sementara Blok Timur dipimpin oleh Uni Soviet yang menganut paham komunis dan sosialis. Kedua blok ini saling berseteru dengan menyebarkan ideologi masing-masing yang dianut guna memengaruhi negara lain selama Perang Dingin berlangsung. Melihat kondisi politik internasional pada saat itu, Indonesia berusaha supaya tidak terseret. Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam pidatonya, "Mendayung di antara Dua Karang", menawarkan konsep politik luar negeri bebas aktif di Indonesia. 2. Politik luar negeri bebas aktif parlementer 1950-1959 Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia berlangsung pada tahun 1950-1959. Pada masa Demokrasi Parlementer, pemerintah Indonesia ingin memperkuat eksistensi NKRI di kancah internasional melalui kebijakan-kebijakan politik luar negeri. Kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer memiliki empat tujuan utama yaitu: Berusaha menghapuskan penjajahan di atas dunia sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea pertama yaitu, Mendapatkan pengakuan kedaulatan dari dunia internasional, Meruntuhkan sistem kolonial secara menyeluruh, Menciptakan perdamaian dunia. D. PERAN INDONESIA DALAM UPAYA MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu tujuan bangsa Indonesia, sebagaimana tertuang dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk ikut menciptakan perdamaian dunia, Indonesia memiliki peran aktif dalam menjaga perdamaian dunia. Hal ini dilakukan melalui cara menjalin hubungan internasional dan berpartisipasi dalam organisasi internasional. Untuk mengetahui lebih lanjut, simak penjelasan tentang peran negara Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia beserta contohnya berikut ini. 1. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Peran Indonesia dalam perdamaian dunia diwujudkan melalui partisipasi dan kontribusi aktif dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB atau MPP PBB. Dalam konteks internasional, partisipasi tersebut merupakan indikator penting dan konkrit dari peran suatu negara dalam memberikan kontribusi dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Sedangkan dalam konteks nasional, keterlibatan tersebut merupakan sarana peningkatan profesionalisme individu dan organisasi yang terlibat secara langsung dalam penggelaran operasi internasional. Peran Indonesia dalam perdamaian dunia melalui MPP PBB dimulai pada tahun 1957. Saat itu Indonesia mengirimkan 559 personel infanteri sebagai bagian dari United Nations Emergency Force (UNEF) di Sinai. Pengiriman tersebut diikuti dengan kontribusi 1.074 personel infanteri (1960) dan 3.457 personal infantri (1962), sebagai bagian dari United Nations Operation in the Congo (ONUC) di Republik Kongo. 2. Misi Garuda Peran Indonesia dalam perdamaian dunia juga diwujudkan melalui partisipasi dan kontribusi aktif melalui Misi Garuda atau Misi Kontingen Garuda. Kontingen Garuda adalah pasukan penjaga perdamaian yang anggotanya diambil dari militer Indonesia yang bertugas di bawah naungan PBB. Peran aktif Indonesia dalam mengirimkan Kontingen Garuda untuk misi perdamaian pada masa perang dunia. Negara-negara yang pernah menjadi tujuan dalam misi Kontingen Garuda adalah Negara-negara di Timur Tengah seperti Mesir, Libanon, Palestina, Irak. Negara Asean seperti Filipina, Kamboja, dan Vietnam. Juga Negara Eropa Timur seperti Georgia dan Bosnia. 3. Konferensi Asia Afrika (KAA) Selanjutnya, peran Indonesia dalam perdamaian dunia diwujudkan melalui partisipasi dan kontribusi aktif melalui Konferensi Asia Afrika (KAA). Upaya pertama yang dilakukan Indonesia oleh Perdana Menteri dimulai pada tanggal 25 Agustus 1953, dengan menyampaikan program pemerintah di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara. Selain itu, disampaikan juga bahwa perlunya keaktifan pemerintah dalam meredakan ketegangan dunia yang memerlukan kerjasama dengan negara-negara yang keadaan dan kedudukannya sama dengan Indonesia, yakni negara-negara Asia-Afrika yang bersama berupaya untuk membebaskan negara-negara Asia-Afrika dari pengaruh perang dingin kala itu. 4. Gerakan Non Blok (GNB) Peran Indonesia dalam perdamaian dunia juga diwujudkan melalui partisipasi dan kontribusi aktif dalam Gerakan Non-Blok (GNB). Suatu organisasi internasional yang terdiri lebih dari 100 negara-negara yang menganggap dirinya tidak beraliansi dengan kekuatan besar apapun. Dalam GNB, Indonesia memiliki peran penting sebab negara ini memiliki prinsip politik luar negeri yang bebas aktif, tidak mendukung pakta militer atau aliansi militer manapun. Prinsip tersebut dianggap sesuai dengan tujuan didirikannya GNB. Pada tahun 1992, peran penting lain dari Indonesia bagi KTT GNB adalah sebagai tuan rumah dan Presiden Soeharto sebagai ketua GNB. Pada saat itu, Indonesia memprakarsai kerjasama teknis di beberapa bidang seperti pertanian dan kependudukan serta mencetuskan upaya untuk menghidupkan kembali dialog Utara Selatan. 5. Deklarasi Djuanda Termasuk dalam peran Indonesia dalam perdamaian dunia adalah melalui Deklarasi Djuanda. Hal ini sebagai bentuk perjuangan di kancah internasional agar Indonesia memiliki kedaulatan atas seluruh wilayah perairan dan pulau-pulaunya. Deklarasi ini digagas oleh Perdana Menteri Indonesia, Djuanda Kartawidjaja pada 13 Desember 1957. Isi Deklarasi Djuanda bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan. 6. Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Tak kalah penting, peran Indonesia dalam perdamaian dunia adalah melalui Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), suatu perserikatan atau organisasi antar bangsa yang wilayahnya berada di kawasan Asia Tenggara. Negara Indonesia merupakan salah satu negara termasuk pemrakarsa berdirinya ASEAN. Hal ini melalui perwakilan Indonesia yakni Menteri Luar Negeri yang menandatangani Deklarasi Bangkok. Selain itu, tentunya Indonesia juga memiliki peran tersendiri sebagai anggota ASEAN. Peran Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di kawasan Asia Tenggara ini terlihat saat Indonesia membantu mewujudkan perdamaian konflik di Kamboja dan Vietnam. Indonesia ditunjuk oleh ASEAN sebagai pihak penengah dalam konflik tersebut. Pada kasus lainnya, yaitu saat pemerintah Filipina dan Moro National Front Liberation (MNFL) berkonflik. Kedua pihak tersebut akhirnya menyetujui perjanjian damai yang kala itu dipertemukan di Indonesia.
7. Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Tak kalah penting, peran Indonesia dalam perdamaian dunia adalah turut berpartisipasi dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Pembentukan OKI dilatarbelakangi oleh pembakaran Masjid Al-Aqsa oleh Israel pada 21 Agustus 1969. Peran Indonesia dalam OKI antara lain ikut upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina dengan Moro National Liberation Front (MNLF), Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina dengan ibukota di Yerusalem dukungan tersebut dibuktikan dengan hubungan diplomatik dengan Palestina pada 19 Oktober 1989. Indonesia juga memperjuangkan tentang penyelesaian masalah isu Islamofobia. 8. Jakarta Informal Meeting (JIM) Jakarta Informal Meeting (JIM) merupakan upaya peran Indonesia dalam perdamaian dunia, terutama di kawasan Asia Tenggara. Pemrakarsa JIM yaitu Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas. JIM merupakan upaya untuk menyelesaikan konflik Kamboja. Melalui JIM, masalah Kamboja dapat diselesaikan berdasarkan Perjanjian Paris pada tanggal 23 Oktober 1991.