Anda di halaman 1dari 14

Pra UAS Islam dan Ilmu Pengetahuan

Integrasi Ilmu Agama dan Umum

Disusun untuk memenuhi tugas UAS Mata Kuliah Sains dan Ilmu Pengetahuan

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Syukron Kamil M. Ag.

SITI RINA KHOIRINA

NIM: 11210240000080

PROGRAM STUDI TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2023 M/1444 H
PENDAHULUAN

Pada dasarnya, Al-Quran dan Hadis tidak membedakan antara ilmu agama dan ilmu

umum. Di dalam Al-Quran terdapat ilmu holistik-integralistik, yaitu ilmu yang bentuknya

satu kesatuan dan tidak terpilah-pilah. Pembagian adanya ilmu agama dan ilmu umum adalah

merupakan hasil kesimpulan manusia yang mengidentifikasi ilmu berdasarkan sumber objek

kajiannya.

Allah menantang manusia untuk meneliti alam semesta itu jelas dalam Al-Quran

surah Al-Ghasiyah ayat 17-20: “Tidakkah mereka perhatikan bagaimana unta diciptakan,

langit ditinggikan, gunung ditegakkan dan bumi dihamparkan”. Beberapa ayat tersebut jika

diresapi maknanya secara dalam, di dalamnya memerintahkan untuk menggali ilmu

pengetahuan seluas-luasnya dengan melakukan riset terhadap alam semesta. Persoalannya

bahwa selama ini para ilmuan seperti ahli biologi, kimia, fisika, sosiologi, psikologi dan

seterusnya dalam mengembangkan dan meneliti alam semesta belum mengacu kepada ayat-

ayat al-Quran.1

Jika objek antologik yang dibahas adalah wahyu (al-Qur’an) termasuk penjelasan

atas wahyu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, berupa hadits dengan menggunakan

metode ijtihad , maka yang dihasilkannya adalah ilmu-ilmu agama, seperti teologi, fiqh,

tafsir, hadits, tasawuf, dan lain sebagainya. Kemudian jika objek antologik yang dibahasnya

adalah alam jagad raya, seperti langit, bumi serta isi yang ada di dalamnya yakni matahari,

bulan, bintang, tumbuh-tumbuhan, binatang, air, api, udara, batu-batuan dan sebagainya

dengan menggunakan metode penelitian eksperimen di laboratorium, pengukuran,

penimbangan dan sebagainya, maka yang dihasilkannya ialah ilmu alam seperti ilmu fisika,

1
Fathul Mufid, ‘Open Journal Systems’, p. 56 <https://doi.org/10.21043/equilibrium.v1i1.200>.

2
biologi, kimia, astronomi dan lain-lain Dalam islam, semua ilmu secara epistimologik berasal

dari Allah yang merupakan dzat yang maha mengetahui dan sumber segala ilmu.2

Dengan demikian, memperhatikan apa yang ada di langit dan bumi merupakan

melakukan telaah tersendiri terhadap ayat alquran yang berbentuk kauniyah, berarti manusia

harus bersikap aktif dan mau mencari tahu atau bahkan terjun secara langsung. Bersikap pasif

merupakan sebuah indikator dari stagnasi ilmu pengetahuan tersendiri. Imam Suprayogo

berpendapat bahwa Alquran dan hadis ketika dalam pengembangan ilmu itu harus diposisikan

sebagai ayat-ayat qauliyah. Sedangkan hal yang lain seperti observasi, mencoba atau

bereksperimen dan pemikiran yang logis itu diletakkan sebagai sumber ayat kauniyah.

dengan cara seperti itu, di mana alquran dan hadis diposisikan sebagai sumber ilmu, maka

dapat di cari semua cabang ilmu yang pasti mempunyai dasar yang menjadi konsep.3

PEMBAHASAN

2
Riyan Syahputra, ‘Integrasi Ilmu – Ilmu Agama Islam Dengan Ilmu – Ilmu Umum’, Book Chapter of
Proceedings Journey-Liaison Academia and Society, 1.1 (2022), 809–20 (p. 810).
3
Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang (Malang: UIN-Maliki
Press, 2006), p. 35 <http://repository.uin-malang.ac.id/1595/> [accessed 25 June 2023].

3
1. Metodologis ilmu agama dan umum

Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi dua kategori, yaitu fardhu 'ain (ilmu

agama) dan fardhu kifayah (ilmu non-agama). Fardhu 'ain merupakan kewajiban individu

bagi setiap orang untuk memprioritaskan mempelajari ilmu agama. Sementara fardhu kifayah

adalah kewajiban kelompok, di mana minimal ada satu anggota kelompok yang

melaksanakannya. Jika tidak ada yang melakukannya sama sekali, kelompok tersebut

dianggap salah atau berdosa. Dalam konteks ini, ilmu agama harus dikuasai oleh setiap

individu sebagai suatu kewajiban. Setelah mempelajari ilmu agama, seseorang boleh

melanjutkan untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Namun, banyak orang yang salah

memahami teori ini. Mereka cenderung mengutamakan ilmu agama dan mengabaikan ilmu

non-agama. Akibat salah tafsir terhadap teori ini, lembaga-lembaga Islam seringkali kurang

memberikan wadah bagi perkembangan ilmu non-agama.

Proses untuk memperoleh pengetahuan disebut epistemologi. Dalam pandangan

Islam, terdapat dua sudut pandang dalam epistemologi. Pertama, melalui upaya manusia

sendiri, dan kedua, melalui karunia Allah SWT. Pengetahuan yang diperoleh melalui upaya

manusia dapat dibagi menjadi empat: melalui indra, indra dan akal, akal, dan melalui qalb

(hati). Sedangkan pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT meliputi wahyu yang

disampaikan kepada para rasul, ilham yang diterima oleh akal manusia, dan hidayah yang

diterima oleh qalbu manusia.4

Sardar mengungkapkan bahwa Epistemologi Islam merupakan ukuran yang

menentukan: "apa yang dapat diketahui dan harus diketahui, apa yang dapat diketahui tetapi

sebaiknya dihindari, dan apa yang sama sekali tidak mungkin untuk diketahui."5 Epistemologi

Islam menekankan pentingnya menggabungkan pengalaman dan realitas secara keseluruhan,

4
Syahputra, p. 812.
5
Ziauddin Sardar, Sains, Teknologi Dan Pembangunan Di Dunia Islam / Ziauddin Sardar; Penerjemah Rahmani
Astuti, Penyunting A. Farobi, Cet. 1 (Pustaka, 1989), p. 85.

4
serta mendukung berbagai pendekatan yang berbeda namun saling terkait untuk mempelajari

dan memahami pengetahuan, selama sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam wahyu Al-

Qur'an yang abadi, sebagai fondasi peradaban Islam.

Sardar menambahkan bahwa pengetahuan (ilmu) juga dapat diperoleh melalui wahyu,

akal, pengamatan, intuisi, dan dari tradisi hingga spekulasi teoritis. 6 Selain sebagai sistem

pengetahuan, ilmu juga merupakan sistem yang terdiri dari elemen-elemen (wahyu, akal,

pengamatan, intuisi, tradisi, dan spekulasi) yang saling terkait dan tak terpisahkan satu sama

lain. Oleh karena itu, wahyu tidak dapat dipahami secara terpisah dari akal atau intuisi, begitu

juga akal tidak dapat dipahami secara terpisah dari tradisi atau pengamatan, dan seterusnya.

M. Amin Abdullah menyatakan bahwa semua ilmu yang disusun, dikonsep, ditulis

secara sistematis, dan kemudian dikomunikasikan, diajarkan, serta disebarluaskan baik secara

lisan maupun tulisan, adalah ilmu Islam. Ilmu Islam merupakan bangunan keilmuan yang

dibentuk dan dirumuskan oleh para ilmuwan agama, ulama, fuqaha, mutakallimin,

mutasawwifin, mufassirin, muhadditsin, dan cendekiawan pada masa lalu untuk menjawab

tantangan yang dihadapi manusia dan agama pada saat itu, sama seperti ilmu-ilmu lainnya. 7

Ilmu Islam memiliki empat sumber yang jika diselidiki secara ilmiah, semuanya akan

melahirkan ilmu Islam, yaitu:

1. Al-Qur'an dan Sunnah

Al-Qur'an dan sunnah adalah sumber ilmu-ilmu Islam yang mengandung unsur-

unsur yang dapat dikembangkan untuk membentuk pemahaman keagamaan,

konsep, bahkan teori yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai

masalah yang dihadapi umat manusia. Al-Qur'an dan sunnah menyajikan konsep

dasar dalam bentuk konsep besar atau teori besar (grand concept or grand theory).
6
Sardar, p. 104.
7
M. Amin Abdullah, Islamic studies di perguruan tinggi: pendekatan integratif-interkonektif (Pustaka Pelajar,
2006), pp. 191–92.

5
Menempatkan Al-Qur'an dan sunnah sebagai grand concept or grand theory

berarti bahwa keduanya berfungsi sebagai sumber ajaran, baik secara teologis

maupun etis. Sebagai sumber, Al-Qur'an dan sunnah mengandung konsep dasar

yang sangat berpotensi untuk pengembangan dan pemberdayaan ilmu-ilmu Islam.

2. Alam Semesta (afaq)

Al-Qur'an mendorong manusia untuk memperhatikan alam semesta, langit, bumi,

laut, dan sebagainya, agar manusia dapat memperoleh manfaat ganda. Pertama,

untuk menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan, sehingga manusia dapat

memperkuat iman dan memiliki panduan dalam menjalani kehidupan mereka.

Kedua, untuk memanfaatkan segala sesuatu dalam membangun dan

memakmurkan bumi tempat mereka tinggal. Manusia telah dipilih oleh Tuhan

sebagai khalifah di bumi dan diberi indra, akal, hati, dan petunjuk wahyu (Al-

Qur'an) serta penjelasannya (as-Sunnah). Manusia dengan indra dan akalnya dapat

mengamati fenomena alam yang dapat diteliti dan diamati, sehingga mereka dapat

memperoleh berbagai informasi ilmiah. Manusia dengan akal dan hatinya juga

dapat mengkaji rahasia-rahasia Al-Qur'an yang telah membahas berbagai ilmu

yang akan muncul di masa depan untuk kesejahteraan manusia. Al-Qur'an

memberikan petunjuk mengenai ilmu-ilmu alam yang kini telah muncul dan

berkembang.

3. Diri Manusia (Anfus)

Manusia telah ditakdirkan dan disiapkan oleh Allah agar dapat menemukan

pengetahuan. Allah telah memberikan berbagai perangkat fisik dan mental untuk

tujuan tersebut. Dalam Islam, akal merupakan kunci peran manusia sebagai

khalifah di bumi. Tanpa akal, manusia tidak dapat mengemban tugas hukum-

hukum syariat. Dari diri manusia (anfus) sebagai alam mikro, berbagai ilmu sosial

6
dan humaniora dapat berkembang setelah melalui penelitian, observasi, dan

eksperimen dalam aspek fisik, psikologis, dan sosial. Contohnya adalah ilmu

kedokteran, ilmu kesehatan, ilmu kebidanan, ilmu ekonomi, ilmu hayat, psikologi,

sosiologi, sejarah, dan lain sebagainya. Al-Qur'an telah menginformasikan bahwa

salah satu tanda kebesaran Allah yang akan ditampakkan kepada manusia adalah

struktur alam semesta (afaq) dan diri manusia itu sendiri (anfus). Firman Allah

yang artinya: "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda

(kebesaran) Kami di segenap penjuru alam semesta dan dalam diri mereka sendiri,

sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an adalah benar" (QS. Fusshilat,

(41): 53).

4. Sejarah (Qashash)

Sejarah sebagai sumber pengetahuan mengungkapkan peristiwa masa lalu,

termasuk peristiwa politik, sosial, dan ekonomi yang terjadi di suatu negara,

bangsa, benua, atau dunia. Peristiwa masa lalu tersebut dicatat dalam laporan

tertulis dan memiliki cakupan yang luas. Sejarah dari segi eksternalnya hanya

merupakan catatan tentang peristiwa masa lampau pada individu dan masyarakat,

meliputi aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, agama, dan lain-lain. Namun, dari

sisi internalnya, sejarah melibatkan penalaran kritis dan teliti untuk mencari

kebenaran dengan penjelasan yang cerdas tentang penyebab dan asal-usul segala

sesuatu. Sejarah melibatkan pemahaman mendalam tentang bagaimana dan

mengapa peristiwa-peristiwa tersebut terjadi. Sejarah juga mencakup interpretasi

peristiwa-peristiwa tersebut setelah menguji berbagai fakta dan menyelidiki

kronologi fakta-fakta tersebut. Seperti halnya dalam kritik terhadap hadis, di mana

klasifikasi tingkatan hadis dan metodologi pengutipannya dari kitab-kitab hadis

dikembangkan untuk memeriksa kebenaran dan keaslian hadis. Sama halnya,

7
dalam penelitian dan penilaian fakta-fakta secara objektif dan sistematis yang

diterapkan dalam studi sejarah (Rahman, 1992: 126).

Dalam tradisi ilmiah di Barat, sains memiliki beberapa karakteristik atau sifat yang

membuatnya disebut sebagai ilmu, yaitu: kegiatan, metode, dan pengetahuan. Rincian tentang

ilmu sebagai kegiatan, metode, dan pengetahuan tidak saling bertentangan, tetapi sebaliknya,

mereka saling terkait dan harus ada secara berurutan. Ilmu harus dilakukan melalui kegiatan

manusia, kegiatan tersebut harus dilakukan dengan metode tertentu, sehingga kegiatan yang

menggunakan metode tersebut menjadi pengetahuan. 8 Ilmu secara konkret dan khas

merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh ilmuwan yang menggunakan

pemikiran, melibatkan pemahaman dan pengertian tertentu, serta memiliki tujuan-tujuan

khusus. Lebih tepatnya, ilmu bertujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh para

ilmuwan.

Secara umum, ilmu dikembangkan oleh para ilmuwan untuk mencapai kebenaran.

Dari kebenaran tersebut, banyak informasi ditemukan tentang alam semesta, peristiwa dalam

masyarakat, dan perilaku manusia. Menurut The Liang Gie, para ilmuwan menggunakan

sistem yang alamiah dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai kebenaran. Metode

tersebut sering kali melibatkan pola-pola seperti wawancara dan perhitungan. Dalam buku

"Issues in Science and Religion" bagian kedelapan, Ian G. Barbour membahas perbandingan

antara metode agama dan sains, termasuk kesamaan dalam pengalaman dan interpretasi,

peran komunitas, dan analogi model.9

Pandangan Islam terhadap sains sangatlah terbuka. Islam sebagai agama mendorong

umatnya untuk menggunakan akal mereka dalam memahami apa yang ada di alam semesta.

Seperti yang dinyatakan dalam Surah Ar-Rahman ayat 33, umat manusia dan jin diberi

8
Iis Arifudin, ‘Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap Pendidikan Islam’, Edukasia Islamika,
2016, 161–80 (p. 166).
9
Ian G. Barbour, Issues in Science and Religion (Prentice-Hall, 1966), p. 90.

8
kesempatan untuk menjelajahi penjuru langit dan bumi jika mereka mampu melakukannya,

namun hanya dengan kekuatan. Ayat ini mengajak manusia untuk menggunakan akal mereka

dan menggali pengetahuan tentang alam semesta. Rasulullah SAW juga pernah mengatakan

bahwa tidak ada agama (Islam) tanpa adanya kegiatan akal. Dalam pandangan ini, terdapat

keseimbangan antara akal dan iman dalam mencari kebenaran tentang setiap fenomena atau

permasalahan yang ada. Agama memiliki sifat yang umum, tetap, dan memberikan panduan

bagi kehidupan. Oleh karena itu, jika keseimbangan antara agama dan masyarakat terganggu,

akan sulit dipahami.

Sebagai contoh, dalam kajian ilmu, Ibnu Sina memiliki pendekatan terbuka terhadap

kitab suci, di mana ia berusaha mencari kebenaran dari semua sumber. Ibnu Sina berpendapat

bahwa manusia dan alam semesta memiliki hubungan yang harmonis. Dalam bidang geologi,

meteorologi, astronomi, dan fisika, ia melakukan eksperimen dan observasi yang saling

terkait. Ibnu Sina mengembangkan gagasannya dengan perbedaan yang menjadi inti dan

tambahan, dan pendekatan tersebut diterapkan pada seluruh alam. Pendekatan serupa juga

diadopsi oleh Galileo Galilei, yang kemudian menciptakan ilmu fisika yang dilihat dari

perspektif kuantitatif.

2. Pandangan antara ilmu agama dan umum

Agama memiliki peran penting dalam masyarakat sebagai pengakuan terhadap unsur

suprasional yang mempengaruhi sistem dan lembaga. Agama membawa nilai, norma, dan

budaya yang mengikat masyarakat. Meskipun terkadang terdapat perbedaan pandangan

dengan ilmu pengetahuan, penting untuk mencapai harmoni antara keduanya agar dapat

mencapai tujuan yang bermanfaat bagi manusia dan kemajuan bangsa.

Perbedaan pandangan antara ilmu pengetahuan dan agama timbul karena perbedaan

orientasi sosial dalam mencapai tujuan masyarakat. Namun, sebenarnya ilmu pengetahuan

9
dan agama memiliki keselarasan dalam perspektif sosial. Integrasi antara keduanya

diperlukan agar tidak ada ketimpangan. Dengan begitu, ilmu pengetahuan dapat digunakan

dengan kendali yang baik, sementara agama tetap memberikan panduan moral dan spiritual. 10

3. Hubungan ilmu umum dan agama islam

Al-Qur'an memerintahkan manusia untuk aktif dalam mencari, menemukan, dan

mempelajari ilmu. Perintah ini dapat dipahami dari dua perspektif yang berbeda. Pertama, Al-

Qur'an menyerukan agar manusia menggunakan akal mereka, sebagaimana dinyatakan dalam

ayat 190 Surah Ali Imran yang berarti: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,

dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." Dalam

konteks ini, Al-Qur'an menginstruksikan manusia untuk menggunakan akal mereka dalam

memahami dan merenungkan kejadian alam semesta.

Kedua, Al-Qur'an juga mendorong manusia untuk menyelidiki alam semesta. Al-

Qur'an memerintahkan manusia untuk mempelajari alam semesta dengan tujuan untuk

mengenal tanda-tanda kekuasaan dan rahasia Allah yang terkandung di dalamnya. Seperti

yang dinyatakan dalam ayat 101 Surah Yunus yang berarti: "Katakanlah: Perhatikanlah apa

yang ada di langit dan di bumi. Tanda-tanda kekuasaan Allah dan peringatan dari Rasul-

Rasul-Nya tidak akan bermanfaat bagi orang-orang yang tidak beriman."

Dengan demikian, Al-Qur'an mengajak manusia untuk menggunakan akal mereka

dalam memahami kejadian alam semesta dan untuk melibatkan diri dalam penelitian dan

pembelajaran untuk mengungkap rahasia dan kekuasaan Allah yang termanifestasi dalam

ciptaan-Nya.

Dalam perspektif Islam, alam tidak hanya dipandang sebagai entitas yang terkait

dengan sistem keagamaan, kemanusiaan, dan dunia secara terpisah. Sebaliknya, ilmu

10
Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi (Mizan Pustaka, 2005), p. 814.

10
pengetahuan dan alam memiliki hubungan yang erat dengan agama dan Tuhan. Al-Qur'an

juga mendorong pencarian ilmu pengetahuan sebagai bagian dari aspek yang suci yang

mengarah kepada Tuhan.11

Namun, dengan mempertimbangkan bahwa ilmu pengetahuan memiliki kerangka

sekuler dan dianggap sebagai sumber kebenaran yang memenuhi akal pikiran, bagaimana kita

dapat menanamkan keyakinan ini pada generasi mendatang? Banyak dari kita yang memilih

untuk mengajarkan anak-anak kita pendekatan yang rasional dan kritis, yaitu mempercayai

validitas sains dan keberadaan Tuhan.12 Dalam hal ini, konsep ilmu pengetahuan harus

disesuaikan dengan batasan yang menjadikan Tuhan sebagai pembatasnya, sehingga

pemahaman sains sekuler tidak merusak keyakinan generasi muda.

Penerapan keyakinan yang sesuai dapat dilakukan pada tempatnya. Sebagai contoh,

dalam proses penciptaan alam semesta, di mana sains diartikan sebagai penciptaan ruang,

waktu, materi, dan energi, kita dapat mengimplementasikan bahwa alam semesta tidak

muncul dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Yang Maha Kuasa. Allah SWT menciptakan

alam semesta dari awal hingga sekarang, seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an. Setiap

fenomena alam yang terjadi merupakan manifestasi dari hukum alam yang berlangsung atas

kehendak sang Pencipta, yaitu Tuhan.13

4. Keselarasan ilmu umum dan agama islam

Pembahasan tentang integrasi ilmu pengetahuan dan agama berarti mencoba

menggabungkan sains dan agama agar sejalan, tanpa mengaduk-aduk keduanya. Ilmu dan

agama memiliki substansi yang penting dan tidak perlu dihapuskan, malah seharusnya

dipertahankan. Keduanya lahir dari pengalaman kemanusiaan yang sama. Meskipun banyak

11
Wedra Aprison, ‘Mendamaikan Sains Dan Agama: Mempertimbangkan Teori Harun Nasution’, Jurnal
Pendidikan Islam, 4 (2015), 241 (p. 75) <https://doi.org/10.14421/jpi.2015.42.241-259>.
12
Achmad Baiquni 1997. Al-qur'an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. p.97
13
Syahputra, p. 816.

11
yang berpendapat bahwa ilmu dan agama berdiri sendiri dengan peran masing-masing, hal ini

menyebabkan kesulitan dalam menyatukan mereka dalam hal materi, metode penelitian,

kriteria kebenaran, dan peran para ilmuwan. Sebagai contoh, dalam fisika, agama memiliki

keterkaitan yang erat dengan kehidupan sehari-hari.14

Ketika kita ingin mengikuti budaya dari luar, seperti budaya barat, kita perlu

memastikan apakah budaya tersebut sesuai dengan agama Islam. Penting untuk memiliki

keimanan yang kuat dan mengikuti ajaran Islam yang benar. Saat budaya baru masuk ke

lingkungan masyarakat Muslim, kita harus memeriksa asal-usul dan dampaknya dengan hati-

hati. Jika budaya tersebut positif dan sesuai dengan Islam, maka bisa diadopsi dengan bijak.

Namun, kita harus berhati-hati agar tidak mengambil budaya sekuler yang bertentangan

dengan ajaran agama.

Ilmu pengetahuan (sains) dan agama tidak selalu bertentangan atau tidak sesuai satu

sama lain. Banyak ilmuwan yang berusaha untuk mencapai harmoni antara keduanya.

Keduanya memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Agama menjadi panduan dan

petunjuk yang terdapat dalam kitab suci, sementara sains berperan dalam interaksi dan

komunikasi yang terjadi dalam masyarakat.

Kesimpulan

14
Syahputra, p. 817.

12
Integrasi antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama sebenarnya tidak diperlukan lagi

pada dasarnya. Karena sejak awal, kedua hal tersebut telah diintegrasikan. Al-Qur'an secara

jelas menyebutkan bahwa kita diajak untuk mencari ilmu. Walaupun integrasi antara ilmu

pengetahuan (sains) dan agama Islam memiliki sudut pandang yang berbeda, namun

keselarasan di antara keduanya harus ditingkatkan. Keduanya memainkan peran penting

dalam kehidupan manusia dan kemajuan suatu bangsa. Agama berfungsi sebagai pedoman

melalui aturan-aturan dalam kitab suci, sedangkan ilmu pengetahuan (sains) berfokus pada

interaksi dan komunikasi dalam masyarakat. Keduanya memiliki hubungan yang terintegrasi

dalam perilaku, moral, etika, dan kehidupan sosial.

Keselarasan atau harmonisasi antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama Islam

seharusnya sudah terwujud sejak agama Islam muncul. Al-Qur'an dengan jelas mendukung

dan mendorong pencarian ilmu. Namun, karena perbedaan penafsiran dan pola pikir individu,

kadang-kadang muncul hal-hal baru yang menghambat kerja sama atau bahkan menciptakan

ketidakharmonisan. Hal ini perlu segera diperbaiki, karena hubungan antara ilmu

pengetahuan (sains) dan agama Islam sangat penting untuk kelangsungan hidup masyarakat

secara keseluruhan.

Daftar Pustaka

13
Abdullah, M. Amin, Islamic studies di perguruan tinggi: pendekatan integratif-interkonektif
(Pustaka Pelajar, 2006)

Aprison, Wedra, ‘Mendamaikan Sains Dan Agama: Mempertimbangkan Teori Harun


Nasution’, Jurnal Pendidikan Islam, 4 (2015), 241
<https://doi.org/10.14421/jpi.2015.42.241-259>

Arifudin, Iis, ‘Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap Pendidikan Islam’,
Edukasia Islamika, 2016, 161–80

Bagir, Zainal Abidin, Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi (Mizan Pustaka, 2005)

Barbour, Ian G., Issues in Science and Religion (Prentice-Hall, 1966)

Mufid, Fathul, ‘Open Journal Systems’ <https://doi.org/10.21043/equilibrium.v1i1.200>

Sardar, Ziauddin, Sains, Teknologi Dan Pembangunan Di Dunia Islam / Ziauddin Sardar;
Penerjemah Rahmani Astuti, Penyunting A. Farobi, Cet. 1 (Pustaka, 1989)

Suprayogo, Imam, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang


(Malang: UIN-Maliki Press, 2006) <http://repository.uin-malang.ac.id/1595/>
[accessed 25 June 2023]

Syahputra, Riyan, ‘Integrasi Ilmu – Ilmu Agama Islam Dengan Ilmu – Ilmu Umum’, Book
Chapter of Proceedings Journey-Liaison Academia and Society, 1.1 (2022), 809–20

14

Anda mungkin juga menyukai