Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

INTEGRASI ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

Disusun oleh :

Afifah Qori Nur Janah ( G1C019021 )

Ghany Alifia Oktanti ( G1C019022 )

Meita Dwi Sahniya ( G1C019023 )

Cindi Marsela ( G1C019024 )

Erry Efrina Eka Sari ( G1C019025 )

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2019/2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Integrasi adalah konsep yang menegaskan bahwa integrasi keilmuan yang


disasar bukanlah model melting-pot integration, di mana integrasi hanya dipahami
hanya dari perspektif ruang tanpa substansi. Integrasi yang dimaksud adalah
model penyatuan yang antara satu dengan lainya memiliki keterkaitan yang kuat
sehingga tampil dalam satu kesatuan yang utuh. Hal ini perlu karena
perkembangan ilmu pengetahuan yang dipelopori Barat sejak lima ratus tahun
terakhir, dengan semangat modernisme dan sekulerisme telah menimbulkan
pengkotak-kotakan ilmu dan mereduksi ilmu pada bagian tertentu saja. Dampak
lebih lanjut adalah terjadinya proses dehumanisasi dan pendangkalan iman
manusia.

Untuk menyatukan ilmu pengetahuan, harus berangkat dari pemahaman


yang benar tentang sebab terjadinya dikotomi ilmu barat dan bagaimana
paradigma yang diberikan islam tentang ilmu pengetahuan. Pendidikan yang
berlangsung dizaman modern ini lebih menekankan pada pengembangan disiplin
ilmu dengan spesialisasi secara ketat, sehingga integrasi dan interkoneksi antar
disiplin keilmuan menjadi hilang dan melahirkan dikotomi ilmu-ilmu agama di
satu pihak dan kelompok ilmu-ilmu umum dipihak lain. Dikotomi ini
menyebabkan terbentuknya perbedaan sikap dikalangan masyarakat. Ilmu agama
disikapi dan diperlakukan sebagai ilmu Allah yang bersifat sakral dan wajib untuk
dipelajari namun kurang integratif dengan ilmu-ilmu kealaman atau bisa dibilang
adanya jarak pemisah antara ayat-ayat kauliyah dan ayat-ayat kauniyah.

Padahal keduanya saling berhubungan erat. Hal ini berakibat pada


pendangkalan ilmu-ilmu umum, karena ilmu umum dipelajari secara terpisah
dengan ilmu agama. Ilmu agama menjadi tida menarik karena terlepas dari
kehidupan nyata, sementara ilmu berkembang tanpa sentuhan etika dan
spritualitas agama, sehingga disamping kehilangan makna juga bersifat detruktif.
Allah menciptakan manusia di dunia ini sebagai hamba, disamping itu
manusia memiliki tugas pokok yaitu menyembah kepada-Nya. Selain itu manusia
sebagai khalifah, oleh karena itu, manusia diberi kemampuan jasmani (psikologis)
dan ruhani (psikologis) yang dapat ditumbuh kembangkan seoptimal mungkin,
sehingga menjadi alat yang berdaya untuk melaksanakan tugas pokok dalam
kehidupan di dunia.

Untuk mengembangkan kemampuan dasar jasmaniyah dan ruhaniyah


tersebut, maka pendidkan merupakan sarana yang tepat untuk menentukan sampai
dimana titik optimal kemampuan tersebut dapat tercapai. Akan tetapi proses
pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan
terbentuknya atak dan bakat. Hidup tidak bisa lepas dari pendidkan, karena
manusia diciptakan tidak hanya untuk hidup. Ada tujuan yang lebih mulia dari
sekedar yang mesti diwujudkan, dan itu memerlukan pendidikan untuk
memperolehnya. Inilah salah satu perbedaan antara manusia dengan makhluk lain,
yang membuat lebih unggul dan mulia. Pendidikan dipandang sebagai salah satu
aspek yang memiliki peranan penting dalam membentuk generasi mendatang
adalah aspek pendidikan. Dengan demikian melalui pendidikan nilai-nilai
ketauhidan diharapkan menghasilkan manusia yang berkualitas dan bertanggung
jawab.

Dalam tataran realitas operasionalnya, mewujudkan pendidkan yang


dicita-citakan bukanlah persoalan yang mudah. Beragam persoalan menghadang
bersamaan dengan persoalan riil warganya. Imam bawani menyatakan bahwa ada
tiga pokok problem yang sangat mendesak untuk dilakukan, yaitu bagaimana
menyeimbangkan pengokohan imtaq dengan penguasaan iptek di lembaga-
lembaga pendidikan, dan bagaimana meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pendidikan islam pada umumnya.

Dalam dunia pendidikan, iman, ilmu, dan amal menjadi sasaran utama
untuk dikembangkan secara seimbang, jika tidak ia akan menghasilkan kehidupan
yang timpang. Iman terkait dengan keyakinan, ilmu berkait dengan kognisi dan
pengetahuan, dan amal terkait dengan praksis dan realitas keseharian. Secara
historis, ilmu pengetahuan dan teknologi pada awal perkembangannya merupakan
sarana untuk mengabdi kepada Yang Maha Kuasa, sehingga ilmu pengetahuan
dan teknologi senantiasa sarat dengan nilai-nilai spritual.

Dengan menerapkan sistem pendidikan yang terpadu antara ilmu umum


dan ilmu agama baik dalam konsep maupun penerapannya, diharapkan terbentuk
pola fikir yang sesuai dengan ajaran islam. Sehingga dalam pelaksanaannya tidak
ada pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum karena sumber
dari segala ilmu adalah satu yaitu Allah SWT. Selama ini pelajaran IPA hanya
disampaikan pada materi pelajaran saja, belum terintegrasi pada muatan-muatan
agama, sehingga materi disampaikan hanya pada materi pokok saja. Kondisi
seperti inilah yang menjadikan pembelajaran IPA tidak memiliki bobot dan minim
mutu yang kuat, pelajaran yang diperoleh sangat minim dari nilai spritual,
sehingga ilmu umum tanpa disadari mempunyai dampak destruktif jika tidak
dilandasi ilmu oleh para pelakunya. Padahal ilmu agama terutama nilai-nilai
tauhid sangat sesuai dengan materi pelajaran selain pelajaran agama, sebagai
penanaman akidah. Padahal keterangan tersebut banyak tercatat dalam ayat-ayat.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, Maka, rumusan masalah dalam
makalah ini meliputi Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan, hakikat ayat-
ayat Allah, kesatuan antara ayat qauliyah dan ayat kauniyah, serta
interkoneksitas dalam memahami ayat qauliyah dan ayat kauniyah.

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah AIK. Juga bertujuan memberikan wawasan intelektual para
pembaca sekalian akan pentingnya mempelajari integrasi islam dan ilmu
pengetahuan.
BAB II

PEMBAHASAN

Definisi dan ciri sains

Pengetahuan semakna dengan kata knowledge yang berarti sejumlah


informasi yang diperoleh manusia melalui pengamatan, pengalaman, dan
penalaran. Sedang ilmu science lebih menitipberatkan pada aspek teoritisasi dan
verifikasi dari sejumlah pengetahuan yang diperoleh dan dimiliki manusia,
sementara pengetahuan tidak mensyaratkan teoritis dan pengujian. Pengetahuan
menjadi landasan awal bagi lahirnya ilmu, tanpa didahului oleh pengetahuan, ilmu
tidak akan ada dan tidak mungkin ada. Dengan demikian ilmu dalam arti sciene
dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti knowledge.

Sumber Sains Islam

M. Amin Abdullah (2006:191-192) mempunyai pandangan, bahwa semua


ilmu yang disusun, dikonsep, ditulis secara sistematis, kemudian
dikomunikasikan, diajarkan dan disebarluaskan baik lewat lisan maupun tulisan
adalah ilmu islam. Ilmu islam adalah bangunan keilmuan biasa, karena ia disusun
dan dirumuskan oleh ilmuan agama, ulama, fuqaha, mutakallimin, mutasawwifin,
mufassirin, muhadditsin, dan cerdik pandai pada era yang lalu untuk menjawab
tantangan kemanusiaan dan keagamaan saat itu. Ilmu islam memiliki empat
sumber yaitu :

 Al-Qur’an dan Sunnah


Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber ilmu-ilmu islam yang
didalamnya ditemukan unsur-unsur yang dapat dikembangkan untuk
membentuk keberagaman, konsep, bahkan teori yang dapat difungsikan
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi. Al-Qur’an
sesungguhnya menyediakan kemungkinan yang sangat besar untuk
dijadikan sebagai cara berfikir atau metode memperoleh ilmu yang
dinamakan paradigma Al-Qur’an. Paradigma Al-Qur’an untuk perumusan
teori adalah pandangan untuk menjadikan postulat normatif agama (Al-
Qur’an dan As-Sunnah) menjadi teori untuk mendapatkan ilmu.

 Alam Semesta (afaq)


Al-Qur’an menganjurkan manusia untuk memperhatikan alam raya,
langit, bumi, lautan, dan sebagainya, agar manusia mendapat manfaat
ganda, yakni :
- Menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan
- Memanfaatkan segala sesuatu untuk membangun dan memakmurkan
bumi. Allah telah memilih manusia sebagai khalifah di bumi dengan
dibekali indra, akal, hati, dan pedoman wahyu (Al-Qur’an) dan
penjelasannya (As-Sunnah).

 Diri Manusia (Anfus)


Manusia ditaqdirkan dan disetting oleh Allah agar mampu
menemukan pengetahuan. Dalam islam akal merupakan kunci penugasan
manusia sebagai khalifah di muka bumi, tanpa akal manusia tidak dapat
dibebani dengan hukum-hukum syariat.

 Sejarah (Qashash)
Sejarah sebagai sumber ilmu pengetahuan mengungkapkan
peristiwa masa silam, baik peristiwa poilitik, sosial, maupun ekonomi pada
suatu negara, bangsan, benua, atau dunia. Kejadian masa silam merupakan
catatan yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam lingkup
yang luas. sejarah dalam sisi luarnya tidak lebih dari rekaman peristiwa
masa lampau pada riil individu dan masyarakat, baik dalam aspek politik,
sosial, ekonomi, budaya, agama. Sedangkan dari sisi dalamnya, sejarah
merupakan suatu penalaran kritis dan cermat untuk mencari kebenaran
dengan suatu penjelasan yang cerdas tentang sebab-sebab dan asal-usul
segala sesuatu.
Integrasi Ilmu-Ilmu Keislaman
Setelah umat islam mengalami kemunduran sekitar abad 13-20 M,
pihak barat memanfaatkan kesempatan itu untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan yang telah dipelajarinya dari islam, sehingga ia mencapai
masa renaissance. Sekularisasi ilmu pengetahuan dari segi metodologi
menggunakan epistemologi rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme
berpendapat bahwa rasio adalah alat pengetahuan yang obyektif karena
dapat melihat realitas dengan konstan. Sedangkan empirisme memandang
bahwa sumber pengetahuan yang absah adalah empiris (pengalaman).
Sekularisasi ilmu pengetahuan pada aspek aksiologi bahwa sumber ilmu
itu bebas nilai atau netral, nilai-nilai ilmu hanya diberikan oleh manusia
pemakainya. Memasukkan nilai ke dalam ilmu, menurut kaum sekular
menyebabkan ilmu itu ‘memihak’, dan dengan demikian menghilangkan
obyektivitasnya. Kondisi inilah yang memotivasi para cendikiawan
muslim berusaha keras dalam menintegrasikan kembali ilmu dan agama.
Upaya yang pertama kali diusulkan adalah islamisasi ilmu pengetahuan.
Upaya islamisasi ilmu bagi kalangan muslim yang telah lama tertinggal
jauh dalam peradaban dunia modern.
Sekulerisme telah membuat sains sangat jauh dari kemungkinan
untuk didekati melalui kajian agama. Upaya yang dilakukan Ismaa’il Raaji
Al-Faruuqi adalah dengan mengembalikan ilmu pengetahuan pada
pusatnya yaitu tauhid. Hal ini dimaksudkan agar ada koherensi antara ilmu
pengetahuan dengan iman. Upaya lainnya, yang merupakan antitesis dari
usul yang pertama, adalah ilmuisasi islam yang diusung oleh Kuntowijaya.
Beliau mengusulkan agar melakukan perumusan teori ilmu pengetahuan
yang didasarkan kepada Al-Qur’an, menjadikan Al-Qur’an sebagai suatu
paradigma dengan melakukan objektifitas. Islam dijadikan sebagai suatu
ilmu yang objektif, sehingga ajaran islam yang terkandung dalam Al-
Qur’an dan dapat dirasakan oleh seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin), tidak
hanya untuk umat islam tapi non-islam juga bisa merasakan hasil dari
objektivikasi ajaran islam.
Pendekatan integratif-interkonektif merupakan usaha untuk
menjadikan sebuah keterhubungan antara keilmuan agama dan keilmuan
umum. Muara dari pendekatan integratif-interkonektif menjadikan
keilmuan mengalami proses obyektivikasi dimana keilmuan tersebut
dirasakan oleh orang non islam sebagai sesuatu yang natural, tidak sebagai
perbuatan keagamaan. Sekalipun demikian, dari sisi yang mempunyai
perbuatan, bisa tetap menganggapnya sebagai perbuatan keagamaan,
termasuk amal, sehingga islam dapat menjadi rahmat bagi semua orang.
Perbedaan pendekatan integrasi-interkoneksi dengan islamisasi ilmu
adalah dalam hal hubungan antara keilmuan umum dengan keilmuan
agama. Jika menggunakan pendekatan islamisasi ilmu, maka terjadi
pemilahan, peleburan dan pelumatan antara ilmu umum dengan ilmu
agama. Sedangkan pendekatan integrasi interkoneksi lebih bersifat
menghargai keilmuan umum yang sudah ada, karena keilmuan umum juga
telah memiliki basis epistemologi, ontologi dan aksiologi yang mapan,
sambil mencari letak persamaan, baik metode pendekatan (approach) atau
metode berpikir (procedure) antar keilmuan dan memasukkan nilai-nilai
islam.

1. Hakikat ayat-ayat Allah


Masyarakat zaman sekarang memperlakukan Al-Qur’an sama
sekali berbeda dengan tujuan yang sebenarnya dari diturunkannya Al-
Qur’an. Secara umum, di dunia islam sedikit sekali orang yang
mengetahui isi Al-Qur’an. Sebagian diantara mereka seringkali
menggantungkan Al-Qur’an yang dibungkus dengan sampul yang bagus
pda dinding rumah mereka dan orang-orang tua sesekali membacanya.
Mereka beranggapan bahwa Al-Qur’an akan melindungi orang yang
membacanya dari “kemalangan dan kesengsaraan”. Dengan kepercayaan
ini mereka memperlakukan Al-Qur’an seperti halnya jimat penangkal sial.
Namun ayat-ayat Al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan di
wahyukannya Al-Qur’an sama sekali berbeda. Sebagai contoh, dalam surat
Ibrahim ayat 52 Allah menyatakan : (Al-Qur’an) ini adalah penjelasan
yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka mengetahui
bahwasannya dia adalah Allah Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelarajan.
Dalam Al-Qur’an Allah mengajak manusia untuk tidak mengikuti
secara buta kepada kepercayaan dan norma-norma yang diajarkan
masyarakat. Akan tetapi memikirkanya dengan terlebih dahulu
menghilangkan segala prasangka, hal-hal yang tabu dan yang mengikat
pikiran mereka. Manusia harus memikirkan bagaimana ia menjadi ada, apa
tujuan hidupnya, mengapa ia suatu saat akan mati dan apa yang terjadi
setelah kematian. Ia hendaknya mempertanyakan bagaimana keduanya
terus-menerus ada. Ketika melakukan hal ini, ia harus membebaskan
dirinya dari segala ikatan dan prasangka. Dengan berpikir menggunakan
akal dan nurani yang terbebaskan dari segala ikatan sosial, ideologis dan
psikologis, seseorang pda akhirnya akan merasakan bahwa seluruh alam
semesta telah diciptakan oleh sebuah kekuatan Yang Maha Tinggi.
Al-Qur’an memberikan petunjuk kepada manusia. Dalam Al-
Qur’an Allah memberitahu kepda kita apa yang hendaknya kita renungkan
dan amati. Dengan cara perenungan yang diajarkan dalam Al-Qur’an,
seseorang yang memiliki keimanan kepada Allah akan merasakan
kesempurnaan, hikmah abadi, ilmu dan kekuasaan Allah dalam ciptaan-
Nya. Ketika orang yang beriman mulai berfikir menurut cara yang
diajarkan Al-Qur’an, ia segera menyadari bahwa keseluruhan alam
semesta adalah sebuah isyarat karya seni dan kekuasaan Allah.
Dalam Al-Qur’an , manusia diseru untuk merenungi berbagai
kejadian dan benda-benda alam yang dengan jelas menunjukkan kepada
keberadaan dan ke-Esaan Allah beserta sifat-sifatNya. Didalam Al-Qur’an
segala sesuatu yang menunjukkan kepda suatu kesaksian disebut sebagai
ayat-ayat, yang berarti bukti yang telah teruji kebenarannya, pengetahuan
mutlak dan pernyataan kebenaran. Jadi ayat-ayat Allah terdiri atas segala
sesuatu di alam semesta yang memperlihatkan dan mengkomunikasikan
keberadaan dan sifat-sifat Allah. Mereka yang dapat mengamati dan
senantiasa ingat akan memahami bahwa seluruh jagad raya hanya tersusun
atas ayat-ayat Allah.
Sungguh, kewajiban bagi manusia untuk dapat melihat ayat-ayat
Allah, dengan demikian kita akan mengenal sang pencipta yang
menciptakannya, menjadi lebih dekat kepada-Nya, menemukan arti
keberadaan dan kehidupannya, dan menjadi orang yang beruntung dunia
dan akhirat. Segala sesuatu, nafas manusia,perkembangan politik dan
sosial, keserasian kosmik di alam semesta, atom yang merupakan materi
terkecil, semuanya adalah ayat-ayat Allah, dan semuanya berjalan di
bawah kkendali pengetahan-Nya, mentaati hukum-hukumnya.
Menemukan dan mengenal ayat-ayat Allah memerlukan kerja keras
individu. Setiap orang akan menemukan dan memahami ayat-ayat Allah
sesuai dengan tingkat pemahaman dan nalarnya masing-masing.

2. Kesatuan Antara Ayat Qauniyah dan Ayat Kauliyah


Allah SWT tidak menampilkan wujud Dzat-Nya Yang
Maha Hebat di hadapan makhluk2Nya secara langsung dan dapat
dilihat seperti kita melihat sesama makhluk. Maka, segala sesuatu
yang tampak dan dapat dilihat dengan mata kepala kita, pasti itu
bukan tuhan. Allah menganjurkan kepada manusia untuk
mengikuti Nabi Muhammad SAW supaya berpikir tentang
makhluk2 Allah. Jangan sekali-kali berpikir tentang Dzat Allah.
Makhluk2 yang menjadi tanda kebesaran dan keagungan Allah
inilah yang disarankan di dalam banyak ayat Al-Qur’an agar
menjadi bahan berpikir tentang kebesaran Allah.
a. Pengertian ayat qauliyah dan ayat kauniyah
 Ayat Qauliyah
Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah
SWT. Didalam Al-Qur’an, ayat-ayat ini menyentuh berbagai
aspek, termasuk tentang cara mengenal Allah, QS. At-Tin 95 ayat
1-5, yang artinya : demi (buah) tin dan (buah) Zaitun, dan demi
bukit Sinai, dan demi kota (Mekkah) ini yang aman, sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-
rendahnya (neraka).
 Ayat Kauniyah
Ayat Kauniyah adalah ayat atau tanda yang wujud yang diciptakan
oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk
benda,kejadian,peristiwa dan sebagainya yang ada didalam alam
ini. karena alam ini hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan
segala sistem dan peraturanNya yang unik, maka ia menjadi tanda
kehebatan dan keagungan penciptanya. QS. Nuh 41 ayat 53, yang
artinya : kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
kekuasaan kami disegala wilayah bumi dan pda diri mereka
sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah
benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi
saksi atas segala sesuatu.
 Keserasian ayat-ayat Qauliyah dan Kauniyah
Allah SWT menurunkan ayat-ayat (tanda kekuasaan-Nya) melalui
2 jalur formal yaitu ayat qauliyah dan jalur non-formal yait ayat
kauniyah. Ayat Qouliyah adalah kalam Allah ( Al-Qur’an) yang
diturunkan secara formal kepada Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan ayat kauniyah adalah fenomena alam, jalurnya tidak
formal dan manusia mengeksplorasi sendiri.
Al-Qur’an Al-Karim, yang terdiri dari 6.236 ayat itu, menguraikan
berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut
alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan sering
disebut ayat-ayat kauniyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara
tegas menguraikan hal-hal diatas. Jumlah ini tidak termaksud ayat-
ayat yang menyinggung secara tersirat.

3. Interkoneksitas dalam memahami Ayat Qauliyah dan Ayat Kauniyah


Secara garis besar, Allah menciptakan ayat dalam dua jalan
keduanya saling menegaskan dan saling terkait satu sama lainnya. Hal ini
membuktikan bahwa kemampuan manusia untuk memahami keduanya
adalah keniscayaan. Allah tidak hanya memberikan perintah untuk sekedar
memahami ayat-ayat Allah berupa Qauliyah, tetapi juga untuk melihat
fenomena alam ini. alam adalah ayat Allah SWT yang tidak tertuang
dalam bentuk perkataan Allah untuk dibaca dan dihafal. Tetapi alam
adalah ayat Allah yang semestinya dieksplore dan digali sedalam-
dalamnya supaya manusia mendekatkan diri pada kemahakuasaan Allah
SWT.
Berangkat dari kesadaran tentang realitas atas tangkapan indra dan
hati, yang kemudian diproses oleh akal untuk menentukan sikap mana
yang benar dan mana yang salah terhadap suatu obyek atau realitas
metafisika, yakni apa yang terjadi dibalik obyek rasional yang bersifat
fisik itu. Kesadaran ini disebut sebagai transendensi. Firman Allah (QS.
Al-Imran : 191), yang artinya (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan
kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa api neraka.
Dalam pandangan seorang muslim ayat Qauliyah akan
memberikan petunjuk bagi kebenaran ayat kauniyah, misalnya surat An-
Nur (24) : 43 mengisyaratkan terjadinya hujan, surat Al-Mukminum (23) :
12-14 mengisyaratkan tentang keseimbangan dan kestabilan pada sistem
tata surya, surat Al-Ankabut (29) : 20 mengisyaratkan adanya evolusi pada
penciptaan makhluk dibumi, surat AZ-Zumar (39) : 5 dan surat an-Naml
(27) : 28 mengisyaratkan adanya rotasi bumi dan bulatnya bumi,
sebaliknya ayat Kauniyah akan menjadi bukti ( Al-Burhan) bagi kebenaran
ayat qauliyah (QS. Al-Fushshilat 41 : 53).

BAB III

Kesimpulan

Integrasi adalah pembaruan hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat,
integrasi islam dan ilmu pengetahuan memanglah memiliki sudut pandang yang
berbeda. Namun dalam hal ini, keselarasan antara keduanya harus ditingkatkan.
Karena keduanya memiliki peran penting dalam kehidupan manusia dan kemajuan
sebuah bangsa. Agama merupakan pedoman atau tata cara atau petunjuk melalui
aturan didalam kita suci dimana dalam ilmu pengetahuan yang berorientasi pada
interaksi komunikasi yang ada di dalam masyarakat. Keduanya tentu memiliki
hubungan dimana berintegrasi pada perilaku, moral, ertika, dan kemasyarakatan.

Daftar Pustaka

https://pdfcoffee.com/makalah-kesatuan-antara-ayat-qauliyah-dan-kauniyah-pdf-
free.html

https://journal.walisongo.ac.id/index.php/wahana/article/view/4848/pdf

Anda mungkin juga menyukai