Disusun untuk memenuhi tugas UAS Mata Kuliah Sains dan Ilmu Pengetahuan
NIM: 11210240000080
JAKARTA
2023 M/1444 H
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, Al-Quran dan Hadis tidak membedakan antara ilmu agama dan ilmu
umum. Di dalam Al-Quran terdapat ilmu holistik-integralistik, yaitu ilmu yang bentuknya
satu kesatuan dan tidak terpilah-pilah. Pembagian adanya ilmu agama dan ilmu umum adalah
merupakan hasil kesimpulan manusia yang mengidentifikasi ilmu berdasarkan sumber objek
kajiannya.
Allah menantang manusia untuk meneliti alam semesta itu jelas dalam Al-Quran
surah Al-Ghasiyah ayat 17-20: “Tidakkah mereka perhatikan bagaimana unta diciptakan,
langit ditinggikan, gunung ditegakkan dan bumi dihamparkan”. Beberapa ayat tersebut jika
bahwa selama ini para ilmuan seperti ahli biologi, kimia, fisika, sosiologi, psikologi dan
seterusnya dalam mengembangkan dan meneliti alam semesta belum mengacu kepada ayat-
ayat al-Quran.1
Jika objek antologik yang dibahas adalah wahyu (al-Qur’an) termasuk penjelasan
atas wahyu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, berupa hadits dengan menggunakan
metode ijtihad , maka yang dihasilkannya adalah ilmu-ilmu agama, seperti teologi, fiqh,
tafsir, hadits, tasawuf, dan lain sebagainya. Kemudian jika objek antologik yang dibahasnya
adalah alam jagad raya, seperti langit, bumi serta isi yang ada di dalamnya yakni matahari,
bulan, bintang, tumbuh-tumbuhan, binatang, air, api, udara, batu-batuan dan sebagainya
penimbangan dan sebagainya, maka yang dihasilkannya ialah ilmu alam seperti ilmu fisika,
1
Fathul Mufid, ‘Open Journal Systems’, p. 56 <https://doi.org/10.21043/equilibrium.v1i1.200>.
2
biologi, kimia, astronomi dan lain-lain Dalam islam, semua ilmu secara epistimologik berasal
dari Allah yang merupakan dzat yang maha mengetahui dan sumber segala ilmu.2
Dengan demikian, memperhatikan apa yang ada di langit dan bumi merupakan
melakukan telaah tersendiri terhadap ayat alquran yang berbentuk kauniyah, berarti manusia
harus bersikap aktif dan mau mencari tahu atau bahkan terjun secara langsung. Bersikap pasif
merupakan sebuah indikator dari stagnasi ilmu pengetahuan tersendiri. Imam Suprayogo
berpendapat bahwa Alquran dan hadis ketika dalam pengembangan ilmu itu harus diposisikan
sebagai ayat-ayat qauliyah. Sedangkan hal yang lain seperti observasi, mencoba atau
bereksperimen dan pemikiran yang logis itu diletakkan sebagai sumber ayat kauniyah.
dengan cara seperti itu, di mana alquran dan hadis diposisikan sebagai sumber ilmu, maka
dapat di cari semua cabang ilmu yang pasti mempunyai dasar yang menjadi konsep.3
PEMBAHASAN
2
Riyan Syahputra, ‘Integrasi Ilmu – Ilmu Agama Islam Dengan Ilmu – Ilmu Umum’, Book Chapter of
Proceedings Journey-Liaison Academia and Society, 1.1 (2022), 809–20 (p. 810).
3
Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang (Malang: UIN-Maliki
Press, 2006), p. 35 <http://repository.uin-malang.ac.id/1595/> [accessed 25 June 2023].
3
1. Metodologis ilmu agama dan umum
Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi dua kategori, yaitu fardhu 'ain (ilmu
agama) dan fardhu kifayah (ilmu non-agama). Fardhu 'ain merupakan kewajiban individu
bagi setiap orang untuk memprioritaskan mempelajari ilmu agama. Sementara fardhu kifayah
adalah kewajiban kelompok, di mana minimal ada satu anggota kelompok yang
melaksanakannya. Jika tidak ada yang melakukannya sama sekali, kelompok tersebut
dianggap salah atau berdosa. Dalam konteks ini, ilmu agama harus dikuasai oleh setiap
individu sebagai suatu kewajiban. Setelah mempelajari ilmu agama, seseorang boleh
melanjutkan untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Namun, banyak orang yang salah
memahami teori ini. Mereka cenderung mengutamakan ilmu agama dan mengabaikan ilmu
non-agama. Akibat salah tafsir terhadap teori ini, lembaga-lembaga Islam seringkali kurang
Islam, terdapat dua sudut pandang dalam epistemologi. Pertama, melalui upaya manusia
sendiri, dan kedua, melalui karunia Allah SWT. Pengetahuan yang diperoleh melalui upaya
manusia dapat dibagi menjadi empat: melalui indra, indra dan akal, akal, dan melalui qalb
(hati). Sedangkan pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT meliputi wahyu yang
disampaikan kepada para rasul, ilham yang diterima oleh akal manusia, dan hidayah yang
menentukan: "apa yang dapat diketahui dan harus diketahui, apa yang dapat diketahui tetapi
sebaiknya dihindari, dan apa yang sama sekali tidak mungkin untuk diketahui."5 Epistemologi
4
Syahputra, p. 812.
5
Ziauddin Sardar, Sains, Teknologi Dan Pembangunan Di Dunia Islam / Ziauddin Sardar; Penerjemah Rahmani
Astuti, Penyunting A. Farobi, Cet. 1 (Pustaka, 1989), p. 85.
4
serta mendukung berbagai pendekatan yang berbeda namun saling terkait untuk mempelajari
dan memahami pengetahuan, selama sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam wahyu Al-
Sardar menambahkan bahwa pengetahuan (ilmu) juga dapat diperoleh melalui wahyu,
akal, pengamatan, intuisi, dan dari tradisi hingga spekulasi teoritis. 6 Selain sebagai sistem
pengetahuan, ilmu juga merupakan sistem yang terdiri dari elemen-elemen (wahyu, akal,
pengamatan, intuisi, tradisi, dan spekulasi) yang saling terkait dan tak terpisahkan satu sama
lain. Oleh karena itu, wahyu tidak dapat dipahami secara terpisah dari akal atau intuisi, begitu
juga akal tidak dapat dipahami secara terpisah dari tradisi atau pengamatan, dan seterusnya.
M. Amin Abdullah menyatakan bahwa semua ilmu yang disusun, dikonsep, ditulis
secara sistematis, dan kemudian dikomunikasikan, diajarkan, serta disebarluaskan baik secara
lisan maupun tulisan, adalah ilmu Islam. Ilmu Islam merupakan bangunan keilmuan yang
dibentuk dan dirumuskan oleh para ilmuwan agama, ulama, fuqaha, mutakallimin,
mutasawwifin, mufassirin, muhadditsin, dan cendekiawan pada masa lalu untuk menjawab
tantangan yang dihadapi manusia dan agama pada saat itu, sama seperti ilmu-ilmu lainnya. 7
Ilmu Islam memiliki empat sumber yang jika diselidiki secara ilmiah, semuanya akan
Al-Qur'an dan sunnah adalah sumber ilmu-ilmu Islam yang mengandung unsur-
masalah yang dihadapi umat manusia. Al-Qur'an dan sunnah menyajikan konsep
dasar dalam bentuk konsep besar atau teori besar (grand concept or grand theory).
6
Sardar, p. 104.
7
M. Amin Abdullah, Islamic studies di perguruan tinggi: pendekatan integratif-interkonektif (Pustaka Pelajar,
2006), pp. 191–92.
5
Menempatkan Al-Qur'an dan sunnah sebagai grand concept or grand theory
berarti bahwa keduanya berfungsi sebagai sumber ajaran, baik secara teologis
maupun etis. Sebagai sumber, Al-Qur'an dan sunnah mengandung konsep dasar
laut, dan sebagainya, agar manusia dapat memperoleh manfaat ganda. Pertama,
memakmurkan bumi tempat mereka tinggal. Manusia telah dipilih oleh Tuhan
sebagai khalifah di bumi dan diberi indra, akal, hati, dan petunjuk wahyu (Al-
Qur'an) serta penjelasannya (as-Sunnah). Manusia dengan indra dan akalnya dapat
mengamati fenomena alam yang dapat diteliti dan diamati, sehingga mereka dapat
memperoleh berbagai informasi ilmiah. Manusia dengan akal dan hatinya juga
memberikan petunjuk mengenai ilmu-ilmu alam yang kini telah muncul dan
berkembang.
Manusia telah ditakdirkan dan disiapkan oleh Allah agar dapat menemukan
pengetahuan. Allah telah memberikan berbagai perangkat fisik dan mental untuk
tujuan tersebut. Dalam Islam, akal merupakan kunci peran manusia sebagai
khalifah di bumi. Tanpa akal, manusia tidak dapat mengemban tugas hukum-
hukum syariat. Dari diri manusia (anfus) sebagai alam mikro, berbagai ilmu sosial
6
dan humaniora dapat berkembang setelah melalui penelitian, observasi, dan
eksperimen dalam aspek fisik, psikologis, dan sosial. Contohnya adalah ilmu
kedokteran, ilmu kesehatan, ilmu kebidanan, ilmu ekonomi, ilmu hayat, psikologi,
salah satu tanda kebesaran Allah yang akan ditampakkan kepada manusia adalah
struktur alam semesta (afaq) dan diri manusia itu sendiri (anfus). Firman Allah
(kebesaran) Kami di segenap penjuru alam semesta dan dalam diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an adalah benar" (QS. Fusshilat,
(41): 53).
4. Sejarah (Qashash)
termasuk peristiwa politik, sosial, dan ekonomi yang terjadi di suatu negara,
bangsa, benua, atau dunia. Peristiwa masa lalu tersebut dicatat dalam laporan
tertulis dan memiliki cakupan yang luas. Sejarah dari segi eksternalnya hanya
merupakan catatan tentang peristiwa masa lampau pada individu dan masyarakat,
meliputi aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, agama, dan lain-lain. Namun, dari
sisi internalnya, sejarah melibatkan penalaran kritis dan teliti untuk mencari
kebenaran dengan penjelasan yang cerdas tentang penyebab dan asal-usul segala
kronologi fakta-fakta tersebut. Seperti halnya dalam kritik terhadap hadis, di mana
7
dalam penelitian dan penilaian fakta-fakta secara objektif dan sistematis yang
Dalam tradisi ilmiah di Barat, sains memiliki beberapa karakteristik atau sifat yang
membuatnya disebut sebagai ilmu, yaitu: kegiatan, metode, dan pengetahuan. Rincian tentang
ilmu sebagai kegiatan, metode, dan pengetahuan tidak saling bertentangan, tetapi sebaliknya,
mereka saling terkait dan harus ada secara berurutan. Ilmu harus dilakukan melalui kegiatan
manusia, kegiatan tersebut harus dilakukan dengan metode tertentu, sehingga kegiatan yang
menggunakan metode tersebut menjadi pengetahuan. 8 Ilmu secara konkret dan khas
khusus. Lebih tepatnya, ilmu bertujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh para
ilmuwan.
Secara umum, ilmu dikembangkan oleh para ilmuwan untuk mencapai kebenaran.
Dari kebenaran tersebut, banyak informasi ditemukan tentang alam semesta, peristiwa dalam
masyarakat, dan perilaku manusia. Menurut The Liang Gie, para ilmuwan menggunakan
sistem yang alamiah dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai kebenaran. Metode
tersebut sering kali melibatkan pola-pola seperti wawancara dan perhitungan. Dalam buku
"Issues in Science and Religion" bagian kedelapan, Ian G. Barbour membahas perbandingan
antara metode agama dan sains, termasuk kesamaan dalam pengalaman dan interpretasi,
Pandangan Islam terhadap sains sangatlah terbuka. Islam sebagai agama mendorong
umatnya untuk menggunakan akal mereka dalam memahami apa yang ada di alam semesta.
Seperti yang dinyatakan dalam Surah Ar-Rahman ayat 33, umat manusia dan jin diberi
8
Iis Arifudin, ‘Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap Pendidikan Islam’, Edukasia Islamika,
2016, 161–80 (p. 166).
9
Ian G. Barbour, Issues in Science and Religion (Prentice-Hall, 1966), p. 90.
8
kesempatan untuk menjelajahi penjuru langit dan bumi jika mereka mampu melakukannya,
namun hanya dengan kekuatan. Ayat ini mengajak manusia untuk menggunakan akal mereka
dan menggali pengetahuan tentang alam semesta. Rasulullah SAW juga pernah mengatakan
bahwa tidak ada agama (Islam) tanpa adanya kegiatan akal. Dalam pandangan ini, terdapat
keseimbangan antara akal dan iman dalam mencari kebenaran tentang setiap fenomena atau
permasalahan yang ada. Agama memiliki sifat yang umum, tetap, dan memberikan panduan
bagi kehidupan. Oleh karena itu, jika keseimbangan antara agama dan masyarakat terganggu,
Sebagai contoh, dalam kajian ilmu, Ibnu Sina memiliki pendekatan terbuka terhadap
kitab suci, di mana ia berusaha mencari kebenaran dari semua sumber. Ibnu Sina berpendapat
bahwa manusia dan alam semesta memiliki hubungan yang harmonis. Dalam bidang geologi,
meteorologi, astronomi, dan fisika, ia melakukan eksperimen dan observasi yang saling
terkait. Ibnu Sina mengembangkan gagasannya dengan perbedaan yang menjadi inti dan
tambahan, dan pendekatan tersebut diterapkan pada seluruh alam. Pendekatan serupa juga
diadopsi oleh Galileo Galilei, yang kemudian menciptakan ilmu fisika yang dilihat dari
perspektif kuantitatif.
Agama memiliki peran penting dalam masyarakat sebagai pengakuan terhadap unsur
suprasional yang mempengaruhi sistem dan lembaga. Agama membawa nilai, norma, dan
dengan ilmu pengetahuan, penting untuk mencapai harmoni antara keduanya agar dapat
Perbedaan pandangan antara ilmu pengetahuan dan agama timbul karena perbedaan
orientasi sosial dalam mencapai tujuan masyarakat. Namun, sebenarnya ilmu pengetahuan
9
dan agama memiliki keselarasan dalam perspektif sosial. Integrasi antara keduanya
diperlukan agar tidak ada ketimpangan. Dengan begitu, ilmu pengetahuan dapat digunakan
dengan kendali yang baik, sementara agama tetap memberikan panduan moral dan spiritual. 10
mempelajari ilmu. Perintah ini dapat dipahami dari dua perspektif yang berbeda. Pertama, Al-
Qur'an menyerukan agar manusia menggunakan akal mereka, sebagaimana dinyatakan dalam
ayat 190 Surah Ali Imran yang berarti: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." Dalam
konteks ini, Al-Qur'an menginstruksikan manusia untuk menggunakan akal mereka dalam
Kedua, Al-Qur'an juga mendorong manusia untuk menyelidiki alam semesta. Al-
Qur'an memerintahkan manusia untuk mempelajari alam semesta dengan tujuan untuk
mengenal tanda-tanda kekuasaan dan rahasia Allah yang terkandung di dalamnya. Seperti
yang dinyatakan dalam ayat 101 Surah Yunus yang berarti: "Katakanlah: Perhatikanlah apa
yang ada di langit dan di bumi. Tanda-tanda kekuasaan Allah dan peringatan dari Rasul-
dalam memahami kejadian alam semesta dan untuk melibatkan diri dalam penelitian dan
pembelajaran untuk mengungkap rahasia dan kekuasaan Allah yang termanifestasi dalam
ciptaan-Nya.
Dalam perspektif Islam, alam tidak hanya dipandang sebagai entitas yang terkait
dengan sistem keagamaan, kemanusiaan, dan dunia secara terpisah. Sebaliknya, ilmu
10
Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi (Mizan Pustaka, 2005), p. 814.
10
pengetahuan dan alam memiliki hubungan yang erat dengan agama dan Tuhan. Al-Qur'an
juga mendorong pencarian ilmu pengetahuan sebagai bagian dari aspek yang suci yang
sekuler dan dianggap sebagai sumber kebenaran yang memenuhi akal pikiran, bagaimana kita
dapat menanamkan keyakinan ini pada generasi mendatang? Banyak dari kita yang memilih
untuk mengajarkan anak-anak kita pendekatan yang rasional dan kritis, yaitu mempercayai
validitas sains dan keberadaan Tuhan.12 Dalam hal ini, konsep ilmu pengetahuan harus
Penerapan keyakinan yang sesuai dapat dilakukan pada tempatnya. Sebagai contoh,
dalam proses penciptaan alam semesta, di mana sains diartikan sebagai penciptaan ruang,
waktu, materi, dan energi, kita dapat mengimplementasikan bahwa alam semesta tidak
muncul dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Yang Maha Kuasa. Allah SWT menciptakan
alam semesta dari awal hingga sekarang, seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an. Setiap
fenomena alam yang terjadi merupakan manifestasi dari hukum alam yang berlangsung atas
menggabungkan sains dan agama agar sejalan, tanpa mengaduk-aduk keduanya. Ilmu dan
agama memiliki substansi yang penting dan tidak perlu dihapuskan, malah seharusnya
dipertahankan. Keduanya lahir dari pengalaman kemanusiaan yang sama. Meskipun banyak
11
Wedra Aprison, ‘Mendamaikan Sains Dan Agama: Mempertimbangkan Teori Harun Nasution’, Jurnal
Pendidikan Islam, 4 (2015), 241 (p. 75) <https://doi.org/10.14421/jpi.2015.42.241-259>.
12
Achmad Baiquni 1997. Al-qur'an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. p.97
13
Syahputra, p. 816.
11
yang berpendapat bahwa ilmu dan agama berdiri sendiri dengan peran masing-masing, hal ini
menyebabkan kesulitan dalam menyatukan mereka dalam hal materi, metode penelitian,
kriteria kebenaran, dan peran para ilmuwan. Sebagai contoh, dalam fisika, agama memiliki
Ketika kita ingin mengikuti budaya dari luar, seperti budaya barat, kita perlu
memastikan apakah budaya tersebut sesuai dengan agama Islam. Penting untuk memiliki
keimanan yang kuat dan mengikuti ajaran Islam yang benar. Saat budaya baru masuk ke
lingkungan masyarakat Muslim, kita harus memeriksa asal-usul dan dampaknya dengan hati-
hati. Jika budaya tersebut positif dan sesuai dengan Islam, maka bisa diadopsi dengan bijak.
Namun, kita harus berhati-hati agar tidak mengambil budaya sekuler yang bertentangan
Ilmu pengetahuan (sains) dan agama tidak selalu bertentangan atau tidak sesuai satu
sama lain. Banyak ilmuwan yang berusaha untuk mencapai harmoni antara keduanya.
Keduanya memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Agama menjadi panduan dan
petunjuk yang terdapat dalam kitab suci, sementara sains berperan dalam interaksi dan
Kesimpulan
14
Syahputra, p. 817.
12
Integrasi antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama sebenarnya tidak diperlukan lagi
pada dasarnya. Karena sejak awal, kedua hal tersebut telah diintegrasikan. Al-Qur'an secara
jelas menyebutkan bahwa kita diajak untuk mencari ilmu. Walaupun integrasi antara ilmu
pengetahuan (sains) dan agama Islam memiliki sudut pandang yang berbeda, namun
dalam kehidupan manusia dan kemajuan suatu bangsa. Agama berfungsi sebagai pedoman
melalui aturan-aturan dalam kitab suci, sedangkan ilmu pengetahuan (sains) berfokus pada
interaksi dan komunikasi dalam masyarakat. Keduanya memiliki hubungan yang terintegrasi
Keselarasan atau harmonisasi antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama Islam
seharusnya sudah terwujud sejak agama Islam muncul. Al-Qur'an dengan jelas mendukung
dan mendorong pencarian ilmu. Namun, karena perbedaan penafsiran dan pola pikir individu,
kadang-kadang muncul hal-hal baru yang menghambat kerja sama atau bahkan menciptakan
ketidakharmonisan. Hal ini perlu segera diperbaiki, karena hubungan antara ilmu
pengetahuan (sains) dan agama Islam sangat penting untuk kelangsungan hidup masyarakat
secara keseluruhan.
Daftar Pustaka
13
Abdullah, M. Amin, Islamic studies di perguruan tinggi: pendekatan integratif-interkonektif
(Pustaka Pelajar, 2006)
Arifudin, Iis, ‘Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap Pendidikan Islam’,
Edukasia Islamika, 2016, 161–80
Bagir, Zainal Abidin, Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi (Mizan Pustaka, 2005)
Sardar, Ziauddin, Sains, Teknologi Dan Pembangunan Di Dunia Islam / Ziauddin Sardar;
Penerjemah Rahmani Astuti, Penyunting A. Farobi, Cet. 1 (Pustaka, 1989)
Syahputra, Riyan, ‘Integrasi Ilmu – Ilmu Agama Islam Dengan Ilmu – Ilmu Umum’, Book
Chapter of Proceedings Journey-Liaison Academia and Society, 1.1 (2022), 809–20
14