Anda di halaman 1dari 4

Nadhifa Khoirun Nisa

205120401111025
KLN/B
Review Week 4

Jenis Conceptual Models dalam Analisa Kebijakan Luar Negeri Oleh Allison
Pada minggu ini saya akan menggunakan tulisan Allison tentang conceptual models
untuk menganalisa teori politik luar negeri. Allison membahas mengenai krisis Cuban Missile
pada tahun 1962 sebagai studi kasus di tulisannya. Terdapat tiga rangkuman argumen yang
disampaikan oleh Allison pada awal bahasannya. Yang pertama adalah penganalisis berfikir
bahwa masalah mengenai kebijakan luar negeri dan militer mengimplikasikan model konsep
yang memiliki isi konsekuensi yang signifikan dari pemikiran mereka. Yang selanjutnya ialah
kebanyakan penganalisa menjelaskan dan meprediksi sikap dari pemerintahan nasional
berdasarkan suatu model konsep yang sederhana, dalam konteks ini Allison menggunakan
Rational Policy Model (Model I). Dalam model ini penganalisa mencoba untuk memeahami
aksi yang memiliki tujuan oleh pemerintahan nasional. Kesimpulan yang ketiga ialah terdapat
dua lagi konsep model alternatif lainnya yaitu Organizational Process Model (Model II) dan a
Beureacratic Politics Model (Model III).
Model I mengimplikasikan bahwa kejadian penting memiliki penyebab yang penting
juga. Apa yang dikategorikan Model I sebagai "tindakan" dan "pilihan" adalah output dari
organisasi besar yang berfungsi sesuai dengan pola perilaku tertentu yang teratur. Membahas
permasalahan misil Soviet di Kuba, Model II mengidentifikasi organisasi yang relevan dan
menampilkan pola dari organisasi tersebut yang mempengaruhi pengambilan sikap
selanjutnya. Sedangkan Model III fokus pada politik internal sebuah pemerintahan.
Penganalisis dari Model I menyimpulkan bahwa adanya strategi misil Kuba dimotivasi oleh
keinginan pemimpin Soviet untuk mengatasi besarnya batas strategi superior Amerika Serikat.
Kesimpulan tersebut diraih dengan penggunaan beberapa kriteria yang diuji melawan hipotesa
tentang pandangan objektif Soviet. Allison juga menggunakan kasus Perang Dunia I sebagai
salah satu contoh untuk menjelaskan tulisannya pada bab ini. Morgenthau mengatakan bahwa
terjadinya Perang Dunia I disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan balance of power di
Eropa.
Apa yang mencolok dari contoh-contoh dari literatur kebijakan luar negeri dan
hubungan internasional ini adalah kesamaan di antara para analis dari berbagai gaya ketika
mereka diminta untuk memberikan penjelasan. Masing-masing berasumsi bahwa apa yang
harus dijelaskan adalah tindakan, yaitu realisasi dari beberapa tujuan atau niat. Masing-masing
berasumsi bahwa aktornya adalah pemerintah nasional. Masing-masing mengasumsikan
bahwa tindakan dipilih sebagai respons yang diperhitungkan terhadap masalah strategis. Untuk
masing-masing, penjelasan terdiri dari menunjukkan tujuan apa yang dikejar pemerintah dalam
melakukan tindakan dan bagaimana tindakan ini merupakan pilihan yang masuk akal,
mengingat tujuan negara. Kumpulan asumsi ini mencirikan model kebijakan rasional.
Rational Policy Paradigm juga ikut dibahas pada bab ini. Pada subbab yang pertama
terdapat kebijakan sebagai pilihan nasional atau policy as national choice. Kebijakan luar
negeri diyakini sebagai pilihan dari sebuah negara atau pemerintahan. Selanjutnya ialah
konsep mengorganisir atau organizing concepts. Dalam konsep ini terdapat aktor nasional
yang berperan utama dalam kasus ini. selain aktor, terdapat juga permasalahan yang harus
diselesaikan oleh pihak-pihak yang terlibat. Setelah terdapat permasalahan maka langkah
selanjutnya ialah pilihan statis yang berbentuk solusi dari pemerintahan. Yang terakhir adalah
aksi sebagai pilihan rasional atau langkah paling akhir dalam proses pembuatan kebijakan
luar negeri. Komponennya terdiri dari goals dan objectives, opsi, konsekuensi, dan pilihan.
Dominant Inference Pattern merupakan salah satu paradigma yang menuntut
penganalisa untuk bergantung pada pola inferensi, di mana jika sebuah bangsa membentuk
sebuah aksi, maka bangsa yersebut pasti juga memiliki aksi akhir. Selanjutnya Allison
menjelaskan mengenai paradigma varian dari model kebijakan rasional, di antaranya yaitu
kecenderungan nasional yang tercermin dalam "kode operasional", sebauh perhatian dengan
tujuan tertentu, atau prinsip tindakan khusus, mempersempit "tujuan" atau "alternatif" atau
"konsekuensi" dari paradigma. Bahasan selanjutnya Allison menulis enam kategori tindakan
yang dapat dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap krisis di Kuba, yaitu, tidak melakukan
apa-apa, tekanan diplomatis, pendekatan secara rahasia kepada Castro, invasi, operasi angkatan
udara, dan yang terakhir blokade. Keenam tindakan tersebut telah ditimbang oleh pemerintah
Amerika Serikat dan masing-masing pilihan memiliki konsekuensinya tersendiri. Pada
akhrinya, Amerika Serikat mendapati hanya ada satu pilihan tindakan yang memiliki dampak
paling rasional, yaitu blokade.
Pada Model II (Organizational Process), seperti yang kita tahu bahwa sikap yang
dilakukan oleh sebuah pemerintahan merupakan opsi paling rasional yang difikir oleh pembuat
kebijakan. Pemerintahan sendiri terdiri dari banyak organisasi yang tugasnya juga terbagi.
Untuk memutuskan sesuatu, individual di dalamnya harus berkoordinasi melalui SOP. Dalam
Organizational Process Paradigm, terdapat beberapa uraian. Unit of analysis-nya berupa
kebijakan sebagai output dari organisasi. Konsep dalam paradigma ini terdiri atas (1) aktor
organisasi yang berupa organisasi itu sendiri, (2) masalah dan power, (3) prioritas, persepsi,
dan isu, (4) aksi sebagai output, (5) koordinasi dan kontrol pusat, (6) keputusan pemimpin
pemerintahan. Dalam memproses output, karakterisasi organisasi terbagi sebagai berikut:
goals, atensi terhadap goals, SOP, program, penghindaran yang tidak pasti, pencarian terkait
masalah, serta perubahan dan pembelajaran organisasi.
Dalam model III atau Bureacratic Politics, para pemimpin bukanlah kelompok
monolitik tetapi adalah seorang pemain yang kompetitif. Permainan yang dimainkan bernama
politik birokrasi (tawar menawar di sepanjang saluran yang teratur di antara pemain yang
posisinya secara hierarkis dalam pemerintahan. Sikap pemerintahan dapat dipahami
berdasarkan konsep ketiga bukan sebagai output organisasi, melainkan permainan tawar-
menawar. Sifat masalah kebijakan luar negeri memungkinkan ketidaksepakatan mendasar di
antara orang-orang tentang apa yang harus dilakukan. Analisis menghasilkan rekomendasi
yang bertentangan. Tanggung jawab terpisah yang diletakkan di pundak kepribadian individu
mendorong perbedaan persepsi dan prioritas. Tapi masalah adalah urutan pertama yang
penting. Apa yang dilakukan bangsa benar-benar penting. Pilihan yang salah bisa berarti
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Jadi orang yang bertanggung jawab berkewajiban untuk
memperjuangkan apa yang mereka yakini benar.
Men share power. Men differ concerning what must be done. Perbedaan dalam konteks
ini berperan penting, karena lingkungannya sendiri mengharuskan kebijakan diselesaikan oleh
politik. Apa yang akan dilakukan oleh sebuah bangsa terkadang merupakan hasil dari
kemenangan satu kelompok atas kelompok lain. Yang menggerakkan bidak catur dalam kasus
ini bukan hanya berupa alasan yang mendukung tindakan, atau prosedur organisasi, melainkan
kekuatan dan keteranpilan pendukung dan penentang tindakan tersebut.
Pada model III, aktornya bukan berupa unitary nation maupun kelompok konglomerat,
melainkan individual. Kelompok dari individual tersebut mengkonstitusi keputusan dan aksi
pemerintah. individual dapat menjadi pemmain dalam bidang kebijakan nasional dengan
menduduki posisi administrasi yang krusial. Posisi menentukan apa yang harus dilakukan oleh
pemain tersebut. Pemain juga merupakan manusia yang berarti memiliki metabolisme yang
berbeda-beda juga. Dasar dari birokrasi adalah kepribadian. Bagaimana masing-masing orang
dapat menyelesaikan permasalaha dan gaya operasinya merupakan salah satu hal yang tidak
dapat dihilangnkan dari campuran kebijakan. Selain itu, setiap orang memiliki beban di
belakangnya saat menduduki sebua posisi. Entah isu tertentu, komitmen, dan kedudukan
pribadi dan hutang dengan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat.
Jawaban mengenai pertanyaan “apa itu permasalahan?”, “apa yang harus dilakukan?”
terjawab tergantung dengan posisi dari mana pertanyaan itu dipertimbangkan. Karena faktor
posisi juga mempengaruhi pemain. Untuk memotivasi anggota organisasinya, seorang pemain
harus peka terhadap orientasi organisasi. Permainan di mana pemain bisa masuk dan
keuntungan yang dia mainkan meningkatkan tekanan ini. Jadi kecenderungan persepsi yang
berasal dari posisi memungkinkan prediksi yang dapat diandalkan tentang sikap pemain dalam
banyak kasus. Tetapi kecenderungan ini disaring melalui bagasi yang dibawa pemain ke posisi.
Kepekaan terhadap tekanan dan beban dengan demikian diperlukan untuk banyak prediksi.
Kepentingan, taruhan, dan kekuasaan adalah hal yang saling berkaitan di sini. Permainan
dimainkan untuk menentukan hasil. Kepentingan yang tumpang tindih ini merupakan taruhan
untuk permainan yang dimainkan. Kemampuan setiap pemain untuk bermain dengan sukses
tergantung pada kekuatannya. Dengan demikian, setiap pemain harus memilih masalah di mana
dia bisa bermain dengan probabilitas keberhasilan yang masuk akal. Tetapi tidak ada kekuatan
pemain yang cukup untuk menjamin hasil yang memuaskan. Kebutuhan dan ketakutan setiap
pemain mengalir ke banyak pemain lain. Apa yang terjadi kemudian adalah permainan yang
paling rumit dan halus yang dikenal manusia.
"Solusi" untuk masalah strategis tidak diturunkan oleh analis terpisah yang berfokus
dengan tenang pada suatu masalah. Sebaliknya, tenggat waktu dan acara menimbulkan masalah
dalam permainan, dan menuntut keputusan dari pemain yang sibuk dalam konteks yang
memengaruhi wajah yang dikenakan masalah tersebut. Masalah bagi para pemain lebih sempit
dan lebih luas daripada masalah strategis. Untuk setiap pemain tidak berfokus pada masalah
strategis total melainkan pada keputusan yang harus dibuat sekarang. Tetapi setiap keputusan
memiliki konsekuensi kritis tidak hanya untuk masalah strategis tetapi juga untuk taruhan
organisasi, reputasi, dan pribadi setiap pemain. Jadi kesenjangan antara masalah yang
dipecahkan pemain dan masalah yang menjadi fokus analis seringkali sangat lebar.
Permainan penawaran berlangsung dengan prosedur dan tidak dilakukan secara acak.
Hal tersebut dilakukan agar dapat menghasilkan tindakan mengenai jenis masalah, menyusun
permainan dengan memilih pemain utama terlebih dahulu, menentukan titik masuk mereka ke
dalam permainan, dan mendistribusikan keuntungan dan kerugian tertentu untuk setiap
permainan. Yang paling penting, menentukan "siapa yang bertindak," dalam sebuah permainan
akan mempengaruhi bagaimana hasil akhir dari permainan tersebut. Keputusan pemerintah
dibuat dan tindakan pemerintah tidak muncul sebagai pilihan yang diperhitungkan dari
kelompok yang bersatu, atau sebagai ringkasan formal dari preferensi para pemimpin. Alih-
alih konteks kekuasaan bersama tetapi penilaian terpisah mengenai pilihan penting,
menentukan bahwa politik adalah mekanisme pilihan.
Pertanyaan: Allison menjelaskan dalam tulisannya pada Model III bahwa dalam menyelesaikan
sesuatu masalah siapa yang berperan akan ikut menentukan hasil akhirnya, lalu siapakah yang
sebenarnya berhak untuk menentukan siapa yang akan berpartisipasi dalam penyelesaian
masalah tersebut?

Anda mungkin juga menyukai