Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena pemaparan jaringan terhadap
hormone tiroid berlebihan. Penyakit tiroid merupakan penyakit yang banyak ditemui di
masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit Graves di Amerika sekitar 1% dan di
Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000 pria, sering ditemui di usia kurang dari 40 tahun.

Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun secara prinsip


berbeda.Hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar tiroid dan sekresi berlebihan dari
hormone tiroid dalam sirkulasi. Pada tirotoksikosis dapat disebabkan oleh etiologi yang amat
berbeda, bukan hanya yang berasal dari kelenjar tiroid. Adapun hipertiroidisme subklinis, secara
definisi diartikan kasus dengan kadar hormone normal tetapi TSH rendah. Di kawasan Asia
dikatakan prevalensi lebih tinggi disbanding yang non Asia (12% versus 2.5%) (Djokomoeljanto,
2010).Penyakit Graves merupakan penyebab utama dan tersering tirotoksikosis (80-90%),
sedangkan yang disebabkan karena tiroiditis mencapai 15% dan 5% karena toxic nodular goiter.
Prevalensi penyakit Graves bervariasi dalam populasi terutama tergantung pada intake yodium
(tingginya intake yodium berhubungan dengan peningkatan prevalensi penyakit Graves).
Penyakit Graves terjadi pada 2% wanita, namun hanya sepersepuluhnya pada pria. Kelainan ini
banyak terjadi antara usia 20-50 tahun, namun dapat juga pada usia yang lebih tua.

Hipertiroidisme sering ditandai dengan produksi hormone T3 dan T4 yang meningkat,


tetapi dalam persentase kecil (kira-kira 5%) hanya T3 yang meningkat, disebut sebagai
tirotoksikosis T3 (banyak ditemukan di daerah dengan defisiensi yodium). Status tiroid
sebenarnya ditentukan oleh kecukpuan sel atas hormon tiroid dan bukan kadar ‘normal’ hormone
tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faali dasar yang perlu diingat kembali. Pertama bahwa
hormone yang aktif adalah free hormone, kedua bahwa metabolisme sel didasarkan atas
tersedianya free T3 bukan free T4, ketiga bahwa distribusi deiodinase I, II, dan III di berbagai
organ tubuh berbeda (D1 banyak di hepar, ginjal dan tiroid, DII di otak, hipofisis, dan DIII di
jaringan fetal, otak, plasenta), namun hanya D1 yang dapat dihambat oleh PTU.

1
1.1 Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteran klinik senior di Rumah Sakit Umum Solok.
2. Untuk bahan pengayaan agar lebih memahami materi tentang Sepsis, bronkopneumonia, Hipertensi
(definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,
penatalaksanaan, komplikasi).

1.3 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai diagnosis dan tatalaksana Sepsis, Bronkopneumonia dan

Hipertensi stage 1.

2. Sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa yang menjalankan kepaniteraan klinik senior

Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid berada di kedalaman dari otot sternothyroid dan sternohyoid, terletak di
anterior leher sepanjang C5-T1 vertebrae.Kelenjar ini terdiri dari lobus kanan dan kiri di
anterolateral dari laring dan trakea.Kedua lobus ini disatukan oleh bagian yang menyatu yang
disebut isthmus, di cincin trakea kedua dan ketiga.Kelenjar tiroid dikelilingi oleh suatu
fibrous capsule tipis, yang membuat septa kedalam kelenjar.Jaringan ikat padat menempel
pada cricoid cartilage dan superior tracheal ring. Dari external ke capsule adalah loose sheath
yang dibentuk oleh visceral portion dari lapisan pretracheal di kedalaman cervical fascia.

2
Gambar 2.1. Anatomi kelenjar tiroid
Arteri; kelenjar tiroid memiliki aktivitas vaskular yang tinggi dan disuplai oleh arteri
superior dan inferior.Pembuluh darah ini berada di antara fibrous capsule dan loose fascial
sheath.Biasanya cabang pertama dari arteri eksternal karotid adalah superior tiroid arteri,
turun ke bagian superior kelenjar, menembus lapisan pretracheal di kedalaman cervical
fascia, dan membagi kedalam cabang anterior dan superior yang menyuplai bagian
anterosuperior dari kelenjar.Arteri inferior tiroid, cabang terbesar dari thyrocervical trunks
dari arteri subclavian, ke bagian posterior secara superomedial ke carotid sheath untuk
mencapai bagian posterior dari kelenjar tiroid. Terbagi kedalam beberapa cabang yang
menembus lapisan pretracheal di kedalaman cervical fascia dan menyuplai bagian
posterioinferior, termasuk ke bagian inferior kelenjar.Kanan dan superior kiri dan arteri
inferior tiroid beranatomosis kedalam kelenjar dan menyuplai kelenjar.
Vena; Tiga pasang vena tiroid biasanya membentuk tiroid plexus vena di permukaan
anterior kelenjar tiroid dan anterior trachea.Vena superior tiroid bersama arteri superior
tiroid, mereka memperdarahi bagian superior tiroid. Vena middle tiroid tidak disertai arteri
dan memperdarahi bagian medial tiroid. Sedangkan vena inferior tiroid memperdarahi bagian

3
inferior tiroid. Vena superior dan middle tiroid akan bermuara ke internal jugular vein
sedangkan vena inferior tiroid bermuara ke brachiocephalic vein.
Lymph; pembuluh lymph dari kelenjar tiroid melewati jaringan ikat interlobular,
biasanya didekat arteri. Mereka berkomunikasi dengan suatu jaringan capsular pembuluh
lymphatic. Dari sini, pada mulanya pembuluh ini melewati prelaryngeal, pretracheal, dan
paratracheal lymph nodes.Prelaryngeal mengalir ke superior cervical lymph nodes, dan
pretracheal dan paratracheal lymph nodes mengalir ke inferior deep cervical
nodes.Disamping itu, pembuluh lymph berada di sepanjang vena superior tiroid melewati
langsung ke inferior deep cervical lymph nodes.Beberapa pembuluh lymph mengalir ke
brachiocephalic lymph nodes atau thoracic duct.
Nerve; Saraf dari kelenjar tiroid diturunkan dari superior, middle, dan inferior cervical
(symphatetic) ganglia.Mereka mencapai kelenjar melalui cardia dan superior dan inferior
thyroid periarterial plexuses yang bersama-sama tiroid arteri.Seratnya adalah vasomotor,
bukan secremotor.Mereka menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Sekresi endokrin dari
kelenjar tiroid diregulasi secara hormonal oleh kelenjar pituitary .

2.2. Mekanisme iodine pathway dalam tubuh

Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid (Guyton, 2010)

4
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi dengan bantuan H2O2 dan
enzim TPO(tiroperoksidase). Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya jaringan yang dapat
mengoksidasi hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi..
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil
dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase
(tipe enzim peroksidase) menghasilkan MIT dan DIT,proses ini disebut
coupling.Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)
menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT
menjadi T3 (triiodotirosin). Reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim
tiroperoksidase.
4. Sesudah pembentukan hormon selesai,hormon dan yodium serta Tg disimpan ekstrasel
(di lumen koloid) yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan ,tahap ini disebut storage.
5. Pengeluaran hormon dimulai dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili atas
pengaruh TSH,resorpsi
6. Terjadi proses digesti oleh enzim lisosom dan endosom sehingga memisahkan produk
yang beryodium dari Tg yang menghasilkan T3,T4,DIT dan MIT bebas,proses ini disebut
proteolisis.
7. T3 & T4 berdifusi dan dilepaskan ke sirkulasi, sekresi

5
8. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana
tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim yodotirosin deiodinase sangat berperan dalam
proses ini.
9. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks
golgi.

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan
dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada
dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya
hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu
menimbulkan suatu efek.

Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:

1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3
yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari
T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.

6
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas
biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian dirubah menjadi T3 oleh enzim deiodinase( DI,DII dan DIII) atau diaktifkan,organ
yang mempunyai kapasitas untuk konversi ialah hati,ginjal,jantung dan hipofisis melalui proses
pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4
yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah
bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.

- Tironin yang diiodinisasi diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin
dalam tiroglobulin membentuk mono- dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk
T3 atau T4 (Murray, 2010)
- Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin

7
Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-Releasing
Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia mediana
hipotalamus.Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis anterior lewat darah
porta hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi hifofisis anterior untuk
meningkatkan pengeluaran TSH.nTSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang
mempunyai efek spesifik terhadap kelenjar tiroid:
1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil
akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan
berkurangnya subtansi folikel tersebut.
2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide
trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida
intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali normal.
3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid
menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.

8
Efek Umpan Balik Hormon Tiroid dalam Menurunkan Sekresi TSH oleh Hipofisis
Anterior
Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh
hipofisis anterior. Hal ini terutama dikarenakan efek langsung hormon tiroid terhadap hipofisis
anterior.
Faktor-faktor yang Mengatur Sekresi Hormon Tiroid
1. HIPOTALAMUS : Sintesis dan pelepasan TRH
 Perangsangan :
o Penurunan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal
o Neurogenik : sekresi bergelombang dan irama sirkadian
o Paparan terhadap dingin (hewan dan bayi baru lahir)
o Katekolamin adrenergik-alfa
o Vasopresin arginin
 Penghambatan :
o Peningkatan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal
o Penghambat adrenergik alfa
o Tumor hipotalamus
2. HIPOFISIS ANTERIOR: Sintesis dan pelepasan TSH
 Perangsangan :
o TRH
o Penurunan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop
o Penurunan aktivitas deiodinasi-5' tipe 2
o Estrogen : meningkatkan tempat pengikatan TRH
 Penghambatan:
o Peningkatan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop
o Peningkatan aktivitas deiodinase-5' Tipe 2
o Somatostatin
o Dopamin, agonis dopamin : bromokriptin
o Glukokortikoid
o Penyakit-penyakit kronis
o Tumor hipofisis

9
3. TIROID : Sintesis dan pelepasan hormon tiroid
 Perangsangan :
o TSH
o Antibodi perangsangan TSH-R
 Penghambatan :
o Antibodi penghambat TSH-R
o Kelebihan iodida
o Terapi litium

Efek Fisiologik Hormon Tiroid


Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-jam
atau berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah
efek, termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi
panas dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+-K+
ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak
genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor
glukosa dan asam amino.Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini.

1. Efek pada Perkembangan Janin


Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia sekitar 11
minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan 12 I. Karena kandungan
plasenta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi
dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan
demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.Walaupun sejumlah
pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak dan
pematangan skeletal jelas terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan
dwarfisme/cebol).

2. Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+
ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis.Hal ini berperan pada peningkatan

10
kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan
kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase
superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini
dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.

3. Efek Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat α miosin dan menghambat rantai berat β miosin,
memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase
dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkankontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari
gen Na+ -K+ ATPase gen; danmeningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G.
Dengandemikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyataterhadap
jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung danpeningkatan nadi yang nyata
pada hipertiroidisme dan kebalikannya padahipotiroidisme.

4. Efek Simpatik (simpatomimetik)


Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam
otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit.Mereka juga menurunkan reseptor
adrenergik-alfa miokardial.Di samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin
pada tempat pascareseptor.Dengan demikian, kepekaan terhadap katekolamin meningkat dengan
nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat
membantu dalam mengendalikan takikardia dan aritmia.

5. Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat
pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang
memerlukan ventilasi bantuan.
6. Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan
produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak
meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid
meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2

11
hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi
pada hipotiroidisme.

7. Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan motilitas
dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada
hipotiroidisme.Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang
sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme.

8. Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang,
dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang.Dengan demikian, hipertiroidisme
dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang,
hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium.

9. Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural,
pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau
miopati.Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan.Terdapat juga suatu peningkatan
kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau
hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme.Hormon tiroid penting untuk perkembangan
dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta
kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok.

10. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat


Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula
absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus
primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang
terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low-density
lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang

12
berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar
kolesterol meningkat pada hipotiroidisme.

11. Efek Endokrin


Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan
farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal,
sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan
produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal
sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang
pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari
hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal.Ovulasi dapat terganggu pada
hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan
pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan
hipotiroidisme, kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini
akankembali normal dengan terapi T4.
2.3. HIPERTIROID

2.3.1. Definisi
Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical
Endocrinologiststirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam
darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis. Efek ini disebabkan ikatan T3
dengan reseptor T3-inti yang makin penuh.Rangsang TSH atau TSH-like substance (TSI, TSAb),
autonomi intrinsik kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radiocative neck-uptake
naik.
2.3.2. Etiologi & Klasifikasi
Penyebab hipertiroid dibedakan dalam 2 klasifikasi, dimana pembagiannya berdasarkan pusat
penyebab dari hipertiroid, yaitu organ yang paling berperan.

a. Hipertiroid primer : jika terjadi hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu sendiri,
misalnya penyakit graves, hiperfungsional adenoma (plummer), toxic multinodular goiter

13
b. Hipertiroid skunder : jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid, misalnya
tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon tiroid dalam jumlah banyak, pemasukan
iodium yang berlebihan, serta penyakit mola hidatidosa pada wanita.
c. Tidak berkaitan dengan hipertiroidisme: tiroiditis granulomatosa subakut(nyeri),tiroiditis
limfositik subakut (tidak nyeri),struma ovarii (teratoma ovarium dengan tiroid ektopik) dan
tirotoksikosis palsu (asupan tiroksin eksogen)

Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme Primer Tirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme
Hipertiroidisme Sekunder
 Penyakit Graves  Hormon tiroid berlebih  TSH-secreting
 Struma multinodular (tirotoksikosis faktisia) tumor chGH secreting
toksik  Tiroiditis subakut tumor
 Adenoma toksik  Silent thyroiditis  Tirotoksikosis gestasi
 Obat: yodium lebih,  Destruksi kelenjar : (trimester I)
lithium amiodaron,radiasi,  Resistensi hormon
 Karsinoma tiroid yang adenoma, infark tiroid
berfungsi
 Struma ovarii (ektopik)
 Mutasi TSH-r
Kira-kira 70% tirotoksikosis karena penyakit Graves (morbus Graves), sisanya karena gondok
multinodular toksik (morbus Plummer) dan adenoma toksik (morbus Goetsch) .

2.3.3. Patofisiologi

 Sel T-helper intratiroid sel B sel plasma  TSI diarahkan epitop dari reseptor thyroid-
stimulating (TSH) hormon dan bertindak sebagai agonis reseptor TSH  TSI mengikat
reseptor TSH pada sel tiroid folikel tiroid cAMP mengaktifkan sintesis hormon (T3 dan
T4) dan pelepasan dan pertumbuhan tiroid (hipertrofi)  feedback mechanism  penurunan
TSH sedangkan TSI tidak dipengaruhi oleh feedback ini.

14
 Hasil dalam gambaran karakteristik Graves tirotoksikosis, dengan tiroid difus membesar,
penyerapan yodium radioaktif yang sangat tinggi, dan kadar hormon tiroid yang berlebihan
dibandingkan dengan tiroid sehat.

 Patogenesis ophthalmopathy Graves terletak pada pengendapan glikosaminoglikan (GAG) di


otot luar mata dan adiposa dan jaringan ikat dari orbit retro-, menyebabkan aktivasi sel-T.
Antigen reseptor TSH dianggap mediator kunci dalam proses aktivasi sel T. Merokok
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk ophthalmopathy, meningkatkan kemungkinan
itu sekitar 7 kali lipat. Pasien yang diobati dengan yodium radioaktif lebih mungkin untuk
mengalami memburuknya ophthalmopathy mereka daripada pasien yang diobati dengan obat
antitiroid atau operasi.

15
2.3.4. Manifestasi Klinik

Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves


(Djokomoeljanto, 2010).
Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan Tanda
Umum Tak tahan hawa Psikis dan saraf Labil. Iritabel,
panas, hiperkinesis, tremor, psikosis,
capek, BB turun, nervositas, paralisis
tumbuh cepat, periodik dispneu
toleransi obat, youth
fullness
Gastrointestinal Hiferdefekasi, lapar, Jantung hipertensi, aritmia,
makan banyak, haus, palpitasi, gagal
muntah, disfagia, jantung
splenomegaly
Muskular Rasa lemah Darah dan limfatik Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
membesar
Genitourinaria Oligomenorea, Skelet Osteoporosis, epifisis
amenorea, libido cepat menutup dan
turun, infertil, nyeri tulang
ginekomastia
Kulit Rambut rontok,
berkeringat, kulit
basah, silky hair dan
onikolisis
Terdapat trias manifestasi Graves:
1. Tirotoksikosis: pembesaran difus tiroid yang hiperfungsional
2. Oftalmopati infiltratif: menyebabkan eksoftalmus pada 40% pasien
16
3. Dermopati infiltratif lokal (miksedema pratibia) : pada sebagian kecil pasien

2.3.5. Diagnosis
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis
yang dialami pasien, Untuk itu dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasari pada
anamnesis dan PF teliti.Kemudian dilanjutkan PP konfirmasi laboratorium dan radiodiagnostik.
Indeks Wayne
No Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Nafsu makan naik +3
9 Nafsu makan turun -3
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak Ada


1 Tyroid teraba +3 -3
2 Bising tyroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
4 Kelopak mata tertinggal gerak bola mata +1 -
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor jari +1 -
7 Tangan panas +2 -2
8 Tangan basah +1 -1
9 Fibrilasi atrial +4 -

17
Nadi teratur - -3
< 80x per menit - -
10
80 – 90x per menit +3 -
> 90x per menit

Hipertiroid jika indeks ≥ 20

NEW CASTLE INDEX

Item Grade Score


Age of onset (year) 15-24 0
25-34 +4
35-44 +8
45-54 +12
>55 +16
Psychological precipitant Present -5
Absent 0
Frequent cheking Present -3
Absent 0
Severe anticipatory anxiety Present -3
Absent 0
Increased appetite Present +5
Absent 0
Goiter Present +3
Absent 0
Thyroid bruit Present +18
Absent 0
Exophthalmos Present +9
Absent 0
Lid retraction Present +2
Absent 0

18
Hyperkinesis Present +4
Absent 0
Fine finger tremor Present +7
Absent 0
Pulse rate > 90/min +16
80-90 > min +8
< 80/min 0

 Eutiroid (–11) - (+23)


 Prob. Hipertiroid (+24) – (+39)
 Hipertiroid (+40) – ( +80)

a. TSH
Bahn et al (2011), menyarankan pemeriksaan serum TSH sebagai pemeriksaan lini
pertama pada kasus hipertiroidisme karena perubahan kecil pada hormon tiroid akan
menyebabkan perubahan yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga pemeriksaan serum TSH
sensitivitas dan spesifisitas paling baik dari pemeriksaan darah lainnya untuk menegakkan
diagnosis gangguan tiroid. Pada semua kasus hipertiroidisme (kecuali hipertiroidisme sekunder
atau yang disebabkan produksi TSH berlebihan) serum TSH akan sangat rendah dan bahkan
tidak terdeteksi (<0.01 mU/L). Hal ini bahkan dapat diamati pada kasus hipertiroidisme ringan
dengan nilai T4 dan T3 yang normal sehingga pemeriksaan serum TSH direkomendasikan
sebagai pemeriksaan standar yang harus dilakukan.

b. T4 dan T3
Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) direkomendasikan sebagai
pemeriksaan standar untuk diagnosis hipertiroidisme.Pemeriksaan utamanya dilakukan pada
bentuk bebas dari hormon tiroid karena yang menimbulkan efek biologis pada sistem tubuh
adalah bentuk tak terikatnya. Pada awal terapi baik dengan obat anti tiroid, iodine radioaktif dan
tiroidektomi pemeriksaan kadar hormon tiroid perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi
sebelum terapi. Satu bulan setelah terapi perlu dilakukan pemeriksaan terhadap free T4, total T3

19
dan TSH untuk mengetahui efektivitas terapi yang diberikan dan pemeriksaan dilakukan setiap
satu bulan hingga pasien euthyroid.
Selain itu dari rasio total T3 dan T4 dapat digunakan untuk mengetahui etiologi
hipertiroidisme yang diderita pasien. Pada pasien hipertiroidisme akibat Graves’ Disease dan
toxic nodular goiter rasio total T3 dan T4> 20 karena lebih banyak T3 yang disintesis pada
kelenjar tiroid hiperaktif dibandingkan T4 sehingga rasio T3 lebih besar. Sedangkan pada pasien
painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis rasio total T3 dan T4< 20. Menurut Beastall et al
(2006), monitoring pada pasien hipertiroidisme yang menggunakan obat anti tiroid tidak cukup
hanya ditegakkan dengan pemeriksaan kadar TSH. Hal ini disebabkan pada pasien
hipertiroidisme terutama Graves’ disease kadar TSH ditemukan tetap rendah pada awal
pemakaian obat anti tiroid sehingga untuk melihat efektivitas terapi perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 bebas.
c. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb)
Dalam menegakkan diagnosis hipertiroidisme akibat autoimun atau Graves’ disease perlu
dilakukan pemeriksaan titer antibodi.Tipe TRAb yang biasanya diukur dalam penegakan
diagnosis Graves’ disease adalah antithyroid peroxidase antibody (anti-TPOAb), thyroid
stimulating antibody (TSAb), dan antithyroglobuline antibody (anti-TgAb). Ditemukannya
TPOAb, TSAb dan TgAb mengindikasikan hipertiroidisme pasien disebabkan karena Graves’
disease. TPOAb ditemukan pada 70–80% pasien, TgAb pada 30–50% pasien dan TSAb pada
70–95% pasien.
Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk memprediksi hipertiroidisme pada orang
dengan faktor risiko misal memiliki keluarga yang terkena gangguan tiroid dan tiroiditis post
partum.Pada wanita hamil yang positif ditemukan TPOAb dan TgAb pada trimester pertama
memiliki kemungkinan 30 – 50% menderita tiroiditis post partum .

d. Radioactive Iodine Uptake


Iodine radioaktif merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui berapa banyak
iodine yang digunakan dan diambil melalui transporter Na+/I- di kelenjar tiroid. Pada metode ini
pasien diminta menelan kapsul atau cairan yang berisi iodine radioaktif dan hasilnya diukur
setelah periode tertentu, biasanya 6 atau 24 jam kemudian. Pada kondisi hipertiroidisme primer
seperti Graves’ disease, toxic adenoma dan toxic multinodular goiter akan terjadi peningkatan

20
uptake iodine radioaktif. Pemeriksaan ini dikontraindikasikan bagi pasien wanita yang hamil atau
menyusui .

e. Scintiscanning
Scintiscanning merupakan metode pemeriksaan fungsi tiroid dengan menggunakan unsur
radioaktif.Unsur radioaktif yang digunakan dalam tiroid scintiscanning adalah radioiodine (I131)
dan technetium (99mTcO4 -).Kelebihan penggunaan technetium radioaktif daripada iodine
diantaranya harganya yang lebih murah dan pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat.Namun
kekurangannya risiko terjadinya false-positive lebih tinggi, dan kualitas gambar kurang baik
dibandingkan dengan penggunaan radioiodine (Gharib et al, 2011).Karena pemeriksaan dengan
ultrasonography dan FNAC lebih efektif dan akurat, scintiscanning tidak lagi menjadi
pemeriksaan utama dalam hipertiroidisme. Menurut Gharib et al (2010), indikasi perlunya
dilakukan scintiscanning di antaranya pada pasien dengan nodul tiroid tunggal dengan kadar
TSH rendah dan pasien dengan multinodular goiter. Selain itu dengan scintiscanning dapat
diketahui etiologi nodul tiroid pada pasien, apakah tergolong hot (hiperfungsi) atau cold
(fungsinya rendah).

f. Ultrasound Scanning
Ultrasonography (US) merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dengan
frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran bentuk dan ukuran kelenjar tiroid. Kelebihan
metode ini adalah mudah untuk dilakukan, noninvasive serta akurat dalam menentukan
karakteristik nodul toxic adenoma dan toxic multinodular goiter serta dapat menentukan ukuran
nodul secara akurat (Beastall et al, 2006). Pemeriksaan US bukan merupakan pemeriksaan utama
pada kasus hipertiroidisme. Indikasi perlunya dilakukan pemeriksaan US diantaranya pada
pasien dengan nodul tiroid yang teraba, pasien dengan multinodular goiter, dan pasien dengan
faktor risiko kanker tiroid .
g. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC)
FNAC merupakan prosedur pengambilan sampel sel kelenjar tiroid (biopsi) dengan
menggunakan jarum yang sangat tipis.Keuntungan dari metode ini adalah praktis, tidak
diperlukan persiapan khusus, dan tidak mengganggu aktivitas pasien setelahnya. Pada kondisi
hipertiroidisme dengan nodul akibat toxic adenoma atau multinodular goiter FNAC merupakan

21
salah satu pemeriksaan utama yang harus dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
Hasil dari biopsi dengan FNAC ini selanjutkan akan dianalisis di laboratorium. Hasil dari biopsi
pasien dapat berupa tidak terdiagnosis (jumlah sel tidak mencukupi untuk dilakukan analisis),
benign (non kanker), suspicious (nodul dicurigai kanker), dan malignant (kanker) (Bahn et al,
2011; Beastall et al, 2006).Menurut Ghorib et al (2011) pada pasien dengan nodul berukuran
kecil yang tidak tampak atau tidak teraba, maka FNAC perlu dilakukan dengan bantuan
ultrasonography.Selain itu penggunaan bantuan ultrasonography juga disarankan pada kondisi
pasien dengan multinodular goiter dan obesitas.

22
2.3.6. Diagnosis Banding

23
2.3.7. Penatalaksanaan

1. Tirostatika (OAT- Obat Anti Tiroid)

Efek berbagai obat digunakan dalam pengelolaan tiroksikosis.


Kelompok obat Efeknya Indikasi
Obat anti tiroid Menghambat sintesis hormon Pengobatan lini pertama
Propiltiourasil (PTU) tiroid dan berefek imunosupresif pada graves. Obat
Metimazol (MMI) (PTU) juga menghambat konversi jangka pendek prabedah
Karbimazol (CMZMMI) T4 T3 / pra RA1
Anatagonis adrenergik – β
β Adrenergic antagonis Mengurangi dampak hormor tiroid Obat tambahan kadang
Propranolol pada jaringan sebagai obat tunggal
Metoprolol pada tirolditis
Atenolol
Nadolol
Bahan mengandung iodine Menghambat keluarnya T4 dab T3 Persiapan tiroidektomi
Kalium iodide Menghambat T4 dan T3 serta Para krisis tiroid
Solusi Lugol Produksi T3 ekstratiroidal Bukan untuk
Natrium ipodat penggunaan rutin
Asam iopanoat
Obat lainya Menghabat transpor yodium Bukan indikasi rutin
Kalium perklorat sintesis dan keluarnya hormon. Pada sub akut tiroiditis
Litium karbonat Memperbaiki efek hormon berat dan krisis tiroid.
Glukokortikoids dijaringan dan sifat imunologis.

2. Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun
biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam preoperatif,
dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan
dengan tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi
total termasuk ismus dan tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan

24
ahli sekalipun, meskipun mortalitas rendah.Hipoparatiroidisme dapat permanen atau
sepintas.Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau
residif.Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko terjadinya krisis tiroid
dengan mortalitas amat tinggi. Di Swedia dari 308 kasus operasi, 91% mengalami
tiroidektomi subtotal dan disisakan 2 gram jaringan, 9% tiroidektomi total, hipokalsemia
berkepanjangan 3,1% dan hipoparatiroid permanen 1%, serta mortalitas 0% .

3. Yodium radioaktif (radio active iodium – RAI)


Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid,
meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis Rai berbeda:
ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan
dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.
Kekhawatiran bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia, tidak terbukti.Dan satu-
satunya kontra indikasi ialah graviditas.Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas.
Di USA usia bukan merupakan masalah lagi, malahan cut off-nya 17-20 tahun. 80% Graves
diberi radioaktif, 70% sebagai pilihan pertama dan 10% karena gagal dengan cara lain.
Mengenai efek terhadap optalmopati dikatakan masih kontroversial.Meskipun radioterapi
berhasil tugas kita belum selesai, sebab kita masih harus memantau efek jangka panjangnya
yaitu hipotiroidisme.Dalam observasi selama 3 tahun pasca-RAI, tidak ditemukan
perburukan optalmopati (berdasarkan skor Herthel, OI, MRI, total muscle
volumes [TMV]).Namun disarankan sebaiknya jangan hamil selama 6 bulan
pascaradiasi.Setiap kasus RAI perlu dipantau kapan terjadinya hipotiroidisme (dengan TSH
dan klinis).

Cara Keuntungan Kerugian


Pengobatan
Tirostatika • Kemungkinan remisi jangka panjang • Angka residif cukup tinggi
(OAT) tanpa hipotiroidisme • Pengobatan jangka panjang
Tiroidektomi • Cukup banyak menjadi eutiroid dengan kontrol yang sering
• Relatif cepat • Dibutuhkan ketrampilan bedah
Yodium • Relatif jarang residif • Masih ada morbiditas

25
Radioaktif • Sederhana • 40% hipotiroid dalam 10 tahun
(I131) • Jarang residif (tergantung dosis) • Daya kerja obat lambat
• 50% hipotiroid pasca radiasi

Terapi eksophtalmus

Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi antara lain: istirahat dengan berbaring
terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau dengan
larutan metil selulosa5%,untuk menghindari iritasi mata dengan penggunaan kacamata hitam;
dan tindakan operasi; dalam keadaan yang berat diberikan prednison tiap hari.

2.3.8. Komplikasi
1. Penyakit jantung tiroid (PJT) .
Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak, edem dll),
hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan adanya atrium fibrilasi.
2. Krisis Tiroid (Thyroid Storm).
Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis (life-
threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat, operasi dll). Gejala
klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda tanda-tanda hipertiroid berat
yang terjadi secara tiba-tiba (adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan
dapat dicetuskan oleh antara lain : infeksi dan tindakan pembedahan) Prinsip pengelolaan
hampir sama, yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang teijadi.
3. Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).
Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya
bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya hipokalemi akibat kalium
terlalu anyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya terjadi
setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena glukosa akan dimasukkan kedalam selh
oleh insulin bersama-sama dengan kalium (K channel ATP-ase).
4. Komplikasi akibat pengobatan. Komplikasi ini biasanya akibat overtreatment (hipotiroid)
atau akibat ES obat (agranulositosis,hepatotoksik).

26
2.3.9. Prognosis

Pengendalian tirotoksikosis dimaksudkan untuk mempertahankan kadar FT4 dan THSs


sesuai atau mendekati kadar orang normal. Pemeriksaan pemantauan biasanya dilakukan setiap
3 bulan atau bila ada tanda-tanda komplikasi pengobatan. Pemantauan terhadap fungsi hati dan
darah rutin mutlak diperlukan pada penderita yang diberikan pengobatan dengan obat anti tiroid

2.4. GASTRITIS AKUT

2.4.1 Definisi

Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan
perdarahan mukosa lambung akibat terpapar pada zat iritan.Erosi tidak mengenai lapisan otot
lambung.Gastritis akut suatu penyakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak dan
sembuh sempurna.Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan
penyakit yang ringan.Penyebab terberat dari gastritis akut adalah makanan yang bersifat asam
atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi.Pembentukan
jaringan parut dapat terjadi akibat obstruksi pylorus.

2.4.2. Etiologi

- Makan tidak teratur atau terlambat makan


- Bisa juga disebabkan oleh bakteri bernama Helicobacter pylori
- Merokok
- stress
- Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilangan rasa nyeri, seperti obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuproven (Advil, Motrin dll), juga
naproxen (aleve), yang terlalu sering dapat menyebabkan penyakit gastritis, baik itu gastritis
akut maupun kronis
- Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam.
- Alcohol
- Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) menyebabkan kerusakan mukosa
gaster dan menimbulkan edema dan pendarahan.

27
2.4.3. Manifestasi Klinis
- Bervariasi dan tidak jelas

- Perasaan penuh anoreksia

- Distress epigastrik yang tidak nyata

- Cepat kenyang

- Mual dan muntah

- Nyeri epigastrium

- sering sendawa

- Rasa pahit pada mulut

2.4.4. Patofisiologi

Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan factor agresif (asam
lambung dan pepsin) dan factor defensive (ketahanan mukosa).Penggunaan aspirin atau obat anti
inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alcohol,
menelan substansi erosif, merokok atau kombinasi dari factor-faktor tersebut dapat mengancam
ketahanan mukosa lambung.

Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai factor
endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,
pepsinogen/pepsin dan garam empedu.Sedangkan factor eksogennya adalah obat-obatan, alcohol
dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter
pylori.Oleh karena itu, gaster memiliki dua factor yang sangat melindungi integritas mukosanya,
yaitu factor defensive dan factor agresif. Factor defensive meliputi produksi mucus yang
didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan
maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja menstransport
ion untuk memelihara PH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta system mikrovaskuler
yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai
penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat

28
menghilangkan efek toksikmetabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai
akibat dari mekanisme pelindung terhadap asam lambung.

Obat-obatan, alcohol, pola makan yang tidak teratur, stress dan lain-laindapat merusak
mukosa lambung, menggangugu pertahanan mukosa lambung dan memungkinkan difusi kembali
asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa
lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah regenerasi mukosa, karena itu
gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya.Dengan iritasi yang terus-
menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.Masuknya zat-zat seperti asam
ada basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat
berikutnya perdarahan dan peritonitis. Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka
inflamasi akan terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin
sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukasa lambung. Faktor
intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan menurun atau hilang sehingga
cobalamin (vitamin B12) tidak dapat diserap diusus halus. Sementara vitamin B12 ini berperan
penting dalam pertumbuhan dan maturasi sel darah merah. Selain itu dinding lambung menipis
rentan terhadap perforasi lambung dan perdarahan

2.4.5. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam
darah. Hasil tes positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri, tepi itu
tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah juga dapat dilakukan
untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat perdarahan lambung akibat gastritis.

b. Pemeriksaan feses. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pyloris dalam feses atau tidak.
Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi, pemeriksaan juga dilakukan
terhadap adanya darah dalam feses, hal ini menunjukkan adanya perdarahan pada
lambung.

c. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidak
normalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar X.

29
2.4.6.Komplikasi

- Gastritis akut

Hematemesisdan dan melena

- Gastritis kronik

Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, anemia karena gangguan
absorpsi vitamin B12

2.4.7. Penatalaksanaan

Pengobatan umum terhadap gastritis adalah menghentikan atau menghindari factor


penyebab iritasi, pemberian antacid, pada gastritis atrofik dengan anemia pernisiosa diobati
dengan B12 intra muscular (hydroxcobalamin atau cyanocobalamin).

Jika penyebabnya adalah infeksi H.pylori maka diberikan bismuth, antibiotic (misalnya
amoksisilin dan klaritromisin) dan obat anti tukak (omeprazol). Perdarahan hebat karena gastritis
akibat stress akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi.

Eradikasi H.pylori merupakan cara pengobatan yang dianjurkan untuk gastritis kronik
yang ada hubunganya oleh kuman tersebut. Eradikasi dapat mengembalikan gambaran
histopatologi menjadi norma kembali. Eradikasi dapat dicapai dengan pemberian kombinasi
penghambat pompa proton dan antibiotic.Antibiotic berupa tetrasiklin, metronidasol,
amoksisilin.Kadang-kadang diperlukanlebih dari satu macam antibiotic untuk mendapat hasil
pengobatan yang baik.

30
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. E
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kacang Ganting
No RM : 136086
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk: 15 oktober 2016
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Jantung berdebar sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
 Jantung berdebar sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Dirasakan terus-menerus
sepanjang hari. Keluhan tidak disertai nyeri dada.
 Pasien juga mengeluhkan Tangannya sering gemetaran, mudah berkeringat, sulit tidur,
lebih cepat marah dan panik.

 Badan terasa letih sejak 2 hari yang lalu terutama saat beraktivitas sehingga pasien
mengurangi aktifitasnya

 Perut terasa penuh/kembung disertai Mual (+)sejak1 hari yang lalu, terutama setiap habis
makan. Muntah tidak ada

 Nafsu makan pasien meningkat namun BB dirasakan turun sejak 2 minggu ini.

 Nyeri pada ulu hati sejak 1 hari yang lalu.

 Sakit kepala (+) sejak 1 hari yang lalu

 Nafas terasa agak sesak sejak 1 hari yang lalu, tidak menciut dan tidak dipengaruhi oleh
cuaca dan makanan. Sesak bertambah saat aktivitas.

 BAK (+) frekuensi dan warna normal

31
 BAB (+) seperti biasa

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Hipertensi sejak ± 1 tahun yang lalu, tidak terkontrol

 Riwayat gastritis sejak 1 tahun yang lalu, pasien berobat ke puskesmas saat kambuh dan
keluhan berkurang setelah minum obat. Nama obat tidak diketahui.

 Riwayat DM, jantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


 tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien

 Saudara perempuan pasien mengalami hipertensi

 DM dan penyakit jantung disangkal.

Riwayat Sosio-Ekonomi dan Kebiasaan


 Pasien seorang ibu rumah tangga, mempunyai suami dan 3 orang anak. Kebiasaan
merokok dan minum kopi tidak ada. Pasien sesekali minum teh.
Status Generalisata
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 88x/menit
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36,2°C
Status Antropometri:
Berat Badan : 40 kg
Tinggi Badan : 138 cm
IMT : 21,05(normoweigh)

32
3.3 Pemeriksaan Fisik

Kepala : Bentuk bulat, ukuran normochepal, rambut hitam


Tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
Pupil isokor. Eksoftalmus (+)
Telinga : Bentuk dan ukuran dalam batas normal
Hidung : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret (-)
Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran (KGB)
Tiroid : tampak benjolan unilateral sebelah kanan, dengan ukuran ± 7 cm
permukaan rata, konsistensi kenyal-padat, nyeri tekan (-). Auskultasi: bruit(+)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari pada RIC V linea midclavicula sinistra.

Perkusi
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas kiri : RIC V linea midclavicularis sinistra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : reguller, gallop(-), murmur(-)

Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri & kanan dalam keadaan statisdan dinamis
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan fremitus kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler,wheezing (-), rhonki(-)

Abdomen
Inspeksi : Datar,distensi (-), asites(-), sikatrik (-)

33
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-)
Hepar : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Bimanual (-), ballotement(-), nyeri ketok CVA (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas ( Superior )
Inspeksi : Edema (-), Sianosis (-)
Palpasi : Perabaan hangat
Tes sensibilitas: sensibilitas halus(+) dan sensibilitas kasar(+)

Refleks fisiologis

Kanan Kiri

Refleks biseps + +

Refleks triseps + +

Refleks brachioradialis + +

Refleks Patologis
Kanan Kiri

Refleks Hoffman-Tremor - -

Inferior
Kanan
Inspeksi : Edema (-), sianosis (-)
Palpasi : perabaan dingin
Palpasi A.dorsalis pedis, A.tibialis posterior, dan A.poplitea tidak kuat angkat.

34
Tes sensibilitas : sensibilitas halus (+) dan sensibilitas kasar (+)

kiri
inspeksi : edema (-) , sianosis (-)
palpasi : perabaan hangat
palpasi A dorsalis pedis pedis, A tibialis posterior dan A popliteal kuat angkat

Refleks fisiologis
Kanan Kiri
Refleks Patella + +
Refleks Cremaster + +
Reflkes Achilles + +

Refleks Patologis
Kanan Kiri
Refleks Babinski - -
Refleks Gordon - -
Refleks oppeinheim - -
Refleks chaddoks - -
Indeks Wayne
No Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Nafsu makan naik +3
9 Nafsu makan turun -3

35
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak Ada


1 Tyroid teraba +3 -3
2 Bising tyroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
4 Kelopak mata tertinggal gerak bola mata +1 -
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor jari +1 -
7 Tangan panas +2 -2
8 Tangan basah +1 -1
9 Fibrilasi atrial +4 -
Nadi teratur - -3
< 80x per menit - -
10
80 – 90x per menit +3 -
> 90x per menit

Nilai indeks wyne: 30

Indeks new castle


Item Grade Score
Age of onset (year) 15-24 0
25-34 +4
35-44 +8
45-54 +12
>55 +16
Psychological precipitant Present -5
Absent 0

36
Frequent cheking Present -3
Absent 0
Severe anticipatory anxiety Present -3
Absent 0
Increased appetite Present +5
Absent 0
Goiter Present +3
Absent 0
Thyroid bruit Present +18
Absent 0
Exophthalmos Present +9
Absent 0
Lid retraction Present +2
Absent 0
Hyperkinesis Present +4
Absent 0
Fine finger tremor Present +7
Absent 0
Pulse rate > 90/min +16
80-90 > min +8
< 80/min 0
Hasil indeks new castle: +59 -> hipertiroid
3.4 Laboratorium
Hemoglobin : 11,5 g/dl
Hematokrit : 40,6%
Leukosit : 7.320/mm3
Trombosit : 240.000/mm3
Ureum : 20,5 mg/dl
Creatinin : 0,69 mg/dl
Ad random : 169 mg%
FT4 : 41,10

37
TSH : <0,05
3.5 Diagnosis Kerja
Diagnosis primer : Grave Disease
Diagnosis Sekunder : Struma Difusa ec Hipertiroid

3.6 Diagnosis Banding


 Goiter Difuse Toxic
 Grave Disease
3.7 Penatalaksanaan
 Non farmakologi
- Istirahat
 Farmakologi
- IVFD RL 8 jam/kolf
- O2 2 L/menit
- Obat anti tiroid: PTU 3x 100 mg
- Ranitidine 2x1 amp (iv)
- Alprazolam 1x0,5 mg
3.8 Pemeriksaan Anjuran
 Pemeriksaan EKG
 Pemeriksaan Rontgen thorak
 Tiroid scanning
 Endoskopi
 Pemeriksaan GDP dan GD 2 jam PP
 HbA1c
 C-peptid
3.9 Prognosa
 Quo ad Vitam : Bonam
 Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
 Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

38
Follow Up
Hari / Subject Object Assesment Plan dan Anjuran
Tanggal

Minggu - Nyeri ulu KU : sakit sedang -hipertiroid Terapi


hati (+)
16/10/2016 - Mual (+) TTV : - gastritis Non farmakologi
akut
- Pusing (-) Kesadaran: CMC  Istirahat
- muntah (-)
- badan Tek.darah :120/80 mmHg Farmakologi
terasa lemas  IVFD RL 8
- BAB/BAK Nadi : 72 x/menit reguler
lancer jam/kolf
Nafas : 22 x/menit
- Demam (-)  O2 2L/menit
- Sesak Suhu : 36,0°C
berkurang  Sucralfat
- Dada syrup 3x1
berdebar(+)
- Tremor (+)  PTU 3x100
mg
 Alprazolam
1x0,25 mg

Senin - Nyeri ulu KU : sakit sedang -hipertiroid Terapi


17/10/2016 hati (+)
- Mual (+) TTV : -Gastritis Non farmakologi
- Pusing (-) akut
Kesadaran: CMC  Istirahat
- muntah (-)
- badan Tek.darah :100/60 mmHg Farmakologi
terasa lemas
- BAB/BAK Nadi : 88 x/menit reguler  IVFD RL 8
lancar jam/kolf
- Demam (-) Nafas : 23 x/menit
- Sesak  Sucralfat
Suhu : 37,0 °C
nafas(-) syrup 3x1
- Dada
berdebar(+)  PTU 3x100
- Tremor (+) mg

39
 Alprazolam
Selasa 1x0,25 mg

18/10/2016 - Nyeri ulu


hati (+) Terapi lanjut
- Mual (+) KU : sakit sedang
- Pusing (-) TTV :
- muntah (-)
- badan Kesadaran: CMC
terasa lemas
- BAB/BAK Tek.darah :100/60 mmHg
lancar Nadi : 68 x/menit reguler
- Demam (-)
- Sesak Nafas : 21 x/menit
nafas(-)
- Dada Suhu : 36,5 °C
berdebar(+)
berkurang
Rabu - Tremor (+)
19/10/2016 Pasien diperbolehkan
- Nyeri ulu pulang
hati (-) KU : sakit sedang
- Mual (+) TTV :
- Pusing (-)
- muntah (-) Kesadaran: CMC
- badan
terasa lemas Tek.darah :130/80 mmHg
- BAB/BAK Nadi : 68 x/menit reguler
lancar
- Demam (-) Nafas : 20 x/menit
- Sesak
nafas(-) Suhu : 36,0 °C
- Dada
berdebar(-)
- Tremor (+)

40
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Seorang pasien wanita berumur 52 tahun dirawat di bangsal interna wanita RSUD
Solok pada tanggal 15 oktober 2016 dengan keluhan utama jantung berdebar sejak 2 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengatakan Jantung berdebar sejak 2 hari sebelum
masuk Rumah Sakit.Dirasakan terus-menerus sepanjang hari.Keluhan tidak disertai nyeri
dada.Pasien juga mengeluhkan Tangannya sering gemetaran, mudah berkeringat, sulit
tidur, lebih cepat marah dan panik.Badan terasa letih sejak 2 hari yang lalu terutama saat
beraktivitas sehingga pasien mengurangi aktifitasnya.Perut terasa penuh/kembung
disertai Mual (+)sejak 1 hari yang lalu, terutama setiap habis makan. Muntah tidak
ada.Nafsu makan pasien meningkat namun BB dirasakan turun sejak 2 minggu ini.Nyeri
pada ulu hati sejak 1 hari yang lalu.Sakit kepala (+) sejak 1 hari yang lalu.Nafas terasa
agak sesak sejak 1 hari yang lalu, tidak menciut dan tidak dipengaruhi oleh cuaca dan
makanan.Sesak bertambah saat aktivitas.BAB/BAK (+) frekuensi dan warna normal.
Pasien memilikki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 1 tahun yang lalu, TD
tertinggi 160/100 mmhg serta riwayat hipertensi pada kakak perempuannya.Riwayat
penyakit jantung dan DM disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, kesadaran
composmentis cooperative, TD 120/90 mmhg, nadi 88 kali/menit, nafas 22 kali/menit,
suhu 36,0 C. indeks wayne >20, indeks Newcastle: 59. Dari pemeriksaan labor
didapatkan HB: 11,5 g/dl, Ht: 40,6%, Wbc: 7.320/ul, PLT: 240.000/ul. Ureum: 20,5
mg/dl, Creatinin: 0,69 mg/dl, Ad random: 169 mg/dl. FT4:41,10 (meningkat) dan

41
TSH<0,05 ( menurun). Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
ditegakkan diagnose tirotoksikosis ec hipertiroid dan gastritis akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Thyroid Association (ATA). 2011. Hyperthyroidism and Other Causes of


Thyrotoxicosis: Management Guidelines of The American Thyroid Association and
American Association of Clinical Endocrinologists

2. Chew SC, Leslie D. Clinical endocrinology and diabetes. Churchill Livingstone Elseiver
2006:8.

3. Djokomoeljanto R. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid, Hipitiroidisme
dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta.

4. Fauci, et al. 2008. Harrison: Principle of Internal Medicine. McGrawHill: New York
;5:2144-2151.

5. Fumarola A, et al. 2013. American Journal of Reproductive Imunology. Willey Library

6. Guyton, Hall. 2010. Text Book of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier
Soundres

7. Jiang Y, Karen AH, Bartelloni P. Thyroid strom presenting as multiple organ dysfunction
syndrome. Chest 2000;118:877-879
th
8. Junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. Basic Histology. 10 edition, Washington, Lange,
2003: 316-23

9. Margaret G, Rosman NP, Hadddow JE. Thyroid strom in an 11-years-old boy managed by
propanolol. Pediatrics 1874;53:920-922.

42
10. Murray RK et al. 2010. Biokimia Harper edisi 25.Jakarta.EGC

11. Ramirez JI, Petrone P, Kuncir EJ, Asensio JA. Thyroid strom induced by strangulation.
Southern Medical Association 2004;97:608-610.

12. Roizen M, Becker CE. Thyroid strom. The Western Journal of Medicine 1971;115:5-9.

13. Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan penatalaksanaannya.
Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002:9-18.

14. Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin. Jakarta EGC 2005:2:683-695.

15. Snell,RS.(2006).Anatomi Klinik untuk Mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta.EGC

16. Zainurrashid Z, Abd Al Rahman HS. Hyperthyroidism in pregnancy. The family physician
2005;13(3):2-4.

43

Anda mungkin juga menyukai