Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Islam Ilmu pengetahuan dalam Islam memiliki karakteristik khas yang berbeda secara fundamental dengan ilmu-ilmu yang dikembangkan di Barat, baik landasan, sumber, sarana, dan metodologinya. Dalam Islam, ilmu pengetahuan memiliki landasan yang kokoh melalui al-Qur’ān dan Sunnah; bersumber dari alam fisik dan alam metafisik; diperoleh melalui indra, akal, dan hati/intuitif. Cakupan ilmunya sangat luas, tidak hanya menyangkut persoalan-persoalan duniawi, namun juga terkait dengan permasalahan ukhrāwi. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti pengetahuan (al-ma’rifah), kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam. Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-Indonesia-kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan.’ Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalanpersoalan duniawī dan ukhrāwī dengan bersumber kepada wahyu Allah. Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang berfungsi sebagai petunjuk (hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini adalah petunjuk tentang ilmu dan aktivitas ilmiah. Al-Qur’ān memberikan perhatian yang sangat istimewa terhadap aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat yang pertama kali turun berbunyi ; “Bacalah, dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang telah menciptakan”. Membaca, dalam artinya yang luas, merupakan aktivitas utama dalam kegiatan ilmiah. Integrasi, Ilmu, Iman, dan Amal Dalam pandangan islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi kedalam suatu sistem yang disebut dinul islam. Di dalamnya terkandung tiga unsur pokok, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak, dengan kata lain Iman, Ilmu dan Amal shaleh. Sebagaimana digambarkan dalam Al-Quran yang artinya : “Tidakkah kamu perhatikan Allah telah membuat perumpamaan kalimat yg baik(Dinul Islam) seperti sebatang pohon yg baik,akarnya kokoh(menghujam ke bumi) dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu mengeluarkan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan – perumpamaan itu agar manusia selalu ingat" ( QS : 14 ;24-25). Ayat diatas mengindentikkan bahwa Iman adalah akar,Ilmu adalah pohon yg mengeluarkan dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan.Sedangkan Amal ibarat buah dari pohon itu identik dengan teknologi dan seni. Ipteks dikembangkan diatas nilai-nilai iman dan ilmu akan menghasilkan amal saleh bukan kerusakan alam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan yang paripurna. Keparipurnaannya terletak pada tiga aspek yaitu : aspek Aqidah, aspek ibadah dan aspek akhlak. Meskipun diakui aspek pertama sangat menentukan,tanpaintegritas kedua aspek berikutnya dalam perilaku kehidupan muslim, maka makna realitas kesempurnaan Islam menjadi kurang utuh, bahkan diduga keras akan mengakibatkan degradasi keimanan pada diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslim adalah perlambang batinnya. Keutuhan ketiga aspek tersebut dalam pribadi Muslim sekaligus merealisasikan tujuan Islam sebagai agama pembawa kedamaian, ketentraman dan keselamatan. Sebaliknya pengabaian salah satu aspek akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran. Agama (Iman) berfungsi untuk memberikan arah bagi seorang ilmuwan untuk mengamalkan Ilmunya. Dengan didasari oleh keimanan yang kuat, pengembangan ilmu dan teknologi akan selalu dapat dikontrol beradapada jalur yang benar. Sebaliknya, tampa dasar keimanan ilmu dan teknologi dapat disalahgunakan sehingga mengakibatkan kehancuran orang lain dan lingkungan. Tanggung Jawab Ilmuwan Tidak semua pengetahuan memenuhi kaidah-kaidah ilmiah. Pengetahuan ilmiah memiliki kriteria tertentu seperti pengetahuan (knowledge), tersusun secara sistematis, menggunakan pemikiran dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain (obyektif). Dalam kerangka filsaf ilmu, sebuah pengetahuan dapat disebut pengetahuan ilmiah (science) apabila memenuhi aspek-aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis. Karena itu seorang ilmuwan adalah orang yang mampu menyelami dunia pengetahuan ilmiah dengan mengikuti kaidah-kaidah keilmuan yang telah ditetapkan, terutama dalam menggali dan memperoleh data. Jelas sekali bahwa pengetahuan ilmiah mengandalkan kekuatan logika dan hanya membatasi diri pada gejala-gejala konkrit yang dapat diindera oleh manusia. Seorang ilmuwan tidak hanya menunjukan sebuah kemampuan berfikir logis dan argumentatif, tetapi ia memiliki sebuah pandangan tentang bagaimana ilmu tersebut digunakan. Beberapa ilmuwan memilih sikap netral dan menyerahkan penggunaan ilmu pengetahuan sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat. Kelompok ilmuwan lain memilih untuk memiliki sikap formal dengan memperhitungkan kegunaan ilmu pengetahuan tersebut dengan nilai-nilai kemanusiaan, mempertimbangkan kelestarian alam dal memiliki pertimbangan kelestariannya. Ilmuwan memiliki tanggung jawab terhadap profesinya untuk senantiasa prefesional dan loyal terhadap asas-asas profesi seperti kejujuran, obyektif, kritis dan rasional. Selain itu ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat untuk senantiasa tertarik dengan permasalahan masyarakat dan dengan kemampuannya membangun masyarakat tersebut. Untuk itu perlu dibina komunikasi yang baik antara ilmuwan dan masyarakat. Dalam pembahasan ini dirumuskan pula bagaimana idealnya ilmuwan muslim itu. Terdapat istilah ulil albab dan rausyanfikr untuk menunjukkan mentalitas ilmuwan muslim ideal Dijelaskan pula dalam tulisan ini bagaiman AlQuran justru menuntun manusia pada cara-cara benalar untuk mencapai kebenaran dan menyandingkannya dengan keimanan, sehingga untuk ilmuwan muslim tidaklah mungkin memisahkan antara ilmu dan iman. Karena itu ilmuwan muslim tidak semata-mata mengakui kebenaran yang dihasilkan dari fakta-fakta obyektif yang dapat diuji kritis tetapi juga memiliki keterikatan terhadap nilai-nilai agama. Sehingga dalam mengamalkan ilmunya, ilmuwan muslim mempertimbangkan apakah pemanfaatan ilmu tersebut sesuai dengan etika Islam ? Pandangan Islam Terhadap Kemajuan Iptek ISLAM mendorong umatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan ipteknya untuk kepentingan materiel, Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan iptek untuk menjadi sarana ibadah. Selain itu iptek juga sebagai pengabdian muslim kepada Allah (spiritual) dan mengembangkan amanat khalifatullah (wakil Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin). Suprodjo Pusposutardjo dalam tulisannya, Posisi Alquran terhadap Ilmu dan Teknologi, mengatakan bahwa bagi umat Islam yang beriman kepada Alquran, belajar mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan atribut dari keimanannya. Secara jelas juga telah ditunjukkan bahwa orang-orang berilmu akan memperoleh pahala yang tidak ternilai di hari akhir. Belajar dan mengembangkan iptek merupakan bentuk keimanan seseorang dan menjadi daya penggerak untuk menggali ilmu. Memandang betapa pentingnya mempelajari ilmu-ilmu lain (selain ilmu syariat, yakni iptek) dalam perspektif Alquran, Mehdi Golshani dalam bukunya, The Holy Qur'an and The Science Of Nature (2003), mengajukan beberapa alasan. Pertama, jika pengetahuan dari suatu ilmu merupakan persyaratan pencapaian tujuan Islam sebagaimana dipandang oleh syariat, mencarinya merupakan sebuah kewajiban karena ia merupakan kondisi awal untuk memenuhi kewajiban syariat. Contohnya, kesehatan badan bagi seseorang dalam satu masyarakat adalah penting. Oleh sebab itu, sebagian kaum muslim harus ada yang mempelajari ilmu mengenai pengobatan. Kedua, masyarakat yang dikehendaki Alquran adalah masyarakat yang agung dan mulia, bukan masyarakat yang takluk dan bergantung pada nonmuslim (QS An- Nisa’: 141). Agar dapat merealisasikan tujuan yang dibahas Alquran itu, masyarakat Islam benar-benar harus menemukan kemerdekaan kultural, politik, dan ekonomi. Pada gilirannya, hal itu membutuhkan pelatihan para spesialis spesifikasi tinggi di dalam segala lapangan dan penciptaan fasilitas ilmiah dan teknik dalam masyarakat Islam. Sebab, pada abad modern, kehidupan manusia tidak dapat dipecahkan kecuali dengan upaya pengembangan ilmiah dan kunci sukses seluruh urusan bersandar pada ilmu. Ketiga, Alquran menyuruh manusia mempelajari sistem dan skema penciptaan, keajaiban-keajaiban alam, sebab-sebab, akibat-akibat seluruh benda, dan organisme hidup. Pendek kata, seluruh tanda kekuasaan Tuhan di alam eksternal dan kedalaman batin jiwa manusia, seperti tersirat dalam Alquran, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda- tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS Al- Baqarah: 164). Keempat, alasan lain untuk mempelajari fenomena-fenomena alam dan skema penciptaan adalah bahwa ilmu tentang hukum-hukum alam dan karakteristik benda serta organisme dapat berguna untuk perbaikan kondisi manusia. Ini misalnya yang tersirat dalam Alquran, “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir”. (QS Al-Jatsiyah: 13) Di antara ayat-ayat Alquran yang menjadi landasan iptek, antara lain QS Ar-Rum: 22, QS Al-An’am: 97, dan QS Yunus: 5. Ayat-ayat itu secara jelas menggambarkan fenomena alam yang selalu dihadapi dan mengiringi perjalanan hidup umat manusia untuk dipahami, diteliti, sehingga lahirlah pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, seperti diisyaratkan dalam ayat-ayat di atas, yang mengetahui hakikat alam ini hanyalah orang-orang yang mengetahui, yakni mereka yang intens bergerak untuk mencari dan mencari karena kuriositasnya yang tinggi dengan memaksimalkan kerja pikiran. Allah tidak menciptakan alam ini dengan sia-sia. Dia menciptakan alam ini mempunyai maksud dan hikmah. Muhammad Imaduddin Abdulrahim dalam tulisannya, Sains dalam Perspektif Alquran, mengatakan bahwa sunatullah sebagai ketetapan Allah terhadap alam ciptaan-Nya ini dimaksudkan untuk kelestarian, keharmonisan, dan kesejahteraan manusia di dunia ini. Tujuan itu tidak akan terealisasi tanpa pengungkapan terhadap alam. Oleh karena itu, usaha-usaha manusia untuk mengungkapkan rahasia alam ini juga harus diselaraskan dengan tujuan penciptaan sebenarnya. Jangan sampai sains itu digunakan untuk hal-hal yang merusak keharmonisan alam dan menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita