zana , prizka
I. Tulang-tulang Panggul
a. Pelvis mayor (false pelvis) , yaitu bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis
b. Pelvis minor (true pelvis), yaitu bagian pelvis yang terletak di bawah linea terminalis.
Dalam obstetri, menurut Caldwell dan Moloy ada 4 jenis panggul ,yaitu :
a. Jenis ginekoid : paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas panggul hampir bulat.
Panjang diameter anteroposterior = diameter trasnversa. Ditemukan pada 45% perempuan
b. Jenis android : bentuk pintu atas panggul hampir segi tiga. Umumnya ditemukan pada
pria. Ditemukan pada 15% perempuan.
c. Jenis anthropoid : bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti telur. Panjang diameter
anteroposterior > diameter trasnversa.
d. Jenis platipelloid : jjenis ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang. Jenis ini
ditemukan 5% pada perempuan.
Untuk mengetahui jenis, bentuk, dan ukuran pelvis secara tepat dapat digunakan pelvimetri
radiologic. Apabila tidak dapat dilakukan pelvimetri radiologis dapat menggunakan ukuran-
ukuran luar panggul. Alat-alat yang digunakan yaitu jangka-jangka panggul Martin,
Oseander, Collin, dan Boudeloque.
Pada saat janin melewati ruang panggul harus menyesuaikan diri dengan melakukan putaran
paksi dalam. Spina ishiadika yang runcing lebih baik daripada yang tumpul, karena pada
spina ishiadika yang tumpul, bidang geseran yang harus dilewati kepala janin lebih luas
sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dan tenaga yang lebih besar. Jarak antara kedua
spina ishiadika 10,5 cm atau lebih berarti jarak antar spina ishiadika cukup lebar.
Penilaian ruang panggul harus memperhatikan bentuk os sacrum, apakah normal yaitu
melengkung dengan baik dari atas ke bawah dan cekung ke belakang. Apabila os sacrum
kurang cekung dan kurang melengkung dapat mempersempit ruang panggul dan mempersulit
putaran paksi dalam sehingga dapat terjadi malposisi janin. Lalu perhatikan dinding samping
ruang panggul dari atas ke bawah, misal pada panggul ginekoid, dinding samping panggul
umumnya lurus dari atas ke bawah. Yang kurang baik, dinding samping bagian atas lebar dan
ke arah bawah menyempit.
Kemungkinan kepala janin bergeser melalui pintu atas panggul masuk ke dalam ruang
panggul. Kepala janin dapat lebih mudah masuk ke ruang panggul jika sudut antara sacrum
dan lumbal (sudut inklinasi) lebih besar.
Bidang hodge dapat digunakan untuk menentukan sampai dimanakah bagian terendah janin
turun dalam panggul dalam persalinan. Adapun pembagian bidang hodge adalah sebagai
berikut:
a. Bidang Hodge I yaitu bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan promontorium.
b. Bidang Hodge II yaitu bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I terletak setinggi bagian
bawah simfisis.
c. Bidang Hodge III yaitu bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I dan II terletak setinggi
Spina ishiadika kanan dan kiri. Disebut juga bidang O.
d. Bidang Hodge IV yaitu bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I , II , dan III terletak
setinggi os koksigis.
Otot-otot yang menahan dasar panggul di bagian luar yaitu m. sfingter ani
eksternus,m.bulbokavernosus yang melingkari vagina, dan m. perinea transversus
superfisialis. Otot-otot yang melingkari vagina bagian tengah dan anus antara lain m.
iliokoksigeus, m. iskiokoksigeus, m. perinea transverses profundus, dan m.koksigeus.
terdapat juga m. levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul.
Muskulus levator ani mempunyai peranan penting dalam mekanisme putaran paksi dalam
janin. Kemiringan dan kelentingan/elastisitas otot ini membantu memudahkan putaran paksi
dalam janin.
Selain factor otot, putaran paksi dalam juga ditentukan oleh ukuran panggul dan mobilitas
leher janin. Tumor atau lilitan tali pusar di leher janin mempersulit putaran paksi dalam.
Arteri dan vena yang berjalan dalam rongga panggul adalah cabang bawah dari arteria dan
vena uterine serat cabang-cabang arteri dan vena hemorroidalis superior.
1. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme perdarahan massive dari vagina setelah
persalinan? Prizka, windi
a) Penyebab umum dari post partum hemorhagi atau perdarahan pasca salin disebut
sebagai 4T:
Tone (70%): atoni uteri
Trauma (20%): laserasi serviks, laserasi vagina, laserasi perineum, ruptur uteri
atau inversi uteri
Tissue (10%): retensio plasenta dan sisa plasenta
Thrombin (<1%): kelainan koagulasi
b) Penyebab terjadinya PPS pada kasus: atoni uteri dan kelainan koagulasi.
Atoni Uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan
bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-
800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta,
maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat
melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit
anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang
berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan
yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi
bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke
bawah sementara plasenta belum lepas dari uterus (kesalahan pada kala III).
Kelainan koagulasi
Kegagalan pada mekanisme pembekuan menyebabkan perdarahan tidak dapat
dihentikan dengan yang biasanya dipakai untuk mengendalikan perdarahan. Pasien
dengan masalah pembekuan dapat menimbulkan perdarahan postpartum, karena
ketidakmam-puannya untuk membentuk bekuan darah yang stabil di tempat pelekatan
plasenta (Manuaba, 2007).
c) Faktor resiko terjadinya PPS pada kasus: usia 40 tahun, kehamilan ke-5,
makrosomia.
Multiparitas
Pada usia >35 tahun, otot pada uterus cenderung lebih lemah dan tidak bekerja secara
efisien.
4 Terlalu:
1. Terlalu tua untuk hamil (>35 tahun)
2. Terlalu muda untuk hamil (<16 tahun)
3. Terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4)
4. Terlalu dekat (jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun)
2. Mengapa setelah dilakukan tatalaksana fundus uteri masih tidak teraba,kontraksi uteri
masih lemah, pendarahan vagina masih ada ? prizka , jason
Kontraksi uterus lemah dan fundus uteri tidak teraba: disebabkan oleh faktor usia
dan paritas. (Pada kasus usia 40 tahun dan multiparitas). Bekuan darah juga dapat
menghalangi kontraksi uterus dengan baik.
Perdarahan vagina masih ada: disebabkan oleh atoni uteri dan kekurangan faktor
pembekuan darah.
Bila perdarahan masif, penggantian dengan larutan kristaloid dan packed red cells
biasanya menyebabkan defisit relatif trombosit dan faktor pembekuan yang dapat
larut. Hal ini menyebabkan koagulopati dilusi yang secara klinis tidak dapat
dibedakan dari koagulopati intravaskular diseminata. Pengenceran seperti demikian
mengganggu hemostasis dan semakin memperbanyak kehilangan darah.
Karena itu, perdarahan hebat tanpa penggantian faktor pembekuan darah dapat
menyebabkan hipofibrinogenemia dan pemanjangan prothrombin time dan
thromboplastin time.
MDG-5 akan tercapai apabila 50% kematian ibu per provinsi dapat dicegah, dengan cara:
1. Memastikan setiap komplikasi maternal mendapatkan penanganan secara adekuat dan
tepat waktu melalui pemantapan jejaring rujukan
2. Memastikan setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
3. Mengupayakan setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan
4. Memberikan pelayanan KB sesuai standar untuk mencegah kehamilan 4 Terlalu
5. Meningkatkan pemberdayaan suami, keluarga dan masyarakat dalam kesehatan
reproduksi responsif gender
Learning Issue
II. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain1,2:
- Atonia uteri
- Luka jalan lahir
- Retensio plasenta
- Gangguan pembekuan darah
III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan
adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di
negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%5.
V. Pemeriksaan Penunjang1,2,3
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk1,3.
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal3.
Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan2,3.
b. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium
atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanyagumpalan darah dan retensi sisa plasenta1,3.
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya1,2,3.
VI. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum3.
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu
dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling
tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan
dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi3.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam
volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses
intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang
ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post
partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat
dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat3.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang
intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan
post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post
partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan
infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak,
biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah3.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek
yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan
NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian
koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan3.
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan
akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun
telah dilakukan resusitasi cepat3.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi.
Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen
yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang
dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100
mL NS pada masing-masing unit.
VII. Penyulit1
Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah :
Syok ireversibel
DIC
VIII. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III
dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum3. Penanganan
aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi
dengan baik
Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed), 2002,
Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage,
http://www.emedicine.com
Rayburn, W. F., Carey, J. C., 2001, Obstetri & Ginekologi, Jakarta: Penerbit Widya
Medika
Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri
Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Angsar, M. D., 1999, Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan, Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo