Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN

Dosen pengampu:

Ulfa DJ. Nukamiden, M.SI

Kelompok 11:

Navisa Aulia Paputungan

Yusril Adjun Hasan

PROGRAM STUDI METEDEOLOGI STUDI ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAM ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

IAIN SULTAN AMAI GORONTALO

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang bejudul “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”
meskipun jauh dari kesempurnaan. Tidak lupa shalawat serta salam kita sampaikan kepada
Baginda Nabi Muhammad SAW yang In Syaa Allah syafa’atNya dapat mengalir pada kita kelak.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah Metedeologi Studi Islam dari Dosen
Pengampu, Ulfa Dj. Nurkamiden, M.SI.

Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu wadah pembelajaran dalam
menimbah ilmu utamanya dalam mata kuliah Metedeologi Studi Islam.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dalam proses pembelajaran.

Gorontalo 29, Oktober 2023

Penyusun,

Kelompok 11
DAFTAR ISI

Halaman judul…………………………………………………………………………………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………………………………..1

2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………………………..1

3. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan………………………………………………………………………………………..2

a. Ilmu Sosial………………………………………………………………………………………………………………………………….3

b. Ilmu Agama……………………………………………………………………………………………………………………………….3

c. Ilmu Alam………………………………………………………………………………………………………………………………….4

2. Wacana Baru Islamisasi Ilmu Pengetahuan……………………………………………………………………………………4

a. Syed Hossein Nasr…………………………………………………………………………………………………………………….4

b. Syed Muhammad Naquib Al-Attas……………………………………………………………………………………………5

c. Ismail Raji’ Al-Faruqi………………………………………………………………………………………………………………..5

d. Ziauddin Sardar………………………………………………………………………………………………………………………6

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………………………7
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan islam merupakan pendidikan yang berksedran dan berujuan. Allah telah menyusun
landasan pendidikan yang jelas bagi seluruh manusia melalui syariat islam. Konsep pendidikan islam
adalah, Pertama pendidikan merupakan kegiatan yang harus memiliki tujuan, sasaran dan target yang
jelas. Kedua, pendidik sejati dan mutlak adalah Allah SWT, Dialah pencipta fitrah, pemberi bakat,
pembuat berbagai sunnah perkembangan, peningkatan, dan interksi fitrah sebagaimana Dia pun
mensyariatkan aturan guna mewujudkan kesempurnaan, kemaslahatan dan kebahagiaan fitrah
tersebut. Ketiga, pendidikan menuntut terwujudnya program berjenjang melalui peningkatan kegiatan
pendidikan dan pengajaran selaras dengan perkembangan anak. Keempat, peran seorang pendidik
harus sesuai dengan tujuan Allah SWT menciptakannya,

Islam adalah agama yang memperhatikan bahkan menjujunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Terdapat banyak ayat al Qur’an yang memposisikan ilmu dan ahli ilmu pada tempat yang mulia dan
agung. Di samping itu juga terdapat banyak ayat yang memotivasi umat islam untuk menuntut ilmu
pengetahuan. Kedatangan islam dibumi ini dengan diutusnya Nabi Muhamad SAW telah membuka mata
umat islam untuk beranjak dari ketemunduran dan keterbelakangan kehidupannya menuju kepada
peradaban yang ideal. Keberhasilan umat islam meraih peradaban ideal tersebut tidak terlepas dari
ajaran islam kepada umatnya agar selalu menggunakan instrument ilmu pengetahuan untuk mencapai
kemajuan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di jabarkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian islamisasi ilmu pengetahuan

2. Apa tujuan islamisasi ilmu pengetahuan

3. Apa langkah-langkah islamisasi

4. Apa pengaruh gagasan islamisasi ilmu pengetahuan

C. Tujuan

Adapun tujuan dari pembahasan makah ini adalah untuk mengetahui apa pengertian, tujuan,
langkah-langkah dan pengaruh gagasan islamisasi ilmu pengetahuan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian islamisasi ilmu pengetahuan

Islamisasi ilmu pengetahuan terdiri dari tiga kata yaitu, kata islamisasi, ilmu dan pengetahuan. Di
sinilah penulis akan menjelaskan satu persatu dari ketiga kata tersebut, Islamisai; yang artinya adalah
pengislaman, pengislaman dunia, bisa juga usaha mengislamkan dunia. Sedangkan ilmu adalah
merupakan cara berfikir dalam menghasilkan satu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat
diandalkan. Ilmu merupakan produk dari proses berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara
umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah.2 Dan yang terakhir adalah pengetahuan. Didalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu. Ilmu adalah
pengetahuan3. Akan tetapi dari berbagai referensi yang penulis baca bahwa ilmu dan pengetahuan
tidaklah sama persis, dimana ilmu lebih luas cakupannya, karna pengetahuan belum pasti dikatakan ilmu
sedangkan pengetahuan sudah barang tentu dikatakan ilmu. Dari pengertian di atas jadi yang dikatakan
Islamisasi pengetahuan adalah; berarti mengIslamkan segala ilmu pengetahuan.

pegertian di atas merupakan pengertian kata perkata dari Islamisasi ilmu pengetahuan, sedangkan
pengertian dari gabungan ketiga kata tersebut; sebagaimana menurut AI-Faruqi dalam bukunya Budi
Handrianto; menyebutkan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan (Islamization of knowladge) merupakan
usaha untuk mengacukan kembali ilmu, yaitu untuk mendefenisikan kembali, menyusun ulang data,
memikir kembali argument dan rasionalisasi, menilai kembali tujuan dan melakukannya secara yang
membolehkan disiplin itu memperkaya visi dan perjuangan Islam. Islamisasi ilmu juga merupakan
sebagai usaha yaitu memberikan defenisi baru, mengatur data-data, memikirkan lagi jalan pemikiran
dan menghubungkan data-data, mengevaluasi kembali kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan
kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin itu
memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita) Islam.

Islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Attas, yaitu Pembebasan manusia dari tradisi magis,
mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belengu paham sekuler
terhadap pemikiran dan bahasa Juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung
sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya
cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya.
Islamisasi adalah suatu proses menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat proses evolusi dan devolusi.

Ini artinya dengan Islamisasi ilmu pengetahuan, umat Islam akan terbebaskan dari belengu hal-hal
yang bertentangan dengan Islam, sehingga timbul keharmonian dan kedamaian dalam dirinya, sesuai
dengan fitrahnya.

Untuk melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut, menurut al-Attas, perlu melibatkan dua proses
yang saling berhubungan. Pertama ialah melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-
konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, dan kedua, memasukan elemen-
elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang
relevan.6 Jelasnya, “ilmu hendaknya diserapkan dengan unsur-unsur dan konsep utama Islam setelah
unsur-unsur dan konsep pokok dikeluarkan dari setiap ranting.

Secara umum, Islamisasi ilmu tersebut dimaksudkan untuk memberikan respon positif terhadap realitas
ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan Islam yang “terlalu” religius, dalam model pengetahuan
baru yang utuh dan integral tanpa pemisahan di antaranya.

Selain kedua tokoh di atas, ada beberapa pengembangan definisi dari Islamisasi ilmu pengetahuan
tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Osman Bakar, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah
sebuah program yang berupaya memecahkan masalah-masalah yang timbul karena perjumpaan antara
Islam dengan sains modern sebelumnya.7 Progam ini menekankan pada keselarasan antara Islam dan
sains modern tentang sejauhmana sains dapat bermanfaat bagi umat Islam.

Dan M. Zainuddin menyimpulkan bahwa Islamisasi pengetahuan pada dasarnya adalah upaya
pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi Barat

terhadap realitas dan kemudian menggantikannya dengan worldviewnya sendiri (Islam).

Dari pengertian Islamisasi pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa Islamisasi dilakukan dalam
upaya membangun kembali semangat umat Islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan melalui
kebebasan penalaran intelektual dan kajian-kajian rasional – empirik dan filosofis dengan tetap merujuk
kepada kandungan Al-quran dan Sunnah Nabi. Sehingga umat Islam akan bangkit dan maju menyusul
ketinggalan dari umat lain, khususnya Barat.

. Ilmu Sosial

ilmu sosial adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang secara sistematis mempelajari dunia
sosial, menyelidiki bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain dan perubahannya dari waktu ke
waktu.

Kemudian menurut situs Merriam-Webster, pengertian ilmu sosial adalah cabang ilmu yang
berhubungan dengan institusi dan fungsi masyarakat manusia dan dengan hubungan interpersonal

Sedangkan menurut Gross, pengertian ilmu sosial yaitu disiplin intelektual yang mempelajari manusia
sebagai makhluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat & pada
kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.

b. Ilmu Agama

Ilmu agama adalah kajian yang mendalam terhadap aspek-aspek keagamaan, termasuk ajaran,
keyakinan, praktik ibadah, etika, dan sejarah suatu agama. Tujuannya adalah untuk memahami dan
menganalisis konsep-konsep keagamaan serta dampaknya pada individu dan masyarakat.
c. Ilmu Alam

Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik dan non manusia tentang Bumi dan alam sekitarnya.
Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial,
humaniora, teologi, dan seni. Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan
sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu
alam juga digunakan untuk mengenali “ilmu” sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda
dengan filsafat alam.

2. Wacana Baru; Islamisasi Ilmu Pengetahuan

wacana “Islamisasi ilmu” dan “ilmu pengetahuan Islam” terpusat pada ilmu pengetahuan alam,
walaupun tidak terbatas padanya.Empat pemikir muslim kontemporer yang dapat mewakili wacana
baru ini adalah Syed Hossein Nasr, Syed Muhammad Naquib al-Attas, Ismail Raji al-Faruqi, dan Ziauddin
Sardar. Bukanlah suatu kebetulan jika keempatnya terdidik di universitas-universitas Amerika dan Eropa
dan terutama menulis dalam bahasa Inggris. Wacana baru ini memang berkembang terutama di
kalangan komunitas intelektual Islam berbahasa Inggris, yang baru muncul secara jelas setelah paruh
pertama abad ke-20 ini.

a. Syed Hossein Nasr

Nasr menggunakan istilah “ilmu pengetahuan Islam” sebagai sistem ilmu pengetahuan yang secara
amat kental disusupi oleh metafisika Islam. Pandangan Nashr mengenai pengetahuan bisa kita lihat dari
konsepnya mengenai tradisionalisme Islam, namun bukan tradisionalisme Islam yang dikenal orang
sebelumnya. Sebab, bagi Nashr, selama ini gerakan-gerakan fundamentalis atau revivalis Islam tak lebih
merupakan dikotomi tradisionalisme-modernisme, keberadaannya justru menjadi terlalu radikal dan
terlalu mengarah kepada misi politis dari pada nilai-nilai keagamaan. Sekalipun gerakan-gerakan seperti
itu, atas nama pembaharuan-pembaharuan tradisional Islam. Pemahaman masyarakat yang kurang
mengenai tradisionalisme Islam ataupun fundamentalisme Islam menyebabkan kedua hal ini dianggap
sama. Padahal perbedaan keduanya bukan hanya dari kandungannya saja tetapi juga dari kegiatan yang
dilakukan. Gerakan tradisonalisme Islam yang ditawarkan oleh Nashr, merupakan gerakan untuk
mengajak kembali ke ‘akar tradisi’; yang merupakan “Kebenaran dan Sumber asal segala sesuatu”,
dengan mencoba menghubungkan antara sekuleritas Barat dengan dimensi ke-Ilahiah-an yang
bersumber pada wahyu agama. Tawaran Nashr ini dimaksud agar nilai kesucian dari Islam dapat
menjiwai pengetahuan yang berasal dari di Barat lebih berkembang daripada dunia Islam kontemporer,
sehingga tidak perlu disingkirkan sama sekali. Tradisionalisme Islam, ditegaskan Nashr, sesungguhnya
adalah gambaran awal sebuah konsepsi pemikiran dalam sebuah bentuk Sophia Perenneis (keabadian).
Tradisonalisme Islam boleh dikatakan juga disebut sebagai gerakan intelektual secara unversal untuk
mampu merespons arus pemikiran Barat modern yang merupakan efek dari filsafat modern yang
cenderung bersifat profanik, dan selanjutnya untuk sekaligus dapat membedakan gerakan
tradisionalisme Islam tersebut dengan gerakan.

Usaha Nashr untuk menggulirkan ide semacam itu paling tidak merupakan tawaran alternatif sebuah
nilai-nilai hidup bagi manusia modern maupun sebuah negara yang telah terjangkit pola pikir modern,
dengan sifat profanik dan sekuleristik, untuk kemudian kembali pada sebuah akar tradisi yang bersifat
transedental dengan menjadikan ajaran Islam sebagai pondasi dasar bagi pengembangan ilmu
pengetahuan

b. Syed Muhammad Naquib al-Attas

Menurut al-Attas bahwa tantangan terbesar yang dihdapi umat islam adalah tantangan
pengetahuan yang disebarkan keseluruh dunia islam oleh peradaban barat. Islamisasi pengetahuan
berarti mengislamkan atau melakukan penyucian terhadap sains produk barat yang selama ini
dikembangkan dan dijadikan acuan dalam wacana pengembangan system pendidikan islam agar
diperoleh sains yang bercorak “Khas Islami”. Al-attas mendefinisikan ilmu sebagai sebuah makna yang
datang kedalam jiwa bersamaan dengan datangnya jiwa kepada makna dan menghasilkan hasrat serta
kehendak diri.

Al-Attas mengartikan makna pendidikan sebagai suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri
manusia dan kemudia ditegaskan bahwa sesuatu yang ditanamkan itu adalah ilmu, dan tujuan dalam
mencari ilmu ini terkandung dalam konsep ta’dib. Sedangkan tujuan pendidikan islam adalah
menanamkan kebajikan dalam “diri manusia” sebagai individu dan sebagai bagian dari masyarakat.
Secara ideal, Naquib menghendaki pendidikan islam mampu mencetak manusia yang baik secara
universal (al-insan al-kamil). Implikasinya dalam tujuan pendidikan islam yakni pendidikan islam di
arahakan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu, berkualitas dalam bidang intelektual
dan paling mendasar adalah nilai-nilai moral-agama selalu membimbingnya.

Al-Attas melihat bahwa dalam sejarahnya metafisika Islam telah terumuskan dengan baik. Tujuan
metafisika adalah penemuan kebenaran. Kebenaran tak seharusnya berubah-ubah, karena jika demikian
tak lagi dapat disebut kebenaran, tetapi hanya dugaan. Karenanya, sekali suatu metafisika, yang
bertujuan menemukan kebenaran, terumuskan dengan memadai, tugas berikutnya bukanlah mencari
kebenaran, namun mempertahankannya.

c. Ismail Raji’ al-Faruqi

Bukunya yang khusus membahas Islamisasi ilmu adalah Islamization of Knowledge (Islamisasi Ilmu,
1982), dan, sebelumnya, artikel “Islamizing the Social Sciences” (Mengislamkan Ilmu-Ilmu Sosial, 1979).
Di buku itu ia secara terinci menggambarkan proyek islamisasi ilmunya, hingga ke rincian langkah-
langkah praktisnya.Al- Faruqi sampai pada kesimpulan tentang perlunya islamisasi setelah menganalisis
masalah umat.menurutnya, adalah sistem pendidikan yang mengasingkan Muslim dari agamanya sendiri
dan dari sejarah kegemilangan agamanya yang seharusnya menjadi sumber kebanggaannya.

Menurut Al-Faruqi pengetahuan modern menyebabkan adanya pertentangan wahyu dan akal
dalam diri umat Islam, memisahkan pemikiran dari aksi serta adanya dualisme kultural dan religius.
Karenanya, diperlukan upaya islamisasi ilmu pengetahuan. Upaya ini harus beranjak dari Tauhid
menurut al-Faruqi.
Menurut AI-Faruqi sendiri Islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengislamkan ilmu pengetahuan modern
dengan cara menyusun dan membangun ulang sains sastra dan sains-sains pasti alam dengan
memberikan dasar dan orientasi-orientasi yang konsisten dengan Islam. Semua disiplin harus dituangkan
kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip Islam dalam metodologinya, dalam strateginya, dalam apa
yang dikatakan sebagai data- datanya, dan problem-problemnya. Seluruh disiplin harus dituangkan
kembali sehingga mengungkapkan relevensi Islam sepanjang ketiga sumbu tauhid, yaitu kesatuan
pengetahuan, kesatuan hidup, dan kesatuan historis.

Menurut AI-Faruqi, islamisasi ilmu pengetahuan juga dilakukan di kampus- kampus Islam. Berdasarkan
penelusuran yang dilakukan oleh Ummi, terdapat beberapa versi pemahaman tentang islamisasi ilmu
pengetahuan. Pertama, islamisasi ilmu pengetahuan merupakan sekedar memberikan ayat-ayat yang
singkron dengan ilmu pengetahuan umum yang ada (ayatisasi). Kedua, islamisasi dilakukan dengan cara
mengislamkan orangnya. Ketiga, islamisasi yang berdasarkan filsafat Islam yang juga diterapkan di UIN
Malang dengan mempelajari dasar metodologinya. Keempat, islamisasi sebagai sebuah ilmu
pengetahuan yang beretika atau beradab. Dengan berbagai pandangan dan pemaknaan yang muncul
secara beragam ini, perlu kiranya untuk diungkap dan agar lebih dipahami apa yang dimaksud
“Islamisasi Ilmu Pengetahuan”.

c. Ziauddin Sardar

Sardar menekankan pembahasannya pada penciptaan suatu ilmu pengetahuan Islam


kontemporer, yaitu sistem ilmu pengetahuan yang sepenuhnya didasarkan pada nilai-nilai Islam. Sardar
secara terbuka mengungkapkan kritik gagasan islamisasi pengetahuan Al-Faruqi. Setidaknya ada tiga
kritik yang disampaikan sardar, antara lain:

Pertama, kritik pradigma. Kritik ini ditunjukan pada cara Al-Faruqi memandang islamisasi
pengetahuan. Konsep islamisasi pengetahuan Al-Faruqi bertujuan menanamkan nilai spirit islam pada
disiplin ilmu barat. Sardar mengkritik prespektif, menurutnya disiplin ilmu barat dibentuk oleh presepsi-
presepsi, konsep-konsep, ideology, bahasa dan paradigm masyarakat lain “Barat”. Maka, sardar melihat
program islamisasi Al-Faruqi telah keliru, sardar khawatir program tersebut justru berdampak pada
westernisasi islam.

Kedua, kritik epistemologi. Kritik ini disampaikan sardar terkait prinsip-prinsip yang digunakan Al-
Faruqi sebagai landasan epistemologis gagasan islamisasi pengetahua. Al-Faruqi meyakini gagasan
tentang “kesatuan kebenaran dan ilmu pengetahuan”. Sardar mengatakan bahwa kita akan berada
didalam “kesukaran” jika meyakini gagasan tersebut. Hal ini karena jika “ilmu pengetahuan” adalah
“kebenaran”, maka pencarian ilmu pengetahuan adalah merupakan pencarian kebenaran. Padahal
banyak ilmu pengetahuan yang telah digunakan dan diyakini sejak lama lalu dikemudian hari terungkap
fakta baru yang membuktikan bahwa pengetahuan tersebut keliru.

Ketiga, kritik metodologi. Kritik ini membahas prosedur-prosedur, prinsip-prinsip yang digunakan Al-
Faruqi di dalam program islamisasi pengetahuannya. Salah satu sasaran dari program islamisasi
pengetahuan Ismail Raji Al-Faruqi disebutkan bahwa “menentukan relevansi ismail Raji Al-Faruqi
disebutkan bahwa “menentukan relevansi islam pada setiap bidang ilmu modern”. Sardar mengaggap
bahwa Al-Faruqi telah melakukan kesalahan. Apa yang hendak dilakukan Al-Faruqi adalah salah satu
pekerjaan yang terbaik (putting the card before the horse). Maksudnya sardar yaitu islam sebagai ajaran
yang sempurna tidak perlu dibuat relevan untuk ilmu pengetahuan modern.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari uraian diatas penulis berkesimpulan bahwa Islamisasi Ilmu Pengetahuan perlu ditindaklanjuti
karena sesuai dengan konsep, prinsip metodologi yang jelas yaitu berlandaskan ketauhidan dan
keimanan serta memiliki rencana kerja mengingat keterpurukan dunia Islam saat ini ditingkat yang
paling parah. Sehingga perlu adanya pembaharuan salah satunya adalah dibidang pendidikan. Dimana
pendidikan kita harus diarahkan pada keimanan yang merupakan core dari gagasan tersebut yang
menyebutkan lima kesatuan yaitu kesatuan tuhan, kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan
pengetahuan, kesatuan kehidupan dan kesatuan kemanusiaan.

Gerakan Islamisasi ilmu ini perlu diimplementasikan oleh para cendikia muslim sendiri yang memiliki
keluasan ilmu dan keahlian yang mantap terhadap ilmu -ilmu keIslaman dan ilmu pengetahuan yang non
Islam. Pada masa awal Islam sampai masa keemasannya memang tidak ada labelisasi Islam pada setiap
ilmu pengetahuan, karena saat itu umat Islam mempunyai posisi yang kuat dan penguasa ilmu
pengetahuan, walaupun tidak menggunakan label Islam, tapi framework yang mereka miliki
berlandaskan Islam sehingga kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan saat itu semakna dengan
Islamisasi. Ini berbeda dengan kondisi umat Islam saat ini, Islam berada pada posisi yang kalah,
terhegemoni dan terdesak oleh keilmuan dan peradaban Barat sehingga untuk membuatnya bebas dari
hegemoni tersebut perlu dimunculkan ciri keIslaman yang tegas dan jelas dalam bidang keilmuwan.
DAFTAR PUSTAK

al-Faruqi, Isma’il Raji. Islamisasi Pengetahuan, Cet ke-3, Bandung: Penerbit Pustaka, 2003, h. 38-39.

A. Bagader, Abu Bakar, Islamisasi Ilmu-ilmu Sosial, Yogyakarta: CV.Bayu Grafika Offset, 1989, h. 16-17.

Bakar ,Osman. Tauhid dan Sains Bandung: Pustaka Hidayah, 1994, h. 233.

Handrianto ,Budi. Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modren, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2010, h.133.

Hashim, Rosnani. Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan, dalam
Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005 h.35.

Habib, Zainal. Islamisasi Sains Mengembangkan Integrasi Mendialogkan Perspektif, Malang: UIN Malang
Press, 2007, h. 54.

H. Ahmad Syadaly, dan Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 1997, h. 34.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa,
Jakarta : Balai Pustaka, 2002, h. 879.

Peter Salim & Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve,
1986, h. 971.

M. Zainuddin, Filsafat Ilmu: Persfektif Pemikian Islam, Malang: Bayu Media, 2003, h. 160.

M. Armando. Nina, Ensiklopedi Islam Jilid 2, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005, h. 144.

Muhaimin & Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya, Bandung: Trigenda Karya, 1993, h. 99.

Nor Wan Daud ,Wan Mohd. The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-
Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmy dkk, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-
Attas Bandung: Mizan, 1998, h. 341.

Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Dzambatan, 1992 , h. 243.


.

Anda mungkin juga menyukai