PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena pemaparan jaringan terhadap
hormone tiroid berlebihan. Penyakit tiroid merupakan penyakit yang banyak ditemui di
masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit Graves di Amerika sekitar 1% dan di
Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000 pria, sering ditemui di usia kurang dari 40 tahun.
1
1.1 Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteran klinik senior di Rumah Sakit Umum Solok.
2. Untuk bahan pengayaan agar lebih memahami materi tentang Sepsis, bronkopneumonia, Hipertensi
(definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,
penatalaksanaan, komplikasi).
1.3 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai diagnosis dan tatalaksana Sepsis, Bronkopneumonia dan
Hipertensi stage 1.
2. Sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa yang menjalankan kepaniteraan klinik senior
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 2.1. Anatomi kelenjar tiroid
Arteri; kelenjar tiroid memiliki aktivitas vaskular yang tinggi dan disuplai oleh arteri
superior dan inferior.Pembuluh darah ini berada di antara fibrous capsule dan loose fascial
sheath.Biasanya cabang pertama dari arteri eksternal karotid adalah superior tiroid arteri,
turun ke bagian superior kelenjar, menembus lapisan pretracheal di kedalaman cervical
fascia, dan membagi kedalam cabang anterior dan superior yang menyuplai bagian
anterosuperior dari kelenjar.Arteri inferior tiroid, cabang terbesar dari thyrocervical trunks
dari arteri subclavian, ke bagian posterior secara superomedial ke carotid sheath untuk
mencapai bagian posterior dari kelenjar tiroid. Terbagi kedalam beberapa cabang yang
menembus lapisan pretracheal di kedalaman cervical fascia dan menyuplai bagian
posterioinferior, termasuk ke bagian inferior kelenjar.Kanan dan superior kiri dan arteri
inferior tiroid beranatomosis kedalam kelenjar dan menyuplai kelenjar.
Vena; Tiga pasang vena tiroid biasanya membentuk tiroid plexus vena di permukaan
anterior kelenjar tiroid dan anterior trachea.Vena superior tiroid bersama arteri superior
tiroid, mereka memperdarahi bagian superior tiroid. Vena middle tiroid tidak disertai arteri
dan memperdarahi bagian medial tiroid. Sedangkan vena inferior tiroid memperdarahi bagian
3
inferior tiroid. Vena superior dan middle tiroid akan bermuara ke internal jugular vein
sedangkan vena inferior tiroid bermuara ke brachiocephalic vein.
Lymph; pembuluh lymph dari kelenjar tiroid melewati jaringan ikat interlobular,
biasanya didekat arteri. Mereka berkomunikasi dengan suatu jaringan capsular pembuluh
lymphatic. Dari sini, pada mulanya pembuluh ini melewati prelaryngeal, pretracheal, dan
paratracheal lymph nodes.Prelaryngeal mengalir ke superior cervical lymph nodes, dan
pretracheal dan paratracheal lymph nodes mengalir ke inferior deep cervical
nodes.Disamping itu, pembuluh lymph berada di sepanjang vena superior tiroid melewati
langsung ke inferior deep cervical lymph nodes.Beberapa pembuluh lymph mengalir ke
brachiocephalic lymph nodes atau thoracic duct.
Nerve; Saraf dari kelenjar tiroid diturunkan dari superior, middle, dan inferior cervical
(symphatetic) ganglia.Mereka mencapai kelenjar melalui cardia dan superior dan inferior
thyroid periarterial plexuses yang bersama-sama tiroid arteri.Seratnya adalah vasomotor,
bukan secremotor.Mereka menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Sekresi endokrin dari
kelenjar tiroid diregulasi secara hormonal oleh kelenjar pituitary .
4
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi dengan bantuan H2O2 dan
enzim TPO(tiroperoksidase). Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya jaringan yang dapat
mengoksidasi hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi..
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil
dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase
(tipe enzim peroksidase) menghasilkan MIT dan DIT,proses ini disebut
coupling.Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)
menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT
menjadi T3 (triiodotirosin). Reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim
tiroperoksidase.
4. Sesudah pembentukan hormon selesai,hormon dan yodium serta Tg disimpan ekstrasel
(di lumen koloid) yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan ,tahap ini disebut storage.
5. Pengeluaran hormon dimulai dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili atas
pengaruh TSH,resorpsi
6. Terjadi proses digesti oleh enzim lisosom dan endosom sehingga memisahkan produk
yang beryodium dari Tg yang menghasilkan T3,T4,DIT dan MIT bebas,proses ini disebut
proteolisis.
7. T3 & T4 berdifusi dan dilepaskan ke sirkulasi, sekresi
5
8. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana
tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim yodotirosin deiodinase sangat berperan dalam
proses ini.
9. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks
golgi.
Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan
dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada
dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya
hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu
menimbulkan suatu efek.
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3
yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari
T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
6
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas
biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian dirubah menjadi T3 oleh enzim deiodinase( DI,DII dan DIII) atau diaktifkan,organ
yang mempunyai kapasitas untuk konversi ialah hati,ginjal,jantung dan hipofisis melalui proses
pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4
yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah
bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
- Tironin yang diiodinisasi diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin
dalam tiroglobulin membentuk mono- dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk
T3 atau T4 (Murray, 2010)
- Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin
7
Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-Releasing
Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia mediana
hipotalamus.Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis anterior lewat darah
porta hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi hifofisis anterior untuk
meningkatkan pengeluaran TSH.nTSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang
mempunyai efek spesifik terhadap kelenjar tiroid:
1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil
akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan
berkurangnya subtansi folikel tersebut.
2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide
trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida
intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali normal.
3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid
menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.
8
Efek Umpan Balik Hormon Tiroid dalam Menurunkan Sekresi TSH oleh Hipofisis
Anterior
Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh
hipofisis anterior. Hal ini terutama dikarenakan efek langsung hormon tiroid terhadap hipofisis
anterior.
Faktor-faktor yang Mengatur Sekresi Hormon Tiroid
1. HIPOTALAMUS : Sintesis dan pelepasan TRH
Perangsangan :
o Penurunan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal
o Neurogenik : sekresi bergelombang dan irama sirkadian
o Paparan terhadap dingin (hewan dan bayi baru lahir)
o Katekolamin adrenergik-alfa
o Vasopresin arginin
Penghambatan :
o Peningkatan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal
o Penghambat adrenergik alfa
o Tumor hipotalamus
2. HIPOFISIS ANTERIOR: Sintesis dan pelepasan TSH
Perangsangan :
o TRH
o Penurunan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop
o Penurunan aktivitas deiodinasi-5' tipe 2
o Estrogen : meningkatkan tempat pengikatan TRH
Penghambatan:
o Peningkatan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop
o Peningkatan aktivitas deiodinase-5' Tipe 2
o Somatostatin
o Dopamin, agonis dopamin : bromokriptin
o Glukokortikoid
o Penyakit-penyakit kronis
o Tumor hipofisis
9
3. TIROID : Sintesis dan pelepasan hormon tiroid
Perangsangan :
o TSH
o Antibodi perangsangan TSH-R
Penghambatan :
o Antibodi penghambat TSH-R
o Kelebihan iodida
o Terapi litium
2. Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+
ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis.Hal ini berperan pada peningkatan
10
kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan
kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase
superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini
dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.
3. Efek Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat α miosin dan menghambat rantai berat β miosin,
memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase
dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkankontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari
gen Na+ -K+ ATPase gen; danmeningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G.
Dengandemikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyataterhadap
jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung danpeningkatan nadi yang nyata
pada hipertiroidisme dan kebalikannya padahipotiroidisme.
5. Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat
pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang
memerlukan ventilasi bantuan.
6. Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan
produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak
meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid
meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2
11
hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi
pada hipotiroidisme.
7. Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan motilitas
dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada
hipotiroidisme.Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang
sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme.
8. Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang,
dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang.Dengan demikian, hipertiroidisme
dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang,
hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium.
9. Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural,
pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau
miopati.Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan.Terdapat juga suatu peningkatan
kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau
hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme.Hormon tiroid penting untuk perkembangan
dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta
kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok.
12
berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar
kolesterol meningkat pada hipotiroidisme.
2.3.1. Definisi
Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical
Endocrinologiststirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam
darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis. Efek ini disebabkan ikatan T3
dengan reseptor T3-inti yang makin penuh.Rangsang TSH atau TSH-like substance (TSI, TSAb),
autonomi intrinsik kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radiocative neck-uptake
naik.
2.3.2. Etiologi & Klasifikasi
Penyebab hipertiroid dibedakan dalam 2 klasifikasi, dimana pembagiannya berdasarkan pusat
penyebab dari hipertiroid, yaitu organ yang paling berperan.
a. Hipertiroid primer : jika terjadi hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu sendiri,
misalnya penyakit graves, hiperfungsional adenoma (plummer), toxic multinodular goiter
13
b. Hipertiroid skunder : jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid, misalnya
tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon tiroid dalam jumlah banyak, pemasukan
iodium yang berlebihan, serta penyakit mola hidatidosa pada wanita.
c. Tidak berkaitan dengan hipertiroidisme: tiroiditis granulomatosa subakut(nyeri),tiroiditis
limfositik subakut (tidak nyeri),struma ovarii (teratoma ovarium dengan tiroid ektopik) dan
tirotoksikosis palsu (asupan tiroksin eksogen)
Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme Primer Tirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme
Hipertiroidisme Sekunder
Penyakit Graves Hormon tiroid berlebih TSH-secreting
Struma multinodular (tirotoksikosis faktisia) tumor chGH secreting
toksik Tiroiditis subakut tumor
Adenoma toksik Silent thyroiditis Tirotoksikosis gestasi
Obat: yodium lebih, Destruksi kelenjar : (trimester I)
lithium amiodaron,radiasi, Resistensi hormon
Karsinoma tiroid yang adenoma, infark tiroid
berfungsi
Struma ovarii (ektopik)
Mutasi TSH-r
Kira-kira 70% tirotoksikosis karena penyakit Graves (morbus Graves), sisanya karena gondok
multinodular toksik (morbus Plummer) dan adenoma toksik (morbus Goetsch) .
2.3.3. Patofisiologi
Sel T-helper intratiroid sel B sel plasma TSI diarahkan epitop dari reseptor thyroid-
stimulating (TSH) hormon dan bertindak sebagai agonis reseptor TSH TSI mengikat
reseptor TSH pada sel tiroid folikel tiroid cAMP mengaktifkan sintesis hormon (T3 dan
T4) dan pelepasan dan pertumbuhan tiroid (hipertrofi) feedback mechanism penurunan
TSH sedangkan TSI tidak dipengaruhi oleh feedback ini.
14
Hasil dalam gambaran karakteristik Graves tirotoksikosis, dengan tiroid difus membesar,
penyerapan yodium radioaktif yang sangat tinggi, dan kadar hormon tiroid yang berlebihan
dibandingkan dengan tiroid sehat.
15
2.3.4. Manifestasi Klinik
2.3.5. Diagnosis
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis
yang dialami pasien, Untuk itu dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasari pada
anamnesis dan PF teliti.Kemudian dilanjutkan PP konfirmasi laboratorium dan radiodiagnostik.
Indeks Wayne
No Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Nafsu makan naik +3
9 Nafsu makan turun -3
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan turun +3
17
Nadi teratur - -3
< 80x per menit - -
10
80 – 90x per menit +3 -
> 90x per menit
18
Hyperkinesis Present +4
Absent 0
Fine finger tremor Present +7
Absent 0
Pulse rate > 90/min +16
80-90 > min +8
< 80/min 0
a. TSH
Bahn et al (2011), menyarankan pemeriksaan serum TSH sebagai pemeriksaan lini
pertama pada kasus hipertiroidisme karena perubahan kecil pada hormon tiroid akan
menyebabkan perubahan yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga pemeriksaan serum TSH
sensitivitas dan spesifisitas paling baik dari pemeriksaan darah lainnya untuk menegakkan
diagnosis gangguan tiroid. Pada semua kasus hipertiroidisme (kecuali hipertiroidisme sekunder
atau yang disebabkan produksi TSH berlebihan) serum TSH akan sangat rendah dan bahkan
tidak terdeteksi (<0.01 mU/L). Hal ini bahkan dapat diamati pada kasus hipertiroidisme ringan
dengan nilai T4 dan T3 yang normal sehingga pemeriksaan serum TSH direkomendasikan
sebagai pemeriksaan standar yang harus dilakukan.
b. T4 dan T3
Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) direkomendasikan sebagai
pemeriksaan standar untuk diagnosis hipertiroidisme.Pemeriksaan utamanya dilakukan pada
bentuk bebas dari hormon tiroid karena yang menimbulkan efek biologis pada sistem tubuh
adalah bentuk tak terikatnya. Pada awal terapi baik dengan obat anti tiroid, iodine radioaktif dan
tiroidektomi pemeriksaan kadar hormon tiroid perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi
sebelum terapi. Satu bulan setelah terapi perlu dilakukan pemeriksaan terhadap free T4, total T3
19
dan TSH untuk mengetahui efektivitas terapi yang diberikan dan pemeriksaan dilakukan setiap
satu bulan hingga pasien euthyroid.
Selain itu dari rasio total T3 dan T4 dapat digunakan untuk mengetahui etiologi
hipertiroidisme yang diderita pasien. Pada pasien hipertiroidisme akibat Graves’ Disease dan
toxic nodular goiter rasio total T3 dan T4> 20 karena lebih banyak T3 yang disintesis pada
kelenjar tiroid hiperaktif dibandingkan T4 sehingga rasio T3 lebih besar. Sedangkan pada pasien
painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis rasio total T3 dan T4< 20. Menurut Beastall et al
(2006), monitoring pada pasien hipertiroidisme yang menggunakan obat anti tiroid tidak cukup
hanya ditegakkan dengan pemeriksaan kadar TSH. Hal ini disebabkan pada pasien
hipertiroidisme terutama Graves’ disease kadar TSH ditemukan tetap rendah pada awal
pemakaian obat anti tiroid sehingga untuk melihat efektivitas terapi perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 bebas.
c. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb)
Dalam menegakkan diagnosis hipertiroidisme akibat autoimun atau Graves’ disease perlu
dilakukan pemeriksaan titer antibodi.Tipe TRAb yang biasanya diukur dalam penegakan
diagnosis Graves’ disease adalah antithyroid peroxidase antibody (anti-TPOAb), thyroid
stimulating antibody (TSAb), dan antithyroglobuline antibody (anti-TgAb). Ditemukannya
TPOAb, TSAb dan TgAb mengindikasikan hipertiroidisme pasien disebabkan karena Graves’
disease. TPOAb ditemukan pada 70–80% pasien, TgAb pada 30–50% pasien dan TSAb pada
70–95% pasien.
Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk memprediksi hipertiroidisme pada orang
dengan faktor risiko misal memiliki keluarga yang terkena gangguan tiroid dan tiroiditis post
partum.Pada wanita hamil yang positif ditemukan TPOAb dan TgAb pada trimester pertama
memiliki kemungkinan 30 – 50% menderita tiroiditis post partum .
20
uptake iodine radioaktif. Pemeriksaan ini dikontraindikasikan bagi pasien wanita yang hamil atau
menyusui .
e. Scintiscanning
Scintiscanning merupakan metode pemeriksaan fungsi tiroid dengan menggunakan unsur
radioaktif.Unsur radioaktif yang digunakan dalam tiroid scintiscanning adalah radioiodine (I131)
dan technetium (99mTcO4 -).Kelebihan penggunaan technetium radioaktif daripada iodine
diantaranya harganya yang lebih murah dan pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat.Namun
kekurangannya risiko terjadinya false-positive lebih tinggi, dan kualitas gambar kurang baik
dibandingkan dengan penggunaan radioiodine (Gharib et al, 2011).Karena pemeriksaan dengan
ultrasonography dan FNAC lebih efektif dan akurat, scintiscanning tidak lagi menjadi
pemeriksaan utama dalam hipertiroidisme. Menurut Gharib et al (2010), indikasi perlunya
dilakukan scintiscanning di antaranya pada pasien dengan nodul tiroid tunggal dengan kadar
TSH rendah dan pasien dengan multinodular goiter. Selain itu dengan scintiscanning dapat
diketahui etiologi nodul tiroid pada pasien, apakah tergolong hot (hiperfungsi) atau cold
(fungsinya rendah).
f. Ultrasound Scanning
Ultrasonography (US) merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dengan
frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran bentuk dan ukuran kelenjar tiroid. Kelebihan
metode ini adalah mudah untuk dilakukan, noninvasive serta akurat dalam menentukan
karakteristik nodul toxic adenoma dan toxic multinodular goiter serta dapat menentukan ukuran
nodul secara akurat (Beastall et al, 2006). Pemeriksaan US bukan merupakan pemeriksaan utama
pada kasus hipertiroidisme. Indikasi perlunya dilakukan pemeriksaan US diantaranya pada
pasien dengan nodul tiroid yang teraba, pasien dengan multinodular goiter, dan pasien dengan
faktor risiko kanker tiroid .
g. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC)
FNAC merupakan prosedur pengambilan sampel sel kelenjar tiroid (biopsi) dengan
menggunakan jarum yang sangat tipis.Keuntungan dari metode ini adalah praktis, tidak
diperlukan persiapan khusus, dan tidak mengganggu aktivitas pasien setelahnya. Pada kondisi
hipertiroidisme dengan nodul akibat toxic adenoma atau multinodular goiter FNAC merupakan
21
salah satu pemeriksaan utama yang harus dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
Hasil dari biopsi dengan FNAC ini selanjutkan akan dianalisis di laboratorium. Hasil dari biopsi
pasien dapat berupa tidak terdiagnosis (jumlah sel tidak mencukupi untuk dilakukan analisis),
benign (non kanker), suspicious (nodul dicurigai kanker), dan malignant (kanker) (Bahn et al,
2011; Beastall et al, 2006).Menurut Ghorib et al (2011) pada pasien dengan nodul berukuran
kecil yang tidak tampak atau tidak teraba, maka FNAC perlu dilakukan dengan bantuan
ultrasonography.Selain itu penggunaan bantuan ultrasonography juga disarankan pada kondisi
pasien dengan multinodular goiter dan obesitas.
22
2.3.6. Diagnosis Banding
23
2.3.7. Penatalaksanaan
2. Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun
biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam preoperatif,
dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan
dengan tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi
total termasuk ismus dan tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan
24
ahli sekalipun, meskipun mortalitas rendah.Hipoparatiroidisme dapat permanen atau
sepintas.Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau
residif.Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko terjadinya krisis tiroid
dengan mortalitas amat tinggi. Di Swedia dari 308 kasus operasi, 91% mengalami
tiroidektomi subtotal dan disisakan 2 gram jaringan, 9% tiroidektomi total, hipokalsemia
berkepanjangan 3,1% dan hipoparatiroid permanen 1%, serta mortalitas 0% .
25
Radioaktif • Sederhana • 40% hipotiroid dalam 10 tahun
(I131) • Jarang residif (tergantung dosis) • Daya kerja obat lambat
• 50% hipotiroid pasca radiasi
Terapi eksophtalmus
Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi antara lain: istirahat dengan berbaring
terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau dengan
larutan metil selulosa5%,untuk menghindari iritasi mata dengan penggunaan kacamata hitam;
dan tindakan operasi; dalam keadaan yang berat diberikan prednison tiap hari.
2.3.8. Komplikasi
1. Penyakit jantung tiroid (PJT) .
Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak, edem dll),
hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan adanya atrium fibrilasi.
2. Krisis Tiroid (Thyroid Storm).
Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis (life-
threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat, operasi dll). Gejala
klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda tanda-tanda hipertiroid berat
yang terjadi secara tiba-tiba (adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan
dapat dicetuskan oleh antara lain : infeksi dan tindakan pembedahan) Prinsip pengelolaan
hampir sama, yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang teijadi.
3. Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).
Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya
bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya hipokalemi akibat kalium
terlalu anyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya terjadi
setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena glukosa akan dimasukkan kedalam selh
oleh insulin bersama-sama dengan kalium (K channel ATP-ase).
4. Komplikasi akibat pengobatan. Komplikasi ini biasanya akibat overtreatment (hipotiroid)
atau akibat ES obat (agranulositosis,hepatotoksik).
26
2.3.9. Prognosis
2.4.1 Definisi
Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan
perdarahan mukosa lambung akibat terpapar pada zat iritan.Erosi tidak mengenai lapisan otot
lambung.Gastritis akut suatu penyakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak dan
sembuh sempurna.Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan
penyakit yang ringan.Penyebab terberat dari gastritis akut adalah makanan yang bersifat asam
atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi.Pembentukan
jaringan parut dapat terjadi akibat obstruksi pylorus.
2.4.2. Etiologi
27
2.4.3. Manifestasi Klinis
- Bervariasi dan tidak jelas
- Cepat kenyang
- Nyeri epigastrium
- sering sendawa
2.4.4. Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan factor agresif (asam
lambung dan pepsin) dan factor defensive (ketahanan mukosa).Penggunaan aspirin atau obat anti
inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alcohol,
menelan substansi erosif, merokok atau kombinasi dari factor-faktor tersebut dapat mengancam
ketahanan mukosa lambung.
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai factor
endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,
pepsinogen/pepsin dan garam empedu.Sedangkan factor eksogennya adalah obat-obatan, alcohol
dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter
pylori.Oleh karena itu, gaster memiliki dua factor yang sangat melindungi integritas mukosanya,
yaitu factor defensive dan factor agresif. Factor defensive meliputi produksi mucus yang
didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan
maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja menstransport
ion untuk memelihara PH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta system mikrovaskuler
yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai
penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat
28
menghilangkan efek toksikmetabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai
akibat dari mekanisme pelindung terhadap asam lambung.
Obat-obatan, alcohol, pola makan yang tidak teratur, stress dan lain-laindapat merusak
mukosa lambung, menggangugu pertahanan mukosa lambung dan memungkinkan difusi kembali
asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa
lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah regenerasi mukosa, karena itu
gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya.Dengan iritasi yang terus-
menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.Masuknya zat-zat seperti asam
ada basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat
berikutnya perdarahan dan peritonitis. Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka
inflamasi akan terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin
sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukasa lambung. Faktor
intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan menurun atau hilang sehingga
cobalamin (vitamin B12) tidak dapat diserap diusus halus. Sementara vitamin B12 ini berperan
penting dalam pertumbuhan dan maturasi sel darah merah. Selain itu dinding lambung menipis
rentan terhadap perforasi lambung dan perdarahan
a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam
darah. Hasil tes positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri, tepi itu
tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah juga dapat dilakukan
untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat perdarahan lambung akibat gastritis.
b. Pemeriksaan feses. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pyloris dalam feses atau tidak.
Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi, pemeriksaan juga dilakukan
terhadap adanya darah dalam feses, hal ini menunjukkan adanya perdarahan pada
lambung.
c. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidak
normalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar X.
29
2.4.6.Komplikasi
- Gastritis akut
- Gastritis kronik
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, anemia karena gangguan
absorpsi vitamin B12
2.4.7. Penatalaksanaan
Jika penyebabnya adalah infeksi H.pylori maka diberikan bismuth, antibiotic (misalnya
amoksisilin dan klaritromisin) dan obat anti tukak (omeprazol). Perdarahan hebat karena gastritis
akibat stress akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi.
Eradikasi H.pylori merupakan cara pengobatan yang dianjurkan untuk gastritis kronik
yang ada hubunganya oleh kuman tersebut. Eradikasi dapat mengembalikan gambaran
histopatologi menjadi norma kembali. Eradikasi dapat dicapai dengan pemberian kombinasi
penghambat pompa proton dan antibiotic.Antibiotic berupa tetrasiklin, metronidasol,
amoksisilin.Kadang-kadang diperlukanlebih dari satu macam antibiotic untuk mendapat hasil
pengobatan yang baik.
30
BAB III
LAPORAN KASUS
Badan terasa letih sejak 2 hari yang lalu terutama saat beraktivitas sehingga pasien
mengurangi aktifitasnya
Perut terasa penuh/kembung disertai Mual (+)sejak1 hari yang lalu, terutama setiap habis
makan. Muntah tidak ada
Nafsu makan pasien meningkat namun BB dirasakan turun sejak 2 minggu ini.
Nafas terasa agak sesak sejak 1 hari yang lalu, tidak menciut dan tidak dipengaruhi oleh
cuaca dan makanan. Sesak bertambah saat aktivitas.
31
BAB (+) seperti biasa
Riwayat gastritis sejak 1 tahun yang lalu, pasien berobat ke puskesmas saat kambuh dan
keluhan berkurang setelah minum obat. Nama obat tidak diketahui.
32
3.3 Pemeriksaan Fisik
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari pada RIC V linea midclavicula sinistra.
Perkusi
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas kiri : RIC V linea midclavicularis sinistra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : reguller, gallop(-), murmur(-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri & kanan dalam keadaan statisdan dinamis
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan fremitus kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler,wheezing (-), rhonki(-)
Abdomen
Inspeksi : Datar,distensi (-), asites(-), sikatrik (-)
33
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-)
Hepar : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Bimanual (-), ballotement(-), nyeri ketok CVA (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas ( Superior )
Inspeksi : Edema (-), Sianosis (-)
Palpasi : Perabaan hangat
Tes sensibilitas: sensibilitas halus(+) dan sensibilitas kasar(+)
Refleks fisiologis
Kanan Kiri
Refleks biseps + +
Refleks triseps + +
Refleks brachioradialis + +
Refleks Patologis
Kanan Kiri
Refleks Hoffman-Tremor - -
Inferior
Kanan
Inspeksi : Edema (-), sianosis (-)
Palpasi : perabaan dingin
Palpasi A.dorsalis pedis, A.tibialis posterior, dan A.poplitea tidak kuat angkat.
34
Tes sensibilitas : sensibilitas halus (+) dan sensibilitas kasar (+)
kiri
inspeksi : edema (-) , sianosis (-)
palpasi : perabaan hangat
palpasi A dorsalis pedis pedis, A tibialis posterior dan A popliteal kuat angkat
Refleks fisiologis
Kanan Kiri
Refleks Patella + +
Refleks Cremaster + +
Reflkes Achilles + +
Refleks Patologis
Kanan Kiri
Refleks Babinski - -
Refleks Gordon - -
Refleks oppeinheim - -
Refleks chaddoks - -
Indeks Wayne
No Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Nafsu makan naik +3
9 Nafsu makan turun -3
35
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan turun +3
36
Frequent cheking Present -3
Absent 0
Severe anticipatory anxiety Present -3
Absent 0
Increased appetite Present +5
Absent 0
Goiter Present +3
Absent 0
Thyroid bruit Present +18
Absent 0
Exophthalmos Present +9
Absent 0
Lid retraction Present +2
Absent 0
Hyperkinesis Present +4
Absent 0
Fine finger tremor Present +7
Absent 0
Pulse rate > 90/min +16
80-90 > min +8
< 80/min 0
Hasil indeks new castle: +59 -> hipertiroid
3.4 Laboratorium
Hemoglobin : 11,5 g/dl
Hematokrit : 40,6%
Leukosit : 7.320/mm3
Trombosit : 240.000/mm3
Ureum : 20,5 mg/dl
Creatinin : 0,69 mg/dl
Ad random : 169 mg%
FT4 : 41,10
37
TSH : <0,05
3.5 Diagnosis Kerja
Diagnosis primer : Grave Disease
Diagnosis Sekunder : Struma Difusa ec Hipertiroid
38
Follow Up
Hari / Subject Object Assesment Plan dan Anjuran
Tanggal
39
Alprazolam
Selasa 1x0,25 mg
40
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Seorang pasien wanita berumur 52 tahun dirawat di bangsal interna wanita RSUD
Solok pada tanggal 15 oktober 2016 dengan keluhan utama jantung berdebar sejak 2 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengatakan Jantung berdebar sejak 2 hari sebelum
masuk Rumah Sakit.Dirasakan terus-menerus sepanjang hari.Keluhan tidak disertai nyeri
dada.Pasien juga mengeluhkan Tangannya sering gemetaran, mudah berkeringat, sulit
tidur, lebih cepat marah dan panik.Badan terasa letih sejak 2 hari yang lalu terutama saat
beraktivitas sehingga pasien mengurangi aktifitasnya.Perut terasa penuh/kembung
disertai Mual (+)sejak 1 hari yang lalu, terutama setiap habis makan. Muntah tidak
ada.Nafsu makan pasien meningkat namun BB dirasakan turun sejak 2 minggu ini.Nyeri
pada ulu hati sejak 1 hari yang lalu.Sakit kepala (+) sejak 1 hari yang lalu.Nafas terasa
agak sesak sejak 1 hari yang lalu, tidak menciut dan tidak dipengaruhi oleh cuaca dan
makanan.Sesak bertambah saat aktivitas.BAB/BAK (+) frekuensi dan warna normal.
Pasien memilikki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 1 tahun yang lalu, TD
tertinggi 160/100 mmhg serta riwayat hipertensi pada kakak perempuannya.Riwayat
penyakit jantung dan DM disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, kesadaran
composmentis cooperative, TD 120/90 mmhg, nadi 88 kali/menit, nafas 22 kali/menit,
suhu 36,0 C. indeks wayne >20, indeks Newcastle: 59. Dari pemeriksaan labor
didapatkan HB: 11,5 g/dl, Ht: 40,6%, Wbc: 7.320/ul, PLT: 240.000/ul. Ureum: 20,5
mg/dl, Creatinin: 0,69 mg/dl, Ad random: 169 mg/dl. FT4:41,10 (meningkat) dan
41
TSH<0,05 ( menurun). Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
ditegakkan diagnose tirotoksikosis ec hipertiroid dan gastritis akut.
DAFTAR PUSTAKA
2. Chew SC, Leslie D. Clinical endocrinology and diabetes. Churchill Livingstone Elseiver
2006:8.
3. Djokomoeljanto R. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid, Hipitiroidisme
dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta.
4. Fauci, et al. 2008. Harrison: Principle of Internal Medicine. McGrawHill: New York
;5:2144-2151.
6. Guyton, Hall. 2010. Text Book of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier
Soundres
7. Jiang Y, Karen AH, Bartelloni P. Thyroid strom presenting as multiple organ dysfunction
syndrome. Chest 2000;118:877-879
th
8. Junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. Basic Histology. 10 edition, Washington, Lange,
2003: 316-23
9. Margaret G, Rosman NP, Hadddow JE. Thyroid strom in an 11-years-old boy managed by
propanolol. Pediatrics 1874;53:920-922.
42
10. Murray RK et al. 2010. Biokimia Harper edisi 25.Jakarta.EGC
11. Ramirez JI, Petrone P, Kuncir EJ, Asensio JA. Thyroid strom induced by strangulation.
Southern Medical Association 2004;97:608-610.
12. Roizen M, Becker CE. Thyroid strom. The Western Journal of Medicine 1971;115:5-9.
13. Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan penatalaksanaannya.
Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002:9-18.
16. Zainurrashid Z, Abd Al Rahman HS. Hyperthyroidism in pregnancy. The family physician
2005;13(3):2-4.
43