Anda di halaman 1dari 3

Nadhifa Khoirun Nisa

205120401111025
Review KLN Week 9

Pengaruh Budaya dan Institusi dalam Pembentukan Kebijakan Luar Negeri


Pada minggu kali ini bahan bacaan yang saya gunakan adalah buku dari Laura Neack
yang berjudul Studying Foreign Policy Comparatively chapter 5. Chapter 5 membahas
mengenai national culture, roles, and institutions. Neack memulai bahasan dengan studi kasus
Brexit, yaitu keluarnya Inggris dari European Union. Dengan adanya kesepakatan baru
tersebut, terdapat beberapa kebijakan yang juga mengikuti antara Inggris dengan anggota
negara European Union lainnya, seperti mengenai pajak atau bea, visa, dan lain sebagainya.
Pada studi kasus tersebut, terdapat istilah tribal politics yang digunakan untuk mendiskusikan
politik di wilayah Eropa dan Amerika. Tribe berarti sesuatu yang antiglobal dan nonmodern.
Istilah tersebut digunakan oleh pihhak yang tidak setuju dengan globalisasi.
Selanjutnya, Neack menjelaskan bahwa kebijakan luar negeri yang dianalisis
menggunakan level of analysis negara melibatkan banyak fitur berbeda dari negara tersebut
yang membentuk kebijakan luar negeri itu sendiri. Dua faktor yang digunakan tersebut adalah
pemerintah dan sosialnya. Yang dibahas dalam faktor pemerintah ialah sistem politik, kerja
sama, tipe rezim, bagaimana keputusan diambil dalam pemerintahan, pembagian kekuatan dan
otoritas dalam institusi pemerintahan, birokrasi, dan ukuran dari institusionalisasi. Sedangakan
faktor sosial meliputi sistem ekonomi, sejarah penduduk, etnis, ras, agama, jumlah kelompok
kepentingan dan partai politik, serta peran media dalam membentuk agenda publik. Perlu
diketahui bahwa kedua faktor tersebut bersifat non-ekslusif.
Bahasan selanjutnya ialah state type and foreign policy. State type didefinisikan dengan
atribut yang dapat diukur, seperti sistem politik, serta atribut yang tidak dapat diukur, yaitu
budaya dan identitas nasional. Rosenau memiliki hipotesa mengenai tiga atribut nasional yang
menjadi salah satu patokan dalam pembuatan kebijakan luar negeri. Yang pertama adalah
ukuran. Ukuran negara diukur dari besar kecilnya populasi penduduk di negara tersebut. Lalu
terdapat faktor sistem ekonomi yang dibagi menjadi dua, yaitu berkembang dan maju yang
diukur melalui GDP. Faktor terakhir adalah sistem politik (demokrasi atau tidak). East dan
Hermann memiliki pendapat lain mengenai hipotesis Rosenau. Mereka berpendapat bahwa
konsep tersebut sebenarnya tidak diperlukan untuk menganalisa negara karena aktivitas
kebijakan luar negeri sangatlah beragam dan berbeda-beda.
East dan Hermann memiliki pemikiran lainnya, yaitu bahwa ukuran fisik negara sangat
menentukan sikap yang akan diambil negara tersebut. Selain ukuran, faktor penting lainnya
adalah akuntanbilitas politik, terutama jika dikombinasikan dengan perkembangan ekonomi.
Dalam bahasan ini juga terdapat teori perdamaian demokrasi atau democratic peace theory
yang mengusulkan bahwa budaya negara demokratis dan institusi politik yang dihasilkan
membuat negara tersebut lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku kebijakan luar negeri
yang damai, terutama terhadap negara-negara demokratis lainnya.
Sub-bab selanjutnya adalah national self-image dan role conception. National self-
image merupakan sebuah teori yang menjelaskan bagaimana masyarakat suatu negara
memandang diri mereka sendiri, siapa mereka di mata dunia, dan apa yang negara mereka
lakukan di dunia. Teori tersebut dapat tersebar melalui narasi nasional. Teori tersebut mirip
dengan teori Holsti yang berjudul role theory yang mendeskribsikan bagaimana individual
memegang posisi di sistem sosial yang menentukan sikap mereka. Ketika role theory
diterapkan dalam politik internasional dan negara, kedaulatan menjadi salah satu force yang
ikut membentuk gagasan. Holsti juga berpendapat bahwa sikap kebijakan luar negeri
merupakan hasil dari politik atau sumber domestik, bukan dari ekspektasi dari negara lain
dalam lingkup internasional. Ketika menggunakan konsep tersebut, konsep subnational
narratives tidak dapat dihindari. Konsep subnational narratives menceritakan cerita yang
berbeda mengenai bagaimana grup subnational berjuang melawan grup dominan serta naratif
yang mereka bawa.
National self-image dapat dipahami sebagai sebuah belief set dari negara tertentu, dan
belief set tersebut mengandung infomasi yang tidak cocok dengan self-image nasional yang
positif. National self-image mengandung pesan subjektif (implisit atau eksplisit) tentang
pandangan bahwa orang-orang di luar negara tidak baik dan orang di negara kita baik. Hal
tersebut biasanya didampingi dengan attribution bias (pandangan bahwa negara kita
melakukan hal-hal baik karena kita adalah orang baik, tetapi bila kita melakukan hal-hal buruk
itu karena kita terpaksa).
Sub bab selanjutnya adalah political culture and foreign policy institutions. National
self-image yang terpelihara harus menetapkan norma dan harapan yang mendasari institusi
politik yang dibangun oleh kelompok dalam untuk mempromosikan kepentingannya. Neack
menggunakan beberapa konsep dalam studi kasus pada sub bab ini. Yang pertama adalah
konsep conscription dimana negara mewajibkan rakyatnya untuk wajib militer dengan tujuan
menyiapkan kebutuhan dan kekuatan militer. Selanjutnya, Neack menggunakan negara Swiss
sebagai studi kasus. Swiss memiliki image netral. Image netral itu sendiri merupakan kebijakan
bahwa suatu negara tidak akan memihak dalam perselisihan internasional atau membentuk
aliansi militer dengan siapapun. Sikap tersebut menunjukkan bahwa Swiss memiliki postur
nonprovocative defense.
Bahasan yang terakhir adalah the democratic peace. Gagasan tersebut percaya bahwa
budaya dan institusi membentuk kebijakan luar negeri. Penjelasannya dibagi menjadi dua.
Penjelasan pertama menekankan bahwa budaya dari demokrasi, dan penjelasan kedua
menekankan struktur institusi domestik. Penjelasan mengenai budaya demokrasi mengusulkan
bahwa demokrasi liberal lebih cinta dama daripada negara lain karena norma mengenai metode
penyelesaian konflik yang tepat yang berkembang dalam masyarakat. Sedangkan penjelasan
kedua menekankan keterbatasan kelembagaan pada pengambil keputusan kebijakan luar
negeri. Pembagian dan pengawasan kekuasaan di dalam pemerintahan demokratis dan
pengekangan terakhir dari pemegang jabatan yang harus menghadapi pemilih dalam pemilihan
reguler melarang perilaku kebijakan luar negeri yang keras.
Pertanyaan: Neack menjelaskan bahwa national self-image mengandung pesan bahwa negara
“kita” adalah baik, dan negara lain tidak sebaik negara “kita”. Apakah konsep tersebut dapat
menjurus ke etnosentrisme? mengingat terdapat kemiripan di antaranya keduanya.

Anda mungkin juga menyukai