Anda di halaman 1dari 17

Ilmu Pengetahuan

Dalam Islam

Oleh

Muhammad Fajar Maulana


D3 Elektronika – 1A

Politeknik Negeri Ujung Pandang


Ilmu Pengetahuan dalam
Perspektif Islam
Ilmu pengetahuan dalam Islam memiliki karakteristik khas yang
berbeda secara fundamental dengan ilmu-ilmu yang dikembangkan di
Barat, baik landasan, sumber, sarana, dan metodologinya. Dalam Islam,
ilmu pengetahuan memiliki landasan yang kokoh melalui al-Qur’ān dan
Sunnah; bersumber dari alam fisik dan alam metafisik; diperoleh melalui
indra, akal, dan hati/intuitif. Cakupan ilmunya sangat luas, tidak hanya
menyangkut persoalan-persoalan duniawi, namun juga terkait dengan
permasalahan ukhrāwi.
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang
berarti pengetahuan (al-ma’rifah), kemudian berkembang menjadi
pengetahuan tentang hakikat sesuatu yang dipahami secara
mendalam. Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-Indonesia-kan menjadi
‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan.’ Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan
pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari
para ilmuwan muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalanpersoalan duniawī
dan ukhrāwī dengan bersumber kepada wahyu Allah.
Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang berfungsi
sebagai petunjuk (hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini
adalah petunjuk tentang ilmu dan aktivitas ilmiah. Al-Qur’ān
memberikan perhatian yang sangat istimewa terhadap aktivitas ilmiah.
Terbukti, ayat yang pertama kali turun berbunyi ; “Bacalah, dengan
[menyebut] nama Tuhanmu yang telah menciptakan”. Membaca, dalam
artinya yang luas, merupakan aktivitas utama dalam kegiatan ilmiah.
Integrasi, Ilmu, Iman, dan Amal
Dalam pandangan islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi
kedalam suatu sistem yang disebut dinul islam. Di dalamnya terkandung
tiga unsur pokok, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak, dengan kata lain
Iman, Ilmu dan Amal shaleh. Sebagaimana digambarkan dalam Al-Quran
yang artinya :
“Tidakkah kamu perhatikan Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yg baik(Dinul Islam) seperti sebatang pohon yg baik,akarnya
kokoh(menghujam ke bumi) dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon
itu mengeluarkan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan – perumpamaan itu agar manusia selalu ingat"
( QS : 14 ;24-25).
Ayat diatas mengindentikkan bahwa Iman adalah akar,Ilmu adalah
pohon yg mengeluarkan dahan dan cabang-cabang ilmu
pengetahuan.Sedangkan Amal ibarat buah dari pohon itu identik dengan
teknologi dan seni. Ipteks dikembangkan diatas nilai-nilai iman dan ilmu
akan menghasilkan amal saleh bukan kerusakan alam.
Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan yang
paripurna. Keparipurnaannya terletak pada tiga aspek yaitu : aspek
Aqidah, aspek ibadah dan aspek akhlak. Meskipun diakui aspek pertama
sangat menentukan,tanpaintegritas kedua aspek berikutnya dalam
perilaku kehidupan muslim, maka makna realitas kesempurnaan Islam
menjadi kurang utuh, bahkan diduga keras akan mengakibatkan degradasi
keimanan pada diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang
muslim adalah perlambang batinnya.
Keutuhan ketiga aspek tersebut dalam pribadi Muslim sekaligus
merealisasikan tujuan Islam sebagai agama pembawa kedamaian,
ketentraman dan keselamatan. Sebaliknya pengabaian salah satu aspek
akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran.
Agama (Iman) berfungsi untuk memberikan arah bagi seorang
ilmuwan untuk mengamalkan Ilmunya. Dengan didasari oleh keimanan
yang kuat, pengembangan ilmu dan teknologi akan selalu dapat dikontrol
beradapada jalur yang benar. Sebaliknya, tampa dasar keimanan ilmu dan
teknologi dapat disalahgunakan sehingga mengakibatkan kehancuran
orang lain dan lingkungan.
Tanggung Jawab Ilmuwan
Tidak semua pengetahuan memenuhi kaidah-kaidah ilmiah.
Pengetahuan ilmiah memiliki kriteria tertentu seperti pengetahuan
(knowledge), tersusun secara sistematis, menggunakan pemikiran dan
dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain (obyektif). Dalam kerangka
filsaf ilmu, sebuah pengetahuan dapat disebut pengetahuan ilmiah
(science) apabila memenuhi aspek-aspek ontologis, epistemologis dan
aksiologis. Karena itu seorang ilmuwan adalah orang yang mampu
menyelami dunia pengetahuan ilmiah dengan mengikuti kaidah-kaidah
keilmuan yang telah ditetapkan, terutama dalam menggali dan
memperoleh data. Jelas sekali bahwa pengetahuan ilmiah mengandalkan
kekuatan logika dan hanya membatasi diri pada gejala-gejala konkrit
yang dapat diindera oleh manusia.
Seorang ilmuwan tidak hanya menunjukan sebuah kemampuan
berfikir logis dan argumentatif, tetapi ia memiliki sebuah pandangan
tentang bagaimana ilmu tersebut digunakan. Beberapa ilmuwan memilih
sikap netral dan menyerahkan penggunaan ilmu pengetahuan sesuai
keinginan dan kebutuhan masyarakat. Kelompok ilmuwan lain memilih
untuk memiliki sikap formal dengan memperhitungkan kegunaan ilmu
pengetahuan tersebut dengan nilai-nilai kemanusiaan,
mempertimbangkan kelestarian alam dal memiliki pertimbangan
kelestariannya. Ilmuwan memiliki tanggung jawab terhadap profesinya
untuk senantiasa prefesional dan loyal terhadap asas-asas profesi seperti
kejujuran, obyektif, kritis dan rasional. Selain itu ilmuwan memiliki
tanggung jawab sosial terhadap masyarakat untuk senantiasa tertarik
dengan permasalahan masyarakat dan dengan kemampuannya
membangun masyarakat tersebut. Untuk itu perlu dibina komunikasi
yang baik antara ilmuwan dan masyarakat.
Dalam pembahasan ini dirumuskan pula bagaimana idealnya
ilmuwan muslim itu. Terdapat istilah ulil albab dan rausyanfikr untuk
menunjukkan mentalitas ilmuwan muslim ideal Dijelaskan pula dalam
tulisan ini bagaiman Al­Quran justru menuntun manusia pada cara-cara
benalar untuk mencapai kebenaran dan menyandingkannya dengan
keimanan, sehingga untuk ilmuwan muslim tidaklah mungkin
memisahkan antara ilmu dan iman. Karena itu ilmuwan muslim tidak
semata-mata mengakui kebenaran yang dihasilkan dari fakta-fakta
obyektif yang dapat diuji kritis tetapi juga memiliki keterikatan terhadap
nilai-nilai agama. Sehingga dalam mengamalkan ilmunya, ilmuwan
muslim mempertimbangkan apakah pemanfaatan ilmu tersebut sesuai
dengan etika Islam ?
Pandangan Islam Terhadap
Kemajuan Iptek
ISLAM mendorong umatnya untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek). Berbeda dengan pandangan dunia
Barat yang melandasi pengembangan ipteknya untuk kepentingan
materiel, Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan iptek
untuk menjadi sarana ibadah. Selain itu iptek juga sebagai pengabdian
muslim kepada Allah (spiritual) dan mengembangkan amanat
khalifatullah (wakil Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada
kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil
alamin).
Suprodjo Pusposutardjo dalam tulisannya, Posisi Alquran terhadap
Ilmu dan Teknologi, mengatakan bahwa bagi umat Islam yang beriman
kepada Alquran, belajar mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan atribut dari keimanannya. Secara jelas juga telah
ditunjukkan bahwa orang-orang berilmu akan memperoleh pahala yang
tidak ternilai di hari akhir.
Belajar dan mengembangkan iptek merupakan bentuk keimanan
seseorang dan menjadi daya penggerak untuk menggali ilmu.
Memandang betapa pentingnya mempelajari ilmu-ilmu lain (selain ilmu
syariat, yakni iptek) dalam perspektif Alquran, Mehdi Golshani dalam
bukunya, The Holy Qur'an and The Science Of Nature (2003),
mengajukan beberapa alasan.
Pertama, jika pengetahuan dari suatu ilmu merupakan persyaratan
pencapaian tujuan Islam sebagaimana dipandang oleh syariat,
mencarinya merupakan sebuah kewajiban karena ia merupakan kondisi
awal untuk memenuhi kewajiban syariat. Contohnya, kesehatan badan
bagi seseorang dalam satu masyarakat adalah penting. Oleh sebab itu,
sebagian kaum muslim harus ada yang mempelajari ilmu mengenai
pengobatan.
Kedua, masyarakat yang dikehendaki Alquran adalah masyarakat yang agung dan
mulia, bukan masyarakat yang takluk dan bergantung pada nonmuslim (QS An-
Nisa’: 141). Agar dapat merealisasikan tujuan yang dibahas Alquran itu, masyarakat
Islam benar-benar harus menemukan kemerdekaan kultural, politik, dan ekonomi.
Pada gilirannya, hal itu membutuhkan pelatihan para spesialis spesifikasi tinggi di
dalam segala lapangan dan penciptaan fasilitas ilmiah dan teknik dalam masyarakat
Islam. Sebab, pada abad modern, kehidupan manusia tidak dapat dipecahkan
kecuali dengan upaya pengembangan ilmiah dan kunci sukses seluruh urusan
bersandar pada ilmu.
Ketiga, Alquran menyuruh manusia mempelajari sistem dan skema penciptaan,
keajaiban-keajaiban alam, sebab-sebab, akibat-akibat seluruh benda, dan organisme
hidup. Pendek kata, seluruh tanda kekuasaan Tuhan di alam eksternal dan
kedalaman batin jiwa manusia, seperti tersirat dalam Alquran, “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin
dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-
tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS Al-
Baqarah: 164).
Keempat, alasan lain untuk mempelajari fenomena-fenomena alam
dan skema penciptaan adalah bahwa ilmu tentang hukum-hukum alam
dan karakteristik benda serta organisme dapat berguna untuk perbaikan
kondisi manusia. Ini misalnya yang tersirat dalam Alquran, “Dan Dia
menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berpikir”. (QS Al-Jatsiyah: 13)
Di antara ayat-ayat Alquran yang menjadi landasan iptek, antara lain
QS Ar-Rum: 22, QS Al-An’am: 97, dan QS Yunus: 5. Ayat-ayat itu secara
jelas menggambarkan fenomena alam yang selalu dihadapi dan
mengiringi perjalanan hidup umat manusia untuk dipahami, diteliti,
sehingga lahirlah pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, seperti
diisyaratkan dalam ayat-ayat di atas, yang mengetahui hakikat alam ini
hanyalah orang-orang yang mengetahui, yakni mereka yang intens
bergerak untuk mencari dan mencari karena kuriositasnya yang tinggi
dengan memaksimalkan kerja pikiran.
Allah tidak menciptakan alam ini dengan sia-sia. Dia menciptakan
alam ini mempunyai maksud dan hikmah. Muhammad Imaduddin
Abdulrahim dalam tulisannya, Sains dalam Perspektif Alquran,
mengatakan bahwa sunatullah sebagai ketetapan Allah terhadap alam
ciptaan-Nya ini dimaksudkan untuk kelestarian, keharmonisan, dan
kesejahteraan manusia di dunia ini.
Tujuan itu tidak akan terealisasi tanpa pengungkapan terhadap alam.
Oleh karena itu, usaha-usaha manusia untuk mengungkapkan rahasia
alam ini juga harus diselaraskan dengan tujuan penciptaan sebenarnya.
Jangan sampai sains itu digunakan untuk hal-hal yang merusak
keharmonisan alam dan menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia.

Anda mungkin juga menyukai