Anda di halaman 1dari 12

INDAH MEITA SAID

04011381320031
PSPD A 2013

ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana hubungan pekerjaan suami dengan nutrisi selama kehamilan pada kasus?
Anyi, indah
Jawab:
Asupan gizi pada ibu hamil merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini
disebabkan karena pada ibu hamil, disamping makan untuk dirinya sendiri, juga
untuk janin yang dikandungnya. Ibu dengan status gizi buruk mempunyai risiko untuk
mengalami perdarahan postpartum dan infeksi pada masa nifas. Bila ibu menderita
Anemia berat selama kehamilan, maka ia akan sering mengalami sesak nafas, edema,
gagal jantung kongestif, anoksia otak, sehingga sering mengakibatkan kematian ibu
terjadi gangguan his, kala pertama dapat berlangsung lama sehingga terjadi partus
lama. Kondisi seperti ini dapat diikuti oleh retensio plasenta perdarahan postpartum.
Akibat status ekonomi yang kurang menyebabkan status gizi pada seseorang
buruk. Sedangkan kebutuhan nutrisi pada ibu hamil akan meningkat dibandingkan
dengan ibu yang tidak hamil. Status gizi yang buruk pada ibu hamil dengan defisiensi
multivitamin dapat menyebabkan anemia pada kehamilan sehingga meningkatkan
resiko terjadinya perdarahan post partum.

2. Bagaimana kriteria pendarahan massive? Anyi, indah


Jawab:
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL

setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal.
Klasifikasi pendarahan berdasarkan kehilangan darah :
i. Minor : kehilangan darah sekitar 500-1000ml
ii. Major : kehilangan darah > 1000 ml. Terbagi lagi kepada:
a. Moderate : kehilangan darah sebanyak 1000-2000ml
b. Severe : kehilangan darah >2000ml
3. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan obstetri? Indah alind
Jawab:
a. Status obstetricus / pemeriksaan khusus obstetric
1. Abdomen
- Inspeksi : membesar/tidak (pada kehamilan muda pembesaran abdomen
mungkin belum nyata).
- Palpasi : tentukan tinggi fundus uteri (pada kehamilan muda dilakukan
dengan palpasi bimanual dalam, dapat diperkirakan ukuran uterus pada
kehamilan lebih besar, tinggi fundus dapat diukur dengan pita ukuran
sentimeter, jarak antara fundus uteri dengan tepi atas simfisis os pubis).
- Pemeriksaan palpasi Leopold dilakukan dengan sistematika :
a. Leopold I: Menentukan tinggi fundus dan meraba bagian janin yang di
fundus dengan kedua telapak tangan.
b. Leopold II: Kedua telapak tangan menekan uterus dari kiri-kanan, jari ke
arah kepala pasien, mencari sisi bagian besar (biasanya punggung) janin, atau
mungkin bagian keras bulat (kepala) janin.
c. Leopold III: Satu tangan meraba bagian janin apa yang terletak di bawah (di
atas simfisis) sementara tangan lainnya menahan fundus untuk fiksasi.
d. Leopold IV: Kedua tangan menekan bagian bawah uterus dari kiri-kanan,
jari ke arah kaki pasien, untuk konfirmasi bagian terbawah janin dan
menentukan apakah bagian tersebut sudah masuk / melewati pintu atas
panggul (biasanya dinyatakan dengan satuan x/5)
- Jika memungkinkan dalam palpasi diperkirakan juga taksiran berat janin
(meskipun kemungkinan kesalahan juga masih cukup besar). Pada kehamilan
aterm, perkiraan berat janin dapat menggunakan rumus cara Johnson-Tossec
yaitu : tinggi fundus (cm) (12/13/14)) x 155 gram.
- Auskultasi : dengan stetoskop kayu Laennec atau alat Doppler yang
ditempelkan di daerah punggung janin, dihitung frekuensi pada 5 detik
pertama, ketiga dan kelima, kemudian dijumlah dan dikalikan 4 untuk
memperoleh frekuensi satu menit. Sebenarnya pemeriksaan auskultasi yang
ideal adalah denyut jantung janin dihitung seluruhnya selama satu menit.Batas
frekuensi denyut jantung janin normal adalah 120-160 denyut per menit.
Takikardi menunjukkan adanya reaksi kompensasi terhadap beban / stress
pada janin (fetal stress), sementara bradikardi menunjukkan kegagalan
kompensasi beban / stress pada janin (fetal distress/gawat janin).

2. Genitalia eksterna
- Inspeksi luar : keadaan vulva / uretra, ada tidaknya tanda radang, luka /
perdarahan, discharge, kelainan lainnya. Labia dipisahkan dengan dua jari
pemeriksa untuk inspeksi lebih jelas. Inspeksi dalam menggunakan spekulum
(in speculo) : Labia dipisahkan dengan dua jari pemeriksa, alat spekulum
Cusco (cocorbebek) dimasukkan ke vagina dengan bilah vertikal kemudian di
dalam liang vagina diputar 90o sehingga horisontal, lalu dibuka. Deskripsi
keadaan porsio serviks (permukaan, warna), keadaan ostium, ada/tidaknya
darah/cairan/ discharge di forniks, dilihat keadaan dinding dalam vagina,
ada/tidak tumor, tanda radang atau kelainan lainnya. Spekulum ditutup
horisontal, diputar vertikal dan dikeluarkan dari vagina.

3. Genitalia interna
- Palpasi : colok vaginal (vaginal touch) dengan dua jari sebelah tangan dan
BIMANUAL dengan tangan lain menekan fundus dari luar abdomen.
Ditentukan konsistensi, tebal, arah dan ada/tidaknya pembukaan serviks.
Diperiksa ada/tidak kelainan uterus dan adneksa yang dapat ditemukan.
Ditentukan bagian terbawah. Pada pemeriksaan di atas 34-36 minggu
dilakukan perhitungan pelvimetri klinik untuk memperkirakan ada/tidaknya
disproporsi fetopelvik/sefalopelvik.

4. Bagaimana patofisilogi kasus ini? Indah , alind


Jawab:
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana. Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium
untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh,
melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Hal
ini menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempura sehinga pedarahan terjadi
terus menerus. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang
terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas
keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan
bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca
persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh
pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan
sehinggatiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus,
denganadanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan
menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan
menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan
5. Bagaimana prognosis kasus ini ? afif , indah
Jawab:
Prognosis perdarahan postpartum biasanya baik, jika pengobatan yang tepat
diberikan kepada pasien. Prognosis juga tergantung pada penyebab dari PPH, durasi
perdarahan, jumlah kehilangan darah, kondisi komorbid pasien, dan efektivitas
pengobatan. Jika penanangan yang tepat lambat diberikan, komplikasi dapat timbul.
Apabila terlalu banyak perdarahan yang terjadi, mungkin berakibat fatal bagi pasien.

LEARNING ISSUE
Retensio plasenta

A. Pengertian
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir
dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta)
merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau
perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi
dalam 6-10 hari pasca persalinan. Menurut Sarwono Prawirohardjo : Retensio
plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu
30 menit setelah bayi lahir.

B. Jenis retensio plasenta :


1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/memasuki miometrium.
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus .
5. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstruksi ostium uteri.

C. Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena :


1. plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau
2. plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas
sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva);
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum
(plasenta akreta-perkreta).
c. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

D. Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20
cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya
plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang
amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta
sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang
berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua
basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang
berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate,
pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales
dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin,
mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2,
membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

E. Etiologi
Etiologi dasar meliputi :
a. Faktor maternal:
1. Gravida berusia lanjut
2. Multiparitas
b. Faktor uterus:
1. Bekas section caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
2. Bekas pembedahan uterus
3. Anorralidan uterus
4. Tidak efektif kontraksi uterus
5. Pembentukan kontraksi ringan
6. Bekas curettage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
7. Bekas pengeluaran plasenta secara manual
8. Bekas endometritis
c. Faktor plasenta
1. Plasenta previa
2. Implantasi corneal
3. Plasenta akreta
4. Kelainan bentuk plasenta

F. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan
pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus
berada di antara serat- serat oto miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala
tiga persalinan.
Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya
dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya
plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya
sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul
di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan
plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan
normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan
ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran
darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat,
uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun
masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang
diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian
bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi
ini oleh adanya tekanan inter- abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam
posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan.
Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala
tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi
uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat

G. Gejala Klinis
1. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat
multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana
plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi
dilahirkan.
2. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis
servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :


1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan
dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa;
implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi
yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga
dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian
anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan
perfusi organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak
selanjutnya

J. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan
sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat
penting.

K. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT)
dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan
Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

L. Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada
miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
M. Pencegahan
1. Pencegahan resiko plasenta adalah dengan cara mempercepat proses separasi dan
melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan
melakukan penegangan talipusat terkendali. Usaha ini disebut juga
penatalaksanaan aktif kala III
2. Mengamati dan melihat kontraksi uterus.

N. Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan tinggi,
versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat
putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian
obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

Proverawati, Atikah. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha
MedikaJa Proverawati, Atikah. 2010. Nutrisi Janin dan Ibu Hamil. Yogyakarta : Nuha
Medika

Tintinalli JE, Kelen GD, Stapczynski JS. Gynecology and Obstetrics: Post Partum
Hemorrhage. In:Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 6th Ed. New
York: McGraw Hill; 2004;682.

Uterine atony, in Williams Obstetrics E-book., 23rd Ed, The McGraw-Hill comp.

Anda mungkin juga menyukai