Anda di halaman 1dari 20

CASE REPORT

KISTA BARTHOLINI

Oleh :
Riri Anggraini (1410070100069)

Preseptor
dr. Yufi Permana Marshal M.Ked (OG), Sp.OG

SMF / BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

RSUD M. NATSIR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan case “Kista
Bartholini” . Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan case ini. Terima kasih kepada dr. Yufi Permana M.Ked
(OG), Sp.OG selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan case ini.

Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan


dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan
sempurna. Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan case ini. Kami berharap case ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Solok, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................1


1.2 Tujuan penulisan.............................................................................1.
1.3 Manfaat penulisan..........................................................................2

BAB II. TINJAU PUSTAKA

2.1.Definisi.............................................................................................3

2.2. Epidemiologi...................................................................................5

2.3. Anatomi…………………………………………………………….5

2.4. Fisiologi...........................................................................................6

2.5. Etiologi……………………………………………………………..7

2.6. Gejala Klinis………………………………………………………..7

2.7. Diagnosis…………………………………………………………...8

2.8. Penatalaksanaan...............................................................................10

BAB III. LAPORAN KASUS..........................................................................13

BAB IV. ANALISA KASUS.............................................................................22

BAB V.KESIMPULAN...................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................24

BAB. I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kista barhtolini adalah tersumbatnya saluran lubrikasi pada vagina atau
membesarnya muara saluran lubrikasi, yang berakibat tidak keluarnya cairan
lubrikasi yang mestinya keluar (perempuan yang belum 40 tahun). Kondisi ini
disebabkan oleh adanya bakteri, yang antara lain adalah E-coli, kuman/bakteri
penyakit kelamin, dll.
Kista bartholini merupakan masalah yang sering didapatkan pada wanita
usia reproduksi, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan
sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup
mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Hal ini
berhubungan dengan aktifitas kelenjar bartholin yang berkurang pada masa
menopause. Kista bartholini terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar minyak dibibir
kemaluan bagian dalam (ada dua, di kiri dan kanan) akibat adanya infeksi. Untuk
menghindari timbulnya kista dengan menjaga kebersihan (hygienis). Selama kista
ini tidak terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur kista ini tidak menimbulkan masalah, si
wanita tidak akan merasa sakit hanya saja akan ada rasa benjolon di labia mayora
vagina (bibir bagian luar vagina). Tapi seandainya kista ini terinfeksi maka disebut
dengan abses bartholini. Kelenjar Bartholini berkembang dari epithelium pada area
posterior dari vestibula. Kelenjar bartholin terletak bilateral pada sepertiga bawah
labia minora dan mempunyai saluran kelenjar bartholin panjangnya 2 cm- 2,5 cm
dengan posisi pada jam 4 dan jam 8, bermuara pada vestibula. Kelenjar tersebut
biasanya hanya berukuran sebesar kacang polong dan jarang melebihi ukuran 1 cm.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Tujuan umum penyusunan adalah :


Memahami dan mengetahui tentang Kista Bartholini
1.2.2 Tujuan Khusus

Memberitahu pembaca tentang kista bartholini secara lebih lanjut

1.2.3 Ruang lingkup penulis


Penulis membatasi dan berpedoman kepada buku terbitan fakultas kedoteran

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat bagi penulis

Manfaat dari pembahasan tentang Kista Bartholini menambah pengetahuan penulis


tentang Apa itu Kista Bartholini dan tindakannya.

1.3.2 Manfaat bagi pembaca

Dengan ada nya pembahasan mengenai Kista Bartholini di harap kan kepada
pembaca agar lebih tertarik untuk mengetahui tentang Kista Bartholini sebagai
kompetensi dokter umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi
ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila
saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu
sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.

2.2 Epidemiologi
Kista duktus Bartholini terjadi pada 2% wanita yang memeriksakan diri ke
klinik ginekologi, insidens dan prevalensinya tidak diketahui. Ukuran dari kista
tergantung dari akumulasi secret dan kelejar Bartholini, dan muara dari duktus ini
akan terbuka pada saat melakukan aktivitas seksual. Kista bartholini biasanya terjadi
pada wanita usia produktif yang aktif berhubungan seksual. Kebanyakan kasus
terjadi pada usia 20 dan 30 tahun, dimana 72 % terjadi sebelum usia 30 tahun, dan
hanya 10 % terjadi pada wanita usia diatas 40 tahun.
2.3 Anatomi
Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar
bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan
berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen.
Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini
tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau
melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh
arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal
inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus,
jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar
ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase
pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah
orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba
pada pemeriksaan palapasi. seperti pada gambar dibawah ini :

2.4 Fisiologi
Kelenjar Bartholini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina.
Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus. Cairan ini mengalir ke dalam
duktus sepanjang 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Duktus ini
bermuara diantara labia minor dan hymen dan dilapisi pada bagian ini terdiri atas
epitel skuamosa. Oleh karena itu, kelenjar ini dapat berkembang menjadi karsinoma
sel skuamosa atau adenokarsinoma. Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk
memberikan pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang
relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita
orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas
vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas
vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi
permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih
nyaman bagi wanita.

2.5 Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi
bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri.
Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti
Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan,
seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis
organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan,
dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat
terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu
harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial.
Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan
mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran
Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi
menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan
abses tersebut.
Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak. Ditimbulkan akibat saluran
kista Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh
infeksi. Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria
gonorrhoeae.
Pada laki laki kuman ini menyebabkan penyakit kelamin yang disebut
kencing nanah atau gonore,tidak sama dengan sipilis.
2.6 Gejala Klinik
Kista Bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika
kista bartholini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila
berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.
Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada
salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.
 Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia.
Penyakit ini cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada
gonorrea, akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya
treptokokus. Pada Bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri, dan
lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat
keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul di
dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur
bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa di atasi dengan antibiotika,
jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan.
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini
dengan gejala klinik berupa :
 Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.
 Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan
mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai
dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal.
 Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
 Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan,
terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui
hubungan seksual.
 Dapat terjadi ruptur spontan.
 Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.
Radang pada glandula Bartolini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat
menjadi menahun dalam bentuk kista Bartholini. Kista tidak selalu menyebabkan
keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika kistanya tidak besar dan
tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa; dalam hal lain
perlu dilakukan pembedahan.
Bartholin abscess. (Image courtesy of Dr. Gil Shlamovitz.)
2.7 Diagnosis
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis.
Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan
pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi litotomi, kista
terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang eritem
pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi,
pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jenis bakteri
penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular
seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau
dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian,
tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui
antibiotik yang tepat yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang
dicurigai keganasan.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa gejala
mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala dan abses kelenjar
memerlukan drainase.

Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan. Tindakan
itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan perdarahan.
Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa resiko sayatan dan
isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka
pada sayatan.

1. Bartholinitis : Antibiotik spektrum luas


2. Kista Bartholin :
 Kecil, asimptomatik → dibiarkan
 Simptomatis/ rekuren → pembedahan berupa insisi +word catheter
→ marsupialisasi

→ laser varporization dinding kista


Kateter Word
Indikasi : Kista bartholini
Keuntungan :
 Minimal trauma, nyeri sedikit
 Coitus tidak terganggu
 Tindakan sederhana
Teknik :
a. Anestesi lokal
b. Insisi 2 cm
c. Kateter dipasang, balon diisi dengan 2-3 ml air
d. Pertahankan 3-4 minggu, dalam waktu ini duktus akan mengalami
epithelialisasi
e. Kateter diangkat

Kateter word memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin. Setelah


dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu dan penderita dianjurkan untuk
tidak melakukan aktivitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan
terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholin Secara kosmetik hasilnya cukup
bagus karena orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak terlihat.

Marsupialisasi
Indikasi : Kista bartholin kronik dan berulang
Keuntungan :
 Komplikasi < dari ekstirpasi
 Fungsi lubrikasi dipertahankan
Kerugian : Rekurensi 10-15% karena penutupan dan fibrosis orifisium
Teknik :
a. Posisi lithotomi
b. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan luasnya kista
c. Tindakan aseptik & antiseptik
d. Labia diretraksi dengan benang 3.0 sehingga tampak introitus vagina
e. Buat insisi di atas mukosa vagina pada perbatasan dengan introitus sampai
mencapai dinding kista
f. Dinding kista diinsisi, keluarkan semua isinya
g. Dinding kista dipegang dengan klem Allis
h. Dinding kista dijahit secara terputus dengan benang absorbable 3.0 kolateral
dengan kulit introitus, ke medial dengan mukosa vagina
i. Tidak diperlukan tampon/drain
Marsupialisasi adalah pilihan terapi apabila setelah penggunaan kateter word
terjadi rekurensi atau tidak ada kateter word. Prinsipnya adalah membuat insisi elips
dengan skalpel di luar atau di dalam cincin hymen (jangan di luar labium mayor
karena dapat timbul fistel). Insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan dinding kista
di bawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi, dibersihkan.
Kemudian dinding kista didekatkan dengan kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0
dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.

CO2 Laser Vaporization


Teknik konvensional seperti marsupialisasi atau eksisi, mempunyai nilai
rekurensi rendah biasanya membutuhkan anestesi umum dan berkaitan dengan
perdarahan, infeksi delayed scarringdan dispareunia. Alternative lain yang kurang
invansif dan harga efektif telah dikembangkan. Akhir-akhir ini, pasien kista
bartholini rawat jalan dengan CO2 Laser Vaporization menujukan teknik alternative
yang aman dan efektif.

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Mona Fitria

Umur : 32 tahun

Alamat : Subarang

Pekerjaan : IRT

Tanggal Masuk : 6 Mei 2019

Jam Masuk : 20.30 WIB

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Seorang pasien perempuan berusia 32 tahun, datang ke RSUD M. Natsir pada


tanggal 6 Mei 2019 pukul 20.30 WIB. Pasien kiriman dari poliklinik kebidanan
dengan diagnose Kista Bartolini.

Riwayat Penyakit Sekarang


-Teraba massa di bibir bagian dalam kemaluan kanan

- Massa ± sebesar telur puyuh

-Terasa nyeri di kemaluan

-Pasien habis melahirkan ± 1 bulan yang lalu

-Riwayat menstruasi : menarche usia 12 tahun, siklus teratur 1×28 hari, lamanya
ganti duk 2-3 kali, nyeri haid (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat penyakit DM, HT, paru, jantung, hati, ginjal sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat penyakit keturunan , menular, dan kejiwaan dari keluarga.

Riwayat Perkawinan

Menikah pada tahun 2007

Riwayat Kontrasepsi : (-)

Riwayat Imunisasi : (-)

Riwayat Kebiasaan : merokok(-), narkoba(-), alcohol(-)

Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan : 3/0/3

1. 2008/aterm/partus normal/bidan/laki-laki/hidup
2. 2012/ aterm/partus normal/bidan/perempuan/hidup
3. 2019/ aterm/partus normal/bidan/laki-laki/hidup

Pemeriksaan Fisik

Keadaaan Umum : Sedang

Kesadaran : Composmentis Cooperative

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Pernafasan : 16x/menit
Suhu : 36,2 °C

Tinggi Badan : 155 cm

Berat Badan : 47 kg

Status Generalisata

Kepala : Normocephal

Wajah : Dalam batas normal

Mata : Konjungtiva anemis(-/-), Sklera Ikterik(-/-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax : COR & Pulmo dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang

Hb : 12,7 g/dl

Ht : 38,2%

Leukosit : 6400 mm³

Trombosit : 297000 mm³

PT : 10,30 detik

APTT : 21,40 detik

Diagnosa : P3A0H3 + kista bartolini

Sikap :

- Kontrol KU,VS,
- Informed Consent
- IVFD RL
- Konsul anestesi

Rencana : Evakuasi jaringan kista

Laporan Operasi :
Tanggal : 7-5-2019 Jam : 12.30 WIB

1. Pasien tidur terlentang diatas meja operasi dalam anestesi spinal


2. Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic
3. Dipasang duk steril untuk memperkecil lapangan operasi
4. Dilakukan tindakan eksisi diatas kista berbentuk elips
5. Dilakukan eksisi melebihi dari lebar kista
6. Dilakukan insisi pada kista sampai menembus isi kista, isi kista keluar
berwarna cairan coklat
7. Kemudian eksisi dijahit, operasi selesai.

Diagnosis : Post evakuasi kista bartolini

P/ Kontrol KU, VS, perdarahan

Follow Up

Tanggal : 8-5-2019 Jam : 06.00 WIB

S/ -Nyeri bekas jahitan (+)

-BAB(+)

-BAK(+)

O/ KU : Sedang

Kes : CMC

TD : 110/70 mmHg

ND : 82x/menit

NF : 20x/menit

T : 36,5 °C

A/ Post evakuasi kista bartolini

P/ Cefadroxyl 2x500 mg

Asam Mefenamat 3x500 mg

Sulfarosporin 1x1 mg
BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang pasien perempuan berusia 32 tahun, datang ke RSUD M. Natsir pada


tanggal 6 Mei 2019 pukul 20.30 WIB. Pasien kiriman dari poliklinik kebidanan
dengan diagnosa Kista Bartolini.

Dari pemeriksaan fisik di bibir bagian dalam kemaluan kanan teraba massa
dengan ukuran telur puyuh dengan konsistensi padat,keras,tidak dapat
digerakkan,nyeri (+).

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,


pasien didiagnosa dengan P3A0H3 + kista bartolini. Kemudian dilakukan tindakan
evakuasi jaringan kista pada tanggal 7 Mei 2019 dengan diagnosa akhir post
evakuasi kista bartholini.
BAB V
KESIMPULAN

Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran
Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi.
Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae.
Kista kelenjar bartolini terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar
bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau
iritasi jangka panjang. Selain itu dapat disebabkan kuman Streptococcus dan
Escherichia coli. Kista Bartholini seringkali bersifat asimptomatis, tidak ada tanda-
tanda infeksi, sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Jika terdapat infeksi
sekunder, maka dapat diberikan antibiotik spektrum luas. Diberikan antibiotik yang
sesuai (umumnya terhadap Klamidia, Gonokokus, Bakteroides, dan Escherichia coli)
bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah, harus dikeluarkan dengan sayatan
menggunakan kateter Word, teknik marsupialisasi, maupun eksisi. Metode
penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk kista dan abses
kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista kelenjar bartholini. Insisidan
drainase adalah prosedur yang paling mudah dan relatif cepat dalam kesembuhan
pasien,namun prosedur ini mempunyai kecenderungan kista berulang kembali.
Marsupialisasi lebih efektif dibandingkan dengan terapi pembedahan kista Bartholin
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kandungan Edisi Kedua Cetakan Keenam.


Jakarta. Penerbit : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
3. Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance : Obstetri & Ginekologi. Edisi 2.
Jakarta : Erlangga.
4. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai