Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

KISTA BARTHOLIN

Disusun Oleh :
BELLATANIA YUDA
1965050080

Pembimbing :
dr. Bayu Agus Widianto, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT CHASBULLAH ABDULMADJID BEKASI
PERIODE 06 SEPTEMBER – 16 OKTOBER 20121
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan reproduksi pada era globalisasi dan modernisasi ini telah terjadi perubahan

dan kemajuan disegala aspek dalam menghadapi perkembangan lingkungan, kesehatan dan

kebersihan dimana masyarakat khususnya wanita dituntut untuk selalu menjaga kebersihan

fisik dan organ tubuhnya. Salah satu organ tubuh yang paling penting dan sensitif serta

memerlukan perawatan khusus adalah organ reproduksi. Penyakit sistem reproduksi wanita

sejenis kista adalah masalah yang cukup sering dilaporkan, salah satunya adalah kista

Bartolini.1,2,4

Kista bartholin adalah kista yang disebabkan akibat tersumbatnya saluran lubrikasi

pada vagina. Kista kelenjar barhtolini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli anatomi

Belanda pada tahun 1677 bernama Casper Bartholin. Kelenjar bartholin merupakan kelenjar

vestibuler terbesar yang terletak di labia mayora atau bibir vagina yang berfungsi untuk

mensekresikan cairan pelumas saat berhubungan seksual. Kelenjar ini homogen dengan

kelenjar cowper (kelenjar bulbouretral) pada laki-laki yang letaknya tertutup dan

berpasangan.3 Insiden Kista Bartholini dapat terjadi pada semua kelompok usia, lebih

sering pada

wanita muda umumnya terjadi pada wanita usia reproduksi 20-35 tahun terutama pada

mereka yang belum pernah hamil atau baru hamil sekali. Remaja dapat terkena kista yang

biasanya terjadi karena faktor genetik. Kista pada wanita menopause biasanya mengarah pada

kanker dan perlu dilakukan tindakan operatif secepatnya. Data World Health Organization

(WHO) menunjukan lebih dari 400.000 wanita di dunia terdiagnosa menderita Kista

Bartholini. Di Negara berkembang seperti di China 13,3% dan Indonesia 12%.4,5

Kista bartholini terbentuk akibat tersumbatnya bagian distal dari duktus kelenjar yang

menyebabkan retensi dari sekresi cairan lubrikasi, sehingga terjadi pelebaran duktus dan
pembentukan kista, namun etiologi dari kista belum diketahui. Selama kista ini tidak

terinfeksi oleh virus, bakteri atau jamur kista ini tidak akan menimbulkan masalah. Pasien

tidak akan merasa sakit dan hanya mengeluhkan rasa benjolon di labia mayora vagina (bibir

bagian luar vagina). Namun kista tersebut dapat terinfeksi, dan selanjutnya dapat berkembang

menjadi abses. Dalam penanganan kista dan abses Bartolini, ada beberapa pengobatan yang

dapat dilakukan berupa intervensi bedah, pemberian obat antibiotik, dan analgesik.6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 KELENJAR BARTOLIN

II.1.1 ANATOMI

Kelenjar Bartolini atau glandula vestibularis mayor merupakan kelenjar yang memiliki

struktur sangat kecil terletak dalam lapisan diafragma urogenital dan berbentuk bentuk oval.

Kelenjar ini terletak bilateral dengan masing-masing berukuran sekitar 0,5 cm pada labia

minora dengan posisi pada arah jam 4 dan 8 posisi jam. (Gambar 1)

Kelenjar bartolini biasanya tidak dapat di palpasi. Kelenjar ini mengeluarkan lendir

yang berfungsi untuk mensekresikan cairan pelumas saat berhubungan seksual ke dalam

saluran sepanjang 2,5 cm yang bermuara ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen.

Selain berfungsi sebagai pelumas saat berhubungan seksual, cairan yang disekresikan oleh

kelenjar Bartolini juga berfungsi untuk mempertahankan kelembapan permukaan vestibular

mukosa vagina.

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Bartolin (Harvard Health Publishing)


Kelenjar ini tepat berada diatas otot perineal transversal profunda dan dibatasi oleh

jaringan fibrosa padat yang mencegahnya membesar atau menjadi kista ketika titik obstruksi

terjadi dibagian proksimal duktus. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis

pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu koitus dan mengeluarkan sekresinya untuk

membasahi (melicinkan) permukaan vagina di bagian kaudal. Kelenjar Bartolini diperdarahi

oleh arteri bulbi vestibuli dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervus hemoroidal

inferior.

II.1.2 HISTOLOGI

Kelenjar Bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose yang dibatasi oleh epitel kolumnar

atau kuboid. Ductus dari kelenjar Bartolini merupakan epitel transisional yang secara

embriologi merupakan daerah transisi antara traktus urinarius dengan traktus genital.

(Gambar 2)

Gambar 2. Histologi Kelenjar Bartolini

(https://webpath.med.utah.edu/HISTHTML/NORMAL/NORM185.html)
II.2 KISTA BARTOLIN

II.2.1 DEFINISI

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah

kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista bartolin adalah kista yang terbentuk akibat

penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di vagina sehingga menyebabkan cairan

lubrikasi pada vagina tidak keluar. Kista Bartolini sering dijumpai berukuran relatif besar.

Kelenjar bartolini terletak pada sepertiga posterior dari setiap labium mayus dan muara dari

duktus sekretorius dari kelenjar ini, berada tepat didepan (eksternal) hymen pada posisi jam 4

dan 8. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi dan menyebabkan

kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista dan dapat menjadi abses bila kista menjadi

terinfeksi.

II.2.2 EPIDEMIOLOGI

Kista bartolini merupakan masalah yang cukup sering didapatkan pada wanita. Sekitar

2% perempuan dapat mengalami Kista atau abses Bartolini pada suatu periode kehidupannya,

dimana abses dilaporkan terjadi tiga kali lebih sering dibandingkan kista Kebanyakan kasus

terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista

bartolini atau abses dalam hidup mereka. Sekitar 72% terjadi sebelum usia 30 tahun, dan

hanya 10% terjadi pada wanita diatas 40 tahun. Kista dan abses bartolini jarang terjadi

sebelum pubertas dan hanya 2 kasus yang dilaporkan terjadi pada neonatus. Penelitian lain

menyatakan bahwa terdapat peningkatan angka kejadian kista Bartolini dari tahun 2008

sampai tahun 2011 di beberapa RSUD wilayah Gowa dan Makasar.7,10

Satu studi kasus kontrol menemukan bahwa wanita kulit putih dan hitam lebih

mungkin mengembangkan kista atau abses Bartholin daripada wanita Hispanik, dan bahwa

wanita dengan paritas tinggi berisiko paling rendah.7


II.2.3 ETIOLOGI

Kista Bartolini disebabkan oleh sumbatan yang terjadi pada duktus kelenjar bartolini.

Penyebab sumbatan itu sendiri masih belum sepenuhnya dimengerti, tetapi ada beberapa teori

yang menyebutkan mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan sumbatan pada duktus

kelenjar Bartolini yaitu mukus yang mengental, infeksi, trauma, inflamasi kronik atau

gangguan kongenital.

Kista bartolin yang disebabkan karena gangguan kongenital biasanya terjadi pada

perempuan usia pubertas dan belum menikah yang diakibatkan karena kelainan struktur

anatomis dari duktus kelenjar Bartolini yang menyempit dibagian distalnya sehingga dapat

menghambat sekresi cairan kelenjar bartolini.

Penyumbatan pada duktus kelenjar Bartolini akibat infeksi dapat disebabkan oleh

sejumlah bakteri. Bakteri yang paling sering ditemukan adalah bakteri yang dapat

menyebabkan penyakit menular seksual seperti Neisseria gonorrhea dan Chlamydia

trachomatis, serta Eischerichia coli yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan. Bakteri

lain yang ditemukan pada kista Bartolini yaitu Pseudomonas aeruginosa, Clostridium

perfringens, dan Staphylococcus aureus. Jika terjadi infeksi pada kista Bartolini maka kista

ini dapat berubah menjadi abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan sangat

nyeri. Namun kista tidak selalu harus ada mendahului terbentuknya abses. Selain hal yang

disebutkan diatas, faktor risiko terjadinya kista Bartolini seperti usia produktif dan tingkat

kebersihan yang buruk perlu diperhatikan.8,9

II.2.4 PATOFISIOLOGI

Kelenjar Bartolini berfungsi untuk menghasilkan cairan yang membasahi vagina

mulai masa pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina pada saat koitus, juga

pada kondisi normal. Saat terjadi obstruksi di duktus kelenjar Bartolini, cairan yang

dihasilkan oleh
kelenjar kemudian dapat terakumulasi menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk

suatu kista. Sumbatan dapat disebabkan oleh mukus yang mengental, infeksi, inflamasi

kronik, trauma atau gangguan kongenital. Jika terjadi infeksi pada kista Bartolini maka kista

ini dapat berubah menjadi abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan sangat

nyeri. Namun kista tidak selalu harus ada mendahului terbentuknya abses.3

Jika kista kelenjar Bartolini disebabkan karena adanya infeksi mikroba, maka akan

terjadi perlengketan pada dinding duktus/saluran yang kemudian terjadi obstruksi sekresi

cairan kelenjar Bartolini. Kemudian cairan tersebut akan terakumulasi sehingga membentuk

massa. Umumnya kista Bartolini tidak menimbulkan gejala, hanya berupa rasa mengganjal

pada daerah kemaluan/selangkangan dan rasa tidak nyaman saat koitus. Berbeda dengan

kista, abses Bartolini menimbulkan gejala seperti rasa nyeri, kemerahan dan demam.1,11

Abses bartolini cenderung berkembang pada populasi dengan penyebaran penduduk

yang sama pada mereka yang beresiko tinggi terinfeksi penyakit menular seksual. Tercatat

wanita dengan kista kelenjar duktus bartholini bilateral akan dianggap terinfeksi Neiseria

Gonorrhoeae (GO). Akan tetapi penelitian telah membuktikan bahwa spektrum luas dari

organisme yang bertanggung jawab atas terbentuknya kista dan abses ini, oleh Tanaka dan

teman (2005) telah menguji 224 pasien dan hampir 2 spesies bakteri per kasus telah terisolasi.

Mayoritas disebabkan oleh bakteri aerob, dengan E Coli pada umumnya. Yang menarik

hanya 5 kasus yang terkait Neiseria Gonorrhoeae atau Chlamidyia Trachomatis. Teori lain,

obstruksi duktus termasuk perubahan konsistensi mukus, trauma mekanik dari penjahitan

episiotomi yang buruk, atau kelainan kongenital. Sejak penyimpanan mukus mudah menjadi

kista distensi. Ukuran dan kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh stimulasi seksual. Karena

itu, penumpukan cepat diobservasi selama rangsangan seksual memuncak.1,11


II.2.5 DIAGNOSIS

II.2.5.1 Gejala Klinis

Kista Bartholini yang ukurannya masih kecil dan belum terjadi inflamasi, tidak selalu

menyebabkan keluhan. Namun jika ukurannya cukup besar maka akan timbul keluhan berupa

rasa mengganjal pada saat berjalan atau duduk dan rasa tidak nyaman saat koitus. Kista

biasanya nampak sebagai massa yang menonjol secara medial dalam introitus posterior pada

regio yang duktusnya berakhir di dalam vestibula.

Pada saat terjadi infeksi pada kelenjar bartholini maka akan timbul keluhan seperti

nyeri saat berjalan, duduk, beraktivitas atau saat koitus, kemerahan, bengkak di sekitar vulva

yang makin lama makin membesar dalam 2 sampai 4 hari, timbul sekret di vagina dan dapat

terjadi rupture spontan yang ditandai dengan adanya selulitis disekitar massa dan ukuran akan

berubah membesar dan akan pecah dan bersifat nonpurulent. Kista duktus Bartholini dan

abses glandular harus dibedakan dari massa vulva lainnya. Karena kelenjar Bartholini

biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus

dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan , khususnya jika massa irregular, nodular

dan indurasi persisten.

Gambar 3. Kista Bartolini (The Primary Care Dermatology Society)


II.2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Kista atau abses Bartholini di diagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik,

khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi

litotomi dilakukan pemeriksaan inspeksi, akan ditemukan massa bulat atau lonjong pada labia

mayora posterior atau vestibula bawah yang unilateral di arah jam 4 atau jam 8. Pada palpasi

pada vulva akan teraba benjolan atau pembengkakan pada kelenjar bartolin pada salah satu

sisi.

II.2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Umumnya kista Bartolini tidak memerlukan pemeriksaan penunjang namun kista

Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva lainnya. Karena kelenjar

Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita

postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan, khususnya jika

massa irregular, nodular dan indurasi persisten. Pemeriksaan gram dari cairan vagina dapat

dilakukan untuk mengetahui penyebab abses dan ada atau tidaknya infeksi menular seksual.

Jika dari anamnesis dan pemeriksaan fisik curiga keganasan maka dapat dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut.

 Hitung darah lengkap

Untuk melihat ada atau tidaknya leukosit (sel darah putih) yang dapat

mengindikasikan adanya proses inflamasi atau infeksi.

 CA 125

Dapat dilakukan jika timbul massa pada wanita menopause yang curiga keganasan.

Titer CA 125 serum sering membantu membedakan antara massa

yang benigna dan maligna.


II.2.7 PENATALAKSANAAN

Kista yang berukuran kecil dan tidak menimbulkan gangguan, biasanya tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa, hanya observasi saja. Namun jika kista berukuran besar yang
mengganggu aktivitas, atau terjadi pada wanita menopause perlu dilakukan pembedahan.
Tujuan penanganan kista bartholini adalah memelihara dan mengembalikan fungsi dari
kelenjar bartholini. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk
kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista kelenjar bartholini. Terapi
antibiotik spektrum luas diberikan apabila kista atau abses kelenjar bartholini diseratai
dengan adanya selulitis. Biopsi eksisional dilakukan untuk pengangkatan adenokarsinoma
pada wanita menopause atau perimenopause yang irreguler dan massa kelenjar bartholini
yang nodular.
Penatalaksanaan dari kista duktus bartholini tergantung dari gejala pada pasien. Kista
yang asimtomatik mungkin tidak memerlukan pengobatan, tetapi symptomatik kista duktus
bartholin dan abses bartholin memerlukan drainage, kecuali kalau terjadi rupture spontan,
abses jarang sembuh dengan sendirinya.

 Insisi dan drainase kista:


- Tindakan ini dilakukan bila terjadi symptomatik Bartholin’s gland abscesses.
- Prosedur yang sederhana dan cepat dilakukan namun risiko rekurensi sering terjadi

Cara:

- Disinfeksi abses dengan betadine


- Dilakukan anastesi lokal
- Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi
- Dilakukan penjahitan
 Drainase menggunakan Word catheter
Kateter word ini memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin, setelah
dipasang, kateter word dibiarkan selama 4 minggu, dan penderita dianjurkan untuk tidak
melakukan aktifitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan terbentuk saluran
drainase baru dari kista bartholin, secara kosmetik hasilnya cukup bagus karena orifisiumnya
akan mengecil dan hampir tidak kelihatan. Ini menahan rongga terbuka dan membantu
pengaliran berikutnya.
Dengan gauze, maka alat dikeluarkan setelah 24-48 jam. Jika memakai kateter kecil
maka dibiarkan sampai beberapa minggu untuk mengurangi dari dampak rekuren. Karena
penyebab kista bartholin juga bisa dari penyakit menular seksual maka pemberian antibiotik
sangat dianjurkan. Keuntungan dari penggunaan kateter Word ini adalah minimal rasa nyeri
dan trauma serta koitus tidak terganggu.
Teknik :
- Disinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadin
- Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1%
- Fiksasi abses dengan menggunakan forcep kecil sebelum dilakukan tindakan insisi
- Lakukan insisi
- Insisi dilakukan vertikal didalam introitus eksternal terletak bagian luar ring himen.
Jika insisi terlalu lebar, word catheter akan kembali keluar
- Selipkan word kateter kedalam lubang insisi
- Pompa balon word kateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2-3cc
- Ujung kateter diletakkan pada vagina

Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, kateter Word akan
dilepas setelah 4-6 minggu, meskipun epithelisasi bias terbentuk pada 3-4 minggu. Bedrest
selama 2-3 hari mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat menimbulkan terjadinya
selulitis, antibiotik tidak diperlukan. Antibiotik diberikan bila terjadi selulitis ( jarang).

 Marsupialisasi
Marsupialisasi atau pembentukan kantong, dipakai terutama untuk tindakan
pembedahan eksteriorisasi kista dengan melakukan reseksi pada bagian dinding anterior dan
jahitan pada bagian tepi irisan sisa kista ke tepi kulit yang terdekat, sehingga membentuk
kantong yang sebelumnya merupakan kista tertutup. Marsupialisasi adalah pilihan terapi
apabila setelah penggunaan kateter word terjadi rekurensi.
Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya digunakan pada kista
bartholin. Namun, sekarang digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin karena memberi
hasil yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu teknik membuat saluran kelenjar
bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word kateter. Indikasi
marsupialisasi adalah kista bartolin kronik dan berulang. Prinsipnya adalah membuat insisi
elips dengan skalpel di luar atau di dalam cincin hymen (jangan di luar labium mayor karena
dapat timbul fistel). Insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan dinding kista di bawahnya
(untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi, dibersihkan. Kemudian dinding kista
didekatkan dengan kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0 dan dijahit interrupted.

Cara :

- Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine


- Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1%
- Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm ( insisi sampai diantara
jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar dengan dasar
selaput himen.
- Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4 sisi,
sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi dengan cairan
salin.
- Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika
memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin (masuk 2 jari tangan), dan
dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil sepenuhnya, dan dalam waktu 4
minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara saluran kelenjar
bartholin sesungguhnya.
 Penggunaan antibiotik
Antibiotik diberikan sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari
hasil pewarnaan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar Bartholin.

- Infeksi Neisseria gonorrhoe:


Ciprofloxacin 500mg single dose
Ofloxacin 400mg single dose
Cefixime 400mg oral (aman untuk anak dan bumil)
Ceftriaxon 200 mg i.m (aman untuk anak dan bumil)

- Infeksi Chlamidia trachomatis:


Tetrasiklin 4x500mg/hari selama 7hari, po
Doxycyclin 2x100mg/hari selama 7hari, po

- Infeksi Staphylococcus dan streptococcus:


Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2x hari
Ampisilin 250-500 mg/dosis 4x/hari, po
Amoksisilin 250-500mg?dosis, 3x/hari po.

Selain terapi obat dan pembedahan, terkadang, perendaman dalam bak berisi air
hangat (mandi sitz) beberapa kali sehari selama tiga atau empat hari membantu mengecilkan
kista dan kista terinfeksi dan pecah.

II.2.8 DIAGNOSIS BANDING

Kista Bartolini dan abses kelenjar harus dibedakan dari massa vulva lainnya. Massa

yang paling sering ditemukan adalah kistik dan padat. Karena kelenjar Bartolini biasanya

menyusut selama menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus

dievaluasi untuk keganasan, terutama jika massa tidak teratur, nodular, dan terus menerus.
Tabel 1. Diagnosis Banding terhadap Lesi Kistik dan Padat pada Vulva

Lesi Lokasi Karakteristik

Lesi kistik

Kista Bartolini Vestibulum Umumnya unilateral,

biasanya asymptomatic

(terutama jika ukurannya

kecil)

Kista epidermal Labia majora (umumnya) Jinak, mobile, terjadi karena

trauma atau obstruksi pada

duktus pilosebasea

Kista mucus vestibulum Labia minora, vestibulum, Lunak, diameter kurang dari

area periclitoris 2cm, permukaan rata, daerah

superficial, dapat

soliter/multipel, umumnyta

tanpa gejala

Hidradenoma papiliferum Antara Labia mayora dan Lunak, pertumbuhannya

labia minora lambat, nodul berukuran

kecil (2 mm sampai 3 cm),

muncul dari kelenjar apokrin

Kista kanal Nuck Labia mayora, mons pubis Lunak, compressible,

peritoneum terperangkap

dengan ligamentum bundar

menyerupai seperti hernia

inguinalis
Kista duktus skene Berdekatan dengan meatus Jinak, asimptimatik, jika

uretra di vestibulum ukurannya besar dapat

menyebabkan obstruksi pada

uretra dan retensi urin

Lesi Padat

Fibroma Labia mayora, perineal, Keras, asimptomatik, dapat

introitus terbentuk tangkai, dapat

menjadi degenerasi

myxomatous, dapat menjadi

keganasan

Leiomyoma Labia mayora Jinak, pertumbuhannya

lambat, bentuknya dapat

bertangkai atau sesil

Akrokordon Labia mayora Jinak, berair, ukurannya

beragam; biasanya

bertangkai tapi dapat juga

berbentuk sesil, bentuknya

polipoid

neurofibroma Multicentral Kecil, berair, bentuknya

polypoid, multiple,

berhubungan dengan von

Recklinghausen’s disease

Angikeratoma Multicentral Jarang, jinak, ada

vaskularisasi, beragam

bentuk dan ukuran, single


atau multiple, diperburuk

dengan kehamilan,

berhubungan dengan Fabry’s

disease

Karsinoma sel skuamosa Multicentral Berhubungan dengan

penyakit epitel jinak pada

wanita berusia tua dan

infeksi

HPV pada wanita muda


Kesimpulan

Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran Bartolini
yang mengalami sumbatan. Penyebab sumbatan itu sendiri masih belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi ada beberapa teori yang menyebutkan mengenai faktor-faktor yang dapat
menyebabkan sumbatan pada duktus kelenjar Bartolini yaitu mukus yang mengental, infeksi,
trauma, inflamasi kronik atau gangguan kongenital. Infeksi paling sering disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhea, Chlamydia trachomatis, serta Eischerichia coli.
Kista Bartholini seringkali bersifat asimptomatis, tidak ada tanda-tanda infeksi,
sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Jika terdapat infeksi sekunder, maka dapat
diberikan antibiotik spektrum luas. Diberikan antibiotik yang sesuai (umumnya terhadap
Klamidia, Gonokokus, dan Escherichia coli) bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah,
harus dikeluarkan dengan sayatan menggunakan kateter Word, teknik marsupialisasi, maupun
eksisi. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk kista dan abses
kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista kelenjar bartholini. Insisi dan drainase
adalah prosedur yang paling mudah dan relatif cepat dalam kesembuhan pasien, namun
prosedur ini mempunyai kecenderungan kista berulang kembali. Marsupialisasi lebih efektif
dibandingkan dengan terapi pembedahan kista Bartholin lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hill DA, Lense JJ. Office Management of Bartholin Gland Cysts and Abscesses.

Am Fam Physician. 1998; 57:1611-6

2. Manuaba, I. B. G. 2005. Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Jakarta: EGC

3. Norwitz , E., Schorge, J. 2008. At a Glance: Obstetri and Ginekologi. Edisi 2.

Jakarta

4. Nugroho dan Utama. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: Nuha

Medika.

5. Depkes. 2001. Profil Indonesia Sehat. Jakarta. Depkes.

6. Radhakrishna, V., Goel, R., Parashar, G., Santhanakrishnan, R., 2017. Bartholin’s gland

abscess in a prepubertal female: A case report. Ann. Med. Surg. 24, 1–2.

https://doi.org/10.1016/j.amsu.2017.09.01 7

7. Omole F, Simmons Barbara J, Hacker Yolanda. Management of Bartholin’s Duct

Cyst and Gland Abscess. Am Fam Physician. 2003; 68:135-40

8. Azzan BB. Bartholin's cyst and abscess. A review of treatment of 53 cases. Br J Clin Pract.

1978;32(4):101–2

9. Word B. Office treatment of cyst and abscess of Bartholin's gland duct. South Med J.

1968;61:514–8

10. Azikin AS, Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Wanita Usia Subur

tentang Kista Bartholini di Rsud Syekh Yusuf Tahun 2012. 2012. Makassar:

Universitas Islam Negeri Alauddin

11. Fortner, Kimberly B.; Szymanski, Linda M.; Fox, Harold E.; Wallach, Edward E.

Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics, The 3rd Edition

Gynecologic Oncology, chapter 40. Diseases of the Vulva. Copyright ©2007

Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai