Anda di halaman 1dari 152

SATUAN ACARA PENYULUHAN

UNTUK KLIEN DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Hari/tanggal : Senin, 16 April 2017


Waktu : 25 Menit
Tempat/ruang : Ruangan Sakura Kamar 01 RSUD A.W.Syahranie Samarinda
Sasaran : Ny. A
Pelaksana : Mahasiswa Akper Pemprov Kaltim
Topik : Nutrisi pada ibu hamil
Diagnosa Kep : Kurang pengetahuan Ny. A tentang Pentingnya
Nutrisi untuk Ibu hamil

A. Tujuan Penyuluhan
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) :
Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 30 menit, Ny.A dan keluarga
diharapkan akan dapat menjelaskan tentang pentingnya nutrisi bagi ibu hamil.

2. Tujuan intruksional khusus (TIK)


Setelah diberikan penkes selama 25 menit, diharapkan Ny.A dan keluarga akan
dapat :
a. Menjelaskan pengertian nutrisi
b. Menyebutkan kebutuhan nutrisi saat hamil
c. Menyebutkan tanda dan gejala kekurangan nutrisi pada ibu hamil
d. Menyebutkan pentingnya nutrisi untuk ibu hamil dan janin
B. Materi
1. Pokok Bahasan : Nutrisi pada ibu hamil
2. Sub Pokok Bahasan :
a. Pengertian Nutrisi
b. Kebutuhan Nutrisi Saat Hamil
c. Tanda dan gejala kekurangan nutrisi pada ibu hamil
d. Pentingnya Nutrisi Untuk Ibu Hamil Dan Janin

3
C. Metode : Ceramah, tanya jawab.
D. Media : Lembar balik dan Booklet
E. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM ) :
1. Pendahuluan
Pembukaan dan menjelaskan tujuan
2. Penyajian
Menjelaskan materi (sesuai TIK atau sub pokok bahasan )
3. Penutup
Merangkum dan melakukan evaluasi

Tahap Kegiatan Mengajar Kegiatan Sasaran

Pendahuluan 1. Membuka acara dengan 1. Menjawab salam dan


(5 menit) mengucapkan salam perkenalan. mendengarkan
2. Menyampaikan topik dan tujuan perkenalan.
penyuluhan kepada sasaran. 2. Mendengarkan
3. Kontrak waktu dengan sasaran. 3. Menyetujui kesepakatan
pelaksanaan Penkes.
Penyajian 4. Menjelaskan Pengertian Nutrisi 4. Memperhatikan
(10 menit) 5. Menyebutkan kebutuhan nutsisi saat 5. Memperhatikan
hamil
6. Menyebutkan tanda dan gejala 6. Memperhatikan
kekurangan nutrisi pada ibu hamil
7. Menyebutkan pentingnya nutrisi 7. Memperhatikan
untuk ibu hamil dan janin
8. Menanyakan pemahaman tentang
pentingnya nutrisi pada ibu hamil dan 8. Menjawab pertanyaan
janin
9. Memberi kesempatan kepada Ny. A 9. Bertanya
dan keluarga untuk bertanya
10. Menjawab pertanyaan 10. Memperhatikan
Penutup 11. Mengajukan pertanyaan evaluasi pada 11. Menjawab pertanyaan
(5 menit) sasaran tentang materi yang telah
dijelaskan.
12. Memberi kesimpulan tentang 12. Memperhatikan &
pentingnya nutrisi untuk ibu hamil menjawab
13. Menutup pertemuan dan salam 13. Memperhatikan dan
menjawab salam

F. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur :
a. Kelengkapan media-alat (AVA) ; tersedia dan siap digunakan
b. Pelaksana siap melakukan penkes
c. Fasilitas tersedia
2. Evaluasi Proses :
1. Pelaksana dan sasaran mengikuti penkes sesuaiwaktu yang ditetapkan
2. Sasaran aktif selama proses penkes
3. Sasaran mampu menjawab pertanyaan
4. Pelaksana menyajikan semua materi secara lengkap
3. Evaluasi Hasil:
Setelah diberikan penkes Ny.A mampu :
1. Menjelaskan pengertian Nutrisi dengan bahasanya sendiri.
2. Menyebutkan kebutuhan nutrisi saat hamil dengan bahasanya sendiri.
3. Menyebutkan tanda dan gejala kekurangan nutrisi pada ibu hamil dengan
bahasanya sendiri.
4. Menyebutkan pentingnya nutrisi untuk ibu hamil dengan bahasanya sendiri.
.LAMPIRAN MATERI

A. Pengertian Nutrisi
Nurisi di sebut juga zat Gizi. Nutrisi adalah zat dalam makanan yang dibutuhkan
untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
B. Kebutuhan nutrisi Ibu hamil.
Nutrisi yang diperlukan adalah:
1. Karbohidrat dan lemak sebagai sumber zat tenaga untuk menghasilkan kalori
dapat diperoleh dari serealia, umbi-umbian.
2. Protein sangat diperlukan untuk membangun, memperbaiki, dan mengganti
jaringan tubuh. Ibu hamil memerlukan tambahan nutrisi ini agar pertumbuhan
janin optimal. Protein dapat Anda dapatkan dengan mengkonsumsi tahu, tempe,
daging, ayam, ikan, susu, dan telur. sebagai sumber zat pembangun dapat
diperoleh dari daging, ikan, telur dan kacang-kacangan.
3. Mineral sebagai zat pengatur dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur
sayuran.
4. Vitamin B kompleks berguna untuk menjaga sistem saraf, otot dan jantung agar
berfungsi secara normal. Dapat dijumpai pada serealia, biji bijian, kacang-
kacangan, sayuran hijau, ragi, telur dan produk susu.
5. Vitamin D berguna untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang bayi Anda.
Sumbernya terdapat pada minyak hati ikan, kuning telur dan susu.
6. Vitamin E berguna bagi pembentukan sel darah merah yang sehat. Makanlah
lembaga biji-bijian terutama gandum, kacang-kacangan, minyak sayur dan
sayuran hijau.
7. Asam folat berguna untuk perkembangan sistem saraf dan sel darah, banyak
terdapat pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam, kembang kol dan
brokoli. Pada buah-buahan, asam folat terdapat dalam jeruk, pisang, wortel dan
tomat. Kebutuhan asam folat selama hamil adalah 800 mcg per hari, terutama
pada 12 minggu pertama kehamilan. Kekurangan asam folat dapat mengganggu
pembentukan otak, sampai cacat bawaan pada susunan saraf pusat maupun otak
janin.
8. Zat besi yang dibutuhkan ibu hamil agar terhindar dari anemia, banyak terdapat
pada sayuran hijau (seperti bayam, kangkung, daun singkong, daun pepaya),
daging dan hati.
9. Kalsium, diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin, serta melindungi
ibu hamil dari osteoporosis Jika kebutuhan kalsium ibu hamil tidak tercukupi,
maka kekurangan kalsium akan diambil dari tulang ibu. Sumber kalsium yang
lain adalah sayuran hijau dan kacang-kacangan. Saat ini kalsium paling baik
diperoleh dari susu serta produk olahannya. Susu juga mengandung banyak
vitamin, seperti vitamin A, D, B2, B3, dan vitamin C.

C. Tanda dan gejala kekurangan nutrisi pada ibu hamil


1. Kelelahan
2. Pusing
3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah
4. Kulit Kering
5. Gusi bengkak dan berdarah
6. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
7. Berat badan kurang
8. Pertumbuhan yang lambat
9. Kelemahan pada otot
10. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
11. Konstipasi

D. Pentingnya nutrisi untuk ibu dan janin


1. Agar ibu dan janin sehat
2. Agar pertumbuhan janin optimal
3. Untuk menjaga system saraf otot dan jantung agar berfungsi normal
4. Untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang dan gigi janin
5. Untuk perkembangan seldarah merah dan system saraf yang sehat
6. Agar tidak terjadi gangguan saat pembentukan otak pada janin dan tidak terjadi
cacat saat lahir
7. Melindungi ibu hamil dari osteoporosis
8. Menghindari Berat Badan Bayi Lahir Rendah

Referensi:
http://www.kamusq.com/2013/11/nutrisi-adalah-pengertian-dan-definisi.html

http://www.idmedis.com/2015/08/pemenuhan-gizi-pada-ibu-hamil-dampak.html

http://bidanku.com/prinsip-makanan-yang-baik-selama-kehamilan
SATUAN ACARA PENYULUHAN
MOLAHIDATIDOSA

Hari/ tanggal : , 2017


Waktu : 35 Menit
Tempat : Rumah sakit AWS,ruang aster kamar 116 bed 2
Pelaksana : Mahasiswi Akper pemprov Kaltim
Sasaran : Pasien ruang aster kamar 116 bed 2
Topik penkes : Hamil Anggur
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan tentang molahidatidosa
(hamil anggur)

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mendapatkan penkes selama 35 menit diharapkan pasien yang dirawat diruang aster
kamar 116 bed 2 mampu menjelaskan tentang hamil anggur dengan tepat

B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah diberikan penkes selama 35 menit diharapkan pasien yang dirawat diruang aster kamar
116 bed 2, akan mampu:
1. Menjelaskan pengertian hamil anggur dengan bahasanya sendiri
2. Menyebutkan penyebab hamil anggur dengan tepat
3. Menyebutkan tanda dan gejala hamil anggur dengan tepat
4. Menyebutkan komplikasi hamil anggur dengan tepat
5. Menyebutkan faktor resiko hamil anggur dengan benar
6. Menyebutkan pencegahan hamil anggur dengan benar
7. Menyebutkan penanganan hamil anggur dengan benar

C. Materi
1. Pokok bahasaan :
Penyuluhan hamil anggur
2. Sub pokok bahasan :
a. Pengertian hamil anggur
b. Penyebab hamil anggur
c. Tanda dan gejala hamil anggur
d. Komplikasi hamil anggur
e. Faktor resiko hamil anggur
f. Pencegahan hamil anggur
g. Penanganan hamil anggur

D. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Tanya jawab

E. Media/ Alat
1. LCD
2. PPT
3. Laptop
4. Leaflet

F. Kegiatan Belajar Mengajar (KMB)


1. Pendahuluan
Pembukaan dan menjelaskan tujuan
2. Penyajian
Menjelaskan materi
3. Penutup
Merangkum dan melakukan evaluasi
Tahap Kegiatan Pengajar Kegiatan Sasaran

Pendahuluan Menyiapkan materi, tempat dan Menyiapkan diri


(5 menit) sasaran
Pembukaan (salam dan perkenalan) Menjawab salam
Menjelaskan tujuan dan kontrak
waktu Memperhatikan dan
bersedia

Penyajian Menjelaskan Memperhatikan


(25 menit) pengertian,penyebab,tanda dan
gejala dari hamil anggur
Memberi kesempatan pada klien Bertanya
untuk bertanya
Menjawab pertanyaan Merespon
Menjelaskan komplikasi,factor Memperhatikan
resiko,pencegahan dan penanganan
dari hamil anggur
Memberi kesempatan pada klien Bertanya
untuk bertanya
Menjawab pertanyaan Merespon

Penutup Mengajukan pertanyaan (evaluasi) Menjawab pertanyaan


(5 menit) pada sasaran tentang materi yang
sedang di jelaskan Memperhatikan
Memberi kesimpulan tentang hamil Memperhatikan &
anggur menjawab
Menutup pertemuan dan memberi
salam penutup
G. EVALUASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi struktur :
1) Kelengkapan media-alat (AVA) ; tersedia dan siap digunakan.
2) Pelaksana siap melakukan penkes
3) Fasilitas tersedia

b. Evaluasi Proses :
1) Pelaksana dan sasaran mengikuti penkes sesuai waktu yang ditetapkan
2) Sasaran aktif selama proses penkes
3) Sasaran mampu menjawab pertanyaan
4) Pelaksanaan menyajikan semua materi secara lengkap.

c. Evaluasi Hasil :
Setelah diberikan penkes 35 menit pasien mampu :
1) Menjelaskan pengertian hamil anggur dengan bahasanya sendiri
2) Menyebutkan penyebab hamil anggur dengan tepat
3) Menyebutkan tanda dan gejala hamil anngu dengan tepat
4) Menyebutkan komplikasi hamil anggur dengan tepat
5) Menyebutkan faktor resiko hamil anggur dengan benar
6) Menyebutkan pencegahan hamil anggur dengan benar
7) Menyebutkan penanganan hamil anggur dengan benar

H. Sumber :
Hamilton, C. Mary( 1995). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas edisi 6.Jakarta:EGC
Soekojo, Saleh.(1973). Patologi Anatomik. Jakarta:EGC
Lampiran Materi Molahidatidosa

A. Pengertian Molahidatidosa
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats
yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar
(konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut mola hidatidosa atau complete
mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai mola parsial atau partial
mole.
Mola hidatidosa disebut juga hamil anggur, dapat di bagi menjadi mola hidatidosa total
dan mola hidatidosa parsil. Mola hidatidosa total adalah pada seluruh kavum uteri terisi
jaringan vesikuler berukuran bervariasi, tidak terdapat fetus dan adneksanya (plasenta, tali
pusat, ketuban). Mola hidatidosa parsial hanya sebagian korion bertransformasi menjadi
vesikel, dapat terdapat atau tidak terdapat fetus. (Wan Desen, 2011).
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai
buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan
ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna). (Mochtar, 2000).
Molahidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma villus korialis langka
vaskularisasi dan edematous. (Prawirohardjo, 1999). Molahidatidosa adalah kehamilan
abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hirofik. (Mansjoer,
1999). Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta akibat
kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi. (Sarwono Prawirohardjo, 2003).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan cirri-ciri stroma villus
korialislangka vaskularisasi, dan endematus. (Wahyu Purwaningsih & Siti Fatmawati,
2010). Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah
kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh
dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic
gonadotropin (hCG). (Hamilton,1995).
Mola Hidatidosa atau dalam bahasa umumnya Hamil Anggur adalah pertumbuhan massa
jaringan dalam rahim Anda (uterus) yang tidak akan berkembang menjadi janin atau bayi
dan merupakan hasil konsepsi yang abnormal. Jenis masalah kehamilan ini adalah jenis
penyakit trofoblas gestasional, dan bentuk kanker dari penyakit trofoblas gestasional disebut
koriokarsinoma. Massa sel abnormal tumbuh sebagai kantung berisi cairan (kista) seperti
rangkaian buah anggur, makanya sering disebut hamil anggur. Sel-sel ini tumbuh pesat
dalam rahim dan sel yang abnormal ini disebut sebagai mol, yang berasal dari bahasa
Latin yang artinya massa atau benjolan. Kehamilan ini terjadi dengan gejala perdarahan
pervaginam pada trimester pertama (https://www.jevuska.com/2014/02/12/mola-
hidatidosa/).
Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari
proliferasitrofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola
biasanyamenempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba
falopiidan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik,
danada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi
bentukmola yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet).
Mola Hidatidosa merupakan suatu kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus
korialis langka vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-
villus yang membesar dan edematous itu hidupdan tumbuh terus-menerus sehingga
memberikan gambaran segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villus kadang-kadang
berproliferasi ringandan kadang pula keras serta mengeluarkan hormone, yakni human
chorionic gonadotrophin (HCG) dalam Jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.
Mola hidatidosa biasanya disertai keluhan uterus membesar lebih cepat dari biasa serta
mengeluh mual dan muntah yang lebih hebat dan tidak Jarang pula terjadi perdarahan per
vaginam serta gejala tirotoksikosis. Kadang-kadang pengeluaran darah disertai pengeluaran
beberapa gelembung villus yang memastikan diagnosis mola hidatidosa.

B. Penyebab Molahidatidosa
Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor Ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah
sel sperma. Ovum memang sudan patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum
memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan.
2. Imunoselektif Dari Trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon
imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient.
Pembuluh darah primitive di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio
kelaparan, mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan
tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu.
3. Usia Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola
Frekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia
subur relatif tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam
usia subur dapat terjadi kehamilan mola.
4. Keadaan Sosio-Ekonomi Yang Rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan
sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh
kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan
janinnya.
5. Paritas Tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan
molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik
yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau
menotropiris (pergonal). Namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat
terjadi kehamilan molahidatidosa.
6. Defisiensi Protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan
dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat
protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan
mengakibatkan pertumbuhan pada janin tidak sempurna.
7. Infeksi Virus Dan Faktor Kromosom Yang Belum Jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau
adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal
ini sangat tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk
virulensinya seta daya tahan tubuh.
8. Riwayat Kehamilan Mola Sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu
kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000 Kelahiran,
frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi
pasangan yang berbeda bisa disimpulkan bahwa mungkin terdapat masalah oosit primer
.(Prawirohardjo, Sarwono. 2009).

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan mola hidatidosa adalah
sebagai berikut :
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut
kadang keluar gelembung mola.
3. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus
sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
5. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
6. Hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
7. Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah
periode menstruasi terakhir. (Manuaba, Chandranita,dkk. 2007)

D. Komplikasi
Komplikasi pada Ibu dengan mola hidatidosa adalah :
1. Komplikasi non maligna
a. Perforasi uterus : Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi
uterus , kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan
untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi.
b. Perdarahan : Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah
tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai
tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.
c. DIC : Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua
pasien di-skreening untuk melihat adanya koagulopati.
d. Embolisme Tropoblastik : Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor
resiko terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia
gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.
e. Infeksi Pada Sevikal Atau Vaginal : Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama
evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa
terjadi pada mola benigna dan mola maligna.

2. Komplikasi Maligna
Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan
identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri
terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma
yang dilaporkan selah terjadi mola incomplete meskipun ada juga yang menjadi
penyakit tropoblastik non metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
a. Anemia
b. Syok
c. Preeklampsi atau Eklampsia
d. Tirotoksikosis
e. Infeksi sekunder.
f. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
g. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira kira 18-20% kasus, akan menjadi mola destruens
atau koriokarsinoma. ( Prawirohardjo, Sarwono.2010)
E. Faktor Resiko
1. Faktor Umur
Risiko MH paling rendah pada kelompok umur 20-35 tahun. risiko mola
hidatidosa naik pada kehamilan remaja < 20 tahun,Naik sangat tinggi pada kehamilan
remaja < 15 tahun, kira-kira 20 x lebih besar. tinggi pada umur > 40 tahun,naikan sangat
menyolok pada umur = 45 tahun.
2. Faktor Riwayat Kehamilan
Sebelumnya Wanita mola hidatidosa sebelumnya, punya risiko lebih besar
naiknya kejadian berikutnya.
3. Faktor Kehamilan Ganda
Mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya mola hidatidosa
4. Faktor Graviditas
Risiko kejadian mola hidatidosa makin naik,dengan meningkatnya graviditas.
(kontroversial)
5. Faktor Genetika
Frekuensi Balance Tranlocation, wanita dengan mola hidatidosa komplit lebih
banyak dibandingkan dengan yang didapatkan pada populasi normal
6. Faktor Makanan dan Minuman
Angka kejadian mola hidatidosa tinggi diantara wanita miskin, diet yang kurang
protein ? kelainan genetik pada kromosom.(kontroversi)
7. Faktor Sosial Ekonomi
Resiko mola hidatidosa tinggi pada sosial ekonomi rendah (kontroversi)
8. Faktor Lain
Faktor hubungan keluarga/consanguinity, Faktor merokok, Faktor
toksoplasmosis.(Prawirohardjo, Sarwono.2010)

F. Pencegahan
Untuk pencegahan kehamilan anggur, kalian Bisa menjalankan beberapa hal berikut ini:
1. KonsumsiVitaminA
Mencegah lebih bagus daripada mengobati, untuk itu mulai dari awal menikah
sebaiknya senantiasa menjaga kesehatan. Caranya yaitu dengan makan makanan yang
banyakmengandung vitamin A, seperti sayuran buah-buahan. di karenakan Disorientasi
satu penyebab terjadinya hamil anggur di karenakan kekurangan vitamin A. Vitamin A
Bisa diperoleh dari sayuran seperti wortel. Dari dahulu wortel yaitu sayuran yang sangat
digemari banyak orang di karenakan kandungan vitamin A nya yang tinggi. Vitamin A
juga sangat bagus untuk kesehatan mata.
2. Konsumsi Makanan Dengan Gizi Tinggi
Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung gizi tinggi untuk membagikan
nutrisi sperma dan ovum. Makanan untuk membagikan nutrisi di ovum dan sperma
diantaranya daging merah, kacang-kacangan, taoge, susu, ikan, dan yang lainnya.
Usahakan nutrisi seperti karbohidrat, protein, vitamin, mineral, kalsium serta nutrisi
lainnya tercukupi dengan bagus setiap harinya.
3. Hindari Penyakit Darah Tinggi
Hindari penyakit darah tinggi dengan selalu berpikiran positif, tak mudah emosi.
Selain itu hindari pula makanan yang banyak mengandung kolesterol serta lemak yang
berlebih, di karenakan makanan tersebut Bisa memicu timbulnya darah tinggi. Untuk
menghindari darah tinggi kalian Bisa menjalankan latihan napas. Latihan napas sangat
bermanfaat untuk menenangkan pikiran. Saat hamil ibu juga wajib untuk refreshing
dengan berlibur dan bersantai. Ibu hamil Bisa berlibur ke pantai, di karenakan suasana
pantai yang tenang juga akan membuat pikiran dan hati menjadi rileks.
4. Perbanyak Protein
Perbanyak makanan yang mengandung protein, seperti ikan, daging, dan kacang-
kacangan. Makanan ini Bisa membagikan nutrisi yang bagus untuk calon janin di dalam
kandungan. Sertakan pula makanan yang banyak mengandung betakaroten dan asam
folat.Kandungan asam folat bermanfaat untuk membantu pembentukan sel-sel baru serta
Bisa mencegah terjadinya cacat di janin dalam kandungan. Semoga informasi di atas
mengenai penyebab dan gejala hamil anggur, serta penanganan dan pencegahannya Bisa
bermanfaat. (Siti Fatmawati. 2010.)

G. Penanganan
Langkah Penanganan Hamil Anggur Hasil tes diagnostik oleh dokter kandungan akan
membantu menentukan rencana perawatan yang tepat untuk hamil anggur. Pilihan
penanganan hampir selalu meliputi pembedahan untuk mengangkat tumor. Jenis mola yang
lebih agresif mungkin memerlukan kemoterapi dan/atau terapi radiasi. Sekitar 85% dari
mola hidatidosa dapat diobati tanpa kemoterapi. Pilihan pengobatan hamil anggur meliputi 4
tahap, yaitu:
1. Perbaikan Keadaan Umum
Yang termasuk usaha ini misalnya koreksi dehidrasi, transfuse darah pada anemia
berat (jika < 8 gr %) atau karena terjadi syok, dan menghilangkan atau mengurangi
penyulit seperti preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada
kehamilan biasa, sedangkan untuk toritoksikosis diobati sesuai protocol penyakit dalam
misalnya propiltiourasil 3 x 100 mg oral dan propanolol 40-80 mg.

2. Pengeluaran Jaringan Mola


a. Kuretase
Dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar -hCG serta foto thorax selesai. Bila
kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan
kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret tumpul
terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infuse dengan tetesan oksitosin 10
ml dalam 500 cc. Dextrose 5 % dan seluruh jaringan hasil kerokan di PA. tujuh
sampai 10 hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam,
agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat
proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin
perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
b. Histerektomi
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit trofoblas ganas sebaiknya
histerektomi dilakukan pada :
1) Wanita di atas 35 tahun
2) Anak hidup di atas 3 orang
3) Wanita yang tidak menginginkan anak lagi
Apabila ada kista lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam
keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar -hCG menurun.
3. Terapi Dengan Profilaksis Dengan Sistostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya
pada umur tua (35 tahun), riwayat kehamilan mola sebelumnya dan paritas tinggi yang
menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang
mencurigakan.Biasanya diberikan methotrexat atau actinomycin D. Tidak semua ahli
setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan
sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian
sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastase, serta
mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.
Kadar -hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi
untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate (MTX)
35 mg sehari selama 5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat
juga diberikan actinomycin D 12 g/kgBB/hari selama 5 hari.

4. Follow up
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan
terjadi keganasan setelah mola hidatidosa ( 20%). Untuk tidak mengacaukan
pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan
pemakaian alat kontrasepsi.
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar -
hCG dan radiologi. Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu setelah pengeluaran
jaringan mola. Pada pemeriksaan ini dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta cari
kemungkinan metastase ke vulva, vagina, uretra dan cervix. Sekurang-kurangnya
pemeriksaan diulang setiap 4 minggu.
Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap
untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas
yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay
terhadap -HCG sub unit. Pemeriksaan kadar -HCG dilakukan setiap minggu atau setiap
2 minggu sampai kadar menjadi negatif lalu diperiksa ulang sebulan sekali selama 6
bulan, kemudian 2 bulan selama 6 bulan. Seharusnya kadar -HCG harus kembali normal
dalam 14 minggu setelah evakuasi.
Pemeriksaan foto toraks dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya
metastase penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
Apabila Pemeriksaan fisik, foto toraks dan kadar -HCG dalam batas normal,
follow up dapat dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah 1 tahun. Bila selama
masa observasi kadar -HCG menetap atau bahkan cenderung meningkat atau pada
pemeriksaan klinis.
Pemakaian IUD merupakan kontraindikasi. Pil KB kombinasi tidak hanya
memperlambat penurunan titer -HCG namun juga dapat menstimulasi neoplasia
trofoblas dan pil KB kombinasi ini dapat digunakan bila -HCG negatif. Anjuran
sterilisasi biasa dilakukan pada penderita usia tua ataupun penderita yang telah memiliki
cukup anak.
Dengan penanganan yang tepat, semua hamil anggur dapat disembuhkan, dan
hampir semua kasus tumor mola yang lebih agresif dapat disembuhkan. Bahkan pada
tumor yang dikategorikan memiliki prognosis buruk, 80% sampai 90% dapat sembuh
dengan kombinasi operasi dan, jika diperlukan, kemoterapi. Hal ini penting bagi wanita
dengan hamil anggur untuk dievaluasi secara berkala setelah menjalani pengobatan sesuai
petunjuk dokter. Disarankan untuk tidak mencoba kehamilan selama beberapa waktu,
sampai dipastikan bahwa kadar hormon HCG selalu nol dan tidak ada perawatan lebih
lanjut yang diperlukan. (https://www.jevuska.com/2014/02/12/mola-hidatidosa/)
SATUAN ACARA PENYULUHAN
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Hari/ tanggal : Rabu, 27 Januari 2017


Waktu : 35 Menit
Tempat : Ruang Karang Asam, kamar 11, RSUD I.A.Moeis
Pelaksana : Mahasiswa Akper pemprov Kaltim
Sasaran : Ny N.
Topik penkes : Kehamilan Ektopik Terganggu
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan tentang penyakit kehamilan ektopik
terganggu berhubungan dengan kurangnya informasi.

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mendapatkan penkes selama 35 menit diharapkan pasien mampu menjelaskan
tentang kehamilan ektopik terganggu.

B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah diberikan penkes selama 35 menit,diharapkan pasien akan mampu:
1. Menjelaskan pengertian kehamilan ektopik terganggu dengan tepat sesuai dengan
bahasanya sendiri
2. Menjelaskan penyebab kehamilan ektopik terganggu dengan tepat
3. Menyebutkan 5 dari 10 tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu dengan tepat
4. Menjelaskan penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu dengan tepat
5. Menjelaskan pencegahan kehamilan ektopik terganggu dengan tepat

C. Materi
1. Pokok bahasaan :
Kehamilan Ektopik Terganggu
2. Sub pokok bahasan :
a. Pengertian kehamilan ektopik terganggu
b. Penyebab kehamilan ektopik terganggu
c. Tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu
d. Penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu
e. Pencegahan kehamilan ektopik terganggu
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
E. Media
1. Lembar balik
2. Booklet

F. Kegiatan belajar mengajar (KBM)


Waktu Tahap Pengajar Sasaran
5 Pembukaan 1. Membuka acara dengan 1. Menjawab salam
menit mengucapkan salam dan dan
perkenalan mendengarkan
2. Menyampaikan topik dan perkenalan
tujuan penyuluhan kepada 2. Mendengarkan
klien
3. Kontrak waktu dengan
sasaran 3. Menyetujui
kesepakatan
pelaksanaan
penkes
20 Kegiatan 4. Menjelaskan pengertian 4. Memperhatikan
menit inti kehamilan ektopik
terganggu, penyebab serta
tanda gejalanya
5. Menjelaskan 5. Memperhatikan
penatalaksanaan kehamilan
ektopik terganggu serta
cara pencegahannya
6. Menanyakan pemahaman 6. Merespon
sasaran
7. Memberi kesempatan 7. Bertanya
bertanya
8. Menjawab pertanyaan 8. Memperhatikan

10 Penutup 9. Mengajukan pertanyaan 9. Menjawab


menit (evaluasi) pada sasaran pertanyaan
tentang materi yang sedang
dilakukan
10. Memberi kesimpulan 10.Memperhatikan
tentang kehamilan ektopik
terganggu
11. Menutup pertemuan dan 11.Memperhatikan
memberi salam penutup dan menjawab
salam

G. Rencana Evaluasi
1. Evaluasi struktur
Klien menyepakati kontrak yang telah disepakati dan tersedianya media penkes.

2. Evaluasi proses
Klien berpartisipasi selama kegiatan dan pelaksanaan sesuai dengan rencana
3. Evaluasi hasil
a. Menjelaskan pengertian kehamilan ektopik terganggu dengan tepat sesuai dengan
bahasanya sendiri
b. Menjelaskan penyebab kehamilan ektopik terganggu dengan tepat
c. Menyebutkan 5 dari 10 tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu dengan tepat
d. Menjelaskan penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu dengan tepat sesuai
bahasanya sendiri
e. Menjelaskan pencegahan kehamilan ektopik terganggu dengan tepat

B. Lampiran

Kehamilan Ektopik Terganggu

1. Pengertian
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan
ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi dituba, jarang terjadi implantasi
pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan
divertikel pada uterus.

2. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui. Menurut Mochtar (2002), faktor-faktor yang
memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut:
1) Faktor tuba, yaitu salpingitis, perlekatan tuba, kelainan konginetal tuba, pembedahan
sebelumnya, endometriosis, tumor yang mengubah bentuk tuba dan kehamilan
ektopik sebelumnya.
2) Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom dan malformasi.
3) Faktor ovarium, yaitu migrasi luar ovum dan pembasaran ovarium.
4) Penggunaan hormon eksogen.
5) Faktor lain, antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD.
3. Tanda dan gejala
Menurut Prawirohardjo (2007), gambaran kehamilan ektopik terganggu yang
belum terganggu tidak khas dan penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui
adanya kelainan dalam kehamilan.
Secara umum menurut Saifudin (2006) gejala kehamilan ektopik terganggu sebagai
berikut:
a. Nyeri abdomen 90%-100%
b. Amenorhoe 75%-95%
c. Perdarahan 50%-80%
d. Pusing dan lemah 20%-35%
e. Gejala hamil 10%-25%
f. Keluar jaringan 5%-10%
Tanda kehamilan ektopik terganggu yaitu:
a. Keteganggan adneksa
b. Keteganggan abdomen
c. Adneksa tumor
d. Pembesaran Rahim

4. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Umum
Menurut Saifuddin (2006), penatalaksanaan atau penanganan untuk kasus
kehamilan ektopi terganggu secaraumum, antara lain adalah sebagai berikut:
1) Setelah diagnosis ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif
gawat darurat.
2) Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk
melakukan tindakan operatif, karena sumber perdarahan harus
dihentikan.
3) Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan
larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit pertama) atau 2 L dalam
dua jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung).
4) Bila darah pengganti belum tersedia, berikan auto transfusionberikut ini:
a) Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui alat penghisap
dan wadah penampung yang sterilil.
b) Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukan kedalam
kantung darah (blood bag) apabila kantung darah tidak tersedia masukan
dalam botol bekas cairan infus (yang baru terpakai dan bersih) dengan
diberikan larutan sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.
c) Transfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada
bagian tabung tetesan.
5) Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.
6) Konseling pasca tindakan:
a) Resiko hamil ektopik ulangan
b) Kontrasepsi yang sesuai
c) Asuhan mandiri selama di rumah

b. Penatalaksanaan Bedah
Menurut Yulianingsih (2009), penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada
pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah
terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus
dilakukan secepat mungkin, antara lain:
1) Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi
yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii.
Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat diatas
hasil konsepsi, di perbatasan antime senterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian di keluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi
umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian
dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur
ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum
terganggu.
2) Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis,
patensi dan perlekatan tuba pasca operatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
3) Salpingektomi
Salpingektomi merupakan reseksi tuba, yang dapat dikerjakan baik pada
kehamilan ektopikterganggu maupun yang belum terganggu. Indikasi
dilakukannya salpingektomi adalah sebagai berikut:
a) Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
b) Pasien tidak menginginkan fertilitas pasca operatif,
c) Terjadi kegagalan sterilisasi,
d) Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
e) Pasien meminta dilakukan sterilisasi,
f) Perdarahan berlanjut pasca salpingotomi,
g) Kehamilan tuba berulang,
h) Kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan
pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Pada kehamilan pars
interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan
perdarahan yang masih terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus
dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump
diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tubo ovarika diligasi, sedangkan arteria
utero ovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.
4) Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi, bila terjadi kehamilan difimbrae, massa
hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi.
Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aqua disektor atau
spuit, massahasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya.
Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar
sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan (Manuaba, 2005)
5. Pencegahan
Berikut ini berbagai macam cara yang bisa digunakan untuk mencegah kehamilan
ektopik :
a. Berhenti merokok
Berhenti merokok adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk mencegah
kehamilan ektopik. Wanita yang menjadi perokok aktif sangat rentan untuk
mengalami kehamilan ektopik. Alasannya adalah bahaya merokok , mengandung
banyak zat-zat berbahaya yang akan masuk ke dalam tubuh dan mempengaruhi
kinerja tubuh wanita tersebut. Jaringan di dalam rahim pun akan terganggu akibat dari
konsumsi rokok.
b. Tidak berganti pasangan
Wanita yang sering berganti pasangan akan rentan untuk terkena penyakit
menular seksual. Penyakit menular seksual tersebut bisa menyebabkan seseorang
terkena radang panggul. Radang panggul adalah penyebab kehamilan ektopik yang
paling umum. Radang panggul bisa menyebabkan jaringan parut berada di saluran
tuba sehingga zigot yang berenang akan menempel di saluran tuba.
c. Menjaga kebersihan organ reproduksi
Organ intim yang tidak bersih dan tidak sehat dapat membuat seseorang
terkena PMS. Kuman dan jamur tersebut bisa berkembang di vagina dan
menyebabkan penyakit menular seksual seperti klamidia, gonore dan masih banyak
lagi lainnya.
d. Hindari berbagai macam pembedahan.
Pembedahan khusus di bagian reproduksi bisa meningkatkan resiko seseorang
terkena kehamilan ektopik. Pembedahan tersebut misalnya saja pembedahan di
saluran tuba, ovarium, pembedahan perut dan juga pembedahan di bagian bawah
perut. Alasannya adalah tindakan pembedahan itu bisa menyebabkan timbulnya
jaringan parut di dalam jaringan rahim wanita, jika jaringan parut muncul resiko
terkena kehamilan ektopik akan meningkat tajam.
e. Pelvic inflammatory disease (PID) atau Radang panggul
PID disebut juga dengan IMS, selain PMS wanita rentan terkena Infeksi
Menular Seksual atau IMS. IMS yang diderita wanita bisa memicu kerusakan saluran
tuba, jika saluran tuba rusak resiko terkena kehamilan ektopik akan meningkat.
f. Pemeriksaan Kehamilan.
Saat akan melakukan pemeriksaan kehamilan pertama, penting bagi wanita
yang sedang hamil untuk melakukan USG. Manfaat USG kehamilan bisa digunakan
untuk melihat letak kantung janin apakah berada di tempat yang seharusnya yaitu di
rahim. Ketika dokter menemukan kejanggalan bahwa janin tidak ada di dalam
tempatnya, dokter akan memeriksa panggul pasien untuk mengetahui pusat rasa sakit
dan adanya benjolan di sekitar perut pasien.
g. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium bisa dgunakan untuk pencegahan kehamilan
ektopik sedini mungkin. Pasien diminta untuk mengingat kadar hormon HCG yang
dimilikinya, jika suatu saat hamil dan hanya memiliki sedikit peningkatan kadar
hormon HCGnya bisa dipastikan bahwa pasien memiliki kehamilan ektopik. Pada
tanda-tanda kehamilan normal, HCG wanita akan meningkat sebanyak dua kali lipat
dibandingkan sebelum kehamilan terutama sejak dua hari pertama kehamilan. Untuk
kehamilan ektopik, kadar HCGnya hanya akan meningkat sedikit saja. Bagi wanita
yang memeriksakan kadar HCG dan dijumpai sedikit peningkatan sebaiknya segera
mengecek dimana letak kehamilannya tersebut. Apakah tepat berada di dalam rahim
atau malah berada di jaringan rahim. Pengecekan itu bisa menggunakan dengan USG.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I, B, G. 2005. Dasar-Dasar Teknik Operassi Gynekologi.Jakarta : EGC.


Nugroho, T. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
PIJAT BAYI

Hari / Tanggal : 10 Mei 2017


Waktu : 40 menit
Tempat / Ruang : Posyandu di Perumahan Alam Segar
Sasaran : Ibu-ibu Perumahan Alam Segar
Pelaksana : Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintahan Provinsi
Kalimantan Timur
Topic penkes : Pijat Bayi
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan ibu-ibu tentang pengertian,
kontraindikasi, manfaat dan cara melakukan pijat bayi.
A. Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Setelah mendapat penkes selama 40 menit, ibu-ibu di...mampu melakukan pijat bayi
dengan baik dan benar.
B. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
Setelah dilakukan penkes selama 40 menit, ibu-ibu di...diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian pijat bayi dengan benar.
2. Menyebutkan kontraindikasi pijat bayi dengan benar.
3. Menyebutkan manfaat pijat bayi dengan benar.
4. Menjelaskan persiapan melakukan pijat bayi dengan benar.
5. Mendemostrasikan cara melakukan pijat bayi dengan benar.
C. Materi
1. Pokok bahasan :
Pijat bayi.
2. Sub pokok bahasan :
a. Anatomi pijat bayi.
b. Fisiologi pijat bayi
c. Pengertian pijat bayi
d. Manfaat pijat bayi
e. Syarat-syarat diperbolehkannya pijat bayi
f. Kontra indikasi pijat bayi
g. Hal-hal yang harus dipersiapkan
h. Cara melakukan pijat bayi
D. Metode :
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Demostrasi
E. Media :
1. Power Point
2. Proyektor
3. Booklet
4. Pantum bayi
5. Baby oil/ minyak zaitun
F. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)

Tahap Kegiatan pengajar Kegiatan sasaran


Pendahuluan (5 Menyiapkan materi, tempat dan Menyiapkan diri
menit) sasaran
Pembukaan (salam dan Menjawab salam
perkenalan)
Menjelaskan tujuan dan kontrak Memperhatikan
waktu
Penyajian (30 Menjelaskan pengertian pijat Memperhatikan
menit) bayi dengan benar.
Menyebutkan kontra indikasi Memperhatikan
pijat bayi dengan benar.
Menyebutkan manfaat pijat bayi Memperhatikan
dengan benar.
Memberi kesempatan ibu-ibu Mengajukan
untuk bertanya. pertanyaan
Menjawab pertanyaan. Memperbatikan
Menjelaskan persiapan Memperhatikan
melakukan pijat bayi dengan
benar.
Menjelaskan cara melakukan Memperhatikan
pijat bayi dengan benar.
Memberi kesempatan ibu-ibu Redemostrasi
intuk mendemostrasikan
kembali cara melakukan pijat
bayi.
Penutupan (5 Mengajukan pertanyaan untuk Menjawab
menit) mengevaluasi pertayaan
Merangkum
Menutup pertemuan dengan Memeperhatikan
salam dan menjawab

G. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Perlengkapan media : tersedia dan siap digunakan
b. Pelaksana siap melakukan penkes
c. Sasaran siap menikuti penkes
d. Ruangan tersedia
e. Kelngkapan alat : alat tersedia
2. Evaluasi proses
a. Pelaksana dan sasaran mengikuti penkes sesuai waktu yang ditetapkan
b. Sasaran aktif selama proses penkes
c. Sasaran mamp menjawab pertanyaan
d. Pelaksana mampu manjawab pertanyaan dari sasaran
e. Pelaksana menyajikan semua materi secara lengkap
3. Evaluasi hasil
a. Menjelaskan kembali pengertian pijat bayi dengan benar menggunakan bahasa
sendiri
b. Menyebutkan kembali kontraindikasi pijat bayi dengan tepat
c. Menyebutkan kembali manfaat pijat bayi dengan benar
d. Menjelaskan kembali persiapan melakukan pijat bayi dengan benar menggunakan
bahasa sendiri
e. Mendemostrasikan kembali cara melakukan pijat bayi dengan benar

LAMPIRAN
PIJAT BAYI

A. PENGERTIAN
Pijat bayi adalah suatu sentuhan yang diberikan pada jaringan lunak yang
memberi banyak manfaat bagi anak maupun orang tua. Pijat bayi sebenarnya merupakan
suatu bentuk terapi sentuhan (touch therapy) yang sangat bermanfaat baik bagi bayi
maupun orang tuanya.Sentuhan atau pijatan pada bayi dapat merangsang produksi ASI,
meningkatkan nafsu makan dan berat badannya. Tindakan ini juga akan mempererat tali
kasih orang tua dan anak, serta menjadi dasar positif bagi pertumbuhan emosi dan fisik
bayi. Sentuhan alamiah pada bayi sesungguhnya sama artinya dengan tindakan mengurut
atau memijat. Kalau tindakan ini dilakukan secara teratur dan sesuai dengan tata cara dan
teknik pemijatan bayi, ia bisa menjadi terapi untuk mendapatkan banyak manfaat buat si
bayi yang Anda cintai.
B. KONTRA INDIKASI
1. jangan dilakukan pada bayiyang suhunya tinggi.
2. jangan dilakukan pada bayi yang sedang sakit
C. MANFAAT PIJAT BAYI
1. Sirkulasi darah jadi lancar.
2. Terapi sentuhan (pijat) bisa memberikan efek positif secara fisik, antara lain kenaikan
berat badan bayi dan peningkatan produksi air susu ibu (ASI).
3. Mengoptimalkan proses pertumbuhan.
4. Meningkatkan daya tahan tubuh bayi.
5. Membantu otak melepaskan hormone yang membuat bayi menjadi relaks dan nyaman.
6. Mengurangi kerewelan bayi, biasanya bayi yang sering dipijat akan mudah tidur lelap.
7. Mempererat ikatan batin dan emosional antara orang tua dan bayi.
8. Untuk kasus tertentu, pijat bayi juga dapat memberikan manfaat tambahan. Bagi
pasangan yang masih remaja (teenage parents), pijat bayi mendongkrak rasa percaya
diri dan rasa penerimaan atas keadaannya menjadi orang tua, serta meningkatkan
harga diri sebagai orang tua.
9. Terhadap perkembangan emosi anak, sentuhan orang tua merupakan dasar
perkembangan komunikasi, yang akan memupuk cinta kasih timbal-balik, dan menjadi
penentu bagi anak untuk menjadi anak yang berbudi pekerti dan percaya diri. Lagi
pula ia akan merasa aman karena merasa yakin memiliki kasih sayang dan
perlindungan dari orang tua.
D. HAL-HAL YANG PERLU DIPERSIAPKAN
1. Atur temperatur luang memijat bayi, jangan sampai bayi kedinginan saat dibuka
bajunya
2. Letakan byi di tempat yang aman
3. Ketika akan memijat, perhatikan tangan dan jari pemijat, jangan sampai jari-jari tangan
memijat yang kasar menggores kulit bayi yang lembut dan pekat.
4. Buka cincin dan gelang ketika akan memijit bayi, selain lebih nyaman juga tidak
membahayakan.
5. Pada saat akan emngoleskan minyak, teteskan minyak di telapak tangan pemijat dulu
kemudian di olekan ke bayi.
E. CARA MELAKUKAN PIJAT BAYI
1. Kaki
a. Perahan cara india
Peganglah kaki bayi pada pangkal paha, seperti memegang pemukul soft
ball,selanjutnya gerakan tangan ke bawah secara bergantian seperti memeras
susu.
b. Telapak kaki
Urutlah telapak kaki bayi dengan kedua ibu jari kaki secara bergantian,
dimulai dari tumit kaki menuju jari-jari di seluruh telapak kaki.
c. Tarikan lembut jari
Pijatlah jari-jari nya satu persat dengan gerakan memutar menjauhi telapak
kaki, di akhirii dengan tarikan yang lembut pada tiap ujung jari.
d. Titik tekan
Tekan tekanlah kedua ibu jari bersamaan diseluruh permukaan telapak
kaki dari arah tumit ke jari-jari.
e. Punggung kaki
Dengan menggunakan kedua ibu jari secara bergantian pijatlah punggung
kaki dari pergelangan kaki ke arah jari-jari secara bergantian.
f. Gerakan menggulung
Pegang pangkal paha dengan kedua tangan anda, selanjutnya buatlah
gerakan menggulung dari pangkal paha menuju pangkal kaki.
g. Gerakan akhiR
Setelah gerakan sampai dilakukan pada kaki kanan dan kiri, rapatka kedua
kaki bayi. Letakkan kedua tangan anda secara bersamaan pada pantat dan
pangkal paha. Usap kedua kaki bayi dengan tekananlembut dari paha ke arah
pergelangan kaki.

2. Perut
a. Mengayuh sepeda
Lakukan gerakan memijat pada perut bayi seperti mengayuh pedal sepeda, dari
atas ke bawah perut, bergantian dengan tangan kanan dan kiri
b. Matahari
Buatlah lingkaran searah jarumJam dengan jari tangan kiri memulai dari perut
sebelah kanan bawah(daerah usus buntu) ke atas, kemudian kembali ke
daerahkanan bawah (seolah membentuk gambar matahari) beberapa kali.
c. Gerakan I LOVE YOU
I Pijatlah perut bayi mulai dari bagian kiri atas ke bawah dan
menggunakan jari jari tangan kanan membentuk huruf I
LOVE pijatlah perut bayi membentuk huruf L terbalik, mulai dari kanan atas
ke kiri atas, kemudian dari kiri atas ke kiri bawah.
U pijatlah perut bayi membentuk huruf U terbalik, mulai dari kanan
bawah (daerah usus buntu) ke atas, kemudia ke kiri, ke bawah, dan berakhir di
perut kiri bawah.
d. Gelembung atau jari-jari berjalan (WALKING FINGER)
letakkanUjung jari-jari satu tangan pada perut bayi bagian kanan, selanjutnya
gerakan jari-jari anda pada perut bayi dari bagian kanan ke bagian kiri guna
mengeluarkan gelembung-gelembung udara.

3. Dada
a. Jantung besar
Buatlah gerakan yang menggambarkan jantung dengan meletakkan
ujung-ujung jari kedua telapak tangan anda ditengah dada bayi ulu hati,
selanjutnya buat gerakan ke atas sampai di bawah leher, kemudian ke samping
di atas tulang selangka, lalu ke bawah membentuk jantung dan kembali ke ulu
hati.
b. Kupu-kupu
Buatlah gerakan diagona seperti gambar kupu-kupu dimulai dengan
tangan kanan membuat gerakan memijat menyilang dari tengan dada atau ulu
hati ke arah bahu kanan, dan kembali ke ulu hati, selanjutnya gerakan tangankiri
anda ke bahu kiri dan kembali ke ulu hati.

4. Tangan
a. Perahan Cara India
Arah pijatan cara india ialah pijatan yang menjauhi tubuh . guna
pemijatan ini adalah untuk relaksasi atau melepaskan otot, cara nya adalah
peganglah lengan bayi bagian pundak dengan tangan kanan, seperti memegang
soft ball, tangan kiri memegang pergelangan tangan bayi, selanjutnya, gerakan
tangan kanan mulai dari bagian pundak ke arah pergelanagn tangan, kemudian
gerakan tangan kanan kiri dari pergelangan tangan ke arah pundak, demikian
seterusnya, gerakan tangan kanan ke kiri ke bawah secara bergantian dan
bergantian seolah seperti memerah susu sapi.
b. Membuka tangan
Pijat telapak tangan dengan ibu jari dan pergelangan tangan ke arah jari-
jari.
c. Putar jari-jari
Pijat lembut jari bayi satu per satu ke arah ujung jari dengan gerakan
memutar, akhirilah gerakan ini dengan tarikan lembut pada tiap ujung jari.
d. Punggung tangan
Letakan punggung bayin di antara kedua tangan anda,selanjutnya usap
punggung tangannya dari pergelangan tangan kearah jari-jari dengan lembut.
e. Perahan cara swedia
Arah pijatan cara swedia adalah dari pergelangan tangan ke arah badan.
Pijtan ini berguna untuk menglirkan darah ke paru-paru.caranya adalah
menggerakkan tangan kanan dankiri anda secara bergantian mulai dari
pergelangan tangan kanan baik ke arah pundak lalu lanjutkan dengan pijatan dari
pergelangan kiri bayi ke arah pundak.
f. Gerakan menggulung
Peganglah lengan bayi bagian atas/bahu dengan kedua telapak tangan,
selanjutnya bentuklah gerakan menggulung dari pangkal lengan menuju ke arah
pergelanagn tangan / jari-jari.

5. Muka
a. Dahi : menyetrika dahi Letakan jari-jari kedua tangan anda pada pertengahan dahi,
tekankan jari-jari anda dengan lembut mulai dari tengah dahi keluar samping kanan
dan kiri seolah menyetrika dahi atau membuka lembaran buku, selanjutnya gerakan
ke bawah dan ke daerah pelipis, kemudian geraka ke dalam melalui daerah pipi di
bawah.
b. Alis
Menyetrika alis
Letakkan kedua ibu jari anda di antara kedua alis mata, selanjutnya gunakan kedua
ibu jari untuk memijat secara lembut pada alis mata dan di atas kelopak mata, mulai
dari tengah ke samping seolah menyetrika alis.
c. Hidung : senyum I
Letakkan kedua ibu jari anda pada pertengahan alis, selanjutnya tekankan ibu jari
anda dari pertengahan kedua alis turun mellaui tepi hidung ke arah pipi dengan
membuat gerakan ke samping dan ke atas seolah membuat bayi tersenyum.
d. Mulut bagian atas : senyum II
Letakkan kedua ibu jari anada di atas mulut di bawah sekat hidung, selanjutnya
gerakan kedua ibu jari anda dari tengah ke samping dn ke atas ke daerah pipi,
seolah membuat bayi tersenyum.
e. Mulut bagian bawah : III
Letakkan kedua ibu jari anada di tengah dagu, selanjutnya tekaknkan dua ibu jari
pada dagu dengan gerakan dari tengah ke samping,kemudian ke atas dan ke arah
pipi dan seolah membuat bayi tersenyum.
f. Belakang telinga
Dengan menggunakan ujung ujung jari,berikan tekanan lembut pada
daerahbelakang telinga kana dan kira, selanjutnya gerakan ke arah pertengahan
dagu di bawah dagu.

6. Punggung
a. Gerakan maju mundur
Tengkurapkan bayi melintang di depan anda dengan kepala di sebelah kiri dan
kaki di sebelah kanan anda, selanjutnya pijatlh sepanjang punggung bayi kaki di
sebelah punggung anda. Selanjutnya pijatlah di sepanjang punggung bayi dengan
gerakan maju mundur menggunakan kedua telapak tangan, dasri bawah leher
sampai ke pantat bayi , lalu kembali lagi ke leher.
b. Gerakan menyetrika
Pegang pantat bayi dengan tangan kanan, selanjutnya dengan tangan kiri, pijatlah
mulai dari leher ke bawah sampai ketemu dengan tangan kanan yang menahan
pantat bayi seolah yang menyetrika punggung.
c. Gerakan melingkar
Dengan kari-jari kedua tangan anda, buatlah gerakan-gerakan melingkar kecil-
kecil mulai dari batas tengkuk turun ke bawah di sebelah tangan kanan dan kiri
tulang punggung smpai ke pantat, selanjutnya mulai dari lingkaran-lingkaran kecil
di daerah leher, kemudian lingkaran yang lebih besar di daerah pantat.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PLASENTA PREVIA DAN SOLUSIO PLASENTA

Topik : Penyakit Plasenta Previa Dan Solusio Plasenta


Sasaran : Kelompok ibu hamil (10 orang)
Hari/tanggal : Jumat, 12 Mei 2017
Waktu : 60 menit
Tempat : Posyandu
Penyuluh : Mahasiswa Akper Pemprov Kaltim
Diagnosa Kep : Kurang pengetahuan pasien tentang penyakit dan pencegahan plasenta previa
dan solusio plasenta

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU) :


Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 60 menit mengikuti penkes kelompok
ibu hamil (10 orang) akan dapat menjelaskan penyakit plasenta previa dan solusio plasenta
serta pencegahannya dengan benar.

B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK ) :


Setelah diberikan penkes selama 60 menit, kelompok ibu hamil (10 orang) diharapkan
akan dapat :
1. Menyebutkan pengertian penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar
2. Menyebutkan penyebab penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar
3. Menyebutkan klasifikasi penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar
4. Menyebutkan tanda dan gejala penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan
benar
5. Menjelaskan komplikasi penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar
6. Menjelaskan pencegahan penyakitplasenta previa dan solusio plasenta dengan benar
7. Menjelaskan penanganan penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar

C. Materi
a. Pokok Bahasan : Ibu dengan plasenta previa dan solusio plasenta
b. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian penyakit plasenta previa dan solusio plasenta
2. Penyebab penyakit plasenta previa dan solusio plasenta
3. Klasifikasi penyakit plasenta previa dan solusio plasenta
4. Tanda dan gejala penyakit plasenta previa dan solusio plasenta
5. Komplikasi penyakit plasenta previa dan solusio plasenta
6. Pencegahan penyakit plasenta previa dan solusio plasenta
7. Penanganan penyakit plasenta previa dan solusio plasenta

D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

E. Media
1. Lembar balik / bookleet
2. LCD

F. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM )


Waktu Tahap Pengajar Sasaran

5 menit Pembukaan 1. Membuka acara dengan 1. Menjawab salam


mengucapkan salam dan dan mendengarkan
perkenalan
2. Menyampaikan topik dan tujuan 2. Mendengarkan
penyuluh kepada sasaran
3. Kontrak waktu dengan sasaran 3. Menyetujui
kesepakatan
pelaksana Penkes
40 menit Kegiatan Inti 4. Menjelaskan pengertian, , 4. Memperhatikan
penyebab, klasifikasi dan tanda
serta gejala penyakit plasenta
previa dan solusio plasenta
5. Memberi kesempatan pada sasaran 5. Bertanya
untuk bertanya
6. Menjawab pertanyaan 6. Merespon
7. Menjelaskan komplikasi, 7. Memperhatikan
pencegahan dan penanganan
penyakit plasenta previa dan
solusio plasenta
8. Memberi kesempatan pada sasaran 8. Bertanya
untuk bertanya
9. Menjawab pertanyaan 9. Merespon
15 menit Penutup 13. Memberi kesimpulan tentang ibu 13. Memperhatikan
dengan plasenta previa dan solusio
plasenta
14. Mengajukan pertanyaan 14. Menjawab
(evaluasi) pada sasaran tentang pertanyaan
materi yang sudah disampaikan
15. Menutup pertemuan dan 15. Memperhatikan
memberi salam penutup dan menjawab salam

G. Renvana Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Pasien ibu hamil menyepakati kontrak yang telah disepakati dan tersedianya media
penkes.
2. Evaluasi Proses
Pasien ibu hamil berpartisipasi selama kegiatan dan pelaksanaan sesuai dengan rencana.
3. Evaluasi Hasil (Lisan)
Ibu hamil mampu :
a. Menyebutkan pengertian penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan
bahasanya sendiri
b. Menyebutkan penyebab penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar
c. Menyebutkan klasifikasi penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar
d. Menyebutkan tanda dan gejala penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan
benar
e. Menjelaskan komplikasi penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar
f. Menjelaskan pencegahan penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar
g. Menjelaskan penanganan penyakit plasenta previa dan solusio plasenta dengan benar

LAMPIRAN MATERI
A. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum. (Ida Bagus Gde,
1998).
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di korpus uteri
yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan. (Nita Norma,
2013 : 213)

Gambar : Plasenta Previa Gambar : Solusio Plasenta


B. Etiologi
Menurut (Ida Bagus Gde, 1998) penyebab plasenta previa adalah :
Plasenta Previa :
1. Umur penderita
2. Paritas
3. Endometrium yang cacat (bekas operasi berulang dalam jarak dekat, bekas operasi, bekas
kuretage)
Solusio Plasenta :
1. Trauma langsung terhadap uterus
2. Trauma kebidanan (tindakan kebidanan)
3. Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat pendek

C. Klasifikasi
1. Plasenta Previa
a. Plasenta previa totalis yaitu bila ostium internum servisis seluruh pembukaan jalan
lahir tertutup oleh plasenta.
b. Plasenta previa lateralis yaitu ostium internum servisis bila hanya sebagian
pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
c. Plasenta previa marginalis yaitu bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
d. Plasenta previa letak rendah yaitu bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan jalan lahir.
2. Solusio Plasenta
Berdasarkan ada tidaknya perdarahan pervaginam :
a. Solusio plasenta yang nyata / tampak (revealed )
b. Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan
darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau ringan.
c. Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)
d. Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi
fetal distres berat. Tipe ini sering disebut retroplasental.
e. Solusio plasenta tipe campuran (mixed)
f. Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam, uterus tetanik.
D. Tanda dan Gejala
Plasenta Previa
Menururt (FKUI, 2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
2. Darah biasanya berwarna merah segar.
3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin
5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila
dilakukan periksa dalam sebelumnya.
Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
1. Perdarahan berulang
2. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
3. Timbulnya perlahan-lahan
4. Waktu terjadinya saat hamil
5. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
6. Denyut jantung janin ada
7. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
8. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul

Solusio Plasenta
Menurut (Debbie Holmes, 2012) tanda dan gejala solusio plasenta antara lain:
1. Nyeri abdomen
2. Pendaran per vagina
3. Kontraksi uterus
4. Fundus uteri makin lama makin naik
5. Auskultasi denyut jantung janin (DJJ) sering negatife
6. Kala uri pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar
7. Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)
8. Pasien kelihatan pucat, gelisah dan kesakitan
E. Komplikasi
Plasenta Previa
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya
plasenta previa adalah sebagai berikut :
Pada ibu dapat terjadi :
1. Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
2. Anemia karena perdarahan
3. Plasentitis
4. Endometritis pasca persalinan
Pada janin dapat terjadi :
1. Persalinan premature
2. Asfiksia berat
Robekan-robekan pada janin Komplikasi lain yaitu :
1. Prolaps tali pusat
2. Prolaps plasenta
3. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan secara manual dan kalau perlu dibersihkan
dlahir karena tindakan persalinan
4. Perdarahan post partum
5. Infeksi karena perdarahan banyak
6. Bayi prematur atau lahir mati (rustam mochtar, 1998:275)
7. Selain itu dapat juga terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena
perdarahan, plasentitis dan endometritis pasca persalinan. Pada janin biasanya terjadi
persalinan prematur dan komplikasi lainnya. Seperti asfiksia berat. (Arif mansjoer,
2001:277)
Solusio Plasenta
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan janin menurut (Ida Bagus Gde, 1998 :261-
262) antara lain :
1. Syok pendarahan
2. Gagal ginjal
3. Kelainan pembekuan darah
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

F. Penanganan
1. Plasenta Previa
Terdapat 2 pilihan cara persalinan :
a. Persalinan pervaginam
Dilakukan dengan cara :
Pemecahan selaput ketuban karena :
a. Bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah.
b. Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah
uterus sehingga pelepasan plasenta dapat dihindari .
Pemasangan Cunam Willett :
a. Kulit kepala janin di klem dengan Cunam Willet Gausz.
b. Cunam diikat dengan kassa/tali dan diberi beban 50-100 gram/1 batu bata seperti
katrol, dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi
dengan teliti.
c. Pemasangan Cunam Willett.
d. Kulit kepala janin di klem dengan Cunam Willet Gausz.
e. Cunam diikat dengan kassa/tali dan diberi beban 50-100 gram/1 batu bata seperti
katrol, dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi
dengan teliti.
Versi Braxton Hiks
Versi dilakukan pada janin letak kepala untuk mencari kaki supaya dapat ditarik
keluar. Bila janin letak sungsang atau letak kaki, menarik kaki keluar akan lebih mudah.
Kaki diikat dengan kain kassa, dikatrol dan diberi beban 50 100 gram.
b. Seksio caesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini
tetap dilakukan.
Logika untuk melahirkan lewat bedah sesarea ada dua :
1. Persalinan segera janin serta plasenta yang memungkinkan uterus untuk berkontraksi
sehingga perdarahan berhenti
2. Persalinan searea akan meniadakan kemungkinan terjadinya laserasi serviks yang
merupakan komplikasi serius persalinan per vaginam pada plasenta previa totalis
serta parsial.

2. Solusio Plasenta
a. Solusio Plasenta Ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu dan perdarahan kemudian berhenti,
perut tidak menjadi nyeri, dan uterus tidak tegang, maka penderita harus diobservasi
dengan ketat. Apabila perdarahan berlangsung terus dan gejala solusio plasenta
bertambah jelas atau dengan pemeriksaan USG daerah solusio plasenta bertambah luas
maka dilakukan terminasi kehamilan.
b. Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Pada solusio plasenta sedang sampai berat dilakukan perbaikan keadaan umum
terlebih dahulu dengan resusitasi cairan dan transfusi darah.
Pada keadaan ini dilakukan amniotomi, drip oksitosin, dan bayi dilahirkan dengan
ekstraksi forcep. Apabila janin telah mati dilakukan persalinan pervaginam dengan cara
melakukan amniotomi, drip oksitosin. Bila bayi belum lahir dalam waktu 6 jam,
dilakukan tindakan seksio sesarea.
c. Seksio Sesarea
Pelahiran secara cepat janin yang hidup tetapi mengalami gawat janin hampir
selalu berarti seksio sesarea.
d. Persalinan Per vaginam
Pada persalinan pervaginam, stimulasi miometrium secara farmakologis atau
dengan massage uterus akan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah berkontraksi
sehingga perdarahan serius dapat dihindari walaupun defek koagulasinya masih ada.
e. Amniontomi
Pemecahan selaput ketuban sedini mungkin telah lama dianggap penting dalam
penatalaksanaan solusio plasenta.
f. Oksitoksin
Walaupun pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat terjadi hipertonisitas
yang mencirikan kerja miometrium, apabila tidak terjadi kontraksi uterus yang ritmik,
pasien diberi oksitosin dengan dosis standar.

G. Pencegahan
1. Plasenta Previa
Untuk menghindari resiko fatal yang bisa disebabkan karena kondisi plasenta
previa, ibu hamil yang mengalami hal ini sebaiknya jangan menggunakan produk
pembersih vagina yang dijual bebas atau obat-obatan lainnya. Ibu hamil dengan kondisi
ini juga sebaiknya jangan berhubungan seks terlebih dahulu hingga dinyatakan aman.
Kondisi plasenta previa seperti telah disebutkan rentan menyebabkan pendarahan
yang dapat membahayakan baik ibu maupun si janin, pendarahan dapat terjadi pada saat
masa kehamilan, sebelum melahirkan, bahkan setelah melahirkan. Darah yang keluar
bermacam-macam banyaknya mulai hanya berupa tetesan sampai seperti saat haid.
Agar mengurangi resiko pendarahan dan melahirkan secara prematur dan tidak
normal, sebaiknya ibu hamil dengan plasenta previa melakukan hal-hal berikut ini:
a. Bed rest : Banyak-banyaklah istirahat agar tidak terjadi tekanan pada area rahim dan
plasenta, jangan mengangkat barang-barang yang berat dan sebaiknya menggunakan
toilet duduk pada saat buang air.
b. Rajin kontrol : Jika pada usia kehamilan sudah memasuki trisemester ketiga
plasentanya menutupi sebagian rahim namun tidak mengalami pendarahan, Anda
harus sering rutin kontrol ke dokter untuk memantau kondisi rahim dan
perkembangan janin. Keputusan untuk melahirkan normal atau tidak dilihat dari
letak plasenta yang menutupi jalan rahim.
c. Pelvic rest : Karena rentan terjadi pendarahan, ibu hamil sebaiknya tidak melakukan
treatment apapun pada area vagina seperti membersihkan cairan pembersih,
melakukan hubungan seks, atau memakai pembalut vagina. Jika ingin mencegah
noda darah melebar ke mana-mana gunakan saja pembalut dari kain seperti kain
popok atau celana dalam yang sudah rusak dan tidak dipakai sebagai pengganti
pembalut kapas.
Meskipun agak jarang, namun plasenta previa bukan merupakan kondisi yang
darurat. Asalkan ibu hamil rajin ke dokter dan melakukan USG untuk memantau letak
plasenta dan kondisi janin, komplikasi pada saat persalinan bisa diminimalisir. Pada
kondisi yang sudah parah atau pendarahan yang terjadi sangat banyak, biasanya ibu
hamil harus diopname agar dokter bisa memantau dengan intensif.
Karena penyebab pastinya belum diketahui, cara untuk mencegah mengalami
plasenta previa adalah dengan memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ibu hamil maupun janin
agar plasenta bisa menyalurkan nutrisi dan oksigen dengan baik kepada janin. Ibu hamil
juga tidak disarankan untuk merokok karena pada umumnya rokok adalah biang dari
banyak masalah kesehatan. Asap rokok yang mengandung racun akan berbahaya bagi
janin karena apa yang masuk ke dalam tubuh ibu masuk juga ke dalam tubuh janin.

2. Solusio Plasenta
Mencegah terjadinya solusio plasenta secara langsung tidak bisa dilakukan, tetapi
yang bunda dapat lakukan adalah mengurangi faktor risiko yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya solusio plasenta. Misalnya, tidak merokok atau menggunakan
kokain. Jika tekanan darah bunda tinggi, konsultasi ke dokter untuk kontrol tekanan
darah. Jika bunda mengalami cedera pada perut karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh
atau cedera lainnya segera konsultasi ke dokter karena hal ini dapat meningkatkan
risiko terjadinya solusio plasenta dan komplikasi lainnya.
Jika bunda mempunyai riwayat solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya dan
saat ini berencana untuk hamil lagi maka bicarakan dengan dokter Bunda hal-hal apa
yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya solusio plasenta pada
kehamilan berikutnya. Karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan kehamilan
secara teratur.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PERSALINAN DENGAN INDUKSI

1. Menjelaskan pada ibu tentang keadaannya saat ini bahwa ibu memasuki inpartu dengan
kehamilan cukup bulan tetapi pembukaan serviks belum lengkap, karena tidak adanya
kontraksi his yang kuat, dan jelaskan pada ibu bahwa akan dilakukan persalinan induksi
dengan memberikan oksitosin untuk merangsang kontraksi uterus dan agar pembukaan
serviks akan membuka dengan sempurna.
2. Menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan dan siapkan alat-alat untuk menolong
persalinan yang bersih dan steril, misalnya partus set, alat non medis dan alat medis.
3. Memasang infus oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dextrose, mulai dengan 10 tetes per menit.
a. Naikkan kecepatan infus 10 tetes/menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat 13 kali
tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik dan perhatikan sampai terjadi kelahiran.
b. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik atau lebih 4 kali
kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan:
1) Terbutalin 250 mg/iv, pelan-pelan selama 5 menit atau;
2) Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL.
3) Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih
dari 40 detik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes per menit.
4) Naikkan konsentrasi oksitosin sampai menjadi 5 unit dalam 500 ml Dekstrose dan
sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes per menit.
5) Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengtan konsentrasi yang lebih
tinggi.
6) Naikkan kecepatan infus 10 tetes/menit setiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
(3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) atau setelah infus oksitosin
mencapai 60 tetes/menit.
7) Pada multigravida, induksi dianggap gagal lakukan sectio cessar.
8) Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasi yaitu:
a) 10 unit dalam 500 cc dekstrose, 30 tetes/menit.
b) Naikkan 100 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat.
c) Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes/menit lakukan sectio cessar.
d) Memantau denyut nadi, his DJJ setiap 30 menit dan tekanan darah setiap 4
jam, serta suhu setiap 2 jam.
4. Memiringkan ibu hamil kesebelah kiri.
5. Mencatat semua pengamatan/ observasi pada partograf tiap 30 menit, meliputi kecepatan
infus oksitosin, frekuensi dan lamanya kontraksi, serta dengar DJJ tiap 30 menit dan selalu
langsung setelah kontraksi. Apabila DJJ kurang dari 100 kali/menit, segera hentikan infus
oksitosin.
6. Menenangkan ibu dengan cara mengajarkan tekhnik relaksasi, mengajarkan untuk tidak
mengedan sebelum adanya his, serta jelaskan tahap-tahap yang akan dilakukan selama
persalinan dan libatkan suami/keluarga untuk mendampingi ibu. Anjurkan ibu istirahat saat
his sudah mulai berkontraksi.
7. Meniapkan terhadap kemungkinan kegagalan dan menyiapkan rujukan.
SPO DISTOSIA BAHU

A. Penanganan Distosia Bahu

Diperlukan seorang asisten untuk membantu sehingga bersegeralah minta

bantuan, jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu

posterior sudah masuk kepanggul, bahu posterior yang belum melewati pintu atas

panggul akan semakin sulit dilahirkan tarikan pada kepala, untuk mengendorkan

ketegangan yang menyulit bahu posterior masuk panggul tersebut dapat dilakukan

episiotomy yang luas, posisi Mcrobert, atau posisi dada-lutut, dorongan pada fundus juga

tidak diperkenankan karena akan semakin menyulit bahu untuk dilahirkan dan beresiko

menimbulkan rupture uteri, disamping perlunya asisiten dan pemahaman yang baik

tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga

ditentukan oleh waktu setelah kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteri umbilikalis

dengan lalu 0,04 unit/menit. Dengan demikian pada bayi sebelumnya tidak mengalami

hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu

sebelum terjadi cidera hipoksik pada otak.

Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut :

1. Hentikan fraksi pada kepala, segera memanggil bantuan

2. Manuver Mcrobert, posisi Mcrobert, episiotomy bila perlu, tekanan suprapubik,

tarikan kepala.

3. Manuver Rubin (posisi tetap Mcrobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik tarikan

kepala)

4. Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau maneuver wood.


B. Langkah-langkah Tindakan Cara Pertolongan Distosia Bahu Antara Lain:

1. Langkah pertama : Manuver Mcrobert

Maneuver Mcrobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi Mcrobert yaitu

ibu terlentang memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin kedada

dan rotasikan kedua kaki kearah luar (abduksi), lakukan episiotomy yang cukup lebar,

gabungan episiotomy dan posisi Mcrobert akan mempermudah bahu posterior melewati

promontorium dan masuk kedalam panggul, mintalah asisten untuk menekan

suprasimfisis kearah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu

anterior agar mau masuk dibaeak simfisis sementara itu dilakukan tarikan pada kepala

janin kearah postero kaudal dengan mantap, langkah tersebut akan melahirkan bahu

anterior, hindari tarikan yang berlebihan karna akan mencederai pleksus brakhialis

setelah bahu anterior dilahirkan.langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan

presentasi kepala maneuver ini cukup sederhana,aman dan dapat mengatasi sebagian

besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang (Prawirohardjo,2009).

Maneuver Mc Robert

Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana
terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara

bersamaan (panah vertikal)

Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray

Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu

anterior terbebas dari simfisis pubis

2. Langkah ke Dua : Manuver Rubin

Oleh karna anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit dari pada diameter

oblik atau tranvernya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi

posisi oblik atau tranversanya untuk memudahkan melahirkannya tidak boleh melakukan

putaran pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu yang dapat dilakukan

adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik kearah dorsal,

pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior,sehingga pemutaran lebih mudah

dilakukan pada bahu posteriornya,masih dalam posisi Mcrobert masukkan tangan pada

bagian posterior vagina,tekanlah pada daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi

posisi oblik/tranversa lebih menguntungkan bila pemutaran itu kearah yangmembuat

punggung bayi menghadap kearah anterior (Manuver Rubin anterior) oleh karna kekuatan
tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi

bahu anteros atau punggung bayi menghadap kearah posterior,ketika dilakukan

penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih

anduksi sehingga diameternya mengecil,d engan bantuan tekanan simpra simfisis kearah

posterior, lakukan tarikan kepala kearah postero kaudal dengan mantap untuk melahirkan

bahu anterior (Prawirohardjo,2009).

3. Langkah ke Tiga : Manuver Wood (Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak)

Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi

punggung bayi masukkan tangan penolong yang bersebrangan dengan punggung bayi

(punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) kevagina temukan

bahu posterior, telusuri tangan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan

dengan menekan fossa kubiti) peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap kearah
dada bayi langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi

bahu anterior masuk kebawah simfisis,dengan bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior,

lakukan tarikan kepala kearah postero kaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

Maneuver Wood: manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sandi

sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm dan

pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium pada posisi

telentang atau litotomi sandi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya pasien menopang

tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya pada manuverin,bahu posterior dilahirkan

terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala bahu melalui panggul ternyata tidak dalam

gerak lurus, tetapi berputar sebagai aliran sakrup, berdasarkan hal itu memutar bahu akan

mempermudah melahirkannya, maneuver woods dilakukan dengan menggunakan 2 jari

tangan bersebrangan dengan punggung bayi yang diletakkan dibagian depan bahu posterior

menjadi bahu anterior dan posisinya berada dibawah akralis pubis, sedangkan bahu anterior

memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior dalam posisi seperti itu,

bahu anterior akan mudah dapat dilahirkan.

Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian

diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis
4. Langkah ke empat Tekanan ringan pada suprapubic

Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan

dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.

5. Langkah kelima melahirkan Bahu Belakang

a. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan

kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan

posisi fleksi siku

b. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin

c. Lengan posterior dilahirkan


SPO NYERI PERSALINAN

Sebagai perawat maternitas yang merawat wanita pada persalinan dan kelahiran,
manajemen nyeri persalinan penting untuk dipelajari. Adapun manajemen nyeri tersebut terbagi
menjadi terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi.

1. Metode Nonfarmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi merupakan teknik alternatif dan tambahan dari
pemakaian obat-obatan. Tujuan dari penatalaksanaan non farmakologi adalah untuk
meredakan rasa nyeri, dan biasanya diajarkan pada kelas-kelas persiapan melahirkan.
Adapun teknik-teknik nonfarmakologi yang biasa digunakan pada persalinan adalah:
a. Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan cara merileks-
kan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi dapat mendorong
aliran darah ke uterus untuk meningkatkan oksigenasi fetus, mendorong kontraksi
uterus secara efisien, serta mengurangi ketengangan yang dapat meningkatkan
persepsi nyeri dan menurunkan toleransi nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana
terdiri teknik tarik napas dalam dengan frekuensi lambat dan berirama. Pasien
biasanya diminta untuk memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghidung setiap
proses inhalasi dan ekshalasi.
Pada tahap pertama, teknik pernapasan dapat memperbaiki relaksasi otot-otot
abdomen sehungga dapat meningkatkan ukuran rongga abdomen. Keadaan ini
dapat mengurangi gesekan dan rasa tidak nyaman antara rahim dan dinding
abdomen. Sedangkan pada tahap selanjutnya, yaitu tahap kedua, teknik
pernapasan dipakai untuk meningkatkan tekanan abdomen sehingga dapat
membantu pengeluaran janin. Keadaan ini dipakai juga untuk merelaksasikan
otot-otot pudendal untuk mencegah pengeluaran dini kepala janin (Bobak, et. all,
1995).
Teknik lainnya dapat dilakukan dengan menciptakan suasana yang nyaman
untuk mendukung tahap relaksasi pasien dengan nyeri persalinan. Teknik ini
dapat dilakukan dengan memberikan aromaterapi, misalnya lavender oil atau
dengan menciptakan lingkungan yang nyaman dengan mengurangi intensitas
cahaya yang menyilaukan atau mengatur suhu ruangan yang nyaman.

SOP Teknik relaksasi nafas dalam


1) Ciptakan lingkungan yang tenang
2) Usahakan tetap rileks dan tenang
3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan
4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
5) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan
7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8) Usahakan agar tetap konsentrasi/ mata sambil terpejam
9) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah nyeri
10) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali
12) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
b. Cutaneous stimulation
Stimulasi pada kutan memiliki berbagai macam teknik yang dapat
diaplikasikan. Adapun teknik-teknik tersebut adalah teknik pijat dengan diri
sendiri dan teknik pijat dengan orang lain. Keduanya dipercaya dapat mengurangi
rasa nyeri padamasa persalinan.
1) Self-massage
Seorang ibu hamil dapat menggosok bagian perut, kaki, serta punggungnya
pada masa kehamilan dengan gerakan effleurage untuk mengurangi
ketidaknyamanannya. Sacral pressure dapat diberikan pada klien yang
mengeluh nyeri punggung secara intens terutama ketika fetus berada dalam
posisi occiput posterior. Melakukan counter pressure pada posisi duduk,
double hip squeeze dan deep back massage dapat mengurangi beban kerja
yang dirasakan punggung.
2) Massage by others
Perawat ataupun pasangannya dapat memijat punggung ibu hamil, bahu, kaki,
serta area-area yang terasa tidak nyaman. Gerakan efflurage, yakni tindakan
memukul-mukul abdomen secara perlahan dan seirama dengan pernapasan
pada saat terjadi kontraksi dapat digunakan untuk mengalihkan fokus ibu
hamil pada nyeri akibat kontraksi.
3) Thermal stimulation
Banyak wanita yang menyukai kehangatan pada bagian punggung, abdomen
dan perimenum pada masa persalinan. Mandi air hangat, pada bath tub dapat
merelaksasi ibu hamil. Sedangkan, handuk basuh yang dingin dapat juga
membuat nyaman ibu hamil, terutama saat mereka merasa kepanasan. Handuk
basuh dingin dapat diletakkan pada tempat-tempat yang ibu hamil inginkan,
seperti kepala, abdomen, dan bagian lainnya.
c. Stimulasi mental
Teknik ini merupakan teknik mempengaruhi pikiran seorang ibu hamil dalam
mengatasi stimulasi rasa nyerinya. Contoh dari stimulasi mental ini adalah teknik
imagery. Teknik ini meminta klien untuk berimajenasi dalam membayangkan hal-
hal menyenangkan. Seorang perawat dapat membantu ibu hamil untuk
menciptakan imajenasi yang dapat membuatnya rileks dan santai. Tindakan
imagery ini pada umumnya memerlukan suasana dan ruangan yang tenang,
sehingga dapat membantu ibu hamil berkonsentrasi. Teknik lainnya adalah focal
point. Kebanyakan ketika menggunakan terapi nonfarmakologi, ibu hamil
biasanya memilih untuk menutup matanya atau mereka biasanya mau
berkonsentrasi pada suatu hal saja. Gambar yang dapat membawa perasaan rileks
bisa saja menjadi alat yang digunakan sebagai focal point yang dapat mengurangi
rasa nyeri dan membuat rileks ibu hamil.
d. Yoga
Yoga yang dirancang khusus untuk ibu hamil (prenatal yoga) akan
meningkatkan stamina dan kekuatan tubuh. Selain itu, yoga juga dapat
melenturkan tubuh sehingga nyeri sendi yang sering dirasakan ibu hamil bisa
berkurang. Teknik pernapasan yang diajarkan dalam yoga, juga bisa membuat
merasa relaks dan fokus selama hamil.
e. Acupuncture dan acupressure
Acupuncture dilakukan dengan menggunakan titik-titik khusus yang dapat
mengurangi nyeri dan menambah efek dari analgesik. Sedangkan, acupressure
dilakukan dengan menggunakan jari-jari untuk menekan titik-titik acupuncture.
Acupuncture mudah dilakukan selama persalinan dan tidak membatasi mobilitas
klien.
f. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
TENS dilakukan untuk memblok transmisi stimulus nyeri ke saraf pusat.
Teknik ini dilakukan dengan pemasangan elektroda di permukaan kulit, biasanya
di punggung bagian bawah, kemudian diberi voltase rendah sesuai dengan
toleransi klien. Pemasangan elektroda di abdomen bagian bawah dapat
mempengaruhi jantung janin.
Adapun teknik lain dari metode non farmakologi yang banyak dipelajari di
dalam kelas persiapan melahirkan meliputi hipnosis, umpan balik biologis
(biofeedback), dan sentuhan terapeutik (Bobak, et. all, 1995).
g. Teknik Bersalin Dalam Air
Syarat Persalinan Dalam Air
a) Ibu hamil risiko rendah
b) Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina, saluran kemih, dan kulit.
c) Tanda vital ibu dalam batas normal, dan CTG (Cardiotocography) janin
normal.
d) Air hangat digunakan untuk relaksasi dan penanganan nyeri setelah dilatasi
serviks mencapai 4-5 cm.
e) Pasien setuju mengikuti instruksi penolong

Indikasi Persalinan Dalam Air


a) Merupakan pilihan ibu.
b) Kehamilan normal > 37 minggu.
c) Fetus tunggal presentasi kepala.
d) Ibu tidak menggunakan obat-obat penenang.
e) Ketuban pecah spontan < 24 jam.
f) Tidak ada komplikasi kehamilan (pre-eklampsia,diabetes tidak terkontrol,
hipertensi, sakit jantung, asma, dll).
g) Tidak ada perdarahan.
h) Denyut Jantung Janin normal.
i) Cairan amnion jernih.
j) Persalinan spontan atau menggunakan misoprostol atau pitocin.
k) Kriteria non-klinis, seperti : staf atau peralatan yang mendukung water birth.

Kontraindikasi
a) Infeksi yang dapat ditularkan melalui kulit dan darah.
b) Infeksi dan demam pada ibu.
c) Herpes genitalia.
d) Denyut jantung janin abnormal.
e) Perdarahan pervaginam berlebihan.
f) HIV, Hepatitis.
g) Makrosomia.
h) Mekoneum.
i) Kondisi yang memerlukan pemantauan terus menerus.

Prosedur Persalinan
Ibu masuk berendam ke dalam air saat pembukaan serviks 4-5 cm dengan
kontraksi uterus baik. Ibu dapat mengambil posisi persalinan yang disukainya.
Observasi dan monitoring antara lain :
a) Denyut Jantung Janin (DJJ) dengan Doppler atau fetoskop setiap 30 menit
selama persalinan kala I aktif, kemudian setiap 15 menit selama persalinan kala
II. Auskultasi dilakukan sebelum, selama, setelah kontraksi.
b) Penipisan, pembukaan serviks dan posisi janin. Pemeriksaan colok vagina (VT
) dapat dilakukan di dalam air atau diminta sementara keluar dari air.
c) Status ketuban: jika terjadi ruptur ketuban, periksa DJJ, dan periksa adanya
prolaps tali pusat. Jika cairan ketuban mekoneum, pasien harus meninggalkan
kolam.
d) Tanda vital ibu diperiksa setiap jam, dengan suhu setiap 2 jam (atau jika
diperlukan). Jika ibu pusing, periksa tanda-tanda vital, ajarkan ibu mengatur
napas selama kontraksi.
e) Hidrasi ibu. Dehidrasi dicurigai dari takikardi ibu dan janin, dan peningkatan
suhu badan ibu. Jika ada, ibu diberi cairan. Jika tidak berhasil pasang infus
ringer laktat (RL).

2. Metode Farmakologi
Metode farmakologi untuk mengatasi nyeri pada masa persalinan, biasanya
memiliki pengaruh pada janin yang ada di dalam rahim ibu hamil. Sehingga dalam
pemberiannya perlu mendapat perhatian khusus dari ibu hamil dan juga tenaga
kesehatan yang memberikan perawatan selama menangani nyeri yang dirasakan ibu
hamil semasa persalinan.Agen-agens farmakologis untuk pengelolaan nyeri, antara
lain (Perry, 2010):
a. Obat-obatan sistemik
Obat-obatan jenis ini mempunyai efek menyeluruh pada sistem, karena biasanya
obat-obatan ini didistribusikan ke seluruh tubuh. Adapun yang tergolong jenis
obat-obatan sistemik adalah sebagai berikut:
1) Opoid analgesic
Jenis obat ini mengurangi persepsi rasa sakit tanpa menyebabkan kehilangan
kesadaran. Opoid analgesik yang disuntikan menjadi tipe obat-obatan sistemik
yang menjadi pilihan pada masa persalinan. Beberapa contoh obat-obatan
yang termasuk ke dalam katagori opoid analgesik yang sering digunakan
adalah meperidine (Demerol), butorphanol (Stadol), dan nalbuphine (Nubain).
Efek samping dari katagori obat opoid analgesik ini adalah adanya depresi
pernapasan yang biasanya muncul pada saat kelahiran baru. Selain it, jenis
obat ini biasanya hanya diberikan pada dosis yang sedikit namun sering
melalui rute intravena.
2) Opoid antagonis
Obat yang termasuk kategori opoid antagonis adalah Naloxone (Narcan), dan
Naltrexone (Trexan). Opoid antagonis bermanfaat jika persalinan berlangsung
lebih cepat dari yang diperkirakan dan jika bayi diduga akan lahir saat efek
narkotika berada di puncak. Antagonis ini dapat diberikan kepada ibu melalui
selang infus atau melalui injeksi IM di otot gluteus.
3) Sedatif
Jenis obat yang tergolong sedatif seperti barbiturat tidak secara rutin diberikan
karena dapat menyebabkan efek depresan pada neonatus. Akan tetapi
pemakaian pada dosis kecil diberikan untuk mempromosikan istirahat yang
cukup pada wanita yang kelelahan semasa persalninan. Barbiturat secara
khusus berfungsi untukm menurunkan ansietas, meningkatkan relaksasi, dan
menginduksi rasa kantuk hanya pada masa prodormal atau pada tahap awal
persalinan, dan jika tidak terdapat nyeri.
b. Anastesia dan Analgesia Blok Saraf
Berbagai senyawa obat digunakan dalam bidang obstetri dapat menimbulkan efek
analgesia regional (menghilangkan nyeri ringan dan blok motorik) dan efek
anastesia (menghilangkan rasa nyeri dan blok motorik). Secara kimiawi, sebagian
besar obat ini berkaitan dengan kokain. Adapun jenis-jenis obat yang termasuk
dalam golongan ini adalah:
1) Anastesia infiltrasi local
Anastesi jenis ini pada jaringan perineum sering diberikan, kika episiotomi
akan dilakukan dan jika posisi kepala janin tidak memungkinkan untuk
pemberian blok pudendal. Efek anastesia yang cepat dapat dicapai dengan
menyuntikan rata-rata 10-20 ml anastesi lokal berupa 1% lidokain atau 2%
kloroprokain ke kulit dan kemudian secara subkutan ke daerah yang akan di
anastesi.
2) Blok pudendal
Ini bermanfaat pada persalinan kala II, pada episiotomi dan pada kelahiran.
Blok pudendal tidak menghilangkan nyeri yang berasal dari kontraksi rahim,
tetapi kerjanya dapat menghilangkan nyeri pada klitoris, labia mayora, dan
labia minora, serta perineum. Blok saraf pudendal diberikan 10-20 menit
sebelum anastesi perineum diperlukan.
3) Anastesia subaraknoid (spinal)
Anestesi ini merupakan anastesi lokal yang disuntikan melalui ruang
antarlumbar ketiga, keempat, atau kelima ke dalam ruang subaraknoid, yang
merupakan tempat bercampurnya obat dengan cairan serebrospinalis. Teknik
suntikan tunggal ini bermanfaat pada proses melahirkan, tetapi tidak cukup
untuk proses persalinan. Untuk melahirkan pervaginam, larutan anastesi
disuntikan pada periode kala II persalinan, yakni ketika ekspulsi hampir
terjadi (kepala janin berada di perineum).
4) Blok epidural
Obat jenis ini menghilangkan nyeri akibat kontraksi rahim dan proses
melahirkan (vagina dan abdomen). Blok epidural dapat diberikan dengan
menyuntikan anastesi lokal yang sesuai ke ruang epidural (peridural).
c. Anastesia Umum
Anastesia umum jarang menjadi indikasi kelahiran pervaginam tanpa komplikasi.
Anastesi ini mungkin diperlukan jika ada kontraindikasi terhadap analgesi atau
anastesi blok saraf, ataupun kika adanya indikasi janin harus dilahirkan
(pervaginam atau per abdomen) dengan cepat. Dengan metode ini, ibu menjadi
tidak sadar dan terdapat bahawa depresi pernapasan dan muntah diikuti aspirasi.
d. Analgesi Inhalasi
Inhalasi gas yang dilakukan ibu secara mandiri dapat menolong terutama pada
kala II persalinan. Ibu menghirup anastesi inhalasi yang konsentrasinya
subanestetik, seperti metoksifluran (Penthane). Apabila obat ini diberikan dengan
tepat, wanita akan tetap sadar, tetapi rasa nyerinya jauh mereda. Anastesi jenis ini
dilakukan mandiri oleh ibu hamil dalam bentuk kapsul dan masker yang diikatkan
pada pergelangan tangan. Tenaga kesehatan, seperti perawat mengatur konsentrasi
yang diinginkan dan ibu hamil dapat menghirup obat ini selama terjadi kontraksi.
Adapun tujuan dari metode ini ialah menjaga ibu untuk tetap sadar selama
mengalami analgesi yang dalam dan ibu juga mengalami amnesia (lupa) akan
nyeri yang dirasakannya (Bobak, et. all, 1995).
SPO INISIASI MENYUSUI DINI

A. SPO Inisiasi Menyusui Dini pada Partus Spontan


Pengertian Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif selama
6 bulan, diteruskan sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI
sejak usia 6 bulan.
Tujuan 1. Meningkatkan ikatan kasih sayang (asih).
2. Memberikan nutrisi terbaik (asuh).
3. Melatih refleks dan motorik bayi (asah).
Prosedur Persiapan Alat:
1. 2 buah kain pernel yang lembut dan kering
2. Topi bayi
Penatalaksanaan:
1. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu di kamar
bersalin.
2. Dalam menolong ibu melahirkan disarankan untuk
mengurangi/tidak menggunakan obat kimiawi.
3. Bayi lahir, segera dikeringkan secepatnya terutama kepala, kvuali
tangannya, tanpa menghilangkan vernix mulut dan hidung bayi
dibersihkan, tali pusar diikat.
4. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di
dada-perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan
matabayi setinggi puting susu. Keduanya diselimuti. Bayi dapat
diberi topi.
5. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi. Biarkan bayi
mencari puting sendiri.
6. Ibu didukung dan dibantu mengenali perilaku bayi sebelum
menyusu.
7. Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama
paling tidak satu jam; bila menyusu awal terjadi sebelum satu jam
tetap biarkan kulit ibu-bayi bersentuhan sampai setidaknya 1 jam.
8. Bila dalam 1 jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan
mendekatkan bayi ke puting tapi jangan memasukkan puting ke
mulut bayi. Beri waktu kulit melekat pada kulit 30 menit atau 1 jam
lagi.
9. Setelah setidaknya melekat kulit ibu dan bayi setidaknya 1 jam atau
selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang,
diukur, di cap, diberi vit K.
10. Rawat Gabung Bayi: Ibu-bayi dirawat dalam satu kamar, dalam
jangkauan ibu selama 24 jam.
11. Berikan ASI saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas
indikasi medis. Tidak iberi dot atau empeng.

B. SPO Inisiasi Menyusui Dini pada Operasi Caesar

Pengertian Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif selama
6 bulan, diteruskan sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI
sejak usia 6 bulan.
Tujuan 1. Meningkatkan ikatan kasih sayang (asih).
2. Memberikan nutrisi terbaik (asuh).
3. Melatih refleks dan motoik bayi (asah).
Prosedur Persiapan Alat:
1. 2 buah kain pernel yang lembut dan kering
2. Topi bayi
Penatalaksanaan:
1. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu di kamar operasi
atau kamar pemulihan.
2. Begitu lahir diletakkan di meja resusitasi untuk dinilai, dikeringkan
secepatnya terutama kepala tanpa menghilangkan vernix, kecuali
tangannya. Dibersihkan mulut dan hidung bayi, kemudian tali pusat
diikat.
3. Bila bayi tak perlu diresusitasi; bayi dibedong, dibawa ke ibu.
Diperlihatkan kelaminnya pada ibu kemudian mencium ibu.
4. Tengkurapkan bayi di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada
kulit ibu. Kaki bayi agak sedikit serong/melintang menghindari
sayatan operasi. Bayi dan ibu diselimuti. Bayi diberi topi.
5. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi mendekati
puting. Biarkan bayi mencapai puting sendiri.
6. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu paling tidak selama
satu jam, bila menyusu awal selesai sebelum 1 jam, tetap kontak
kulit ibu-bayi selama setidaknya 1 jam.
7. Bila bayi menunjukkan kesiapan untuk minum, bantu ibu dengan
mendekatkan bayi ke puting tapi tidak memasukkan puting ke
mulut bayi. Bayi dalam 1 jam belum bisa menemukan puting ibu,
beri tambahan waktu melekat pada ibu 30 menit atau 1 jam lagi.
8. Bila operasi telah selesai, ibu dapat dibersihkan dengan bayi tetap
melekat di dadanya dan dipeluk erat oleh ibu. Kemudian ibu
dipindahkan dari meja operasi ke ruang pulih (RR) dengan bayi
tetap di dadanya.
9. Bila ayah tidak dapat menyertai ibu di kamar operasi, diusulkan
untuk mendampingi ibu dan mendoakan anaknya saat di kamar
pulih.
10. Rawat Gabung: Ibu-bayi dirawat dalam satu kamar, bayi dalam
jangkauan ibu selama 24 jam.
11. Berikan ASI saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas
indikasi medis. Tidak diberi dot atau empeng.

C. SPO Inisiasi Menyusui Dini pada Gemelli


Pengertian Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif selama
6 bulan, di teruskan sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI
sejak 6 bulan.
Tujuan a. Meningkatkan ikatan kasih saying (asih).
b. Memberikan nutrisi terbaik (asuh).
c. Melatih reflex dan motorik bayi (asih).

Prosedur Pesiapan alat :


1. 3 buah kain pernel yang lembut dan kering
2. Topi bayi
Penatalaksanaan :
3. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu di kamar bersalin
4. Bayi pertama lahir , segera dikeringkan secepatnya terutama kepala,
kecuali tangannya tanpa menghilangkan vernix ,mulut dan hidung
bayi dibersihkan , tali pusat diikat.
5. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi , bayi di tengkurapkan di
dada perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata
bayi setinggi putting susu. Keduanya diselimuti . bayi dapat diberi
topi.
6. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi . biarkan
bayi mencari putting sendiri .
7. Bila ibu merasa akan melahirkan bayi kedua, berikan bayi pertama
pada ayah . ayah memeluk bayi dengan kulit bayi melekat pada
kulit ayah seperti perawatan metode kanguru .keduanya ditutuoi
baju ayah.
8. Bayi kedua lahir , segera dikeringkansecepatnya terutama kepala ,
kecuali tangannya tanpa menghilangkan vernix. Mulut dan hidung
bayi dibersihkan , tali pusat diikat.
9. Bila bayi kedua tidak memerlukan resusitasi, bayi kedua
ditengkurapkan di dada-perut ibu dengan kulit bayi melekat pada
kulit ibu. Letakkan kembali bayi pertama di dada ibu berdampingan
dengan saudaranya, ibu dan kedua bayinya diselimuti . bayi-bayi
dapat diberi topi.
10. Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama
paling tidak satu jam bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam.
11. Bila dalam 1 jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan
mendekatkan bayi ke putting tapi jangan memasukkan putting ke
mulut bayi. Beri waktu 30 menit atau 1 jam lagi kulit melekat pada
kulit
12. Rawat gabung bayi: ibu-bayi dirawat dalam satu kamar, dalam
jangkauan ibu selama 24 jam.
13. Berikan ASI saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas
indikasi medis. Tidak diberi dot/empeng.
SPO PERAWATAN LUKA POST SC

A. Pengertian
SPO perawatan luka post SC merupakan standar oprasional prosedur dalam melakukan
perawatan luka setelah menjalani oprasi sectio caesarea.
B. Tujuan
1. Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga
kebersihan luka
2. Melindungi luka dari kontaminasi
3. Dapat menolong hemostatis ( bila menggunakan elastis verband )
4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5. Menurunkan pergerakan dan trauma
6. Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
C. Indikasi
Pada balutan yang sudah kotor
D. Kontraindikasi
1. Pembalut dapat menimbulkan situasi gelap, hangat dan lembab sehingga
mikroorganisme dapat hidup
2. Pembalut dapat menyebabkan iritasi pada luka melalui gesekan gesekan pembalut.
E. Alat dan bahan
1. Alat-alat steril
a. Pinset anatomis 1 buah
b. Pinset sirugis 1 buah
c. Gunting bedah/jaringan 1 buah
d. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
e. Kassa desinfektan dalam kom tertutup
f. Sarung tangan 1 pasang
g. Korentang/forcep
2. Alat-alat tidak steril
a. Gunting verban 1 buah
b. Plester
c. Pengalas
d. Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan)
e. Nierbeken 2 buah
f. Kapas alcohol
g. Aceton/bensin
h. Sabun cair anti septik
i. NaCl 9 %
j. Cairan antiseptic (bila dibutuhkan)
k. Sarung tangan 1 pasang
l. Masker
m. Air hangat (bila dibutuhkan)
n. Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah
F. Prosedur Tindakan
1. Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Dekatkan alat-alat ke pasien
3. Pasang sampiran
4. Perawat cuci tangan
5. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
6. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
7. Letakkan pengalas dibawah area luka
8. Letakkan nierbeken didekat pasien
9. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan menggunakan
pinset anatomi, buang balutan bekas kedalam nierbeken.
Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara melepaskan ujungnya dan
menahan kulit dibawahnya, setelah itu tarik secara perlahan sejajar dengan kulit dan
kearah balutan. ( Bila masih terdapat sisa perekat dikulit, dapat dihilangkan dengan
aceton/ bensin )
10. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi angkat balutan
dengan berlahan
11. Letakkan balutan kotor ke neirbeken lalu buang kekantong plastic, hindari
kontaminasi dengan permukaan luar wadah
12. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
13. Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka dan obat luka
dengan memperhatikan tehnik aseptic
14. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril
15. Membersihkan luka dengan sabun anti septic atau NaCl 9 %
16. Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan dengan terapi)
17. Menutup luka dengan cara:
a. Balutan kering
1) Lapisan pertama kassa kering steril untuk menutupi daerah insisi dan bagian
sekeliling kulit
2) Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
3) Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
b. Balutan basah kering
1) Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi cairan steril atau anti
mikkrobial untuk menutupi area luka
2) Lapisan kedua kasa steril yang lebab yang sifatnya menyerap
3) Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
c. Balutan basah basah
1) Lapisan pertama kassa steril yang telah dilembabkan dengan cairan fisiologik
untuk menutupi area luka
2) Lapisan kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap
3) Lapisan ketiga (lapisan paling luar) kassa steril yang sudah dilembabkan
dengan cairan fisiologik
18. Plester dengan rapi
19. Buka sarung tangan dan masukan kedalam nierbeken
20. Lepaskan masker
21. Atur dan rapikan posisi pasien
22. Buka sampiran
23. Evaluasi keadaan umum pasien
24. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering dan
rapi.
25. Perawat cuci tangan
26. Dokumentasikan tindakan dalam catatan keperawatan

G. Hal hal yang harus diperhatikan


1. Membalut harus rata, jangan terlalu longgar dan jangan terlalu erat, hal ini untuk
mencegah terjadinya pembendungan. Contoh pada kaki dan tangan
2. Pembalut harus sesuai dengan tujuan, contoh : untuk menjaga agar luka jangan
terkontaminasi, untuk merapatnya luka, atau untuk menghentikan perdaraha
3. Menggunting plester jangan terlalu panjang/ terlalu pendek
4. Pembalut yang kotor/ basah segera diganti. Pada luka operasi tanpa drain sampai
angkat jahitan ( minimal 5 hari ), pembalut yang tepat berada di atas luka tidak boleh
diganti. Jadi bila pembalut kotor/ basah hanya bagian atasnya saja yang diganti, atau
pembalut diganti sesuai dengan instruksi dokter
5. Memperhatikan apakah ada perdarahan, atau kotoran kotoran yang lain untuk
menetukan kapan drain dapat diangkat
6. Memperhatikan komplikasi luka operasi, contoh haematom, adanya pus, pengerasan,
perdarahan, kemerahan atau lecet lecet pada kulit sekitarnya.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pijat Asi (Pijat Oksitosin)

Hari/tanggal : Rabu ,17 mei 2017


Waktu : 45 menit
Tempat/ruang :
Sasaran : Ibu-ibu Menyusui (15 orang)
Pelaksana : Mahasiswa Akper pemprov Kaltim
Topik Penkes : Teknik Menyusui dengan Benar dan Pijat Oksitosin
Diagnosa Kep : Kurang Pengetahuan Ibu tentang tekhnik menyusui dengan benar dan
cara pijat oksitosin untuk memperlancar ASI
A. Tujuan penyuluhan
1. Tujuan Instruksional Umum(TIU)
Setelah mendapatkan penkes selama 45 menit diharapkat sasaran dapat mengetahui
dan mengaplikasikan teknik menyusui dengan benar dan cara pijat oksitosin untuk
memperlancar ASI
2. Tujuan Instruksional Khusus(TIK)
Setelah diberikan penkes selama 45 menit sasaran akan mampu :
a. Menjelaskan tentang pengertian dari ASI
b. Menyebutkan minimal 2 Manfaat ASI
c. Menjelaskan tentang pengertian dari pijat ASI dengan bahasanya sendiri
d. Menyebutkan kembali minimal 3 Manfaat dari pijat oksitosin
e. Menyebutkan kembali posisi-posisi menyusui
f. Mendemonstrasikan kembali teknik menyusui dan pijat oksitosin dengan benar
3. Materi
Pokok Bahasan :
Teknik Menyusui dengan Benar dan Pijat Oksitosin
4. Metode : Ceramah,Tanya jawab
5. Media: power point,booklet, pantom
6. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM):
a. Pendahuluan
Pembukaan dan Menjelaskan Tujuan
b. Pengajaran
Menjelaskan materis(sesuai TIk atau Sub pokok Bahasan )
c. Penutup
d. Merangkum dan Melakukan Evaluasi

Tahap Kegiatan Mengajar Kegiatan Sasaran


Pendahuluan 1. Menyiapkan materi -Menyiapkan diri
(5 menit) tempat dan sasaran
2. Pembukaan ( salam dan -Menjawab salam
perkenalan)
3. Menjelaskan tujuan dan -Memperhatikan
kontrak waktu

Penyajian 4. Menjelaskan pengertian -Memperhatikan


ASI
( 30 menit)
5. Menjelaskan manfaat -Memperhatikan
ASI
6. Menjelaskan tentang -Memperhatikan
pengertian dari pijat
ASI.
7. Menanyakan -Menjawab pertanyaan
pemahaman
8. Menjelaskan tentang -Memperhatiakan
manfaat pijat oksitosin
9. Mendemonstrasikan -Memperhatikan
tentang pijat oksitosin
10. Menjelaskan tentang -Memperhatikan
Posisi menyusui
11. Mendemonstrasikan -Memperhatikan
teknik menyusui
12. Memberi kesempatan -Bertanya
kepada masyarakat
untuk bertanya
Penutup 13. Menjawab pertanyaan -Memperhatikan
(10 menit)
14. Mengajukan prtanyaan -Menjawab pertanyaan
untuk mengevaluasi
15. Merangkum materi -Menperhatikan
yang sudah
disampaikan
16. Menutup pertemuan -Menjawab salam
dan salam

7. Evaluasi Hasil
a. Evaluasi Hasil
Setelah diberikan penkes Sasaran mampu:
1) Menjelaskan tentang pengertian dari ASI dengan bahasanya sendiri
2) Menyebutkan min 2 Manfaat ASI dengan benar
3) Menjelaskan tentang pengertian dari pijat ASI dengan bahasanya sendiri
4) Menyebutkan kembali min 3 Manfaat dari pijat oksitosin
5) Menyebutkan kembali posisi-posisi menyusui
6) Mendemonstrasikan kembali teknik menyusui dan pijat oksitosin dengan benar

b. Evaluasi Struktur
1) Kelengkapan media-alat (AVA):tersedia dan siap digunakan
2) Pelaksana siap melakukan penkes
3) Fasilitas tersedia
c. Evaluasi Proses:
1) Pelaksana dan sasaran mengikuti penkes sesuai waktu yang ditetapkan
2) Sasaran Aktif selama proses penkes
3) Sasaran mampu menjawab pertanyaan
4) Pelaksana menyajikan materi secara lengkap

8. Daftar Pustaka
(Depkes RI, 2007, hlm. 44):
(Khairuniah, 2004).

LAMPIRAN MATERI

A. Dasar-dasar Menyusui
1. Menyusui Pertama kali
Segera sehabis melahirkan, anda dapat membantu membangun pasokan air susu
dan menghindari beberapa masalah yang mungkin akan timbul di awal pertama kali
menyusui dengan cara memeluk bayi (sebaiknya kontak kulit dengan kontak kulit)
sehingga ia mempunyai akses yang penuh ke payudara, atau menyusuinya bayi
sesegera mungkin atau membiarkan bayi mengisap payudara sesering mungkin.
Sebagian besar bayi yang baru lahir umumnya siap dan berminat menyusu atau
mengisap payudara sekama satu jam pertama sesudah dilahirkan. Manfaatkan saat-
saat ini untuk mulai menyusui. Riset menunjukkan bahwa pemberian ASI yang sering
dan tidak dibatasi membantu mencegah pembesaran payudara yang nyeri dan
memungkinkan terbentuknya pasokan susu dalam jumlah besar.
Tindakan menyusui yang pertama kali adalah suatu yang special. Anda dan
bayi mulai mengenal satu sama lain dan mulai membentuk interaksi yang sinkron
serta indah yang merupakan karakteristik dari menyusui. Jika anda belum pernah
menyusui sebelumnya, teknik pemberian makan ini mungkin tampak menakutkan dan
membingungkan pada mulanya. Yakinlah bahwa keterampilan menyusui ini akan
membaik bersama dengan berlalunya waktu dan bertambahnya pengalaman. Berikut
ada beberapa saran.
a. Susui bayi sesegera mungkin setelah dilahirkan. Sebagian besar bayi dalam
keadaan bangun dan lebih berminat untuk menyusu selama satu jam sesudah
dilahirkan dibanding delapan atau dua puluh empat jam kemudian.
b. Susui bayi baru lahir dalam lingkungan yang tenang dan sepi, jika mungkin.
Lingkungan semacam ini akan membantu ibu merasa rileks dan memungkin
kan ibu serta bayi memusatkan diri pada pemberian ASI.
c. Untuk menyusui yang pertama kali, ibu dapat melakukannya dengan ditemani
hanya anggota keluarga atau teman yang benar-benar ibu sukai. Mintalah suami
atau pasangan mengajak tamu-tamu lain keluar selama ibu menyusui sehingga
ibu dapat memiliki privasi saat mulai belajar memberikan ASI.
d. Manfaatkan bantuan dari staf yang berpengalaman atau doula atau mintalah
agar ibu dibiarkan sendiri jika ibu merasa cukup percaya diri untuk
memberikan ASI tanpa bantuan orang lain.
e. Cari posisi yang nyaman dengan punggung tersangga dengan baik. Gunakan
bantal untuk menopang lengan dan bayi. Jika ibu menjalani bedah Caesar,
pemberian ASI yang pertama mungkin perlu ditunda sampai lebih dari satu jam
sesudah melahirkan dan ibu mungkin membutuhkan bantuan ekstra.
2. Mebantu Bayi Menempelkan Mulutnya di Payudara Ibu
a. Pastikan ibu berada pada posisi yang nyaman.
b. Pegang payudara dengan tangan bu yang bebas, tetapi jangan menyentuh aerola.
Letakkan ibu jari diatas dan jari-jari lain dibawah aerola. Tekan payudara dengan
ibu jari dan jari-jari, bawa mulut bayi ke tengah ke arah putting.
c. Usap bibir bawah bayi dengan putting ibu untuk membuatnya membuka mulut.
Begitu bayi membuka mulut lebar-lebar (selebar kuapan), arahkan bayi dengan
lembut ke dada ibu dan pegang bayi ke dekat dada sehingga mulutnya yang
terbuka menempel ke payudara ibu dan perutnya menekan dada atau perut ibu.
Tetaplah membelai bibir bawahnya dengan lembut. Menekan ke luar sedikit
kolostrum dan mengusapkannya di putting akan dapat meningkatkan minat bayi
untuk menyusu. Gerakan bayi ke payudara ibu aih-alih menggerakkan payudara
ke arah bayi.
d. Pastikan mulut bayi menempel ke daerah aerola sebanyak mungkin, untuk
mendapatkan isapan yang baik. Hidung bayi akan menyentuh payudara ibu.
Kecuali payudara ibu cukup besar, bayi masih tetap dapat bernafas. Bayi tidak
akan membiarkan dirinya menjadi sesak. Jika ibu merasa bahwa ibu perlu
membantu bayi untuk dapat bernafas lebih mudah, angkat sedikit payudara ibu
dan bawa bokongnya lebih mendekat, untuk mengatur ulang posisinya dan
memberinya lebih banyak ruang untuk bernafas. Tindakan ini lebih baik daripada
menggeser payudara menjauhi hidung yang dapat mengganggu perlekatan mulut
bayi.
e. Biarkan bayi mengisap payudara selama yang ia inginkan (umumnya sepuluh
sampai lima belas menit), kemudian tawarkan payudara sebelahnya. Bayi dapat
di beri ASI hanya dari satu payudara atau kedua payudara. Jangan terlalu
mengandalkan jam. Alih-alih amati bayi. Ia akan memberi tanda pada ibu kapan
ia selesai menyusu dengan jalan jatuh tertidur dan/atau melepaskan diri dari
payudara ibu.
f. Berbeda dengan mitos popular, membatasi waktu menyusui tidak mencegah
nyeri putting. Cara terbaik untuk mencegah nyeri putting adaalah memastikan
bayi menempelkan mulutnya dengan baik untuk menyusu. Jika ibu mencoba
menghentikan bayi setelah lima sampai sepuluh menit agar ia beralih ke payudara
sebelah, ibu dapat saja menemukan bahw mulutnya tidak menempel dengan baik
dan pemberian ASI berhenti. Jika bayi sudah cukup mendapat ASI dari satu
payudara saja, susui bayi dengan payudarah sebelahnya di saat berikutnya.
g. Selama satu atau dua minggu sesudah melahirkan, akan memunculkan refleks let-
down (pengeluar susu) beberapa menit sesudah bayi anda mulai mengisap.
Begitu proses menyusui mapan, refleks let-down akan terjadi dalam waktu
beberapa detik sesudah bayi mulai mengisap. Ibu akan tahu kalau air susu keluar
saat ibu mendengar bayi menelan.
h. Beberapa bayi tampaknya mengetahui bagaimana caranya menyusu sejak
pertama, sementara lainnya tampak mengantuk atau tidak tertarik atau
mengalami kesulitan untuk menempelkan mulutnya ke payudara ibu. Jika ibu
mengalami kesulitan sewaktu mulai menyusui karena bayi mengantuk, ingat
bahwa sesuadah dua atau tiga jam pertama, kebanyakan bayi yang normal kurang
berminat mengisap payudara sampai dua puluh empat jam berikutnya. Pada hari
kedua, sebagian besar bayi mencari dan bersemangat untuk menyusu.
3. Tanda-tanda bayi menempelkan mulut yang efektif
Jika bayi dapat menempelkan mulutnya dengan baik pada payudara, ia akan
dapat memperoleh air susu yang dibutuhkannya dengan mudah. Berikut adalah dua
daftar (tanda dari menempel yang baik dan tanda yang kurang efektif) yang dapat
membantu ibu mengetahui apakah bayi menempelkan mulutnya dengan tepat
a. Bayi membuka mulut lebar, selebar saat ia menguap dengan lidah kebawah dan
ke depan tepat sebelum ia menempelkan mulutnya ke payudara ibu.
b. Ia menarik putting dan aerola kedalam mulutnya, dengan menekan payudara ibu
dan hidungnya menyentuh payudara.
c. Bibirnya membuat sayap ke bawah (mulut ikan) dan lidahnya menjulur ke atas
gusi bagian bawah.
d. ahangnya bergerak secara berirama sewaktu ia mengisap.
e. Ia mulai menyusu dengan isapan cepat dan singkat. Begitu susu keluar, ia akan
mapan ke pola isapan yang lebih lambat dengan jeda singkat.
f. Ibu akan mendengar saat ia menelan. Pada hari pertama sebelum ASI keluar, ia
mungkin perlu mengisap lima sampai sepuluh menit sebelum ia mendapat cukup
air susu untuk ditelan. Begitu air susu keluar, ibu akan mendengar bayi menelan
setiap kali ia mengisap.
4. Tanda-tanda Menempelkan Mulut yang Tidak Efektif
a. Bibir bayi maju seolah ia mengisap dengan sedotan
b. Pipinya tampak cekung, seolah tidak banyak jaringan payudara yang mengisi
mulutnya
c. Ibu mendengar bunyi klik selama menyusui.
d. Ibu tidak mendengarnya menelan.
e. Mulutnya terlepas dari payudara dan mencari-cari dengan panic
f. Putting terasa sakit yang berlanjut sesudah atau beberapa menit.

B. Posisi Menyusui
Prinsip menyusui yang baik berlaku untuk setiap posisi pada pemberian ASI.
Letakkan bayi dengan wajah menghadap payudara dengan dagu dan ujung hidungnya
menyentuh payudara ibu. Jika perlu, pada mulanya, pegang payudara dan bentuk putting
dengan menekan payudara menggunakan jari-jari di belakang aerola. Gunakan bantal
untuk menopang lengan ibu dan tubuh bayi.
Masing-masing posisi mempunyai manfaat khusus. Gunakan posisi yang paling
nyaman dan efektif untuk pemberian ASI
Pegangan pelukan. Kepala bayi dipeluk di lipatan lengan. Lengan atas ibu menopang
badannya sementara tangan ibu menopang bokong atau kaki bagian atas. Bayi
menghadap ke payudara dengan dagu menyentuh payudara ibu dan dan perut serta
dadanya menghadap kearah dada atau perut ibu. Lengan ibu yang satunya menopang
payudara dengan ibu jari diatas dan jari-jari lain dibawah areola. Pijat bagian bawah
aerola dengan lembut. Keuntungan :
1. Biasanya ini adalah posisi yang paling mudah di pelajari
2. Posisi yang paling sering digunakan para ibu.
Pegangan pelukan silang atau bergantian. Pada posisi ini, tangan yang paling dekat
dengan payudara yang diisap bayi menopang dan menekan payudara. Tangan lainnya
menopang leher bayi dengan jari-jari terletak dibawah telinganya. Hindari menekan
kepala bayi dengan tangan ibu karena ini akan membuat bayi menarik kepalanya
menjauhi payudara. Gunakan lengan bagian atas untuk menopang batang tubuh bayi.
Keuntungan
1. Menopang leher dengan tangan berarti memberikan control yang lebih baik
terhadap kepala bayi daripada dengan menggunakan lengan atas.
2. Sangat membantu jika menyusui bayi premature atau bayi yang sulit menempelkan
mulutnya ke payudara.
Pegangan bola atau cengkraman. Tangan yang terletak paling dekat dengan payudara
yang diisap bayi memeluk leher bayi. Tubuh bayi berkontak dengan tubuh ibu, dibawah
lengan. Bayi terlentang atau sedikit miring. Lengan lainnya menopang payudara dan
menekan putting. Untuk membantu bayi menempelkan mulutnya , gerakkan kepala dan
dadanya kea rah payudara ibu. Hindari menarik dagunya ke arah dadanya karena ini
membuat bayi sulit menelan, bahkan sulit bernafas. Juga hindari menekan kepala bayi
dengan tangan ibu. Keuntungan :
1. Mudah untuk melihat apakah bayi dapat menempelkan mulutnya secara efektif pada
payudara ibu.
2. Lebih nyaman bagi ibu yang menjalani bedah Caesar, karena posisi bayi menjauhi
dareah sayatan.
3. Nyaman untuk wanita yang mempunyai payudara besar karena dada bayi
membantu menyangga berat payudara.
4. Jika payudara sangat penuh, akan lebih mudah ditekan pada posisi ini.

Berbaring. Berbaring menyamping dengan lengan bawah di lipat disekitar bayi, yang
berbaring menyamping mengarah ke bagian bawah payudara ibu. Ibu juga dapat
berbaring menyamping dengan lengan bawah terlipat dibawah kepala ibu. Cobalah kedua
posisi ini untuk menentukan mana yang lebih nyaman. Letakkan bantal diantara lutut ibu
dan di balik punggung bayi untuk menambah kenyamanan. Dengan posisi ini ibu dapat
sedikit mencondongkan tubuh dan menyusui dari bagian atas payudara.
Keuntungan :
1. Mudah beristirahat selama menyusui
2. Lebih nyaman untuk wanita yang perineumnya robek atau dipotong atau wanita
yang mengalami wasir yang nyeri
Kekurangan :
1. Untuk menguasai posisi ini seringkali dibutuhkan latihan.
2. Posisi ini sulit untuk wanita yang mempunyai payudara besar.
Bayi duduk sewaktu menyusu. Posisi ini mirip dengan posisi bola. Bayi duduk di
pangkuan ibu atau pada bantal yang diletakkan di pangkuan ibu dengan kaki terbuka ke
samping tubuh ibu yang berada pada satu sisi dengan payudara yang diisap bayi. Lengan
atas ibu menopang lehernya. Tangan lainnya memegang payudara dan menekan
putingnya.
Keuntungan :
1. Mudah untuk melihat apakah bayi menempelkan mulut dengan baik.
2. Sangat membantu untuk bayi yang ibunya mempunyai volume ASI yang besar dan
menetes keluar dengan cepat. (Duduk mengurangi efek gaya tarik bumi dan
membantu bayi menelan aliran susu yang cepat ini, membuat bayi dapat tetap
bernafas dan mencegah bayi tersedak).
C. Pijat ASI
A. Pengertian Pijat ASI
Pijat ASI merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran
produksi ASI. Pijat ASI adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang
(vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk
merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Yohmi & Roesli,
2009, hlm. 92).
Pijat ASI yang sering dilakukan dalam rangka meningkatkan ketidaklancaran
produksi ASI adalah pijat oksitosin. Pijat oksitosin, bisa dibantu pijat oleh ayah atau
nenek bayi. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau
reflex let down. Selain untuk merangsang refleks let down manfaat pijat oksitosin
adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement),
mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007, hlm.
42).
B. manfaat Pijat Oksitosin
a.) membantu Ibu secara psikologis, menenangkan, dan tidak stress.
b.) membangkitkan rasa percaya diri.
c.) membantu Ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang bayinya.
d.) meningkatkan ASI.
e.) memperlancar ASI.
f.) melepas lelah.
g.) ekonomis.
h.) praktis.

C. Langkah-Langkah melakukan Pijat ASI teknik Oksitosin


Langkah-langkah melakukan pijat ASI dengan metode oksitosin sebagai
berikut (Depkes RI, 2007, hlm. 44):
9. Melepaskan baju ibu bagian atas.
10. Ibu miring ke kanan maupun kekiri, lalu memeluk bantal, namun ada dua
posisi alternatif, yaitu: boleh telungkup di meja
11. Memasang handuk.
12. Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil.
13. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan menggunakan dua
kepala tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan. Area tulang belakang
leher, cari daerah dengan tulang yang paling menonjol, namanya processus
spinosus/cervical vertebrae 7.
14. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan
melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya.
15. Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang kearah bawah, dari
leher kearah tulang belikat, selama 2-3 menit.
16. Mengulangi pemijatan hingga 3 kali.
17. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara
bergantian.
GAMBAR:
STEP 1 STEP 2 STEP 3
SATUAN ACARA PENYULUHAN
HIV/AIDS

Topik : Penyakit HIV/AIDS


Sasaran : Ibu Hamil
Hari/tanggal : , Mei 2017
Waktu : 30 menit
Tempat : Ruang
Penyuluh : Mahasiswa Akper Pemprov Kaltim
Diagnosa Kep : kurang pengetahuan klien tentang penyakit HIV/AIDS dan pencegahan
pada penyakit HIV/AIDS

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU):


Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 30 menit mengikuti penkes klien akan
dapat menjelaskan penyakit HIV/AIDS dan penanganan penyakit HIV/AIDS
.
B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah diberikan penkes selama 30 menit, Klien diharapkan akan dapat :
1. Menjelaskan pengertian penyakit HIV/AIDS dengan tepat
2. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit HIV/AIDS dengan tepat
3. Menjelaskan penyebab penyakit HIV/AIDS dengan tepat
4. Menjelaskan penanganan penyakit HIV/AIDS dengan tepat
5. Menjelaskan pencegahan penyakit HIV/AIDS dengan tepat

C. Materi
1. Pokok bahasan : Penyakit CKD
2. Sub Pokok Bahasan :
a. Pengertian HIV/AIDS
b. Tanda dan gejala penyakit HIV/AIDS
c. Penyebab penyakit HIV/AIDS
d. Penanganan penyakit HIV/AIDS
e. Pencegahan penyakit HIV/AIDS

D. Metode
Ceramah, Tanya jawab

E. Media
Leaflet, Booklet

F. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)


Waktu Tahap Pengajar Sasaran
Kegiatan
5 menit Pembukaan 1. Membuka acara 1. Menjawab salam
dengan pengucapan dan mendengarkan
salam dan perkenalan. perkenalan
2. Menyampaikan topic 2. Mendengarkan
dan tujuan penyuluhan
kepada sasaran
3. Kontrak waktu dengan 3. Menyetujui
sasaran. kesepakatan
pelaksanaan penkes
15 menit Kegiatan 4. Menjelaskan 4. Memperhatikan
Inti pengertian, tanda serta
gejala penyakit
HIV/AIDS
5. MemberI kesempatan 5. Bertanya.
pada sasaran untuk
bertanya.
6. Menjawab pertanyaan 6. Merespon.
7. Menjelaskan
penanganan dan 7. Memperhatikan
pencegahan pada
penyakit HIV/AIDS
8. Menanyakan 8. Merespon.
pemahaman sasaran
9. Memberi kesempatan 9. Bertanya.
bertanya
10. Menjawab pertanyaan 10. Memperhatikan
10 menit Penutup. 11. Memberi kesimpulan 11. Memperhatikan.
tentang HIV/AIDS
berhubungan dengan
sesak nafas.
12. Mengajukan 12. Menjawab
pertanyaan evaluasi pertanyaan.
pada sasaran tentang
materi yang sedang
dilakukan.
13. Menutup pertemuan
dan memberikan salam 13. Memperhatikan dan
penutup menjawab salam.

G. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Klien menyepakati kontrak yang telah disepakati dan tersedianya media penkes
2. Evaluasi Proses
Klien berpartisipasi selama kegiatan dan pelaksanaan sesuai dengan rencana.
3. Evaluasi Hasil (Lisan)
Klien mampu :
a. Menyebutkan Pengertian penyakit HIV/AIDS dengan bahasanya sendiri
b. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit HIV/AIDS dengan benar
c. Menjelaskan komplikasi penyakit HIV/AIDS dengan benar
d. Menjelaskan penyebab penyakit HIV/AIDS dengan benar
e. Menjelaskan penanganan penyakit HIV/AIDS dengan benar
f. Menjelaskan pencegahan penyakit HIV/AIDS dengan benar

H. Buku Sumber
Kusuma, hardi. Dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC NOC Edisi
2. Jogjakarta: Medication.

I. Lampiran Materi
1. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu
sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama
karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:
a. AIDS adalah sindroma yang menunujukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
terjadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat obatan seperti imun,
penyakit infeksi yang sudah dikenal, dan sebagainya (Christine L, 2007)
b. AIDS dalah kumpulan gejalapenyakit akibat menurunnya system kekbalan
tubuh oleh virus yang disbut HIV yang di tandai dengan menurunya system
kekebalan tubuh sehinggapasien AIDS mudah diserang oleh infeksi
oportunistik dan kanker (Djauzi dan Djoerban, 2012)
c. AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus
yang berkaitan dengan infeksi human immunodetciency virus (HIV). (Suzane
C. Smetzler dan Brende G. Bare, 2012)
d. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah
200 atau kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges,
2009)
e. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan
hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2007)
f. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 2009 : 09).
g. Kesimpulan: AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan
atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan
dibawa sejak lahir)dan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai
dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa dan gejala yang nyata hingga
keadaan ini imunosuprsi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat
membawa kematian dan dengan kelianan malignitas yang jarang terjadi

2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai
retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus
baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen
dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
AIDS dapat menyerang semua golongan umu, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah:
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Orang yang ketagian obat intravena
c. Partner seks dari penderita AIDS
d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui:


a. Hubungan seksual (resiko 0,1 1%)
b. Darah :
1) Transfuse darah yang mengandung HIV (resiko 90 98)
2) Transfuse jarum yang mengandung HIV (resiko 0,3)
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09)
c. Transmisi dari ibu ke anak:
1) Selama kehamilan
2) Saat persalinan
3) Air susu ibu.

3. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui
pada penderita AIDS, panas lebih dari 1 bulan, batuk-batuk, sariawan dan
nyeri menelan, badan menjadi kurus sekali, diare, sesak napas,
pembesaran kelenjar getah bening, kesadaran menurun, penurunan ketajaman
penglihatan, bercak ungu kehitaman di kulit.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2
Minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun
simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari,
penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy,
pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama
penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling
umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan
suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal.
Pembagian Stadium :
a. Stadium pertama : HIV
Infeksi di mulai dengan masuknya HIV dan di ikuti dengan terjadinya perubahan
serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi
positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi
terhadap HIVmenjadi positif di sebut dengan window period. Lama window
period adalah antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung
sampai enam bulan
b. Stadium kedua : Asimptomatik ( tanpa gejala )
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tubuh
tidak menunjukkan gejala apa pun. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata
selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV.AIDS yang tampak sehat ini sudah
dapat menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium ketiga : Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata ( pesistent
Generalized Lynphadenopaty ). Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja
dan berlangsung lebih satu bulan.
d. Stadium keempat : AIDS
Keadaan ini di sertai dengan adanya bermacam-macam penyakit, antara lain
penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder.

Gejala klinis pada stadium AIDS di bagi antara lain :


a. Gejala utama / mayor :
1) Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus
3) Penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam tiga bulan.
b. Gejala minor :
1) Batuk kronis selama satu bulan
2) Infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida
albicons
3) Pembengkakan kelenjar getah bening yangmenetap di seluruh tubuh
4) Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.

Tabel 2
Klasifikasi Klinis Infeksi HIV menurut WHO
Skala
Stadium Gambaran Klinis
Aktivitas
1.I Asimptomatis Asimptomatis,
I 2. Limfadenopati generalisata aktivitas normal
1. Berat badan menurun <10 % Simptomatis ,
II 2. Kelainan kulit dan mukosa yang aktivitas normal
ringan seperti, dermatitis seboroik,
prurigo, onikomikosis, ulkus oal
yang rekuen, dan kheilitis angularis
3. Herpes zoster dalam 5 tahu terakhir
4. Infeksi saluran nafas bagian atas
seperti sinusitis bakterialis
III 1. Berat badan menurun < 10% Pada umumya
2. Diare kronis yang berlangsung lebih lemah, aktivitas di
dari 1 bulan tempat tidur kurang
3. Demam berkepanjangan lebih dari dari 50%
satu bulan
4. Kandidiasis orofaringeal
5. Oral hairy leukoplakia
6. TB paru alam satu tahun terakhir
7. Infeksi bacterial yang berat seperti
pnemonia, piomiositis
IV 1. HIV wasting syndrome seperti yang Pada umumya sangat
didefinisikan oleh CDC lemah, aktivitas di
2. Pnemonia Pneumocystis carini tempat tidur lebih dari
3. Toksoplasmosis otak 50%
4. Diare kriptosporidiosis lebih dari
satu bulan
5. Kriptokokosis Ekstrapulmonal
6. Retinitis virus sitomegalo
7. Herpes simplek mukokutan > 1
bulan
8. Leukoensefalopati multifokal
progresif
9. Mikosis diseminata seperti
histoplasmosis
10. Kandidiasis di esophagus, trakea,
bronkus, dan paru
11. Mikobakteriosis atipikal diseminata
12. Septisemia salmonelosis nontifoid
13. Tuberkulosis di luar paru
14. Limfoma
15. Sarkoma Kaposi
16. Ensealopati HIV

4. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang
yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan
mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain
yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target
dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel,
dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan
ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada
akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus
yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit
T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel
lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan
organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong,
sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi
dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan
sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel
virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode jendela
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri :
2012)

Perjalanan HIV / AIDS di bagi dalam 2 fase :


a. Fase infeksi awal
Pada fase awal proses infeksi ( immunokompeten ) akan terjadi respon imun
berupa peningkatan aktivitas imun, yaitu pada tingkat selular ( KLA-DR; sel T;
IL-2R ); serum atau humoral ( beta-2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R ); dan
antibodi upregulation (gp 120, anti p24;IgA ). Induksi sel T helper dan sel-sel lain
diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun agar tetap
berfungsi dengan baik.
Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga T-helper tidak dapat
memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya T-
helper , sel-sel efektor sisitem imun seperti T8 sitotoksi, sel NK, monosit dan sel
B tidak dapat berfungsi dengan baik. Daya tahan tubuh menurun sehingga pasien
jatuh ke dalam stadium lebih lanjut.
b. Fase infeksi lanjut
Fase ini disebut dengan imunodefesien, karena dalam serum pasien yang
terinfeksi HIV ditemukan adanya faktor supresif berupa antibodi terhadap
poliferase sel T. Adanya supresif pada poliferase sel T tersebut dapat menekan
sintesis dan sekresi limfokin, sehingga sel T tidak mampu memberikan respons
terhadap mitogen dan terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan
kadar CD4+, sitokin, antibodi a, dan anti nef.

5. Patogenesis
a. Penularan dan Masuknya Virus
HIV dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinalis, semen, air mata,
sekresi vagian atau serviks, urin, ASI, dan air liur. Penularan terjadi paling efisien
melalui darah dan semen . HIV juga dapat ditularkan melalui air susu dan sekresi
vagian atau serviks. Tiga cara utama penularan adalah kontak ibu-bayi. Setelah
virus ditularkan akan terjadi serangkaian proses yang kemudian menyebabkan
infeksi.
b. Perlekatan Virus
Virion HIV matang memiliki bentuk hamper bulat. Selubung luarnya, atau
kapsul viral, terdiri dari lemak lapis-ganda yang mengandung banyak tonjolan
protein. Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein: gp120 dan gp41. Gp mengacu
kepada glikoprotein dan angka mengacu kepada massa protein dalam ribuan
Dalton. Gp120 adalah selubung permukaan eksternal duri, dan gp41 adalah
bagian transmembran.
c. Replikasi Virus
Replikasi HIV berlanjut sepanjang periode latensi klinis, bahkan saat
hanya terjadi aktivitas virus yang minimal di dalam darah (Embretson et al.,
1993; Panteleo et al., 1993). HIV ditemukan dalam jumlah besar di dalam
limfosit CD4+ dan makrofag di seluruh system limfoid pada semua tahap infeksi.
Partikel-partikel virus juga telah dihubungkan dengan sel-sel dendritik folikular,
yang mungkin memindahkan infeksi ke sel-sel selama migrasi melalui folikel-
folikel limfoid.

5. Komplikasi
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2009 ) antara lain:
a. Pneumonia pneumocystis (PCP)
b. Tuberculosis (TBC)
c. Esofagitis
d. Diare
e. Toksoplasmositis
f. Leukoensefalopati multifocal prigesif
g. Sarcoma Kaposi
h. Kanker getah bening
i. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

6. Pencegahan
Dengan mengetahui cara penularan HIV/AIDS dan sampai saat ini belum ada
obat yang mampu memusnahkan HIV/AIDS maka lebih mudah melakukan
pencegahannya.
a. Prinsip ABCDE yaitu :
A = Abstinence (Puasa Sesk, terutama bagi yang belum menikah)
B = Befaithful (Setia hanya pada satu pasangan atau menghindari berganti- ganti
pasangan)
C = use Condom (Gunakan kondom selalu bila sudah tidak mampu menahan
seks)
D = Drugs No (Jangan gunakan narkoba)
E = sterilization of Equipment (Selalu gunakan alat suntik steri)l
b. Voluntary Conseling Testing (VCT)
VCT merupakan satu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung
tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah
penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi serta dukungan lainnya
kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya.
c. Universal Precautions (UPI)
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi yang
dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran
infeksi serta mencegah penularan HIV/AIDS bagi petugas kesehatan dan pasien.
Upaya perlindungan dapat dilakukan melalui :
1) Cuci tangan
2) Alat pelindung
3) Pemakaian antiseptik
4) Dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disterilisasi atau desinfektan
tingkat tinggi untuk peralatan bedah, sarung tangan dan benda lain
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah
a. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan
AIDS.
b. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.
Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV,.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu
(Endah Istiqomah : 2009) :
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
2) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3) Terapi Antiviral Baru
Obat-obat ini adalah :
a) Didanosine
b) Ribavirin
c) Diedoxycytidine
d) Recombinant CD 4 dapat larut

4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus


Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapatmenggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitianuntuk menunjang pemahaman dan
keberhasilan terapi AIDS.

5) Diet
Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
a) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor
stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi
sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1C. Protein tinggi, yaitu 1,1
1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang
rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
b) Lemak cukup, yaitu 10 25 % dari kebutuhan energy total.
Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila
ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan
rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak
ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama minyak
MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
c) Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 kali (150%) Angka
Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin
A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan
Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa
suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena dapat
menekan kekebalan tubuh.
d) Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
e) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien
dengan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus
hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang
sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick
fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin fluid).
f) Elektrolit.

9. Faktor Yang Berperan Dalam Penularan HIV dari Ibu ke Anak


Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV
dari ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan
obstetrik.
a. Faktor Ibu
1) Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau
saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu
ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi
penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV
menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang
dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di
atas 100.000 kopi/ml.
2) Jumlah sel CD4
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko
menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah
sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.
3) Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan
mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk
menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan
jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
4) Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular
seksual,infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria,dan
tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan
risiko penularan HIV ke bayi.
5) Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain,
seperti mastitis, abses, dan luka di puting payudara
dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui
ASI.

b. Faktor Usia
1) Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) lebih rentan tertular HIV karena sistem organ
dan sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang
dengan baik.
2) Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke
bayi akan semakin besar.
3) Adanya luka di mulut bayi
Bayi dengn luka di mulutnya lebih berisiko tertular
HIV ketika diberikan ASI

c. Faktor Obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu
di jalan lahir. Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan
risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan
adalah:
1) Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar
daripada persalinan melalui bedah sesar (seksio
sesaria).

2) Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko
penularan HIV dari ibu ke anak semakin tinggi, karena
semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan
darah dan lendir ibu.
3) Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan
meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat
dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.
4) Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps
meningkatkan risiko penularan HIV karena berpotensi
melukai ibu atau bayi.

10. Pencegahan HIV Pada Ibu Hamil Dan Anak Yang Di


Kandungnya.
Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil
yang telah terinfeksi HIV ini merupakan inti dari kegiatan
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif mencakup
kegiatan sebagai berikut:
a. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes
HIV;
b. Diagnosis HIV
c. Pemberian terapi antiretroviral;
d. Persalinan yang aman;
e. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;
f. Menunda dan mengatur kehamilan;
g. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada
anak
h. Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.
Semua jenis kegiatan di atas akan mencapai hasil yang
efektif jika dijalankan secara berkesinambungan.
Kombinasi kegiatan tersebut merupakan strategi yang
paling efektif untuk mengidentifikasi perempuan yang
terinfeksi HIV serta mengurangi risiko penularan HIV dari
ibu ke anak pada periode kehamilan, persalinan dan pasca
kelahiran.
Menyebarluaskan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) tentang HIV-AIDS dan Kesehatan Reproduksi, baik
secara individu maupun kelompok, untuk:
a. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara
menghindari penularan HIV dan IMS
b. Menjelaskan manfaat mengetahui status atau tes HIV
sedini mungkin
c. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang
tatalaksana ODHA perempuan
d. Meningkatkan keterlibatan aktif keluarga dan
komunitas untuk meningkatkan pengetahuan
komprehensif HIV dan IMS Sebaiknya, pesan
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak juga
disampaikan kepada remaja, sehingga mereka
mengetahui cara agar tidak terinfeksi HIV. Informasi
tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
juga penting disampaikan kepada masyarakat luas
sehingga dukungan masyarakat kepada ibu dengan HIV
dan keluarganya semakin kuat.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
PERSIAPAN PASIEN DAN ALAT SECTIO CAESAREA

A. Definisi Sectio Caesarea


Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu
bayi atau lebih (Dewi Y, 2007, hal. 1-2).

B. Indikasi dan kontraindikasi Sectio Caesarea


1. Indikasi (Dewi Y, 2007)
a. Indikasi ibu
1) Melahirkan di usia >35 tahun
2) Tulang Panggul
3) Persalinan Sebelumnya dengan Sectio Caesarea
4) Faktor Hambatan Jalan Lahir
5) Kelainan Kontrakasi Rahim
6) Ketuban Pecah Dini
7) Rasa Takut Kesakitan
b. Indikasi janin
1) Ancaman Gawat Janin (fetal distress)
2) Bayi Besar (makrosemia)
3) Letak Sungsang
4) Faktor Plasenta
a) Plasenta Previa
b) Plasenta Lepas (Solution placenta)
c) Plasenta Accreta
5) Kelainan Tali Pusat
a) Prolapsus Tali Pusat (tali pusat menumbung)
b) Terlilit Tali Pusat
2. Kontraindikasi
Sectio caesaria jarang dilakukan bila keadaan-keadaan sebagai berikut
(Cunningham, 2006):
a. Janin mati
b. Terlalu prematur untuk bertahan hidup
c. Ada infeksi pada dinding abdomen, syok
d. Anemia berat yang belum diatasi
e. Kelainan Kongenital
f. Tidak ada / kurang sarana / fasilitas / kemampuan

C. Prosedur Sectio Caesarea


1. Persiapan Pasien (Wiarti Handayan, 2010)
a. Persiapan Mental Pasien
1) Memberikan penjelasan pada pasien tentang prosedur operasi
yang akan dilaluinya.
2) Memberikan penjelasan tentang indikasi operasi yang dilakukan
demi keselamatan ibu dan janin.
3) Memberikan penjelasan tentang tindakan dan pembiusan yang
akan dilakukan.
4) Mengorientasikan klien sebelum operasi keruangan bedah atau
kamar operasi.
5) Memberi kesempatan kepada suami atau orang tua untuk
mendampingi pasien di ruang tunggu sebelum operasi dimulai.
6) Mengajak klien dan keluarga untuk berdoa demi kelancaran
operasi yang kan dilakukan dan memberi support kepada
pasien.
7) Informed Consent harus ditanda tangani oleh pasien/
keluarganya sebelum memulai tindakan operasi.
8) Penderita dan keluarga dapat menolak atau menyetujui tindakan
operasi dan menyatakannya dalam surat persetujuan (informed
concent).
b. Persiapan Fisik dan Umum Pasien
1) Pemeriksaan fisik dimulai dengan melakukan pemeriksaan
dasar. (Wiarti Handayan, 2010)
a) Kesan umum: apakah penderita tampak sakit, anemia,
dehidrasi dan terjadi perdarahan
Tujuan dari pemeriksaan dasar adalah untuk
mengetahui data penderita, sehingga dapat di tetapkan,
apakah langsung melakukan tindakan atau keadaan umum
penderita diperbaiki :
Dehidrasi : infuse cairan pengganti
Anemia : Transfusi darah
Infeksi : pemberian antibiotic dan antipiretik
b) Pemeriksaan fisik umum: tekanan darah, nadi, suhu dan
pernafasan berat badan, denyut jantung bayi, tinggi badan.
c) Pemeriksaan fisik khusus: Laboratorium (meliputi : Hb,
AL, AT, CT/BT, HMT, HbsAg, SGOT, SGPT, Ureum
Creatinin, Pemeriksaan urine), ultrasonografi, foto rontgen
(abdomen, toraks).
2) Memasang dower cateter untuk menilai balance cairan.
3) Memasang IV line.
4) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.
5) Cukur daerah operasi. Daerah yang akan di insisi telah
dibersihkan (rambut pubis di cukur dan sekitar abdomen telah
dibersihkan dengan antiseptic).
6) Menanggalkan semua perhiasan, gigi palsu dan membersihkan
semua kosmetik.
7) Personal hygiene jika memungkinkan.
8) Mengganti pakaian dengan pakaian khusus operasi.
9) Menanyakan riwayat penyakit, riwayat alergi dan riwayat
konsumsi obat-obatan.
c. Persiapan Pasien di Ruang Preoperatif
1) Di ruang perawatan (pre operasi) pasien telah puasa + 6 jam,
pasien darurat yang tidak dapat puasa, harus di pasang pipa
lambung (ukuran #18-20) dan dihisap sampai benar-benar
kosong. Setelah kosong, berikan antisida (magnesium trisilikat
20 ml) lalu pipa lambung dicabut. Kalau memungkinkan ada
jeda waktu 30 menit antara antisida diberikan dan anatesi
dimulai.
2) Premedikasi yang harus diberikan adalah atropine, bagi orang
dewasa, untuk bedah elektif diberikan 0,5 mg IM 45 menit
sebelum anastesi. Untuk bedah darurat, di berikan 0,25 mg IM
dan 0,25 mg IV 5 menit sebelum anastesi dimulai.
3) Periksa ulang apakah sudah lengkap pemeriksaan yang
diperlukan seperti darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula
darah (secsio elektif) untuk seksio emergency cukup
pemeriksaan Hb, Ht dan golongan darah.
4) Baju pasien diganti dengan baju khusus untuk dipakai ke ruang
tunggu kamar operasi.
5) Pasang infuse, ringer laktat atau NaCl 0,9 %
6) Sebelum masuk kamar operasi diganti dengan baju/tutup badan
untuk di kamar operasi.
7) Baringkan pasien pada posisi tidur (pasang tensimeter/stetoskop
pre cordial).
8) Dipasang folley kateter.
(Saifudin, dkk, 2002)
2. Persiapan Alat
(Menurut Saifuddin, dkk. 2002)
a. Peralatan Penunjang

1) Meja operasi & alas meja

2) Perlak, linen & underpad


3) Mesin Suction

4) Mesin Diathermi/ Electro


5) Cutter dan Ground Couter
6) Lampu Operasi

7) Meja Mayo/Instrument/Meja Linen

8) Standart Infus

9) Tempat Sampah
10) Tempat Linen Kotor
11) Schort

12) Hypafix

13) Gunting Verband/ Bandage Scissors

14) Tempat Placenta


b. Persiapan Meja Linen
1) Linen Set Steril
a) Handuk Lap Kecil [3]
b) Jas/Gaun Operasi [3]

c) Linen/duk Besar [2]

d) Linen/duk Kecil [4]

e) Sarung Meja Mayo [1]


2) Nierbekken / Bengkok [1]
3) Kom Kecil [2]
4) Slang Suction [1]

5) Kabel Couter [1]


6) Vacum Kepala [1]
c. Bahan Penunjang Operasi
(Bahan Habis Pakai) :
1) Blade Mess No 23 [1]

2) Kassa Steril [4]

3) Roll Kassa Steril [1]


4) Sufratulle [1]
5) Handscoen No.6,5/7/7,5/8 [3]

6) Air DTT atau larutan klorin 0,5 %

7) Bethadin 10% & Alkohol 70%


8) NaCl 0,9%, 100 cc

9) Spuit 2.5 cc / 3 cc [1]


10) Metergin/Syntocinon [1]/[1]

11) Benang Heatting SC :

a) Running Uterus Suture


Gut Cromic No. 2
b) Peritonisasi Uterus
Plain Catgut No. 0 atau Gut Cromic No. 0
c) Peritonisasi Abdomen atau
Plain Catgut No. 0
Gut Cromic No. 0
d) Otot
Plain Catgut No. 0/2-0 atau Gut Cromic No. 0/2-0
e) Facia
Running Facia Suture
Safil/Vicryl/Polysorbs No. 0/2-0
f) Jaringan Lemak/Subcutis
Plain Catgut No. 0 / 2-0
g) Kulit
Subcuticular Suture : Monosyn/Polysorb/Vicryl No. 3-0

d. Persiapan Meja Instrument


(Meja Mayo)
1) Dressing Forcep Desinfeksi

2) Klem/Desinfeksi Klem [1]

3) Towel Clamps/Doek Klem [5]


4) Pinset Chirurgis [2]

5) Tissue Forcep/Pinset Anatomis [2]

6) Hand Fat Mess/Scapel Handle for Blades Mess No. 23 : [1]

7) Delicate Mosquito Hemostatic Forceps Pean/ Mosquito Klem Pean


Bengkok [6]
8) Delicate Hemostatic Forceps Kocher/Klem Kokher [2]

9) Curved Metzenbaum Scissor/Gunting Metzenbaum Bengkok [2]

10) Curved Mayo Scissors/Gunting Benang Bengkok [1]

11) Straight Mayo Scissor/Gunting Benang Lurus [1]

12) Needle Holder/Nald Voeder [2]


13) Sponge Holding Forceps/Ovum Forceps/Klem Ovarium/Ring Klem [6]

14) Mikulics/Peritoneum Klem [4]

15) Wound Haag/ Pengait Luka/ Retractors Kokher/ Haak Tajam Gigi 4 [2]

16) U.S. Army Retractor/ Langeenbeck [2]


17) Abdominal Retractors Fritsch/Haak Berdaun Dalam [1]

18) Canule Suction/Ujung Suction [1]

e. Persiapan Untuk Bayi


1) Alat resusitasi pernafasan: alat penghisap lendir, laringoskop
2) Pemberian O2
3) Obat perangsang pernafasan, jantung, dll
4) Alat penghangat bayi
5) Tempat tidur bayi khusus
6) Tempat plasenta

D. Peraturan Penggunaan Alat


1. Mulai dan akhiri tindakan dengan menghitung instrumen, alat- alat tajam, dan kasa:
a. Lakukan penghitungan setiap ruang tubuh
b. Catat pada rekam medis dan cocokkan sampai sesuai
2. Memakai alat-alat tajam harus memperlihatkan zona aman juga pada waktu saling
memindahkan / memberikan:
a. Pergunakan bengkok untuk memberikan / menerima alat- alat tajam, atau
b. Cara memberikan dengan ujung yang tumpul pada si penerima
3. Sesuaikan dengan prosedur tetap peralatan yang akan digunakan.
4. Setelah Instrumen dan alat habis pakai di siapkan dalam keadaan steril, maka
Instrumentator menyusun instrumen berdasarkan urutan prioritas, dan meminta
bantuan perawat sirkuler jika ada sesuatu yang perlu dilengkapi saat alat habis pakai
yang telah disiapkan tidak cukup saat operasi sedang berlangsung, karena sesuatu
dan lain hal. (Saifudin, dkk, 2002).
SPO PEMERIKSAAN PAP SMEAR DAN IVA

Definisi Pap Smear:


Pap Smear Test adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk
melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio (displasia)
sebagai tanda awal keganasan serviks atau pra kanker. Pemeriksaan ini bermanfaat
sebagai tes skrining awal untuk mendeteksi adanya kanker leher rahim.

Prosedur :
A. Persiapan Pasien
1. Melakukan informent concent.
2. Menyiapkan lingkungan sekitar Pasien, tempat tidur ginekologi dan lampu sorot.
3. Menganjurkan klien membuka pakaian bagian bawah.
4. Menganjurkan klien berbaring ditempat tidur ginekologi dengan posisi litotomi.

B. Persiapan alat
1. Menyiapkan alat untuk pemeriksaan Pap Smear (hanscun, speculum cocor bebek,
spatula ayre yang telah dimodifikasi, lidi kapas atau cytobrush, objek glass, botol
khusus berisi alkohol 95%, cytocrep atau hair spray, tampon tang, kasa steril pada
tempatnya, formulir permintaan pemeriksaan sitologi pap smear, lampu sorot,
waskom berisi larutan klorin 0,5%, tempat sampah, tempat tidur ginekologi,
sampiran.
2. Menyusun perlengkapa/bahan secara ergonomis.

C. Prosedur Pemeriksaan Pap Smear


1. Mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dengan metode tujuh langkah
dan mengeringkan dengan handuk kering dan bersih.
2. Memakai APD (Jas Laboratorium, sarung tangan ,dan masker)
3. Melakukan vulva higyene.
4. Memperhatikan vulva dan vagina apakah ada tanda-tanda infeksi.
5. Memasang speculum dalam vagina.
6. Masukkan spatula ayre kedalam mulut rahim, dengan ujung spatula yang berbentuk
lonjong, apus sekret dari seluruh permukaan porsio serviks dengan sedikit tekanan
dengan mengerakkan spatel ayre searah jarum jam, diputar melingkar 360o.
7. Ulaskan secret yang telah diperoleh pada kaca object glass secukupnya, jangan
terlalu tebal dan jangan terlalu tipis.
8. Fiksasi segera sediaan yang telah dibuat dengan cara:
a) Fiksasi Basah
Fiksasi basah dibuat setelah sediaan diambil, sewaktu secret masih segar
dimasukkan kedalam alkohol 95%.Setelah difiksasi selama 30 menit, sediaan
dapat diangkat dan dikeringkan serta dikirim dalam keadaan kering terfiksasi
atau dapat pula sediaan dikirim dalam keadaan terendam cairan fiksasi
didalam botol.
b) Fiksasi Kering
Fiksasi kering dibuat setelah sediaan selesai diambil, sewaktu secret masih
seger disemprotkan cytocrep atau
hair spray pada object glass yang mengandung asupan secret tersebut dengan
jarak 10-15 cm dari kaca object glass, sebanyak 2-4 kali semprotkan.
Kemudian keringkan sediaan dengan membiarkannya diudara terbuka selama
5-10 menit. Setelah kering sediaan siap dikirimkan ke laboratorium sitologi
untuk diperiksa bersamaan dengan formulir permintaan.
1) Bersihkan porsio dan dinding vagina dengan kasa steril dengan
menggunakan tampon tang.
2) Keluarkan speculum dari vagina secara perlahan-lahan.
3) Beritahu ibu bahwa pemeriksaan telah selesai dilakukan.
4) Rapikan ibu dan rendam alat-alat dan melepaskan sarung tangan
(merendam dalam larutan clorin 0,5%).
5) Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dengan metode
tujuh langkah.Temui klien kembali.
6) Mencatat hasil tindakan dalam status.
D. Pengecatan untuk Preparat Apusan Pap Smear
Pengecatan Papanicolau umumya digunakan untuk pewarnaan Papsmear (tapi
terkadang ada juga selain papsmear diwarnai dengan metode ini). Papsmear digunakan
untuk mendignosis Kanker serviks. Melihat ada tidaknya sel ganas
1. Sampel : apusan daerah peralihan endoserviks.
2. Bahan:
a) Haematoksilin mayer
b) EA (Eosin alkohol) 65/EA 36
c) Alkohol 95% dan Alkohol absolut
d) Untuk EA 65 isinya: Eosine Y, Phospotung stic acid, light green, alk.
Absolute
3. Prosedur Kerja :
a) Sedian apusan difiksasi dengan alcohol 95% 15 menit
b) Air mengalir sampai bebas alkohol 5 menit (rak preparat diletakan di
wadah yang di beri air mengalir)
c) Mayer haematoksilin 3-5 menit
d) Air Mengalir 15 menit
e) Alkohol 95% 10 kali celup
f) Alkohol 95% 10 kali celup
g) EA 3-5 menit
h) Alkohol 95% 5 kali celup
i) Alkoho 95% 5 kali celup
j) Alkohol absolute 5 kali celup
k) Keringkan diudara
l) Xylol/clearing
m) Tutup dengan EZ mount

E. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pembuatan Sediaan Apus Pap Smear
1. Membuat sediaan apusan tipis merata
2. Segera fiksasi sesuai metode pewarnaan PAP;
3. Membuat sediaan sedikit mungkin mengandung darah;
4. Menjaga kebersihan obyek glass yang digunakan;
5. Menghindari bahan kimia yang merusak sel;
6. Menyimpan sediaan ditempat yang bersih, kering dan aman;
7. Memberi label pada obyek glas yang digunakan

F. Kesalahan yang sering terjadi dalam pembuatan sediaan apus pap smear
1. Sediaan apus terlalu tipis, hanya mengandung sedikit sel.
2. Sediaan apus terlalu tebal dan tidak merata, sel bertumpuk-tumpuk sehingga
menyulitkan pemeriksaan.
3. Sediaan apus telah kering sebelum difiksasi (terlalu lama diluar, tidak segera
direndam di dalam cairan fiksatif).
4. Cairan fiksatif tidak memakai alkohol 96 %.

Definisi IVA:
Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengamati leher rahim yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5%
secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang. Pemeriksaan IVA
pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara memulas leher rahim
dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%.
Prosedur :
A. Persiapan Alat dan Bahan Pemeriksaan IVA
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai
berikut:
1. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
2. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi
litotomi.
3. Spekulum vagina
4. Asam asetat (3-5%)
5. Swab-lidi berkapas
6. Sarung tangan

B. Teknik Pemeriksaan IVA dan Interpretasi


Pasien yang siap diperiksa ditempatkan pada meja gynekologi dengan posisi
lithotomi. Dengan spekulum, pemeriksa melihat leher rahim yang dipulas dengan
kapas yang dibasahi dengan asam asetat 3-5%. Tunggu selama 1-2 menit kemudian
melihat hasil pemeriksaan. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih
yang disebut aceto white epithelum.
Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih
(acetowhite) pada lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam
asetoasetat (asam cuka). Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker,
pengolesan asam asetat tidak dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih
lengkap. Perempuan yang sudah menopause tidak direkomendasikan menjalani
skrining dengan metode IVA karena zona transisional leher rahim pada kelompok ini
biasanya berada pada endoserviks rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa
dilihat dengan inspeksi spekulum. Perempuan yang akan diskrining berada dalam
posisi litotomi, kemudian dengan spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan
inspeksi terhadap kondisi leher rahimnya. Setiap abnormalitas yang ditemukan, bila
ada, dicatat. Leher rahim yang normal akan tetap berwarna merah muda, sementara
hasil positif bila ditemukan area, plak atau ulkus yang berwarna putih. Lesi prakanker
ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan
sambungan skuamokolumnar. Lesi yang lebih parah (NIS 2-3 seterusnya)
menunjukkan lesi putih tebal dengan batas yang tegas, dimana salah satu tepinya selalu
berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar (SSK) . Beberapa kategori temuan
IVA tampak seperti tabel berikut :

Kategori Temuan IVA


Normal Licin, merah muda, bentuk portio normal
Infeksi Servisitis (inflamasi, hiperemis)
Banyak fluor
Ektropion
Polip
Positif IVA Plak putih
Epitel acetowhite (bercak putih)
Kanker leher Rahim Pertumbuhan seperti bunga kol
Mudah berdarah

Temuan Interpretasi
Negatif - tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion)
- bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi
- garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan
skuamokolumnar
Positif 1 (+) - samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih
yang ireguler pada serviks
- lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular),
geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari
sambungan skuamokolumnar
Positif 2 (++) - lesi acetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai
ke sambungan skuamokolumnar
- lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas,
tebal dan padat
- pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite

Deskripsi VIA positif. Berwarna keputihan agak tebal, berbatas tegas, pada
pewarnaan acetowhite sekitar os serviks sampai skuamokolumnar junction. Terdapat
acetowhite ringan pada epitel metaplastic imatur meluas sampai ke endoserviks.
Baku emas untuk penegakan diagnosis lesi prakanker leher rahim adalah biopsi
yang dipandu oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif, perempuan yang
diskrining menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakan diagnosis
melalui biopsi yang dipandu oleh kolposkopi. Setelah itu baru dilakukan pengobatan
lesi prakanker. Ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu kuretase endoservikal,
krioterapi, atau loop electrosurgical excision procedure (LEEP)1, laser, konisasi,
sampai histerektomi simpel.
C. Akurasi Pemeriksaan Dengan Metode IVA
Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa metode IVA berpotensi
menjadi alternatif metode skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki
sumber daya terbatas. Namun demikian, akurasi metode ini dalam penerapan klinis
masih terus dikaji di berbagai negara berkembang.
Sensitivitas IVA dibanding pemeriksaan sitologi (Tes Pap) berturut-turut
adalah 76,7% dan 44,3%. Meskipun begitu, dilaporkan juga bahwa metode IVA ini
kurang spesifik, angka spesifisitas IVA hanya 64,1% dibanding sitologi 90,6%.48
Penelitian lainnya mengambil sampel 1997 perempuan di daerah pedesaan di Cina,
dilakukan oleh Belinson JL dan kawan-kawan untuk menilai sensitivitas metode IVA
pada lesi prakanker tahap NIS 2 atau yang lebih tinggi, dikonfirmasi dengan kolposkopi
dan biopsi leher rahim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka sensitivitas IVA
untuk NIS 2 atau yang lebih tinggi adalah 71%, sementara angka spesifisitas 74%.2
Beberapa penelitian menunjukkan sensitivitas IVA lebih baik daripada sitologi. Claey et
al.3 melaporkan penelitiannya di Nikaragua, bahwa metode IVA dapat mendeteksi
kasus LDT (Lesi Derajat Tinggi) dan kanker invasif 2 kali lebih banyak daripada Tes
Pap. Berbagai penelitian telah menyatakan bahwa skrining dengan metode IVA lebih
mudah, praktis dan lebih sederhana, mudah, nyaman, praktis dan murah. Pada tabel
dibawah ini dapat dilihat perbandingkan antara pap smear dan IVA dalam berbagai
aspek pelayanan.

D. Penatalaksanaan IVA
1. Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang
telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak
muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika
leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan
positif lesi atau kelainan pra kanker.
2. Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati
dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2
ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan
metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi
prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan
tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
3. Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada
suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati
dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi Priyanto.
H, 2010)
4. Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari adanya
perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perubahan
sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau
dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker
yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan
merusak organ tubuh yang lain.
SPO (Standar Prosedur Oprasional)
SADARI DAN SAVARI

A. Pemeriksaan Fisik Payudara dan Ketiak (SADARI)


1. Tahap Pra Interaksi
a. Menyiapkan Alat
1) Kursi atau bed
2) Bantal
3) Selimut
4) Tirai atau sampiran
5) Catatan keperawatan
b. Cuci Tangan

2. Tahap Orientasi
a. Memperkenalkan diri dengan pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan
c. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
d. Menjaga privasi pasien

3. Tahap Kerja
a. Inspeksi
1) Atur posisi klien duduk menghadap ke depan.
2) Jelaskan dengan detail dan mudah dimengerti oleh pasien tentang tujuan
dilakukannya pemeriksaan payudara/ketiak
3) Anjurkan klien untuk melepaskan pakaian atas dan dengan kedua tangan klien
rileks di sisi tubuh.
4) Inspeksi ukuran dan kesimetrisan payudara. Secara normal, bentuk payudara
melingkar, agak simetris dan dideskripsikan kecil, sedang dan besar.
5) Inspeksi kulit payudara. Kaji adanya perubahan warna, lesi, vaskularisasi dan
edema.
6) Inspeksi warna areola. Umumnya pada wanita hamil berwarna lebih gelap.
7) Inspeksi puting susu. Kaji adanya keluaran, ulkus, pergerakan atau
pembengkakan. Amati juga posisi kedua puting susu yang normalnya
mempunyai arah yang sama.
8) Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya pembengkakan atau
kemerahan.
b. Palpasi
1) Palpasi dilakukan di sekeliling puting susu untuk mengetahui adanya keluaran.
Bila ditemukan keluaran, maka identifikasi keluaran tersebut, perhatikan
sumber, jumlah, warna, dan kaji adanya nyeri tekan.
2) Palpasi daerah klavikula dan ketiak terutama pada area limfe nadi.
3) Lakukan palpasi payudara dengan cara tekankan telapak tangan atau tiga jari
tengah Anda ke permukaan payudara. Lakukan palpasi pada keempatkuadran
payudara dengan gerakan memutar searah jarum jam.
4) Selanjutnya lakukan palpasi dengan gerakan memutar dari tepi menuju areola
dan memutar searah jarum jam.
5) Lalu lakukan palpasi pada payudara sebelahnya.
6) Bila diperlukan lakukan pula pengkajian dengan posisi klien supinasi dan
diganjal bantal/kain di bawah bahunya.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi respon pasien
b. Dokumentasikan tindakan dan hasil observasi yang dilakukan dicatatan
keperawatan
c. Mencuci tangan

B. SAVARI (Pemeriksaan Vagina Sediri)


1. Tahap Pra Interaksi
a. Menyiapkan Alat
1) Kursi atau bed
2) Bantal
3) Selimut
4) Tirai atau sampiran
5) Pencahayaan
6) Speculum
7) Air Hangat
8) Pelumas Steril
9) Sarung Tangan Steril
10) Catatan Keperawatan
b. Cuci Tangan

2. Tahap Orientasi
a. Memperkenalkan diri dengan pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan
c. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
d. Menjaga privasi pasien

3. Tahap Kerja
a. Alat kelamin bagian luar
1) Anjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dilakukan
pemeriksaan fisik.
2) Jelaskan pada pasien tujuan dilakukan pemeriksaan.
3) Anjurkan pasien membuka celana.
4) Atur klien dalam posisi litotomi dan selimuti bagian yang tidak
diperiksa/dikaji.
5) Awali dengan mengamati rambut pubis, perhatikan distribusi dan sesuaikan
dengan usia perkembangan klien.
6) Amati kulit dan area pubis, perhatikan apakah adanya lesi, luka, leukoplakia,
dan eksoria.
7) Buka labia mayora dan amati bagian dalam labia mayora, labia minora,
klitoris, dan uretra. Perhatikan adanya pembengkakan, ulkus dan keluaran.

b. Alat kelamin bagian dalam


1) Atur posisi pasien secara tepat dan pakai sarung tangan steril.
2) Lumasi jari telunjuk Anda dengan air steril, masukkan ke dalam vagina, dan
identifikasi kelunakan serta permukaan serviks. Tindakan ini bermanfaat
untuk mempergunakan dan memilih spekulum yang tepat.
3) Keluarkan jari bila sudah selesai.
4) Siapkan spekulum dengan ukuran dan bentuk yang sesuai dan lumasi dengan
air hangat terutama bila akan mengambil spesimen.
5) Letakkan dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah ke arah perianal.
6) Yakinkan bahwa tidak ada rambut pubis pada pintu vagina dan masukkan
spekulum dengan sudut 45 dan hati-hati dengan menggunakan tangan yang
satunya sehingga tidak menjepit rambut pubis atau labia.
7) Bila spekulum sudah berada di vagina, keluarkan dua jari Anda, dan putar
spekulum ke arah posisi horizontal dan pertahankan penekanan pada posisi
bawah/posterior.
8) Buka bilah spekulum, letakkan pada serviks, dan kunci bilah sehingga tetap
membuka.
9) Bila serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas penglihatan dan
amati ukuran, laserasi, erosi, nodular, massa, rabas, dan warna serviks.
Normalnya bentuk serviks melingkar atau oval pada nulipara, sedangkan
pada para membentuk celah.
10) Bila diperlukan spesimen sitologi, ambil dengan cara usapan menggunakan
aplikator dari kapas.
11) Bila sudah selesai, kendurkan sekrup spekulum, tutup spekulum, dan tarik
keluar secara perlahan-lahan.
12) Lakukan palpasi secara bimanual bila diperlukan dengan cara memakai
sarung tangan steril, melumasi jari telunjuk dan jari tengah, kemudian
memasukkan jari tersebut ke lubang vagina dengan penekanan ke arah
posterior, dan meraba dinding vagina untuk mengetahui adanya nyeri tekan
dan nodular.
13) Palpasi serviks dengan dua jari Anda dan perhatikan posisi, ukuran,
konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan. Normalnya serviks dapat
digerakkan tanpa terasa nyeri.
14) Palpasi uterus dengan cara jari-jari tangan yang ada dalam vagina menghadap
ke atas. Tangan yang ada di luar letakkan di abdomen dan tekankan ke
bawah. Palpasi uterus untuk mengetahui ukuran, bentuk, konsistensi, dan
mobilitasnya.
15) Palpasi ovarium dengan cara menggeser dua jari yang ada dalam vagina ke
forniks lateral kanan. Tangan yang ada di abdomen tekankan ke bawah ke
arah kuadran kanan bawah. Palpasi ovarium kanan untuk mengetahui ukuran,
bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan (normalnya tidak teraba). Ulangi untuk
ovarium sebelahnya.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi respon pasien
b. Dokumentasikan tindakan dan hasil observasi yang dilakukan dicatatan
keperawatan
c. Mencuci tangan

IMPLEMENTASI SADARI DAN SAVARI

A. Pemeriksaan Fisik Payudara dan Ketiak


1. Pengertian
Pemeriksaan fisik payudara dan ketiak merupakan tahap awal proses keperawatan
yang dilakukan di daerah payudara dan ketiak.
2. Tujuan
a. Mengetahui ada tidaknya benjolan di sekitar payudara yang merupakan gejala
adanya tumor atau kanker.
b. Mengukur kesimetrisan payudara.
c. Mengetahui adanya perubahan payudara/ketiak.
d. Mengetahui adanya nyeri pada payudara.
e. Mengetahui adanya perubahan warna puting susu.
f. Mengetahui perkembangan payudara anak pada masa puber.
g. Memberi arahan kepada klien agar melakukan pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI).
3. Indikasi
a. Pasien dengan tumor atau kanker payudara.
b. Pada wanita di atas 50 tahun.
c. Pada wanita yang sampai usia 30 tahun belum mempunyai anak.
d. Pada wanita hamil.
e. Anak pada masa puber.
4. Alat dan bahan : Kursi atau bed
5. Prosedur :
Inspeksi
a. Atur posisi klien duduk menghadap ke depan.
b. Jelaskan dengan detail dan mudah dimengerti oleh pasien tentang tujuan
dilakukannya pemeriksaan payudara/ketiak.
c. Anjurkan klien untuk melepaskan pakaian atas dan dengan kedua tangan klien
rileks di sisi tubuh.
d. Inspeksi ukuran dan kesimetrisan payudara. Secara normal, bentuk payudara
melingkar, agak simetris dan dideskripsikan kecil, sedang dan besar.
e. Inspeksi kulit payudara. Kaji adanya perubahan warna, lesi, vaskularisasi dan
edema.
f. Inspeksi warna areola. Umumnya pada wanita hamil berwarna lebih gelap.
g. Inspeksi puting susu. Kaji adanya keluaran, ulkus, pergerakan atau
pembengkakan. Amati juga posisi kedua puting susu yang normalnya mempunyai
arah yang sama.
h. Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya pembengkakan atau
kemerahan.

Palpasi
a. Palpasi dilakukan di sekeliling puting susu untuk mengetahui adanya keluaran.
Bila ditemukan keluaran, maka identifikasi keluaran tersebut, perhatikan sumber,
jumlah, warna, dan kaji adanya nyeri tekan.
b. Palpasi daerah klavikula dan ketiak terutama pada area limfe nadi.
c. Lakukan palpasi payudara dengan cara tekankan telapak tangan atau tiga jari
tengah Anda ke permukaan payudara. Lakukan palpasi pada keempatkuadran
payudara dengan gerakan memutar searah jarum jam.
d. Selanjutnya lakukan palpasi dengan gerakan memutar dari tepi menuju areola dan
memutar searah jarum jam.
e. Lalu lakukan palpasi pada payudara sebelahnya.
f. Bila diperlukan lakukan pula pengkajian dengan posisi klien supinasi dan diganjal
bantal/kain di bawah bahunya.

B. Pemeriksaan Fisik Alat Kelamin Wanita (SAVARI)


1. Pengertian
Pemeriksaan fisik alat kelamin wanita adalah pemeriksaan yang dilakukan
pada daerah genitalia wanita karena sistem reproduksi merupakan bagian yang
penting dikaji pada wanita.
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui struktur anatomi dan fungsi alat kelamin.
b. Untuk mengetahui apakah pasien menggunakan kontrasepsi.
c. Melihat apakah ada perdarahan.
d. Mengetahui adanya penyakit kelamin, pembedahan, dan kehamilan.
e. Mengetahui perkembangan pada anak-anak, remaja, dewasa, atau lansia karena
masing-masing tahap ini mempunyai cirri perkembangan yang berbeda.
3. Indikasi
a. Wanita hamil.
b. Wanita lansia.
4. Alat dan bahan :
a. Pencahayaan
b. Skrin (tirai) jika di bangsal
c. Selimut
d. Meja pemeriksaan/bed
e. Sarung tangan steril
f. Air hangat steril
g. Pelumas steril
h. Peralatan steril untuk pemeriksaan sitology
5. Prosedur :
a. Alat kelamin bagian luar
1) Anjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dilakukan
pemeriksaan fisik.
2) Jelaskan pada pasien tujuan dilakukan pemeriksaan.
3) Anjurkan pasien membuka celana.
4) Atur klien dalam posisi litotomi dan selimuti bagian yang tidak
diperiksa/dikaji.
5) Awali dengan mengamati rambut pubis, perhatikan distribusi dan sesuaikan
dengan usia perkembangan klien.
6) Amati kulit dan area pubis, perhatikan apakah adanya lesi, luka,
leukoplakia, dan eksoria.
7) Buka labia mayora dan amati bagian dalam labia mayora, labia minora,
klitoris, dan uretra. Perhatikan adanya pembengkakan, ulkus dan keluaran.
b. Alat kelamin bagian dalam
1) Atur posisi pasien secara tepat dan pakai sarung tangan steril.
2) Lumasi jari telunjuk Anda dengan air steril, masukkan ke dalam vagina, dan
identifikasi kelunakan serta permukaan serviks. Tindakan ini bermanfaat
untuk mempergunakan dan memilih spekulum yang tepat.
3) Keluarkan jari bila sudah selesai.
4) Siapkan spekulum dengan ukuran dan bentuk yang sesuai dan lumasi
dengan air hangat terutama bila akan mengambil spesimen.
5) Letakkan dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah ke arah
perianal.
6) Yakinkan bahwa tidak ada rambut pubis pada pintu vagina dan masukkan
spekulum dengan sudut 45 dan hati-hati dengan menggunakan tangan yang
satunya sehingga tidak menjepit rambut pubis atau labia.
7) Bila spekulum sudah berada di vagina, keluarkan dua jari Anda, dan putar
spekulum ke arah posisi horizontal dan pertahankan penekanan pada posisi
bawah/posterior.
8) Buka bilah spekulum, letakkan pada serviks, dan kunci bilah sehingga tetap
membuka.
9) Bila serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas penglihatan dan
amati ukuran, laserasi, erosi, nodular, massa, rabas, dan warna serviks.
Normalnya bentuk serviks melingkar atau oval pada nulipara, sedangkan
pada para membentuk celah.
10) Bila diperlukan spesimen sitologi, ambil dengan cara usapan menggunakan
aplikator dari kapas.
11) Bila sudah selesai, kendurkan sekrup spekulum, tutup spekulum, dan tarik
keluar secara perlahan-lahan.
12) Lakukan palpasi secara bimanual bila diperlukan dengan cara memakai
sarung tangan steril, melumasi jari telunjuk dan jari tengah, kemudian
memasukkan jari tersebut ke lubang vagina dengan penekanan ke arah
posterior, dan meraba dinding vagina untuk mengetahui adanya nyeri tekan
dan nodular.
13) Palpasi serviks dengan dua jari Anda dan perhatikan posisi, ukuran,
konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan. Normalnya serviks
dapat digerakkan tanpa terasa nyeri.
14) Palpasi uterus dengan cara jari-jari tangan yang ada dalam vagina
menghadap ke atas. Tangan yang ada di luar letakkan di abdomen dan
tekankan ke bawah. Palpasi uterus untuk mengetahui ukuran, bentuk,
konsistensi, dan mobilitasnya.
15) Palpasi ovarium dengan cara menggeser dua jari yang ada dalam vagina ke
forniks lateral kanan. Tangan yang ada di abdomen tekankan ke bawah ke
arah kuadran kanan bawah. Palpasi ovarium kanan untuk mengetahui
ukuran, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan (normalnya tidak teraba).
Ulangi untuk ovarium sebelahnya.

C. Prosedur Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)


1. Melihat perubahan di Hadapan Cermin
Cara melakukan :
Langkah pertama :

Melihat perubahan bentuuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu,


serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi kedua
lengan lurus ke bawah di samping badan
Langkah kedua :

Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud untuk melihat
retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia dibawahnya.

Langkah ketiga :

Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan atau kiri. Miringkan
badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
Langkah Keempat :

Menegangkan otot-otot bagian dada denngan berkacak pinggang/tangan menekan


pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla.

2. Melihat perubahan bentuk payudara dengan berbaring


Cara melakukan:
Tahap 1. Persiapan

Di mulai dari payudara kanan. Baring menghadap ke kiri dengan membengkokan


kedua lutut anda. Letakan bantal atau handuk mandi yang teah dilipat di bawah bahu
sebelah kanan untuk menaikkan bagian yang akan diperiksa. Kemudian letakkan tangan
kanan anda d bawah kepala. Gunakan tangan kiri anda untuk memeriksa payudara
kanan. Gunakan telapak jari-jari anda untuk memeriksa sembarang benjolan atau
penebalan. Periksa payudara anda dengan menggunakan Vertical Strip dan Circular.
Tahap 2. Pemeriksaan payudara dengan Vertical Strip

Memeriksa seluruh bagian payudara dengan cara vertical, dari tulang selangka di
bagian atas ke bra-line di bagian bawah, dan garis tengah antara kedua payudara ke
garis tengah bagian ketiak anda. Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada
ketiak. Kemudian putar dan tekan kuat untuk merasakan benjolan. Gerakkan tangan
anda perlahan-lahan ke bawah bra line dengan putaran ringan dan tekan kuat di setiap
tempat. Di bagian bawah bra line, bergerak kurang lebih 2 cm ke kiri dan terus ke arah
atas menuju tulang selangka dengan memutar dan menekan. Bergeraklah ke atas dan ke
bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh bagian yang ditunjuk.
Tahap 3. Pemeriksaan payudara dengan cara memutar

Berawal dari bagian atas payudara anda, buat putaran besar. Bergeraklah sekeliling
payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar biasa. Buatlah sekurang-
kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting payudara. Lakukan sebanyak 2 kali.
Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan tekanan kuat. Jangan lupa periksa
bagian bawah areola mammae.
Tahap 4. Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara

Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara anda untuk melihat adanya
cairan abnormal dari puting payudara

Tahap 5. Memeriksa Ketiak

Letakkan tangan kanan anda di samping dan rasakan ketiak anda dengan teliti,
apakah teraba benjolan abnormal atau tidak

sumber : Kusuma, Hardhi & Nurarif, Amin Huda. 2012. Handbook for Health Student.
Yogyakarta : Mediaction Publishing
Priharjo, Robert, S.KP,M.Sc, RN. 2005. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi
2. Jakarta : Kedokteran IGC.
Tambunan, Elviana S. dan Kasim, Deswina, 2011. Panduan Pemeriksaan
Fisik bagi Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
PEMASANGAN IUD

1. PENGERTIAN
IUD (Intra Uterine Device) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat
kontrasepsi yang disisipkan ke dalam rahim, terbuat dari bahan semacam plastik, ada
pula yang dililit tembaga, dan bentuknya bermacam- macam. Bentuk yang umum dan
mungkin banyak dikenal oleh masyarakat adalah bentuk spiral.

2. JENIS IUD
Dari berbagai jenis IUD, saat ini yang umum beredar dipakai di Indonesia ada 3
macam jenis yaitu:
a. IUD Copper T, terbentuk dari rangka plastik yang lentur dan tembaga yang berada
pada kedua lengan IUD dan batang IUD.
b. IUD Nova T, terbentuk dari rangka plastik dan tembaga. Pada ujung lengan IUD
bentuknya agak melengkung tanpa ada tembaga, tembaga hanya ada pada batang
IUD.
c. IUD Mirena, terbentuk dari rangka plastik yang dikelilingi oleh silinder pelepas
hormon Levonolgestrel (hormon progesteron) sehingga IUD ini dapat dipakai oleh
ibu menyusui karena tidak menghambat ASI.
3. PERSIAPAN KLIEN DAN LINGKUNGAN
a. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
b. Siapkan lingkungan yang mendukung pelaksanaan tindakan, atur penerangan
yang cukup, jaga privasi klien

4. PERSIAPAN ALAT
a. Kom besar 2 buah
b. Bengkok
c. IUD steril
d. Kom sedang 1 buah
e. Air DTT
f. Larutan byclean / klorin 0,5%
g. Kapas sublimat
h. Bak instrumen
i. Sarung tangan steril 2 pasang
j. Bivatue spekulum (spekulum cocor bebek)
k. Tampon tang
l. Tenakulum
m. Extraktor IUD
n. Sonde uterus
o. Gunting IUD

5. PROSEDUR TINDAKAN
Dekatkan alat
Atur posisi klien senyaman mungkin
Cuci tangan di air mengalir
Pasang selimut mandi
Pakai sarung tangan steril pada tangan kiri
Simpan IUD di tempat yang rata
Buka plastik atas IUD dengan tangan kanan, tangan kiri memasukkan Coper T
IUD dari dalam dan tangan kanan merapatkan dari luar
Dekatkan bengkok
Buka kom kapas sublimat
Pakai sarung tangan pada tangan kanan
Lakukan vulva higiene
Lakukan pemeriksaan dalam
Cuci tangan di air DTT, buka sarung tangan
Pakai sarung tangan steril yang baru
Memasukkan spekulum sesuai anatomi
Bersihkan serviks dengan kasa steril menggunakan tampon tang
Jepit serviks dengan tenakulum pada posisi vertikal (arah jam 11 atau jam 1)
Ukur panjang uterus dengan sonde uterus
Memsang IUD dengan teknik menarik (With drawal tecniqique) :
Memasukkan tabung inserter yang berisi IUD ke dalam kanalis servikalis
Menarik tabung inserter sampai pangkal pendorong untuk memasukkan IUD
Mengeluarkan pendorong dan dorong kembali tabung inserter sampai terasa pada
fundus.
Menggunakan benang IUD 3 sampai 4 cm
Bersihkan porsio yang telah terpasang IUD dengan kasa menggunakan tampon
tang
Mengeluarkan tenakulum dan spekulum, rendam dalam larutan klorin 0,5 %
Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan IUD telah terpasang
Lepaskan sarung tangan, rendam dalam larutan klorin 0,5 %
Cuci tangan
Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

Sumber Teori:
https://www.academia.edu/15057466/STANDAR_OPERASIONAL_PROSEDUR_PEMAS
ANGAN_IUD

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57602/Chapter%20II.pdf;jsessionid=
B402EF5E23199EC957C0A1CEC2F8DAD7?sequence=4

Anda mungkin juga menyukai