BAB I
DEFINISI
AP = Akhir Pengobatan
Km = Kanamycin
Lfx = Levofloxacin
R = Rifampisin
SPS = Sewaktu-Pagi-Sewaktu
Z = Pirazinamid
ZN = Ziehl Neelsen
RUANG LINGKUP
Untuk meningkatkan mutu pelayanan medis TB di Rumah Sakit Islam Assyifa Sukabumi
melalui penerapan strategi DOTS secara optimal dengan mengupayakan kesembuhan dan
pemulihan pasien melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan serta
memenuhi etika kedokteran. ruang lingkup pelayanan di rumah sakit Islam Assyifa dilakukan
dipojok DOTS TB yang sudah ada dirumah sakit ini.
a. Internal
1. Pasien rawat jalan
Yaitu pasien dari unit gawat darurat dan rawat jalan RS Islam Assyifa yang memerlukan
pengobatan TB
2. Pasien rawat inap
Yaitu pasien dari rawat inap RS yang memerlukan pengobatan TB
3. Laboratorium
Yaitu pasien dari rawat jalan, IGD dan rawat inap yang memerlukan pemeriksaan
laboratorium
b. Eksternal
RS Islam Assyifa sudah bekerjasama dengan Puskesmas untuk mengoptimalkan
pelayanan dan pengobatan TB.
TATA LAKSANA
Salah satu unsur penting dalam penerapan DOTS di rumah sakit adalah komitmen yang
kuat antara pimpinan rumah sakit, komite medik dan profesi lain yang terkait termasuk
administrasi dan operasionalnya. Untuk itu perlu dipenuhi kebutuhan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana penunjang, antara lain :
1. Dibentuk Tim DOTS RS yang terdiri dari seluruh komponen yang terkait dalam
penanganan pasien tuberkulosis ( dokter, perawat, petugas laboratorium, petugas
farmasi, rekam medik dan PKRS ).
2. Disediakan ruangan untuk kegiatan Tim DOTS yang melakukan pelayanan DOTS.
3. Pendanaan untuk pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan disepakati .
4. Sumber pendanaan diperoleh dari rumah sakit.
5. Program Nasional Penanggulangan TB memberikan kontribusi dalam hal pelatihan,
OAT, mikroskop dan bahanbahan laboratorium.
6. Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan pada penerapan DOTS TB
01,02,03 UPK, 04,05,06,09,10 dan buku registrasi pasien tuberkulosis di rumah sakit.
Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi dan diakselerasi
pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait termasuk rumah sakit
pemerintah dan swasta, dengan mengikutsertakan secara aktif semua pihak dalam kemitraan
yang bersinergi untuk penanggulangan TB.
1. Melakukan penilaian dan analisa situasi untuk mendapatkan gambaran kesiapan rumah
sakit dan dinas keehatan setempat.
2. Mendapatkan komitmen yang kuat dari pihak manajemen rumah akit dan tenaga medis
serta paramedis dan seluruh petugas terkait.
3. Penyusunan nota kesepahaman antara rumah sakit dan dinas kesehatan.
4. Memyiapkan tenaga medis, paramedis, laboratorium, rekam medis, farmasi dan
PKRS untuk dilatih DOTS.
5. Membentuk Tim DOTS di rumah sakit yang meliputi unitunit terkait dalam
penerapan strategi DOTS di rumah sakit.
6. Menyediakan tempat untuk Tim DOTS di dalam rumah sakit sebagai tempat koordinasi
dan pelayanan terhadap pasien tuberkulosis secara komprehensif ( melibatkan
semua unit di rumah sakit yang menangani pasien tuberkulosis ).
7. Menyediakan tempat / rak penyimpanan OAT di ruang DOTS.
8. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak sesuai standar.
9. Mrnggunakan format pencatatan sesuai program tuberkulosis nasional untuk
memantau pelaksnaan pasien.
10. Menyediakan biaya operasional.
Pembentukan Jejaring
Rumah sakit memiliki potensi besar dalam penemuan pasien tuberkulosis (case
finding), namun memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan
pengobatan pasien (case holding) jika dibandingkan dengan puskesmas. Karena itu perlu
dikembangkan jejaring rumah sakit baik internal maupun eksternal.
Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik pabila angka default rate <5% pada
tiap rumah sakit.
Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat di dalam rumah sakit yang meliputi
seluruh unit yang menangani pasien tuberkulosis. Koordinasi kegiatan dilaksanaan oleh
Tim DOTS rumah sakit.Tim DOTS rumah sakit mempunyai tugas perencanaan,
pelaksanaan, monitoring serta evaluasi kegiatan DOTS di rumah sakit. Tim DOTS
berada di bawah komite medik atau Bidang Pelayanan Medik Rumah Sakit dan
dikukuhkan dengan SK Direktur Rumah Sakit.
1. Tim DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien TB di rumah sakit dan
pusat informasi tentang TB. Kegiatannya meliputi konseling, penentuan klasifikasi
dan tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT, penentan PMO, follow up hasil
pengobatan dan pencatatan.
a) Suspek TB atau pasien TB dapat datang ke poli umum/ IGD atau langsung ke poli
spesialis (Penyakit Dalam, Paru, Anak, Syaraf, Kulit, Bedah, Obsgyn, THT, Mata, Bedah
Saraf, Urologi)
b) Suspek TB dikirim untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (Laboratorium Mikrobiologi,
PK, PA dan Radiologi)
c) Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersangkutan. Diagnosis dan
dan klasifikasi dilakukan oleh dokter poliklinik masing atau Tim DOTS.
d) Setelah diagnosis TB ditegakkan pasien dikirim ke Tim DOTS untuk registrasi (bila
pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit), penentuan PMO, penyuluhan dan
pengambilan obat, pengisian kartu pengobatan TB (TB01). Bila pasien tidak
menggunakan obat paket, pencatatan dan pelaporan dilakukan dipoliklinik
masingmasing dan kemudian dilaporkan ke Tim DOTS.
e) konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya.
f) Rujuk (pindah) dari/ ke UPK lain, berkoordinasi dengan Tim DOTS (lihat pada gambar
alur rujukan).
Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara dinas kesehatan, rumah
sakit, puskesmas dan UPK lainnya dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.
Alur Rujukan Pasien TB antar UPK dalam Satu Unit Registrasi (1Kab/Kota)
Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk periksa
ulang/ mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan. Bila keadaan ini masih berlanjut
hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka Tim DOTS RS segera
melakukan tindakan di bawah ini :
Rumah sakit mempunyai beberapa pilihan dalam penanganan pasien TB sesuai dengan
kemampuan masingmasing seperti terlihat di bawah ini :
Pilihan 1 :
RS menjaring suspek TB, menentukan diagnosis dan klasifikasi pasien serta melakukan
pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas/ UPK lain untuk melanjutkan
pengobatan tetapi pasien kembali ke RS untuk konsultasi keadaan klinis/ periksa ulang.
Pilihan 2 :
Pilihan 3 :
Pilihan 4 :
Setiap petugas harus mengupayakan untuk menjaga aurat pasien, memberikan pelayanan
sesuai jenis kelamin, dan memelihara dari unsur ikhtilat.
DOKUMENTASI
1. Pencatatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Fasyankes Rumah Sakit Islam Assyifa dalam
melaksanakan pencatatan menggunakan formulir.
2. Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06).
3. Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05).
4. Kartu pengobatan pasien TB (TB.01).
5. Kartu identitas pasien TB (TB.02).
6. Register TB fasyankes (TB.03 fasyankes)
7. Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09).
8. Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).
9. Register Laboratorium TB (TB.04).
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program. Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus menerus, untuk
dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera
Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1
tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan
sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator.
Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan dan pengembangan program.
1. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut di
atas, yaitu:
2. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
6.Angka Konversi
7.Angka Kesembuhan