Anda di halaman 1dari 49

REFERAT UROLOGI

Laporan Kasus Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Disusun oleh:
drg. Tito Sulakso
160121210001

Pembimbing:
Dr. dr. Safendra Siregar, Sp.U(K)

SUB BAGIAN BEDAH UROLOGI SMF ILMU BEDAH


RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

Benign Prostat Hiperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai
pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini dilihat dari
frekuensi terjadinya BPH di dunia. Diperkirakan jumlah penderita BPH adalah sebanyak 30 juta,
jumlah ini hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat. Jika
dilihat secara epidemiologinya, berdasarkan usia, insidensi BPH pada usia 40-an, kemungkinan
seseorang menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni
dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70
tahun, persentasenya mencapai 90%. Di indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi
urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umum, diperkirakan
hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun menderita penyakit PPJ atau BPH
ini. Kanker prostat juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim ditemui dan lebih
ganas dibandingkan BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada prostat. Seperti juga
BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50 dan pada usia di bawah itu bukan
merupakan suatu kondisi yang abnormal. Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008),
untuk tahun 2005, insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000
orang, yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati. Istilah
hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena sebenarnya yang terjadi ialah hiperplasia dari
kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer.Berdasarkan
data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH berhubungan dengan umur, pada umur
55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi yaitu susah untuk buang air kecil. Pada umur 75
tahun, 50% laki- laki mengeluh berkurngnya kekuatan dan pancaran urine berkurang.
BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas

Nama : Tn. Ruskiman

Umur : 75 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Bandung

No. Hp : 085722882893

No. CM : 0001584500

2. Anamnesis

A. Keluhan utama : Sulit buang air kecil sejak 6 bulan terakhir, dan memberat sejak 2
bulan terakhir

B. Keluhan tambahan: Pasien mengeluh 2 bulan lalu kencing tidak keluar sama sekali,
dan dipasang kateter di RS Salamun.

C. Riwayat penyakit :

Tahun 2016 pasien pernah mengalami keluhan tidak bisa buang air kecil,
kemudian dilakukan TURP di RS Salamun, namun hasil PA hilang, dikatakan jinak.
Pasien kemudian diberikan obat harnal 1x0.4 mg dan Avodart 0.5 mg. Dari 2016
hingga 2022 Januari pasien mengaku masih dapat kencing.

D. Riwayat penyakit keluarga :


Pasien menyangkal bahwa dalam keluarganya ada yang pernah mengalami
keluhan seperti dia.
3. Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan umum : tampak sakit sedang

B. Kesadaran : compos mentis

C. Vital sign

 Tekanan darah : 130/90 mmHg


 Nadi : 84 x/menit
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,5 º C
Frekuensi +, nocturia +, hesitansi +, straining +, weak stream +, intermittency +,
terminal dribbling +
 IPSS 29
4. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium ( 31 Agustus 2022 )


Hb : 15,5 g/dl

Ht : 46,1 %

Leukosit : 6.210 /ul

Trombosit : 304.000/ul

Masa pendarahan : 1’00”

Masa pembekuan : 4’00”

GDS : 89

Ureum : 36.7 mg/dl

Kreatinin : 0,90 mg/dl

Natrium : 140

Kalium : 4,1
Albumin : 4,20

Urinalisis

Berat Jenis : 1,015

PH : 8.0

Eritrosit : Negatif

Leukosit : Negatif

 USG KUB + Prostat ( 01 September 2022 )

Ginjal Kanan Vesika urinaria + Prostat Ginjal Kiri

Kesimpulan: Masa solid yang menginfiltrasi dinding posteroinferior vesica urinaria yang
tampaknya berasal dari prostat, mencurigai suatu keganasan prostat. USG ginjal bilateral saat ini
tidak tampak kelainan

 Thorax x-ray ( 01 September 2022)


Ginj

Ginjal Kiri
5. Diagnosis Kerja

Retensi urin ec BPH Vol TAUS 122 cc + Riwayat TURP (2016, RS Salamun)

6. Terapi

TURP (Transurenthral Resection of the Prostate) Bipolar

7. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Benigna prostat hiperplasia adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak
ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi
normal, yang biasanya dialami laki-laki berusia diatas 50 tahun (Lee, 2006).  Istilah Benigna
Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau
hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hyperplasia (sel-selnya
bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma
prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

Gambar 1. Normal Prostat dan Prostat yang membesar

2. ANATOMI

Prostat merupakan organ kelenjar dari sistem reproduksi pria. Merupakan kelenjar yang
terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol pada amsa pubertas. Secara
anatomi, prostat berhubungan erat dengan vesica urinaria, uretra, ureter, vas deferens dan vesica
seminalis. Prostat terletak di atas diafragma panggul dan dapat diraba pada pemeriksaan colok
dubur.
Ukuran prostat normal adalah tinggi 3 cm yang merupakan diameter vertikal, lebar 4 cm
pada dasar transversal dan lebar anteroposterior 2,5 cm, dan dilewati oleh urethra pars
prostatica.

Prostat merupakan glandula fibromuskular yang mempunyai bentuk seperti piramid


terbalik dengan basis (basis prostatae) menghadap ke arah collum vesicae. Basis prostat
melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ
ke organ lain. Urethra masuk bagian tengah dari basis prostat..

Apex (apex prostatae) menghadap ke arah difragma urogenitale. Urethra meninggalkan


prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
Facies anterior berbentuk konveks, facies posterior berbentuk agak konkaf dan dan dua
buah facies infero-lateralis. Facies anterior berada 2,5 cm disebelah dorsal facies posterior
symphysis osseum pubis. Celah yang terbentuk ini terisi oleh jaringan lemak ekstraperitoneal
yang terdapat pada cavum retropubica (cavum retzii) dan ligamentum puboprostaticum.
Ligamentum Puboprostaticum menghubungkan selubung fibrosa prostat dengan facies posterior
os pubis. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi fascia
pelvis.

Facies posterior prostat menghadap ke arah rectum, berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampulla recti dan dipisahkan oleh septum rectovesicalis (fascia / ligamentum
Denonvilliers). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
Facies infero-lateralis difiksasi oleh serabut-serabut anterior m. pubocoocygeus (m.
levator ani) pada saat serabut berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus
bagian atas facies posterior prostat untuk bermuara pada urethra pars prostatica pada pinggir
lateral orificium utriculus prostaticus.

Prostat dikelilingi oleh capsula prostatica yakni jaringan ikat pada permukaan prostat.
Diluar capsula terdapat terdapat fascia prostatica, yang membungkus capsula prostatica,
merupakan bagian dari lapisan viseral fascia pelvis, yang ke arah caudal melanjutkan diri
menjadi fascia diaphragmatis urogenitalis superior dan difiksasi pada symphysis osseum pubis
oleh ligamentum puboprostaticum mediale (ligamentum pubovesicale). Selain difiksasi oleh
ligamentum puboprostaticum mediale yang mengandung m. puboprostaticus, juga difiksasi oleh
ligamentum puboprostaticum laterale pada arcus tendineus fascia pelvis.

Pada sisi lateral prostat, diantara fascia prostatica dan capsula prostatica terdapat plexus
venosus prostaticus. Plexus venosus prostaticus menerima vena dorsalis penis, meneruskan aliran
darah venous kepada plexus venosus vesicalis dan selanjutnya bermuara ke dalam vena iliaca
interna.

Urethra berjalan vertical menembus bagian anterior prostat. Basis prostat mempunyai
hubungan erat dengan collum vesicae, kecuali di bagian lateral. Celah yang terbentuk
diantaranya terisi oleh plexus venosus vesicoprostaticus dan ductus ejaculatorius.

STRUKTUR DAN ZONA ANATOMI

Prostat terdiri atas kelenjar (50%) dan jaringan ikat fibromuscular (25% myofibril otot
polos dan 25% jaringan ikat). Jaringan fibromuscular ini tertanam mengelilingi prostat dan
berkontrasi selama proses ejakulasi untuk mengeluarkan sekresi prostat ke dalam urethra.
Kelenjar prostat adalah modifikasi bagian dinding urethra.
Ujung urethra terproyeksi ke bagian dalam garis tengah posterior, berjalan
sepanjang urethra prostatika dan berakhir spinkter striata. Pada bagian ujung yang lain,
sebuah celah terbentuk (sinus prostaticus), dimana seluruh kelenjar mengalir kesitu (Mc.
Neal, 1972). Pada bagian pertengahan, urethra melengkung kira-kira 35o kearah anterior
(lengkungan ini dapat bervariasi antara 0 – 90o). Sudut yang terbentuk dari lengkungan
ini membagi urethra prostatika secara anatomi dan fungsional menjadi bagian proksimal
(preprostat) dan distal (prostat) (Mc. Neal 1977, 1988). Pada bagian proximal, otot polos
sirkuler menebal untuk membentuk spinkter urethra internum.

Pada lengkungan urethra, seluruh bagian utama kelenjar prostat terbuka sampai ke
urethra prostatika. Ujung urethra melebar dan menonjol dari dinding posterior disebut
verumontanum. Celah orificium kecil dari utrikulum prostat ditemukan pada bagian apex
dari verumontanum dan terlihat melelui sistoskopi. Utrikulum panjangnya 6 mm sisa
mullerian terbentuk dari kantong kecil yang terproyeksi ke atas dan bawah prostat.

Pada pria dengan kelamin ganda, bisa terbentuk suatu divertikulum panjang yang
menonjol pada bagian posterior prostat. Pada bagian lain dari orificium utrikula, 2
pembukaan kecil pada duktus ejakulatorius bisa terlihat. Duktus ejakulatorius terbentuk
dari persambungan vas deferens dengan vesikula seminalis dan masuk ke basis prostat
yang bergabung dengan vesica urinaria.

Secara umum kelenjar prostat berbentuk tubuloalveolar dengan sedikit


percabangan dan sejajar dengan epitel kuboid atau kolumner. Penyebaran sel
neuroendokrin, yang fungsinya tidak diketahui, ditemukan diantara sel sekretorius.

Dibawah sel epitel, sel basal terletak sejajar setiap asinus dan akan menjadi stem
sel untuk epitel sekretorius. Setiap asinus terlindungi oleh otot polos yang tipis dan
jaringan ikat.

Jaringan kelenjar membentuk tiga buah gugusan konsentris, dibedakan oleh lokasi
duktus masing-masing ke dalam urethra, perbedaan lesi patologinya dan pada beberapa
kasus berdasarkan embryologinya, yaitu :
a. Zona Anterior atau Ventral

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

b. Zona Perifer (Glandula prostatica propria)

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Sekitar 70% kanker prostat timbul pada zone ini dan umumnya disebabkan oleh
prostatitis kronik.

c. Zona Sentralis

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zone ini mengandung 25% dari volume prostat
dan membentuk kerucut disekeliling duktus ejakulatorius pada bagian dasar vesica
urinaria. Zone ini memiliki karakteristik secara struktural dan imunohistokimia yang
berbeda dari bagian prostat yang lain, dan diduga berasal dari sistem duktus Wolffian
(umumnya mirip dengan epididimis, vas deferens dan vesica seminalis) dimana
bagian prostat yang lain berasal dari sinus urogenital. Berdasarkan hal tersebut zone
sentral jarang terkena penyakit, hanya 1 – 5% adenokarsinoma yang timbul pada
lokasi ini sekalipun terinfiltrasi oleh sel kanker dari zone yang berdekatan.

d. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH). Benign Prostat Hypertrophy (BPH) umumnya muncul
dari zone ini. BPH awalnya merupakan mikronodul kemudian berkembang
membentuk makronodul disekitar tepi inferior dari urethra preprostatik tepat diatas
verumontanum. Makronodul ini selanjutnya menekan jaringan normal sekitarnya
pada posteroinferior zone perifer dengan membentuk kapsul palsu disekitar jaringan
hyperplasia. Perkembangan zone transisi ini menghasilkan gambaran lobus pada sisi
atas urethra, Lobus ini pada saatnya akan menekan urethra pars prostatic dan
preprostatik untuk menimbulkan gejala. Sekitar 20% dari adenocarsinoma terjadi
pada zone ini.

e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Batas-batas prostat :

a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.

b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan


dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica
(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior
os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis
tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.

d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior


ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier).
Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus
perinealis.

e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus
bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada
pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.

Prostat terbagi dalam beberapa lobus. Secara klinis prostat membentuk tiga buah lobus,
yaitu dua buah lobus lateralis dan sebuah lobus medius. Kedua lobus lateralis dibagi oleh sulcus
sentralis yang dapat dipalpasi pada pemeriksaan colok dubur dan dihubungkan satu sama lain
disebelah ventral urethra oleh isthmus prostatae, yang tidak tampak dari luar. Lobus lateralis
merupakan pembentuk massa prostat yang utama.

Lobus medius, merupakan bagian yang berbentuk kerucut dari prostat dan terletak antara
kedua ductus ejaculatorius dan urethra. Mempunyai ukuran ukuran yang bervariasi, terletak
menonjol ke dalam urethra pars cranialis pada permukaan posterior, dan menyebabkan
terbentuknya uvula vesicae. Hypertrophi lobus medius dapat menghalangi pengeluaran urine.

Pembagian lobus ini tidak mempunyai hubungan dengan struktur histologik pada prostat
normal, tetapi umumnya berhubungan dengan pembesaran patologik dari zone transisional
bagian lateral dan kelenjar periurethral pada bagian sentral.
VASKULARISASI DAN ALIRAN LYMPHE

Arteri

Ramus prostaticus dipercabangkan oleh arteria vesicalis inferior. Prostat seringkali juga
mendapatkan suplai darah darah dari percabangan arteria rectalis superior. Apabila ada arteria
rectalis media maka ada percabangannya yang mensuplai prostat.

Ramus prostaticus memasuki prostat sepanjang garis posterolateral pada hubungan antara
prostat dengan bagian bawah vesica urinaria sampai ke apex prostat. Ketika akan memasuki
prostat arteri vesicalis inferior terbagi dalam dua cabang utama. Arteri-arteri ini mendekati
collum vesica urinaria pada posisi antara jam 1 sampai jam 5 dan posisi jam 7 sampai jam 11,
dengan cabang paling besar pada bagian posterior. Selanjutnya memutar kearah caudal sejajar
dengan urethra, untuk mensuplai urethra, kelenjar periurethral dan zone transisional.

Begitupun pada pembesaran prostat yang jinak, arteri ini yang terutama menyediakan
suplai darah untuk adenoma.
Pada saat prostat direseksi atau dienukleasi, perdarahan yang paling penting biasanya
ditemukan pada collum vesica urinaria, terutama pada posisi antara jam 4 dan jam 8.

Arteri capsular merupakan cabang utama yang kedua dari arteri prostat. Arteri ini
memiliki beberapa cabang kecil yang berjalan pada bagian anterior untuk mempercabangkan ke
dalam capsula prostat. Bagian terbesar dari arteri ini berjalan posterolateral ke prostat dengan
nervus cavernosus (serabut neurovaskuler) dan berakhir pada diafragma pelvis. Cabang capsular
menembus prostat pada sudut 90o dan mengikuti reticular band dari stroma untuk mensuplai
jaringan kelenjar.

Vena

Pembuluh vena berjalan memasuki plexus venosus prostaticus disekitar sisi anterolateral
prostat, sebelah posterior ligamentum arcauata pubic dan bagian bawah dari symphisis pubis,
sebelah anterior dari vesica urinaria dan prostat.

Aliran utama berasal dari vena dorsalis penis profunda. Plexus juga menerima ramus
anterior vesicalis (plexus venosus vesicalis) dan prostatic (yang menghubungkan dengan plexus
vesicalis dan vena pudenda interna) dan mengalirkan / bermuara kedalam vena vesicalis dan
vena iliaca interna.
Lymphe

Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan menuju ke lymphonodus iliacus internus. Ada juga


yang menuju ke lymphonodus iliacus externus dan lymphonodus sacralis Pembuluh-pembuluh
lymphe dari vas deferens berakhir pada lymphonodus iliacus externus, sedangkan yang berasal
dari vesica seminalis mengalir ke lymphonodus iliacus internus dan externus.

Pembuluh lymphe prostat terutama berakhir pada lymphonodus iliacus internus,


lymphonodus sacralis dan lymphonodus obturator. Sebuah pembuluh lymphe dari permukaan
posterior bersama-sama pembuluh lymphe vesicalis menuju ke lymphonodus iliacus extenus dan
satu dari permukaan anterior mencapai lymphonodus iliakus internus dari gabungan pembuluh
lymfe yang mengaliri urethra pars membranosa.

INERVASI

Prostat menerima serabut-serabut saraf sympathis dan parasympathis dari plexus


nervosus prostaticus. Serabut-serabut parasympathis berasal dari medulla spinalis segmen
sacralis. Inervasi sympathis dan parasympathis dari plexus pelvis berjalan sepanjang prostat
sampai nervus cavernosa. Saraf mengikuti cabang dari arteri capsular untuk mempercabangkan
pada bagian kelenjar dan stromal. Saraf parasympathis berakhir pada acinus dan merangsang
sekresi, serabut sympathis menyebabkan kontraksi otot polos dari kapsul dan stroma.
Penghambatan alfa-1 adrenergik mengurangi tonus stroma prostat dan tonus spinkter
preprostatik dan meningkatkan laju aliran kencing pada orang dengan BPH (benign prostat
hypertrophy), hal ini menjelaskan bahwa penyakit ini mempengaruhi stroma dan epitel.

Gabungan peptidergic dan nitric oxida yang dikandung neuron juga telah ditemukan pada
prostat dan bisa menyebabkan relaksasi otot polos. Neuron afferen dari prostat berjalan
sepanjang plexus pelvis sampai pelvis dan pusat spinal thoracolumbar. Suatu blok prostatik
mungkin bisa didapatkan dengan menyuntikkan anestesi lokal ke dalam plexus pelvis.

3. FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT

Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang
dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang
tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar
menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan
prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan,
keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna
abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat
menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan
ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur
mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan(Brunner &
Suddarth, 2001).

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula
seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat
sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai
fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan
selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-
80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat
dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.3

4. ETIOLOGI

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT), proses fisiologi, hormon dan proses aging
(menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-
testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel
prostat/ apoptosis, (5) Teori Stem sel dan, (6) Teori Reawakening.5

Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim
5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan
reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.5

Ketidakseimbangan antara Estrogen - Testosterone


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah
diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel
prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel – sel prostat yang
telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.5

Interaksi Stroma – Epitel (Teori Growth Factors)


Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi
berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau
adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-α (TGF-α), akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)


Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat.
Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga
hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan
kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.1

Teori stem cell hypotesis


Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat,
selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel
yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang
keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit
yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan
berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar
periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding” kemudian bercabang
yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan
“glandular morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini,
menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan
pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari
jaringan sekitarnya. 

5. FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :

1. Kadar Hormon

Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko


BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu
dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5α-reductase, yang memegang peran penting dalam
proses pertumbuhan sel-sel prostat.10

2. Usia

Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot
detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua
menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses
adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan
gejala.17 Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan
dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan
androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase
menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai
pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot
dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan usia, kadar
testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada
usia 60 tahun keatas.18

3. Ras

Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH
dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.5

4. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya


kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga
yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat
terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2
kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali.
Dari penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-10,2).5

5. Obesitas

Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe
bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di
bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang
menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan
kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis.6
Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap
pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan
menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki
biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen.
6. Pola Diet

Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH dengan
mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang kaya akan isoflavon.
Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat
terhadap estrogen. Jika estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam
prostat, dapat menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang
lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak
mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein,
secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya
BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang
mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang
tinggi (terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon
yang berujung pada berbagai penyakit.

7. Aktivitas Seksual

Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan


hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan
kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah
sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan
prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih
akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang
tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron.18

8. Kebiasaan merokok

Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan


aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron.6

9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol

Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang


penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat
menggunakan zinc 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zinc membantu
mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran
hormon testosteron kepada DHT.15

10. Olah raga

Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit
mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar
dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat.
Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat
tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat
memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.13

11. Penyakit Diabetes Mellitus

Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai
risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes
Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki
dengan kondisi normal.13

6. PATOFISIOLOGI

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan
adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga
terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi
tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi
pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan
tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung
dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.1

Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.


Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra
yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot
detrusor ini disebut fase kompensasi.1

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus.1

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.
Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh
ke dalam gagal ginjal.1

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat
↓ ↓
Buli-buli : Ginjal dan ureter :
 Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
 Trabekulasi Hidroureter
 Selula Hidronefrosis
 Divertikel buli-buli Gagal ginjal

Dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan
apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Gambar. Prostat yang mengalami pembesaran (nampak pada sistoskopi)

Gambar. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

7. MANIFESTASI KLINIS

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :

Obstruksi Iritasi

 Hesistansi  Frekuensi

 Pancaran miksi lemah  Nokturi

 Intermitensi  Urgensi
 Miksi tidak puas  Disuria

 Distensi abdomen Urgensi dan disuria jarang terjadi,


jika ada disebabkan oleh
 Terminal dribbling (menetes) ketidakstabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.
 Volume urine menurun

 Mengejan saat berkemih

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung
tiga faktor, yaitu:

 Volume kelenjar periuretral

 Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

 Kekuatan kontraksi otot detrusor

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk


mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga
jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung
diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat)

3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan
antikolinergik atau adrenergic-α)

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis
pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring
yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International
Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological
Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski.
Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan
obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-
7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk


menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar
antara 0-29. Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen
Iversen penderita tidak menilai sendiri derajat keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari
mengapa skor Madsen-Iversen digunakan di Sub Bagian Urologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo.3
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).

c. Gejala di luar saluran kemih

Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2001).

Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:

 Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur)


ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.

 Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol,
batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.

 Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml.

 Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

8. PEMERIKSAAN FISIK

Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi
urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan pertanda dari
inkontinensia paradoksa.

1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikangambaran tonus


sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu
saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

 Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

 Adakah asimetri

 Adakah nodul pada prostat

 Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba biasanya
besar prostat diperkirakan <60 gr.
Gambar. Pemeriksaan Colok Dubur

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal ( ingat tidak
ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang ditimbulkannya), permukaan licin
dan konsistensi kenyal.12

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-
kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit
pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi
retensi total, buli-buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada
perkusi. Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia
eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis
daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1.
2) Derajat berat obstruksi

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi
spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan
mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal
pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.
Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium

 Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi, hematuri atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.

 Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
 Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk menilai fungsi ginjal
dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism
dan memerlukan pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan
insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi
setelah pembedahan BPH.
 Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
 Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat. Serum PSA dapat dipakai untuk
meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi
berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebihcepat, (b) keluhan akibat BPH/laju
pancaran urine lebih buruk, dan (c) lebih mudahterjadinya retensi urine akut. Kadar
PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah
manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut,
kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua.10

B. Pemeriksaan Patologi Anatomi

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan
menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia.

Gambar. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia


C. Pemeriksaan Radiologis

 Foto polos abdomen (BNO)

Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran
ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari sini dapat diperoleh
keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis,
atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat.
 Pielografi Intravena (IVP)

Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada


dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti
mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun
ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel
atau sakulasi buli – buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.

 Sistoskopi

Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan


urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam
penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah “cystoscope”, berisi
lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan
kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar
dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar. Gambaran sistoskopi benigna prostat hiperplasi

 Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam
rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara
merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan
apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki
keganasan prostat. Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk
pengukur volume prostat, caranya antara lain :

 Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal


diukur dari dasar sampai puncak.

 Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar


(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x L).

Gambar. TransRectal Ultrasound

 USG Transabdominal

 Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian


dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi
hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan
hyperplasia dengan zona perifer adalah “surgical capsule”.
 USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
Gambar. Gambaran USG Prostat normal

Gambar. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

 Sistografi Buli

Gambar. Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia

D. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:

 Residual urin :

Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi
 Pancaran urin/flow rate :

Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung


(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya
kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur
jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV
kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.

10. DIAGNOSIS BANDING

Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung
kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah
satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf
(kandung kemih neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah
radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat
penghambat reseptor ganglion da parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh
proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas,
tumor di leher kandungkemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat
dengan sistokopi.
11. PENATALAKSANAAN

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun
atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau
tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.

Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan
kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika
terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah
progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan
endourologi yang kurang invasif.

Tabel. Pilihan terapi pada BPH

Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan teknologi yang
canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah minimal invasif yang
memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang tinggi. 

Watchful Waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi namun
hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,
misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi
penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan
pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada
sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT)
melalui penghambat 5α-reduktase.

1. Penghambat reseptor adrenergik α.5,11

Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.

Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan
alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan
yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan
meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu
dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.
Gambar. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinaria

2. Penghambat 5 α reduktase 5,13

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya
kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran
prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

Gambar. Model Aksi Penghambat 5 α reduktase

Contoh obat penghambat 5 α-reduktase berdasarkan tipenya :

 Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI


 Proscar (finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI
3. Fikofarmaka5

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala


akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang
mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti.
Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar
sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan
epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi,
menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang
banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix
urtica dan masih banyak lainnya.

Terapi Invasif Minimal

Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan.

Microwave transurethral

Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro
untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang
disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro
melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat
Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur. Prosedur ini
memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa anestesi umum.
TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi
microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi,
tegang, dan intermitensi.
Gambar. Microwave Transurethral

Transurethral jarum ablasi

Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal
(TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi
tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi
uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi
gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral
dari prostat (TURP).

Gambar. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

Transurethral balloon dilation of the prostate

Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat
dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien
dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala
sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang jarang digunakan.17

Terapi Pembedahan Endourologi

Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya
adalah:16

 Retensi urine karena BPO


 Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat

 Hematuria makroskopik

 Batu buli-buli karena obstruksi prostat

 Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan

 Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi

Transurethral resection of the prostate (TURP)

Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi.
Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari
perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan
terapi lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%),
impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%).5

TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan
memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala
BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%.17
Gambar. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP

Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur pada leher
kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kondisi berat terjadi
sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik dan hipernatremia akibat absorbsi
cairan irigasi yang bersifat hipotonis. Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain nausea,
muntah, hipertensi, bradikardi, confusing, dan gangguan penglihatan. Risiko terjadinya
sindroma TUR meningkat pada reseksi yang lebih dari 90 menit. Penatalaksanaan meliputi
diuresis dan pada kondisi berat diberikan larutan hipertonis.5

Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil sering didapatkan
adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung kemih). Pasien tersebut
biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat.5
Gambar. Prosedur Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP. Teknik
TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai di arah distal
menuju orifisium ureter dan meluas ke arah verumontanum.5

Terapi Pembedahan Terbuka

Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering
dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika
kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui
pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang
dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%)
dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.

Prostatektomi Terbuka Sederhana

Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi, enukleasi terbuka
dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g biasanya merupakan indikasi enukleasi
terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan pada pasien dengan disertai divertikulum atau
batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin dilakukan.5

Operasi Laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih
dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya
terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat
diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering
banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung
dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat
laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan
beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan
jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar. Operasi laser pada prostat

Interstitial laser coagulation

Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat
optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.

Gambar. Interstitial Laser Coagulation

Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)


PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan
TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang
cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak
menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat
yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar. Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)

BAB IV
KESIMPULAN

Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi
pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat bertambah karena terjadi
hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat).
Gejala dari pembesaran prostat ini terdiri dari gejala obstruksidan dan gejala iritatif.

Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah


konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat
diprediksi pada setiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang
tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
prostat.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery 8 th Edition.


Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005
2. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita
selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-344.

3. Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat


Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5.

4. Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.

5. Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa aksara,
Jakarta ; 161-703.

6. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas KedokteranUniversitas Padjajaran ;


2002: 203-75.

7. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 1994.

8. Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam : Pembesaran Prostat Jinak.


Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17

9. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC,
Jakarta, 1997; 1058-64.

10. Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan
penerbit IDI, Jakarta ; 1-52.

Anda mungkin juga menyukai