Abdulsalam (2002) menyatakan bahwa gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi
tidak spesifik. Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
yaitu penurunan kadar feritin/saturasi transferin serum dan kadar besi serum. Gejala klinis pada
anemia defisiensi besi terjadi secara bertahap. Kekurangan zat besi di dalam otot jantung
menyebabkan terjadinya gangguan kontraktilitas otot organ tersebut.
Pasien anemia defisiensi besi akan menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin yang
biasanya disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi triodotiroksin. Penemuan ini
dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan perhatian yang berkurang,
sehingga menurunkan prestasi belajar pada kasus anemia defisiensi besi. (Abdulsalam, 2002).
Anak yang menderita anemia defisiensi besi lebih mudah terserang infeksi karena defisiensi
besi dapat menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan berkurangnya sel limfosit T yang
penting untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Perilaku yang aneh berupa pika, yaitu gemar
makan atau mengunyah benda tertentu antara lain kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi, es dan
lain lain, timbul sebagai akibat adanya rasa kurang nyaman di mulut. Rasa kurang nyaman ini
disebabkan karena enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut yang
mengandung besi berkurang. Dampak kekurangan besi tampak pula pada kuku berupa
permukaan yang kasar, mudah terkelupas dan mudah patah. Bentuk kuku seperti sendok
(spoon-shaped nails) yang juga disebut sebagai kolonikia terdapat pada 5,5% kasus anemia
defisiensi besi. (Jandl, 1987).
Kekurangan zat besi pada saluran pencernaan dapat menyebabkan gangguan dalam proses
epitialisasi. Lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya papil lidah
pada keadaan anemia defisiensi besi berat. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan
ditemui gastritis pada 75% kasus anemia defisiensi besi. (Lee, 1999).
Akibat
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan yang telah terjadi tidak dapat kembali
normal walaupun keadaan anemia defisiensi besi telah teratasi. Hal ini menunjukkan bahwa
anemia defisiensi besi yang terjadi pada fase kritis pertumbuhan dan perkembangan otak
menimbulkan kelainan permanen. Sebuah follow up study yang dilakukan Puslitbang Gizi
Bogor menunjukkan IQ anak yang mengalami anemia lebih rendah 11,34 poin dari anak yang
tidak menderita anemia. Penelitian di beberapa negara juga menunjukkan derajat defisit IQ
yang bervariasi, tetapi sedikitnya ada defisit sekitar 15 poin IQ. (Khaidir, 2007).
Soeswondo dkk. (1989) melaporkan perubahan proses kognitif yang berhubungan dengan daya
konsentrasi visual dan proses belajar pada anak dengan anemia defisiensi besi. Sherrif, dkk.
(2001) melaporkan penurunan skor lokomotor anak usai 18 bulan yang mengalami anemia
defisiensi besi sejak usia 8 bulan. (Sekartini, dkk., 2005).
- Perubahan kulit
- Penurunan hematokrit
2) Anemia makrositik
- Neurologi
- Gangguan kepribadian
1. Perdarahan akut
2. Perdarahan kronik
- Kadar Hb menurun
4) Anemia aplastik
- Tampak pucat
- Lemah
- Demam
- Purpura
- Perdarahan
- Ikterus
-Splenomegali
Berdasarkan manifestasi klinis di atas dapat ditarik kesimpulan tanda dan gejala anemia secara
umum.
a). Tanda-tanda
- Pucat
- Takikardia
- Perdarahan
- Penonjolan retina
- Demam ringan
b). Gejala
- Palpitasi, angina
- Hilangnya lipidos
4. Anemis hemolitik
Tanda-tanda hemolisis antara lain ikterus dan spenomegali.
5. Anemia aplastik
Paster tampak pucat, lemah, mungkin timbul demam, purpura dan perdarahan.
Sudoyo, Aru W.(2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.Edisi IV.Jakarta : FKUI
Mansjoer, Arif, Triyanti, Kuspuji dkk.(2000).Kapita Selekta Kedokteran.Jilid II. Jakarta : EGC
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Pemberian preparat Fe :
a) Fero sulfat 3 x 3,25 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat dimulai
dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap ada pasien yang tidak kuat dapat
diberikan bersama makanan.
b) Fero Glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi
terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat
diberikan oral, dapat diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kg
BB). Untuk tiap gram % penurun kadar Hb di bawah normal.
Terapi terutama ditunjukkan pada penyakit dasarnya. Pada anemia yang mengancam
nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi
besi tidak diindikasikan kecuali untuk mengatasi anemia pada artritis rheumatoid.
Pemberian kobalt dan eritropoetin dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit
kronik.
b. Anemia Makrositik
1) Defisiensi Vitamin B12/Pernisiosa
a) Mengatasi perdarahan
b) Mengatasi renjatan dengan transfusi darah atau pemberian cairan perinfus
2) Perdarahan Kronik
b) Pemberian preparat Fe
d. Anemia Hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena
reaksi toksik imunologik yang dapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison,
prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi apabila keduanya tidak berhasil dapat
diberikan obat-obat glostatik, seperti klorobusil dan siklophosfamit.
e. Anemia Aplastik
Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang disesuaikan dengan etiologi dari
anemianya.
Berbagai teknik pengobatan dapat dilakukanm seperti :
1) Transfusi darah, sebaiknya diberikan packed red cell. Bila diperlukan trombosit,
berikan darah segar/platelet concencrate.
2) Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik, dan higiene yang baik perlu untuk
mencegah timbulnya infeksi.