Anda di halaman 1dari 17

1. Bagaimana anatomi jalan lahir ?

zana , prizka

Anatomi jalan lahir dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Tulang-tulang panggul dan persendiaan pada tulang panggul


b. Otot-otot, jaringan, dan ligament jalan lahir

I. Tulang-tulang Panggul

Tulang-tulang panggul terdiri atas :

a. Os koksa (tulang innominata) : fusi dari os illium, os iksium, dan os pubis.


b. Os sacrum.
c. Os koksigis.

Bagian depan tulang panggul terdapat


simfisis, yaitu hubungan antara os pubis
kanan dan os pubis kiri. Simfisis terdiri
atas jaringan fibrokartilago, lig. Pubikum
superior, dan lig. Pubikum inferior. Dalam keadaan hamil, pergerakan simfisis semakin
mudah.

Di bagian belakang terdapat artikulatio sakro-iliaka yang menghubungkan os sacrum dengan


os ilium. Di bagian bawah terdapat artikulatio sakro-koksigis yang menghubungkan os
sacrum dengan os koksigis. Dalam keadaan hamil, artikulatio ini mengalami relaksasi akibat
perubahan hormonal, misalnya ujung os koksigis dapat bergerak ke belakang lebih kurang 2,5
cm. Pada partus dan pengeluaran kepala janin dengan cunam ,ujung os koksigis dapat ditekan
ke belakang. Selain itu, pada posisi dorso-litotomi memungkinkan penambahan diameter
pintu bawah panggul 1,5 cm 2 cm. oleh karena itu, saat akan dilakukan persalinan,
diterapkan posisi dorsolitotomi.

Secara fungsional panggul terdiri atas :

a. Pelvis mayor (false pelvis) , yaitu bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis
b. Pelvis minor (true pelvis), yaitu bagian pelvis yang terletak di bawah linea terminalis.

Pintu Atas Panggul


Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium korpus vertebra sacral 1, linea innominata
(terminalis), dan pinggir atas simfisis. Terdapat 4 diameter yaitu diameter anteroposterior,
diameter transversa, dan 2 diameter oblikua.
Diameter transversa yaitu 12,5 13 cm dan
diameter oblikua sebesar 13 cm. Dan
panjang konjugata vera lebih kurang 11 cm.

Dalam obstetri, menurut Caldwell dan Moloy ada 4 jenis panggul ,yaitu :

a. Jenis ginekoid : paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas panggul hampir bulat.
Panjang diameter anteroposterior = diameter trasnversa. Ditemukan pada 45% perempuan
b. Jenis android : bentuk pintu atas panggul hampir segi tiga. Umumnya ditemukan pada
pria. Ditemukan pada 15% perempuan.
c. Jenis anthropoid : bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti telur. Panjang diameter
anteroposterior > diameter trasnversa.
d. Jenis platipelloid : jjenis ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang. Jenis ini
ditemukan 5% pada perempuan.

Untuk mengetahui jenis, bentuk, dan ukuran pelvis secara tepat dapat digunakan pelvimetri
radiologic. Apabila tidak dapat dilakukan pelvimetri radiologis dapat menggunakan ukuran-
ukuran luar panggul. Alat-alat yang digunakan yaitu jangka-jangka panggul Martin,
Oseander, Collin, dan Boudeloque.

Pada saat janin melewati ruang panggul harus menyesuaikan diri dengan melakukan putaran
paksi dalam. Spina ishiadika yang runcing lebih baik daripada yang tumpul, karena pada
spina ishiadika yang tumpul, bidang geseran yang harus dilewati kepala janin lebih luas
sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dan tenaga yang lebih besar. Jarak antara kedua
spina ishiadika 10,5 cm atau lebih berarti jarak antar spina ishiadika cukup lebar.

Penilaian ruang panggul harus memperhatikan bentuk os sacrum, apakah normal yaitu
melengkung dengan baik dari atas ke bawah dan cekung ke belakang. Apabila os sacrum
kurang cekung dan kurang melengkung dapat mempersempit ruang panggul dan mempersulit
putaran paksi dalam sehingga dapat terjadi malposisi janin. Lalu perhatikan dinding samping
ruang panggul dari atas ke bawah, misal pada panggul ginekoid, dinding samping panggul
umumnya lurus dari atas ke bawah. Yang kurang baik, dinding samping bagian atas lebar dan
ke arah bawah menyempit.
Kemungkinan kepala janin bergeser melalui pintu atas panggul masuk ke dalam ruang
panggul. Kepala janin dapat lebih mudah masuk ke ruang panggul jika sudut antara sacrum
dan lumbal (sudut inklinasi) lebih besar.

Bidang hodge dapat digunakan untuk menentukan sampai dimanakah bagian terendah janin
turun dalam panggul dalam persalinan. Adapun pembagian bidang hodge adalah sebagai
berikut:

a. Bidang Hodge I yaitu bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan promontorium.
b. Bidang Hodge II yaitu bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I terletak setinggi bagian
bawah simfisis.
c. Bidang Hodge III yaitu bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I dan II terletak setinggi
Spina ishiadika kanan dan kiri. Disebut juga bidang O.
d. Bidang Hodge IV yaitu bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I , II , dan III terletak
setinggi os koksigis.

Pintu Bawah Panggul

Pinggir bawah simfisis berbentuk


lengkung ke bawah dan merupakan sudut
yang disebut arkus pubis. Dalam keadaan
normal besar sudut ini lebih kurang 900
atau lebih besar sedikit, apabila sudutnya
kurang dari 900 maka kepala janin akan
sulit dilahirkan. Jarak antara kedua tuber
os iskii merupakan ukuran pintu bawah
panggul yang penting. Ukuran normal
distansia tuberum adalah 10,5 cm. bila lebih kecil, jarak antara tengah distansia tuberum ke
ujung sacrum /diameter sagitalis posterior harus cukup panjang agar bayi normal dapat
dilahirkan.

II. Bagian Lunak Jalan Lahir

Otot-otot yang menahan dasar panggul di bagian luar yaitu m. sfingter ani
eksternus,m.bulbokavernosus yang melingkari vagina, dan m. perinea transversus
superfisialis. Otot-otot yang melingkari vagina bagian tengah dan anus antara lain m.
iliokoksigeus, m. iskiokoksigeus, m. perinea transverses profundus, dan m.koksigeus.
terdapat juga m. levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul.

Muskulus levator ani mempunyai peranan penting dalam mekanisme putaran paksi dalam
janin. Kemiringan dan kelentingan/elastisitas otot ini membantu memudahkan putaran paksi
dalam janin.

Selain factor otot, putaran paksi dalam juga ditentukan oleh ukuran panggul dan mobilitas
leher janin. Tumor atau lilitan tali pusar di leher janin mempersulit putaran paksi dalam.

Dalam diafragma pelvis berjalan n.


pudendus yang masuk ke rongga panggul
melalui kanalis Alcock, terletak antara
spina ishiadika dan tuber ishii. Pada
persalinan dilakukan anestesi blok
pudendus, rasa sakit dapat dihilangkan
pada ekstraksi cunam, ekstraksi vakum,
penjahitan rupture perinea, dsb.

Arteri dan vena yang berjalan dalam rongga panggul adalah cabang bawah dari arteria dan
vena uterine serat cabang-cabang arteri dan vena hemorroidalis superior.

1. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme perdarahan massive dari vagina setelah
persalinan? Prizka, windi
a) Penyebab umum dari post partum hemorhagi atau perdarahan pasca salin disebut
sebagai 4T:
Tone (70%): atoni uteri
Trauma (20%): laserasi serviks, laserasi vagina, laserasi perineum, ruptur uteri
atau inversi uteri
Tissue (10%): retensio plasenta dan sisa plasenta
Thrombin (<1%): kelainan koagulasi

b) Penyebab terjadinya PPS pada kasus: atoni uteri dan kelainan koagulasi.
Atoni Uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan
bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-
800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta,
maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat
melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit
anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi.

Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang
berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan
yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi
bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke
bawah sementara plasenta belum lepas dari uterus (kesalahan pada kala III).

Kelainan koagulasi
Kegagalan pada mekanisme pembekuan menyebabkan perdarahan tidak dapat
dihentikan dengan yang biasanya dipakai untuk mengendalikan perdarahan. Pasien
dengan masalah pembekuan dapat menimbulkan perdarahan postpartum, karena
ketidakmam-puannya untuk membentuk bekuan darah yang stabil di tempat pelekatan
plasenta (Manuaba, 2007).

c) Faktor resiko terjadinya PPS pada kasus: usia 40 tahun, kehamilan ke-5,
makrosomia.

Multiparitas

Multiparitas merupakan faktor predisposisi perdarahan karena miometrium sudah


banyak terdapat jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi
kurang sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan (Prawirohardjo, 2007).
Pada kasus ini, multiparitas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya atoni uteri.
Usia 40 tahun

Pada usia >35 tahun, otot pada uterus cenderung lebih lemah dan tidak bekerja secara
efisien.

Peregangan uterus yang berlebihan (overdistensi)

Uterus yang mengalami peregangan secara berlebihan akibat keadaan-keadaan seperti


bayi besar, kehamilan kembar dan polihidramnion cenderung mempunyai daya
kontraksi yang jelek (Depkes RI, 1999).

1. Apakah tatalaksana awal pada kasus sudah benar ? jason , prizka


Tatalaksana yang diberikan dokter umum pada kasus ini sudah benar. Hanya saja,
waktu tempuh dari Puskesmas dan Rumah Sakit Umum pada kasus adalah 1,5 jam.
Hal ini menyebabkan pasien tidak dapat ditatalaksana dengan segera.

Penyebab morbiditas adalah 3T (3 Terlambat) dan 4T (4 Terlalu)


Tiga Terlambat:
1. terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan.
2. Terlambat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

4 Terlalu:
1. Terlalu tua untuk hamil (>35 tahun)
2. Terlalu muda untuk hamil (<16 tahun)
3. Terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4)
4. Terlalu dekat (jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun)

2. Mengapa setelah dilakukan tatalaksana fundus uteri masih tidak teraba,kontraksi uteri
masih lemah, pendarahan vagina masih ada ? prizka , jason
Kontraksi uterus lemah dan fundus uteri tidak teraba: disebabkan oleh faktor usia
dan paritas. (Pada kasus usia 40 tahun dan multiparitas). Bekuan darah juga dapat
menghalangi kontraksi uterus dengan baik.
Perdarahan vagina masih ada: disebabkan oleh atoni uteri dan kekurangan faktor
pembekuan darah.
Bila perdarahan masif, penggantian dengan larutan kristaloid dan packed red cells
biasanya menyebabkan defisit relatif trombosit dan faktor pembekuan yang dapat
larut. Hal ini menyebabkan koagulopati dilusi yang secara klinis tidak dapat
dibedakan dari koagulopati intravaskular diseminata. Pengenceran seperti demikian
mengganggu hemostasis dan semakin memperbanyak kehilangan darah.
Karena itu, perdarahan hebat tanpa penggantian faktor pembekuan darah dapat
menyebabkan hipofibrinogenemia dan pemanjangan prothrombin time dan
thromboplastin time.

1. Bagaiman patogenesis kasus ini? Prizka , afif


Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat
miometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-
pembuluh darah sehingga aliran darah di tempat plasenta berhenti kegagalan
mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan
ini menjadi penyebab utama perdarahan postpartum.

2. Bagaiman pencegahan kasus ini? Nurul, prizka


Upaya Pencegahan Perdarahan Pasca Salin
Pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya
patologi persalinan, salah satunya perdarahan pascasalin. Antisipasi terhadap hal
tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
- Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi
setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan
persalinan pasien tersebut dalam keadaan optimal
- Mengenal faktor resiko predisposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil
kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan
risiko tinggi lainnya yang risikonya kan muncul saat persalinan
- Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama
- Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
- Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun
- Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi pasien PPP dan
mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
Setiap kasus PPS berisiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu. Upaya
Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu:

MDG-5 akan tercapai apabila 50% kematian ibu per provinsi dapat dicegah, dengan cara:
1. Memastikan setiap komplikasi maternal mendapatkan penanganan secara adekuat dan
tepat waktu melalui pemantapan jejaring rujukan
2. Memastikan setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
3. Mengupayakan setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan
4. Memberikan pelayanan KB sesuai standar untuk mencegah kehamilan 4 Terlalu
5. Meningkatkan pemberdayaan suami, keluarga dan masyarakat dalam kesehatan
reproduksi responsif gender

6. Mengoptimalkan manajemen kesehatan ibu di setiap tingkatan


7. Memastikan dukungan pembiayaan program kesehatan ibu
Dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), berbagai kegiatan telah dan
akan terus dilakukan, meliputi:
a. Upaya Peningkatan Pelayanan Antenatal Berkualitas
- Penggunaan Buku KIA pada ibu hamil
- Pelayanan antenatal terpadu di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar dan rujukan
- Pencegahan dan penanganan malaria pada kehamilan
- Pencegahan dan penanganan anemia pada kehamilan
- Pencegahan dan penanganan Kurang Energi Kronis (KEK) pada kehamilan
- Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil
- Prevention of Mother to Child Transmission of HIV (PMTCT)
b. Upaya Peningkatan Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
- Pelaksanaan Jaminan Persalinan (Jampersal)
- Penguatan kemitraan bidan dan dukun
- Pengembangan rumah tunggu kelahiran
- Pemantapan supervisi fasilitatif
c. Upaya Pencegahan dan Penanganan Komplikasi Maternal
- Pemberdayaan masyarakat melalui Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) dengan stiker
- Optimalisasi fungsi Puskesmas mampu PONED 24 jam
- Optimalisasi fungsi Rumah Sakit mampu PONEK 24 jam
d. Upaya Peningkatan Kualitas Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dalam Pelayanan Keluarga
Berencana
- Peningkatan Pelayanan KB pasca persalinan
- Clinical Technology Update (CTU)
- Penguatan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB
- Pemantapan penggunaan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
- Jampersal untuk pelayanan KB pasca persalinan
- Peningkatan kemampuan tenaga kesehatan Puskesmas dan jaringannya dalam
pelayanan KB
- Penguatan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
e. Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Reproduksi
- Perencanaan terpadu kesehatan ibu yang responsif gender dan berbasis data (District
Team Problem Solving- DTPS)
- Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan reproduksi pada
situasi darurat bencana
f. Upaya Peningkatan Dukungan Manajemen Program Kesehatan Ibu dan Reproduksi
- Optimalisasi Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan KB untuk
monitoring kegiatan (bulanan, tribulanan, semester, tahun).
- Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal (AMP).
- Penguatan kapasitas Bidan Koordinator dalam pelaksanaan supervisi fasilitatif
- Fasilitasi pengembangan inovasi dan lesson learnt kesehatan reproduksi
(Sumber : Direktorat Bina Kesehatan Ibu Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak,
Kementerian Kesehatan, 2013).

Learning Issue

A. PERDARAHAN POST PARTUM


I. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi
lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal1,2,3. Kondisi dalam
persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka
batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana
telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi >
100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL 2.
Perdarahan post partum dibagi menjadi1,2,5:
a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum
hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala
III.
b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum
hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada
masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.

II. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain1,2:
- Atonia uteri
- Luka jalan lahir
- Retensio plasenta
- Gangguan pembekuan darah

III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan
adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di
negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%5.

Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut5:


- Atonia uteri 50 60 %
- Sisa plasenta 23 24 %
- Retensio plasenta 16 17 %
- Laserasi jalan lahir 4 5 %
- Kelainan darah 0,5 0,8 %
Tabel II.I. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab
Perdarahan Post Partum2
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
- Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri
lembek. Bekuan darah pada
Perdarahan segera setelah anak serviks atau posisi
lahir telentang akan
menghambat aliran
darah keluar
Darah segar mengalir segera Pucat Robekan jalan lahir
setelah bayi lahir Lemah
Uterus berkontraksi dan keras Menggigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
menit traksi berlebihan
Perdarahan segera Inversio uteri akibat
Uterus berkontraksi dan keras tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi Retensi sisa plasenta
tidak lengkap tetapi tinggi fundus
Perdarahan segera tidak berkurang
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau sisa
Nyeri tekan perut bawah dan Demam fragmen plasenta
pada uterus (terinfeksi atau tidak)
Perdarahan sekunder

IV. Kriteria Diagnosis1


Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,
ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
Pemeriksaan obstetri
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan
mungkin karena luka jalan lahir
Pemeriksaan ginekologi:
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada
pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa
plasenta

V. Pemeriksaan Penunjang1,2,3
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk1,3.
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal3.
Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan2,3.

b. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium
atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanyagumpalan darah dan retensi sisa plasenta1,3.
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya1,2,3.

VI. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum3.
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu
dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling
tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan
dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi3.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam
volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses
intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang
ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post
partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat
dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat3.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang
intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan
post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post
partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan
infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak,
biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah3.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek
yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan
NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian
koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan3.

Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan
akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun
telah dilakukan resusitasi cepat3.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi.
Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen
yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang
dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100
mL NS pada masing-masing unit.

Tabel II.2. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya


Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara IV: 20 U dalam 1 IM atau IV Oral atau rektal
pemberian awal L larutan garam (lambat): 0,2 mg 400 mg
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam
larutan garam setelah 15 menit setelah dosis awal
fisiologis dengan Bila masih
40 tetes/menit diperlukan, beri
IM/IV setiap 2-4
jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 Total 1 mg (5 Total 1200 mg atau
per hari L larutan fisiologis dosis) 3 dosis
Kontraindikasi Pemberian IV Preeklampsia, Nyeri kontraksi
atau hati-hati secara cepat atau vitium kordis, Asma
bolus hipertensi

VII. Penyulit1
Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah :
Syok ireversibel
DIC
VIII. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III
dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum3. Penanganan
aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi
dengan baik

IX. Penilaian Klinik derajat syok

Tabel II.3. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok3


Volume
Tekanan Darah Tanda dan
Kehilangan Derajat Syok
(sistolik) Gejala
Darah
Palpitasi,
500-1.000 mL
Normal takikardia, Terkompensasi
(10-15%)
pusing
Lemah,
1000-1500 mL Penurunan ringan
takikardia, Ringan
(15-25%) (80-100 mm Hg)
berkeringat
1500-2000 mL Penurunan sedang Gelisah, pucat,
Sedang
(25-35%) (70-80 mm Hg) oliguria
2000-3000 mL Penurunan tajam Pingsan,
Berat
(35-50%) (50-70 mm Hg) hipoksia, anuria
Daftar Pustaka

Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed), 2002,
Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage,
http://www.emedicine.com
Rayburn, W. F., Carey, J. C., 2001, Obstetri & Ginekologi, Jakarta: Penerbit Widya
Medika
Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri
Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Angsar, M. D., 1999, Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan, Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai