Anda di halaman 1dari 15

Nama : Iin Novita Sari

Nim : 151811913049

Kelas : 4A-LA

1. Rangkuman artikel trauma kepala


A. Jurnal 1
 Latar Belakang : Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama
dikalangan usia produktif khususnya dinegara berkembang. Cedera kepala
adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai
kepala yang mengakibatkan luka kulit kepala, fraktur tulang tengkorak,robekan
selaput tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiriserta mengakibatkan gangguan neorologis (Miranda, 2014)
 Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan respon time
tindakan keperawatan dengan penanganan cedera kepala kategori 1, 2, 3 di IGD
RSUD sawerigading kota palopo. Desain penelitian menggunakan cross sectional
study.Jumlah sampel 30 orang. Pengambilan sampel menggunakan total
sampling. Instrument penelitian berupa lembar observasi dan
stopwatch.Pengolahan data menggunakan SPSS versi. 2.0.
 Metode : Desain penelitian adalah pedoman atau prosedur serta teknik dalam
perencanaan penelitian yang berguna sebagai panduan untuk membangun
strategi yang menghasilkan model penelitian. Metode penelitian kuantitatif
dengan rancangan observasional analitik ini menggunakan pendekatan Cross
Sectional populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perawat
yang bekerja di IGD RSU sawerigading kota palopo sebanyak 30 orang perawat,
Sampel dalam penelitian ini 30 orang perawat yaitu semua perawat yang
bertugas di ruang instalasi gawat darurat. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan instrumen berupa lembaran observasi.Respon time (Waktu
tanggap) gawat darurat merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien
tiba didepan pintu rumah sakit sampai mendapat respon dari petugas
 Hasil penelitian : Hasil penelitian menunjukkan 30 responden sebanyak 26
responden (86,7%) terdapat penanganan cedera kepala dengan kategori ringan 9
(30%), sedang 9 (30%) dan 8 (26,7%) dengan waktu tanggap tepat.Sedangkan 4
responden (13,3%) terdapat penanganan cedera kepala dengan kategori Ringan
dengan Respon time tidak tepat karena waktu respon time menurut
(Kepmenkes, 2009) satu prinsip umumnya tentang penanganan pasien gawat
darurat yang harus ditangani paling lama 5 ( lima) menit setelah sampai di IGD
Dihitung dari mulai pasien sampai dipintu IGD dengan mendapat respon perawat
melakukan triase lalu melakukan tindakan keperawatan. Hasil uji statistic
menggunakan uji chi square menunjukkan nilai p-value = 0,049 lebih kecil dari α
= 0,05 yang artinya terdapat hubungan Respon Time tindakan keperawatan
dengan penanganan cedera kepala kategori 1, 2, 3.
 Pelaksanaan : Penelitian dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa
lembaran observasi.Respon time (Waktu tanggap) gawat darurat merupakan
gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba didepan pintu rumah sakit sampai
mendapat respon dari petugas.(Haryatun, 2008) dalam (Eko Widodo,
2015).Maka pencatatan dilanjutkan sesuai format yang ada. Untuk menghindari
hilangnya data waktu yang overlaping maka dipakai penunjuk waktu dan
pencatat waktu berupa jam dengan memakai waktu Indonesia bagian barat
sebagai dasar perhitungannya.

B. Jurnal 2
 Latar Belakang : Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan
atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
(Wijaya & Putri, 2013). Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak,
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di
antara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil
kecelakaan jalan raya.
 Tujuan : untuk mengetahui pengaruh oksigenasi nasal prong terhadap nilai
saturasi oksigen pasien cedera kepala di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
 Metodologi : Penelitian ini menggunakan metode Quasi eksperimen atau
eksperimen semu dengan rancangan Time Series.Waktu penelitian dilakukan
pada tanggal 17 November 2016 – 09 Desember 2016. Populasi dalam penelitian
ini adalah pasien cedera kepala Commotio cerebri (cedera kepala ringan sampai
sedang) yang mendapatkan perawatan di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado yang berjumlah 127 orang. Teknik pengambilan sampel
menggunakan non probability sampling yaitu consecutive sampling. Jumlah
sampel untuk penelitian ini sebanyak 16 orang. Instrumen yang digunakan untuk
intervensi penelitian adalah untuk pengukuran nilai saturasi oksigen
menggunakan alat pulse oxymetri. Sedangkan instrumen pengumpulan data nilai
saturasi oksigen berupa lembar observasi.

 Hasil penelitian: Dari hasil analisa menggunakan uji t paired sample untuk rata-
rata saturasi oksigen sebelum dan sebelum dan sesudah diberikan oksigenasi
nasal prong selama 10 menit pertama dan rata-rata saturasi oksigen 10 menit
pertama dan 10 menit kedua didapat nilai P value yang sama yaitu 0,000 dimana
P value < α (0,05). Rata-rata saturasi oksigen antara 10 menit kedua dan 10
ketiga didapat P value 0,005 dimana P value < α (0,05). Berdasarkan analisa
menggunakan uji t paired sample pada variabel-variabel tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi oksigenasi nasal prong terhadap
perubahan saturasi oksigen pasien cedera kepala
 Pelaksanaan : Data diambil dari hasil pemeriksaan saturasi oksigen menggunakan
pulse oxymetri. Pada kelompok intervensi sebelum dilakukan pemasangan
oksigen menggunakan nasal prong atau nasal kanul dilakukan pemeriksaan
saturasi oksigen terlebih dahulu, kemudian dilakukan pemasangan oksigen
menggunakan nasal prong atau nasal kanul setelahnya dilakukan pemeriksaan
saturasi oksigen lagi. Untuk pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada
10 menit pertama, 10 menit kedua dan 10 menit berikutnya. Hal ini dilakukan
untuk melihat perubahan saturasi oksigen pasien cedera kepala selama 30 menit
setelah diberikan oksigen nasal prong. Pada pemeriksaan saturasi oksigen untuk
melihat berapa persen jumlah saturasi oksigen pasien.
C. Jurnal 3
 Latar Belakang : Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih
kompleksbila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini
disebabkan karena pembuluh darah dan tulang. Pasien cedera kepalaakan
mengalami peningkatan tekanan intra kranial yang disebabkan oleh adanya
oedema cerebri (pembengkakan otak). Peningkatan tekanan intra kranial ini
akan menyebabkan terjadinya hipoksia karena berkurangnya suplai O2 ke otak.
Bila terjadi dalam waktu lama maka dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak
secara permanen dan tidak bisa pulih kembali karena sel otak merupakan sel
yang tidak mampu mengalami regenerasi apabila terjadi kerusakan (Tsao &
Moore, 2010; Qureshi et al., 2013).
 Tujuan : peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan faktor tingkat
kesadaran pasien, jenis profesi kesehatan yang merujuk, persetujuan tindakan
rujukan, tingkat pendidikan, pelatihan kegawatdaruratan, pengalaman
melakukan rujukan, pendampingan saat merujuk, jarak rujukan, waktu yang
ditempuh, peralatan dan obatobatan gawat darurat dengan outcome pasien
cedera kepala yang dirujuk di IGD RSUDdr. Iskak Tulungagung melalui
pendekatan model interpersonal nursing Heldegrad E. Peplau.
 Metode : Rancangan penelitian adalah analitik komparatif dengan pendekatan
cross-sectional, terhadap 78 responden dengan menggunakan purposive
sampling. Pada penelitian ini sampel diambil dari perawat rumah sakit atau
puskesmas yang melakukan rujukan pasien cedera kepala ke IGD RSUD dr. Iskak
Tulungagung dengan kriteria inklusi sebagai berikut : 1) Bersedia menjadi
responden penelitian, 2). Tenaga kesehatan diinstansi pelayanan medis
(Puskesmas / Rumah Sakit lain) yangmendampingi proses rujukan pasien cedera
kepala, 3). Perawat yang mempunyai minimal sertifikat pelatihan BLS (Basic Life
Support) atau PPGD. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 5 Mei 2017 sampai
dengan 6 Juni 2017, bertempat di drope zone pasien di IGD RSUD dr. Iskak
Tulungagung. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner untuk variabel dependen
dan variabel independen. Analisa data yang digunakan penelitian ini adalah chi-
square untuk analisis bivariat, sedangkan untuk analisis multivariat
menggunakan regresi logistik.
 Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil penelitian analisis faktor yang berhubungan
dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk di IGD RSUD dr. Iskak
Tulungagung melalui pendekatan model interpersonal nursing Heldegrad E.
Peplau, dapat disimpulkan ; 1) Ada hubungan tingkat kesadaran pasiendengan
outcome pasien cedera kepala yang dirujuk. 2) Tidak ada hubungan jenis profesi
kesehatan yang merujuk dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk. 3)
Tidak ada hubungan persetujuan tindakan rujukan dengan outcome pasien
cedera kepala yang dirujuk. 4) Tidak ada hubungan tingkat pendidikan perawat
yang merujuk dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk. 5) Tidak ada
hubungan pelatihan gawat darurat yang diikuti perawat yang merujuk dengan
outcome pasien cedera kepala yang dirujuk. 6) Tidak ada hubunganpengalaman
perawat melakukan rujukan dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk.
7) Ada hubungan pendampingan perawat saat merujuk dengan outcome pasien
cedera kepala yang dirujuk. 8) Ada hubungan jarak wilayah kerja saat merujuk
dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk. 9) Ada hubungan waktu
yang digunakan untuk merujuk dengan outcome pasien cedera kepala yang
dirujuk. 10) Tidak ada hubungan peralatan dan obatobatan gawat darurat
dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk. 11) Faktor yang paling
berhubungan dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk di IGD RSUDdr.
Iskak Tulungagung melalui pendekatan model interpersonal nursingHeldegrad E.
Peplau adalah kondisi pasien, waktu yang digunakan untuk merujuk, jarak yang
ditempuh dan pendampingan saat merujuk pasien cedera kepala.
 Pelaksanaan : Pada penelitian ini sampel diambil dari perawat rumah sakit atau
puskesmas yang melakukan rujukan pasien cedera kepala ke IGD RSUD dr. Iskak
Tulungagung dengan kriteria inklusi sebagai berikut : 1) Bersedia menjadi
responden penelitian, 2). Tenaga kesehatan diinstansi pelayanan medis
(Puskesmas / Rumah Sakit lain) yang mendampingi proses rujukan pasie cedera
kepala, 3). Perawat yang mempunyai minimal sertifikat pelatihan BLS (Basic Life
Support) atau PPGD. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 5 Mei 2017 sampai
dengan 6 Juni 2017, bertempat di drope zone pasien di IGD RSUD dr. Iskak
Tulungagung. Setelah itu baru disimpulkan faktor apa saja yang berhubungan
setelah itu baru dilaksanakan.
D. Jurnal 4 :
 Latar Belakang : Manajemen nyeri atau pain management adalah satu bagian
dardisiplin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri
atau pain relief (Potter dan Perry cit Syamsiah dan Endang, 2015). Penanganan
nyeri bisa dilakukan secara farmakologi yaitu dengan pemberian analgesik dan
penenang. Sedangkan secara non farmakologi melalui distraksi, relaksasi,
kompres hangat atau dingin, aromaterapi, hypnotis, dll (Rezkiyah cit Yusrizal et al
2012).
 Tujuan : Tujuan dilakukan Studi Kasus yaitu untuk menganalisis Manajemen
Nyeri dalam Menurunkan Nyeri pada Asuhan Keperawatan Trauma : Cedera
Kepala Ringan (CKR).
 Metode : Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan case study
research (Studi kasus) yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Penelitian studi kasus ini dilakukan di
Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.Subjek studi
kasus ini adalah pasien yang dirawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat sejumlah 1
orang , dengan kriteria: bersedia menjadi partisipan, pasien mengeluhkan nyeri
ataumenunjukkan tanda objektif nyeri. Metode pengumpulan data yang dipakai
yaitu meliputi: observasi dan pemeriksaan, wawancara, metode pengukuran,
metode dokumentasi sedangkan instrumen yang digunakan dalam studi kasus
yaitu meliputi: lembar asuhan keperawatan Gadar, lembar
observasi/lembarperkembangan pasien nyeri dan SOP (standar operasional
prosedur).
 Hasil Penelitian : Hasil pengkajian didapatkan: pasien mengatakan nyeri kepala
setelah kecelakaan dengan nyeri saat bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk,
nyeri pada bagian kepala, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul. Dari hasil observasi,
pasien tampak menyeringai kesakitan dan pasien tampak memegangi kepala.
didapatkan hasil bahwa setelah dilakukan tindakan manajemen nyeri pada Ny. S
terdapat perubahan nyeri, yaitu pasien mengatakan nyeri kepala setelah
kecelakaan berkurang saat bergerak dan skala nyeri berkurang dari skala 5
menjadi skala 3. Secara objektif ekspresi wajah pasien tampak lebih rileks, hasil
pemeriksaan tandatanda vital yaitu tekanan darah : 120/80 mmHg, frekuensi
nafas 20x/menit, nadi: 88x/menit, suhu : 36,8°C. Hal ini menunjukkan bahwa
manajemen nyeri pada cedera kepala dapat menurunkan nyeri.
 Pelaksanaan : Aktifitas-aktifitas pada manajemen nyeri yang dapat dilakukan
antara lain : a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
faktor pencetus, b. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam (misalnya.,
farmakologi, nonfarmakologi) untuk memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai
dengan kebutuhan, c. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (seperti,
biofeedback, TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan antisipatif, terapi musik,
terapi bermain, terapi aktivitas, akupressur, aplikasi panas/dingin dan pijatan,
sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri; sebelum nyeri terjadi atau meningkat; dan bersamaan
dengan tindakan penurun rasa nyeri lainnya)
E. Jurnal 5
 Latar Belakang : Cedera kepala merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
krusial dan menyebabkan permasalahan sosial serta ekonomi di seluruh dunia.
Pada tahun 2013, terdapat sekitar 2,8 juta pasien dengan cedera kepala masuk
ke rumah sakit di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang meninggal,282.000
menjalani rawat inap, dan 2,5 juta pasien dirawat di Instalasi Gawat Darurat
(IGD). Tahun 2007-2013, tingkat kunjungan cedera kepala yang masuk ke IGD
meningkat sebesar 47%. Cedera kepala dapat meningkatkan angka kematian
dalam jangka anjang dan juga menurunkan angka harapan hidup. Hal ini
disebabkan karena cedera kepala dapat meningkatkan angka kejadian kejang,
gangguan tidur, penyakit neurodegeneratif, disrefulasi endokrin, gangguan
psikoatrik, disfungsi seksual, inkontinensia blader dan bowel, serta disregulasi
metabolik sistemik yang dapat menetap meskipun beberapa bulan bahkan
beberapa tahun pasca cedera kepala.
 Tujuan : Untuk mengetahui bagaimana efek manajemen hipotermi pada pasien
cedera kepala
 Metode: Tulisan ini merupakan tinjauan literature dari beberapa data base yaitu
Pubmed, EBSCO Host, Google scholar, dan Web of Science. Penelusuran artikel
dibatasi pada tahun 2007sampai dengan tahun 2018 dengan menggunakan kata
kunci “cedera kepala”, “manajemen hipotermia”, “hipotermia pada cedera
kepala
 Hasil Penelitian : Manajemen hipotermia pada pasien cedera kepala dapat
berefek mengurangi kebutuhan metabolik, cerebral metabolic rate for oxygen
(CMRO2), eksitotoksisitas, menurunkan pelepasan glutamat,
menurunkanpembentukan radikal bebas, mengurangi pembentukan edema,
stabilisasi membran, memelihara adenosine triphosphate (ATP), menurunka
influx Ca, dan tekanan intrakranial. Sehingga dapat mengurangi kerusakan otak
dan risiko kematian
 Pelaksanaan : Surface cooling merupakan salah satu intervensi yang dapat
dilakukan pada pasien cidera kepala, satu penelitian randomized controlled trial
yang bertujuan menilai keefektifan surface cooling dengan kompres dingin untuk
menurunkan suhu tubuh pasien cidera kepala. Penelitian dilakukan pada pada 47
pasien cidera kepala dengan terpasang ventilator, kompres dingin dilakukan
selama 3 jam, hasil penelitian menunjukan Surface cooling dengan kompres
dingin efektif menurunkan suhu tubuh pasien. . Sebuah penelitian
lainmenjelaskan bahwa surface cooling dengan target suhu 32-34 0C efektif
kerusakan otak.
2. Rangkuman artikel trauma dada
A. Jurnal 1
 Latar Belakang : Kegagalan untuk mengobati cedera dada tumpul secara tepat
waktu dengananalgesia yang cukup, fisioterapi dan dukungan pernapasan, sering
menyebabkan komplikasi seperti pneumonia dan gagal napas.Komplikasi ini
dapat menyebabkan kerusakan paru jangka panjang atau kematian, penundaan
pemulihan dan peningkatan penggunaan sumber daya secara signifikan. Fraktur
tulang rusuk dilaporkan sebagai klinis paling umum fraktur pada orang tua (≥65
tahun) dan demografis ini adalah yang paling berisiko mengalami morbiditas
terkait fraktur tulang rusuk.
 Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah
implementasi ChIP meningkatkan hasil klinis dan pemberian layanan kesehatan
 Metode : Ini adalah penelitian kohort retrospektif sebelum-setelah dilakukan di
Rumah Sakit St George, Trauma Centre Level 1 dengan 600 tempat tidur di Syd
ney, Australia, antara Agustus 2010 dan November 2014. The studi mematuhi
Pernyataan Nasional tentang Perilaku Manusia. Penelitian oleh Dewan Riset
Kesehatan dan Medis Nasional Indonesia Australia dan disetujui oleh South
Eastern Sydney Local Komite Etika Penelitian Manusia Bidang Kesehatan. Di
sebelumnya studi pada pasien dengan trauma toraks tumpul di St George Hospi
tal tingkat komplikasi adalah 24%. Dengan daya 80% untuk mendeteksiminimum
pengurangan klinis yang penting dalam komplikasi 10%, di tingkat alfa 0,05,
minimal 240 peserta diperlukan di setiap lengan penelitian. Ada 546 peserta
yang dimasukkan dalam penelitian ini, 273 dalam sebelum kohort CHIP dan 273
di kohort setelah ChIP. Secara keseluruhan, itu kohort penelitian adalah populasi
lansia (usia rata-rata kohort CHIP sebelumnya adalah 82 tahun (kisaran
interkuartil: 71-88) dan dari kohort setelah-ChIP adalah 81 tahun (kisaran
interkuartil: 70-87)) dengan jatuh dari berdiri penyebab paling umum cedera.
 Hasil Penelitian: Intervensi ChIP adalah aktivasi awal berdasarkan buktiprotokol
diperkenalkan untuk mempercepat perawatan pasien dengan dada
tumpultrauma. ChIP mengurangi kejadian pneumonia dan membaiknya
pelayanan kesehatan.
 Pelaksanaan: Setiap anggota tim ChIP (atau delegasi setelah jam kerja) menerima
pesan melalui pager pribadi mereka dan diharuskan untuk merespons dalam 60
menit. ChIP dapat diaktifkan 24 jam sehari, 7 hari seminggu oleh perawat darurat
atau staf medis. Intervensi awal termasuk insentif spirometri, cabang hidung
aliran tinggi oksigen (HFNP), analgesia multimoda termasuk terkontrol pasien
analgesia (PCA) seperti yang ditunjukkan. Pasien kemudian dirawat di rumah
sakit ruang perawatan yang sesuai di bawah layanan trauma, atau tim bedah
umum setelah jam kerja dengan transfer ke trauma pada hari berikutnya.
Layanan trauma mengoordinasikan perawatan multidisiplin, melibatkan tim
khusus seperti perawatan intensif, bedah kardiotoraks dan perawatan lansia
sesuai kebutuhan [15]. Setelah pengenalan ChIP, Semua pasien yang menerima
panggilan ChIP dimasukkan ke dalam trauma registrasi. Peserta Pasien
memenuhi syarat untuk dimasukkan jika mereka berusia 18 tahun atau lebih tua
dan dirawat di lokasi penelitian dengan dada tumpul terisolasi trauma, misalnya
patah tulang rusuk atau sternum, memar dinding dada
B. Jurnal 2
 Latar Belakang : Trauma toraks menyebabkan 20% dari semua kematian akibat
trauma.1 Pasien yang mengalami trauma toraks ringan maupun berat, angka
mortalitasnya mencapai 18,72%. Kondisi klinis tertinggi lain adalah fraktur kosta
tunggal maupun multipel (33,3%), kontusio paru (15,5%) dan pneumotoraks
(10%). Fraktur kosta terberat adalah flail chest, 60,8% membutuhkan bantuan
ventilasi mekanik, signifikan pada pasien dengan Injury Severity Score (ISS) yang
lebih tinggi dibanding pasien flail chest tanpa ventilasi mekanik.3 Mortalitas bisa
terjadi pada pasien yang mengalami komplikasi sepsis, pada pasien yang disertai
perdarahan intrakranial.3 Oleh karena itu, prognosa pasien dapat dilihat dari
kecepatan penyapihan ventilasi mekanik. Pada pasien flail chest, penyebab lama
penyapihan karena ketidakstabilan dinding dada.
 Tujuan : penulis mengharapkan dapat menjadikan pembelajaran dalam pola
penanganan trauma toraks dan evaluasi adanya trauma sternum.
 Metod : penelitian ini menggunakan studi kasus yaitu kasus 1 dan 2,Seorang laki-
laki, Tn A, 24 tahun, 55 kg mengalami kecelakaan motor akibat bertabrakan
dengan motor kecepatan tinggi, terlempar 4 meter. Pasien dibawa ke RS
setempat dalam keadaan tekanan darah 50 mmHg palpasi. Dilakukan resusitasi
cairan hingga 3000 ml dan darah 350 ml. Dan pada kasus 2 Tn S, laki-laki 28
tahun, 60 kg, mengalami kecelakaan motor tunggal menabrak tiang. Terdapat
riwayat pingsan tanpa disertai amnesia.
 Hasil Penelitian : Pada kasus pertama pasien telah ditangani sesusai urutan
kegawat daruratan. Adanya Flail chest dilakukan fiksasi internal dengan ventilasi
mekanik. Dari review sistematik menunjukkan, tidak semua fraktur sternum
harus dilakukan fiksasi eksternal, karena posisi fraktur yang cenderung
imobilisasi ,dan dapat menyatu dengan sendirinya.4Keadaan berbeda bila
kondisi fraktur tidak stabil dan tidak dapat dilakukan penyapihan, maka fraktur
dilakukan fiksasi eksternal, dengan adanya pernafasan paradoksal maka sulit
dilakukan penyapihan.
 Pelaksanaan : Fraktur sternum jarang didapatkan pada trauma toraks namun
seringkali menjadi jebakan yang terlewatkan dalam diagnostik dan
tatalaksananya. Perhatian khusus atas kecurigaan fraktur sternum diindikasikan
bila pasien mengalami riwayat trauma hebat, trauma toraks di anterior dengan
atau tanpa fraktur kosta, flail chest yang tidak dapat dijelaskan mdari foto toraks
antero-posterior. Pemeriksaan diagnostik yang memiliki keakuratan tinggi adalah
dengan foto toraks lateral. Ultrasonografi dapat menjadi alternatif cepat dan
mudah bila pasien tidak memungkinkan untuk diposisikan lateral atau
ditransportasikanmisalnya pada kondisi hemodinamik yang tidak stabil. Dengan
diagnostik dini yang diikuti fiksasi eksternal dini akan menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas pada pasien fraktur sternum.
C. Jurnal 3
 Latar belakang : Trauma toraks merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas
yang signifikan. Kesulitan penanganan pasien dengan trauma tumpul toraks
disebabkan keterlambatan terdeteksinya acute respiratory distress syndrome
(ARDS). Thorax trauma severity score (TTSS) yang diperkenalkan oleh Pape dkk
pada tahun 2000 mencakup usia, parameter fisiologik, dan penilaian radiologik
toraks. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan TTSS dalam
memrediksi kejadian ARDS pada pasien dengan trauma tumpultoraks. Analisis
statistik menggunakan receiver operating characteristic (ROC) curve
 Tujuan : untuk menilai adanya kelainan fisiologik. Selanjutnya dilakukan
penilaian TTSS dan observasi selama 7 hari terhadap tanda-tanda terjadinya
ARDS.
 Metode: Jenis penelitian ini ialah deskriptif analitik dengan desain potong
lintang. Hasil penelitian ini dianalisis dengan uji diagnostik deskriptif sehingga
didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas TTSS.Subjek penelitian ialah pasien
yang berobat dengan trauma tumpul toraks yang berobat ke IRDB RSUP Prof. Dr
R. D. Kandou dengan kriteria inklusi pasien berusia ≥18 tahun, trauma tumpul
toraks tanpa trauma pada anggota tubuh yang lain. Kriteria eksklusi ialah trauma
tembus toraks, riwayat penyakit paru-paru (antara lain tuberkulosis paru), dan
trauma tumpul toraks dengan onset >24 jam.
 Hasil Penelitian : Pada penelitian ini, dari 50 pasien terdapat 9 (18%) yang
mengalami kontusio paru. ARDS terjadi pada 100% kasus kontusio paru setelah
selang waktu 24-48 jam. Hal ini dikarenakan produksi dan pelepasan mediator
pro inflamasi yang paling banyak pada fase awal trauma.Peningkatan pelepasan
mediator proinflamasi kemudian menginduksi infiltrasi neutrofil ke paru-paru
yang nantinya menyebabkan ARDS, yang sangat terkait dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas pada trauma tumpul toraks.
 Pelaksanaan : Thorax trauma severity score (TTSS)dapat menjadi alat diagnostik
dalam memrediksi kejadian ARDS pada kasus trauma tumpul toraks.
D. Jurnal 4
 Latar Belakang : Trauma toraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga
toraks atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding toraks
ataupun isi dari cavum horaks (rongga dada) yang disebabkan oleh benda tajam
atau tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada. Trauma toraks
merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur dibawah 35 tahun.
Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus kecelakaan
 Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang trauma
tumpul toraks non penetrans di IRDB RSU Prof Dr. R. D. Kandou Manado periode
Januari 2014-Juni 2016
 Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif
pada pasien trauma tumpul toraks non penetrans di Instalasi Rawat Darurat
Bedah RSU Prof. R. D. Kandou Manado. Subjek penelitian ialah semua data
rekam medik pasien trauma tumpul toraks non penetrans di IRDB RSU Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado periode Januari 2014-Juni 2016. Variabel penelitian yang
diteliti adalah tahun, usia, gender, etiologi, penanganan, dan hasil akhir.
 Hasil Penelitian : Berdasarkan data hasil penelitian,distribusi trauma tumpul
toraks non penetrans didapatkan mayoritas pasien trauma tumpul toraks non
penetrans berusiaantara 21-30 tahun sebanyak 10 orang (28,5 %), yang diikuti
dengan pasien yang berusia antara 11-20 tahun sebanyak 9 orang (25,7%),
kemudian 50 tahun ke atas sebanyak 7 orang (20%), kemudian antara 41-50
tahun sebanyak 5 orang (14,2%), kemudian antara 31-40 tahun sebanyak 3 orang
(8,5%), dan antara 0-10 tahun sebanyak 1 orang (2,8%). Hal ini ditunjang sesuai
data kepustakaan yang menyatakanbahwa trauma dada merupakan penyebab
kematian utama pada kelompok usia dibawah 35 tahun. Di Indonesia trauma
menjadi penyebab kematian utama pada kelompok usia 15-25 tahun.Dari data
hasil penelitian, distribusi trauma tumpul toraks non penetrans berdasarkan
gender, dari total 35 pasien, pada laki-laki didapatkan sebanyak 30 orang (85,7%)
dan pada perempuan sebanyak 5 orang (14,2%). Berdasarkan etiologi yang
paling sering terjadi, laki-laki memiliki risiko lebih tinggi mengalami KLL
dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan mobilitas jenis kelamin lakilaki
lebih tinggi daripada jenis kelamin perempuan di jalan raya dalam berkendara.
Selain itu jumlah pengguna sepeda motor lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
daripada perempuan
 Pelaksanaan : Dengan menggunakan studi ini maka Data pasien trauma tumpul
toraks nonpenetrans di IRDB RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari
2014 sampai Juni 2016 yang terbanyak pada tahun 2014 dan 2016 (37,1%) dan
yang paling sedikit tahun 2015 (25,7%). Mayoritas pasien berusia 21-30
tahun,berjenis kelamin laki-laki dengan penyebab kecelakaan lalu lintas dan
diberikan penanganan konservatif. Hasil akhir perawatan terbanyak trauma
tumpul toraks non penetrans yang didapat di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou
Manado yaitu tanpa komplikasi.
E. Jurnal 5
 Latar Belakang : Nyeri setelah cedera toraks memiliki dampak mendalam pada
pasien yang mengakibatkan peningkatan lama rawat inap dan biaya perawatan
di rumah sakit, dan penurunan kualitas hidup. Oleh karena itu, pemanfaatan
bukti mutakhir tentang manajemen nyeri yang sesuai dengan konteks perawatan
individu adalah penting.
 Tujuan : Untuk memeriksa efek dari program manajemen nyeri berbasis bukti
pada intensitas nyeri terburuk dan kapasitas vital paru di antara pasien trauma
dada akut yang dirawat di rumah sakit.
 Metode : Rancangan Desain adalah tindakan berulang dua kelompok.
Pengaturan unit trauma, sebuah rumah sakit universitas di Thailand selatan.
Peserta / Subjek 42 pasien trauma dada.Populasi penelitian termasuk 42 pasien
trauma dada yang dirawat di unit trauma. Dua puluh satu pasien trauma dada
yang memenuhi syarat secara berturut-turut ditugaskan ke dalam kelompok
intervensi dan kontrol. Dampak intervensi pada tingkat intensitas nyeri terburuk
dan kapasitas vital paru diukur sebelum pelaksanaan program dan selama 5 hari
pertama masuk
 Hasil Penelitian: Studi ini menemukan pengurangan yang signifikan dalam
intensitas nyeri terburuk dan peningkatan kapasitas vital paru di antara pasien
trauma dada pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol
(p <0,05).
 Pelaksanaan : Penggunaan program manajemen nyeri dapat menjadi intervensi
yang efektif, murah, dan berisiko rendah untuk peningkatan manajemen nyeri
dan rehabilitasi dada di antara pasien trauma dada.

Anda mungkin juga menyukai