Anda di halaman 1dari 3

Perawatan gigi untuk anak-anak dengan ASD dan ADHD bisa menjadi tantangan karena

mereka sering merasa gelisah dengan lingkungan di tempar praktek dokter gigi. Dokter gigi
harus melakukan penyesuaian dalam praktik klinik dan melakukan manajemen perilaku untuk
memenuhi kebutuhan khusus pasien dengan ASD / ADHD. Penelitian menunjukkan bahwa
kegelisahan untuk pemeriksaan gigi menjadi penyebab utama kunjungan gigi yang tidak
lengkap dan tidak kooperatif pada anak-anak ADHD dan ASD. Saat ini, tidak ada penelitian
berskala besar yang dilakukan pada prevalensi kecemasan pada anak-anak dengan ASD atau
ADHD. Studi menunjukkan bahwa 11% dan 84% anak-anak dengan ASD mengalami gangguan
kecemasan termasuk fobia sederhana, gangguan kecemasan sosial, gangguan obsesif-
kompulsif, dan gangguan kecemasan akan dipisahkan. Prevalensi gangguan kecemasan pada
anak-anak dengan ADHD berkisar antara 20-34% (The MTA Cooperative Group, 1999). Selain
itu, kelompok anak-anak ini mungkin menghadapi masalah dalam berkomunikasi mengenai
apa yang mereka butuhkan ketika cemas.

Selain kecemasan, anak dengan ASD/ADHD juga memiliki beberapa hambatan untuk
melakukan perawatan gigi diantaranya adalah masalah keluarga, transportasi, ekonimi,
budaya, bahasa dan perilaku. Ketidakmampuan pasien untuk menerima perawatan gigi dan
adanya kecacatan intelektual atau keterlambatan perkembangan mungkin akan mempersulit
penghalang perawatan gigi yang dilakukan. Keterlibatan dari hambatan ini adalah kesehatan
mulut yang buruk dapat terjadi, dan seringkali ada penundaan dalam perawatan gigi
meskipun dalam keadaan darurat. Dalam kasus ini anak dengan ASD/ADHD sudah mengalami
keterlambatan selama 2 tahun untuk melakukan aklimatisasi demi pencegahan karies gigi.

Literatur mengenai karies gigi pada anak-anak dengan ASD dan ADHD tetap tidak meyakinkan.
Beberapa penelitian telah menunjukkan nilai DMF / DMFS yang lebih tinggi pada anak-anak
ini, sementara yang lain tidak menunjukkan perbedaan. Fungsi kognitif yang berkurang,
hipersensitivitas sensorik (rangsangan visual, pendengaran, penciuman atau gustatory) dan
keterampilan motorik terbatas pada beberapa anak dengan kelainan ini dikaitkan dengan
kesulitan perawatan mulut seperti keengganan untuk menggunakan pasta gigi, kebersihan
mulut yang buruk, gingivitis dan / atau masalah periodontal. Selanjutnya, penggunaan obat-
obatan (yang dapat menyebabkan xerostomia atau pola makan berlebihan), diet selektif, dan
praktik kebersihan mulut yang buruk merupakan faktor risiko karies gigi. Beberapa penelitian
juga menunjukkan prevalensi bruxism yang tinggi dan tingkat trauma gigi lebih tinggi pada
anak-anak dan orang dewasa dengan ASD.

Seorang dokter gigi wajib untuk memahami tantangan tertentu sehingga mereka dapat
memberikan dukungan untuk memungkinkan penanganan pada saat seseorang melakukan
control gigi. Agar perawatan gigi berhasil, orang tua / pengasuh harus mendapat informasi
tentang tujuan kunjungan tersebut, dan bersedia membawa anak tersebut untuk beberapa
kali pertemuan. Durasi perawatan harus singkat, dan orang yang merawat harus orang yang
sama dengan sebelumnya, agar anak terbiasa dengan rutinitas dan lingkungan di klinik dokter
gigi.Banyak penelitian mengevaluasi penggunaan pengenalan cerita sosial di tempat
perawatan gigi pada anak-anak dengan ASD. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan
kerjasama anak-anak dengan ASD dengan penggunaan cerita sosial yang menjelaskan setiap
langkah pemeriksaan gigi. Dengan demikian pengenalan sebuah cerita sosial dan penerapan
strategi manajemen perilaku dapat membantu anak-anak menuju perilaku yang sesuai pada
saat perawatan gigi.
Strategi manajemen perilaku standar seperti tell-show-do, pengamatan langsung
(menggunakan cermin tangan), distraksi, dan kontrol suara mungkin tidak berhasil pada anak-
anak ini. Operator harus efisien saat merawat anak-anak ini, membiarkan jeda kecil selama
perawatan, memberikan instruksi yang jelas, sederhana dan konsisten, dan mendorong anak
untuk tetap fokus pada perawatan tersebut. Dalam kasus ini, KH merespon dengan baik dan
teknik tell-show-do dimodifikasi dengan menekankan aspek "pertunjukan" dan "melakukan",
dan membatasi penjelasan lisan. Banyak anak dengan ADHD menggunakan methylphenidate
untuk mengatur perilaku mereka, dan dengan demikian waktu perawatan gigi biasanya
dipertimbangkan pada pagi hari. Setiap gangguan harus dihindari selama perawatan, dan
lingkungan operasi gigi harus tenang, staf harus sedikit, dan seperti yang telah disebutkan,
bila memungkinkan, staf yang sama untuk semua pertemuan.Manajemen perilaku yang dapat
digunakan untuk pasien ini dapat dilihat pada Tabel 3

Tergantung pada usia, tingkat kecemasan, tingkat kerjasama dan tingkat perawatan gigi yang
dibutuhkan oleh pasien, penggunaan obat penenang dan anestesi umum harus
dipertimbangkan dalam perencanaan pengobatan. Dalam kasus KH, penggunaan anestesi
umum dianggap tepat untuk aspek pengobatan yang lebih kompleks. Hal ini mungkin
membantu mempertahankan respons positif terhadap perawatan gigi dengan menghindari
kegelisahan pada anak.

Pasien yang didiagnosis dengan ASD dan ADHD akan lebih baik apabila memulai pengenalan
awal ke klinik gigi dengan perencanaan de-sensitisasi yang direncanakan dengan hati-hati dan
menggunakan cerita sosial. Untuk membantu perawatanyang santai, akan sangat membantu
jika anak diizinkan membawa barang nyaman seperti mainan (yang lembut) atau gadget
elektronik. Pada perawatan awal, tingkat kemampuan intelektual dan kognitif anak harus
diketahui untuk membuat rencana pengelolaan berdasarkan kebutuhan perawatan gigi.
Penilaian risiko karies awal dan strategi pengurangan karies sangat penting dalam
meminimalkan kebutuhan perawatan kesehatan pasien khusus. Dalam laporan kasus ini, diet
lunak terbatas, kebersihan mulut yang buruk, dan kurangnya akses terhadap fluoride
merupakan faktor risiko karies gigi. Meski diet tidak berubah pada saat KH terlihat, bekerja
sama dengan keluarga untuk memperbaiki kebersihan mulut, dan meningkatkan paparan
fluorida dengan menggunakan pernis fluorida dua kali setahun telah dilakukan. Pemanfaatan
strategi manajemen perilaku, di samping pengaruh orang tua yang sangat mendukung akan
meningkatkan keterampilan mengatasi anak di klinik dokter gigi.

Seiring dengan bertambahnya jumlah anak yang teridentifikasi dengan ASD dan ADHD,
diperlukan manajemen dental dan oral yang lebih cepat. Dokter gigi mungkin berhubungan
dengan berbagai kondisi yang membutuhkan perawatan gigi, dan mereka menghadapi
banyak tantangan saat mengelola pasien dengan ASD dan ADHA. Memahami tantangan yang
terkait dengan manajemen gigi dan pemanfaatan teknik pengelolaan perilaku yang tepat
dapat menghasilkan pendekatan pengobatan yang efektif. Laporan saat ini mencerminkan
penggunaan yang tepat dari teknik manajemen perilaku yang menghasilkan penerimaan yang
lebih baik untuk perawatan gigi terhadap pasien yang sangat menantang.

Anda mungkin juga menyukai