KISTA BARTHOLINI
Oleh :
Riri Anggraini (1410070100069)
Preseptor
dr. Yufi Permana Marshal M.Ked (OG), Sp.OG
RSUD M. NATSIR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan case “Kista
Bartholini” . Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan case ini. Terima kasih kepada dr. Yufi Permana M.Ked
(OG), Sp.OG selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan case ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
2.1.Definisi.............................................................................................3
2.2. Epidemiologi...................................................................................5
2.3. Anatomi…………………………………………………………….5
2.4. Fisiologi...........................................................................................6
2.5. Etiologi……………………………………………………………..7
2.7. Diagnosis…………………………………………………………...8
2.8. Penatalaksanaan...............................................................................10
BAB V.KESIMPULAN...................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................24
BAB. I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Dengan ada nya pembahasan mengenai Kista Bartholini di harap kan kepada
pembaca agar lebih tertarik untuk mengetahui tentang Kista Bartholini sebagai
kompetensi dokter umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi
ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila
saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu
sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
2.2 Epidemiologi
Kista duktus Bartholini terjadi pada 2% wanita yang memeriksakan diri ke
klinik ginekologi, insidens dan prevalensinya tidak diketahui. Ukuran dari kista
tergantung dari akumulasi secret dan kelejar Bartholini, dan muara dari duktus ini
akan terbuka pada saat melakukan aktivitas seksual. Kista bartholini biasanya terjadi
pada wanita usia produktif yang aktif berhubungan seksual. Kebanyakan kasus
terjadi pada usia 20 dan 30 tahun, dimana 72 % terjadi sebelum usia 30 tahun, dan
hanya 10 % terjadi pada wanita usia diatas 40 tahun.
2.3 Anatomi
Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar
bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan
berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen.
Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini
tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau
melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh
arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal
inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus,
jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar
ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase
pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah
orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba
pada pemeriksaan palapasi. seperti pada gambar dibawah ini :
2.4 Fisiologi
Kelenjar Bartholini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina.
Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus. Cairan ini mengalir ke dalam
duktus sepanjang 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Duktus ini
bermuara diantara labia minor dan hymen dan dilapisi pada bagian ini terdiri atas
epitel skuamosa. Oleh karena itu, kelenjar ini dapat berkembang menjadi karsinoma
sel skuamosa atau adenokarsinoma. Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk
memberikan pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang
relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita
orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas
vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas
vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi
permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih
nyaman bagi wanita.
2.5 Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi
bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri.
Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti
Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan,
seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis
organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan,
dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat
terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu
harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial.
Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan
mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran
Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi
menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan
abses tersebut.
Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak. Ditimbulkan akibat saluran
kista Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh
infeksi. Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria
gonorrhoeae.
Pada laki laki kuman ini menyebabkan penyakit kelamin yang disebut
kencing nanah atau gonore,tidak sama dengan sipilis.
2.6 Gejala Klinik
Kista Bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika
kista bartholini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila
berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.
Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada
salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.
Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia.
Penyakit ini cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada
gonorrea, akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya
treptokokus. Pada Bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri, dan
lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat
keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul di
dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur
bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa di atasi dengan antibiotika,
jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan.
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini
dengan gejala klinik berupa :
Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.
Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan
mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai
dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal.
Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan,
terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui
hubungan seksual.
Dapat terjadi ruptur spontan.
Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.
Radang pada glandula Bartolini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat
menjadi menahun dalam bentuk kista Bartholini. Kista tidak selalu menyebabkan
keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika kistanya tidak besar dan
tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa; dalam hal lain
perlu dilakukan pembedahan.
Bartholin abscess. (Image courtesy of Dr. Gil Shlamovitz.)
2.7 Diagnosis
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis.
Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan
pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi litotomi, kista
terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang eritem
pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi,
pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jenis bakteri
penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular
seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau
dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian,
tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui
antibiotik yang tepat yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang
dicurigai keganasan.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa gejala
mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala dan abses kelenjar
memerlukan drainase.
Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan. Tindakan
itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan perdarahan.
Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa resiko sayatan dan
isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka
pada sayatan.
Marsupialisasi
Indikasi : Kista bartholin kronik dan berulang
Keuntungan :
Komplikasi < dari ekstirpasi
Fungsi lubrikasi dipertahankan
Kerugian : Rekurensi 10-15% karena penutupan dan fibrosis orifisium
Teknik :
a. Posisi lithotomi
b. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan luasnya kista
c. Tindakan aseptik & antiseptik
d. Labia diretraksi dengan benang 3.0 sehingga tampak introitus vagina
e. Buat insisi di atas mukosa vagina pada perbatasan dengan introitus sampai
mencapai dinding kista
f. Dinding kista diinsisi, keluarkan semua isinya
g. Dinding kista dipegang dengan klem Allis
h. Dinding kista dijahit secara terputus dengan benang absorbable 3.0 kolateral
dengan kulit introitus, ke medial dengan mukosa vagina
i. Tidak diperlukan tampon/drain
Marsupialisasi adalah pilihan terapi apabila setelah penggunaan kateter word
terjadi rekurensi atau tidak ada kateter word. Prinsipnya adalah membuat insisi elips
dengan skalpel di luar atau di dalam cincin hymen (jangan di luar labium mayor
karena dapat timbul fistel). Insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan dinding kista
di bawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi, dibersihkan.
Kemudian dinding kista didekatkan dengan kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0
dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Umur : 32 tahun
Alamat : Subarang
Pekerjaan : IRT
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
-Riwayat menstruasi : menarche usia 12 tahun, siklus teratur 1×28 hari, lamanya
ganti duk 2-3 kali, nyeri haid (-)
Tidak ada riwayat penyakit DM, HT, paru, jantung, hati, ginjal sebelumnya.
Tidak ada riwayat penyakit keturunan , menular, dan kejiwaan dari keluarga.
Riwayat Perkawinan
1. 2008/aterm/partus normal/bidan/laki-laki/hidup
2. 2012/ aterm/partus normal/bidan/perempuan/hidup
3. 2019/ aterm/partus normal/bidan/laki-laki/hidup
Pemeriksaan Fisik
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 16x/menit
Suhu : 36,2 °C
Berat Badan : 47 kg
Status Generalisata
Kepala : Normocephal
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 12,7 g/dl
Ht : 38,2%
PT : 10,30 detik
Sikap :
- Kontrol KU,VS,
- Informed Consent
- IVFD RL
- Konsul anestesi
Laporan Operasi :
Tanggal : 7-5-2019 Jam : 12.30 WIB
Follow Up
-BAB(+)
-BAK(+)
O/ KU : Sedang
Kes : CMC
TD : 110/70 mmHg
ND : 82x/menit
NF : 20x/menit
T : 36,5 °C
P/ Cefadroxyl 2x500 mg
Sulfarosporin 1x1 mg
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari pemeriksaan fisik di bibir bagian dalam kemaluan kanan teraba massa
dengan ukuran telur puyuh dengan konsistensi padat,keras,tidak dapat
digerakkan,nyeri (+).
Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran
Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi.
Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae.
Kista kelenjar bartolini terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar
bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau
iritasi jangka panjang. Selain itu dapat disebabkan kuman Streptococcus dan
Escherichia coli. Kista Bartholini seringkali bersifat asimptomatis, tidak ada tanda-
tanda infeksi, sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Jika terdapat infeksi
sekunder, maka dapat diberikan antibiotik spektrum luas. Diberikan antibiotik yang
sesuai (umumnya terhadap Klamidia, Gonokokus, Bakteroides, dan Escherichia coli)
bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah, harus dikeluarkan dengan sayatan
menggunakan kateter Word, teknik marsupialisasi, maupun eksisi. Metode
penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk kista dan abses
kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista kelenjar bartholini. Insisidan
drainase adalah prosedur yang paling mudah dan relatif cepat dalam kesembuhan
pasien,namun prosedur ini mempunyai kecenderungan kista berulang kembali.
Marsupialisasi lebih efektif dibandingkan dengan terapi pembedahan kista Bartholin
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA