Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PADA NY.

M DENGAN KASUS
KISTA BARTOLIN DI RSPI-PURI INDAH LANTAI 7

SINDIA MIRNA WAHYUNI

NRP: 1905394

Jl. PURI INDAH RAYA BLOK S-2 KEMBANGAN SELATAN,JAKARTA 11610


INDONESIA

TAHUN 2024
BAB. I
PENDAHULUAN

Kista barhtolini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli anatomi Belanda pada
tahun 1677 bernama Casper Bartholin. Kelenjar ini merupakan kelenjar vestibuler terbesar
menyerupai kelenjar cowper (kelenjar bulbouretral) pada laki-laki, yang letaknya tertutup dan
berpasangan.7 Kelenjar ini berfungsi untuk mensekresi cairan pembersih, mukus yang alkalis
kedalam duktus yang bagian dalamnya tersusun atas sel kolumner dan bagian luar tersusun
atas epitel transisional.
Kista barhtolini adalah tersumbatnya saluran lubrikasi pada vagina atau membesarnya
muara saluran lubrikasi, yang berakibat tidak keluarnya cairan lubrikasi yang mestinya keluar
(perempuan yang belum 40 tahun). Kondisi ini disebabkan oleh adanya bakteri, yang antara
lain adalah E-coli, kuman/bakteri penyakit kelamin, dll.
Kista bartholini merupakan masalah yang sering didapatkan pada wanita usia
reproduksi, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam
50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini
merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Hal ini berhubungan dengan aktifitas
kelenjar bartholin yang berkurang pada masa menopause. Kista bartholini terbentuk akibat
tersumbatnya kelenjar minyak dibibir kemaluan bagian dalam (ada dua, di kiri dan kanan)
akibat adanya infeksi. Untuk menghindari timbulnya kista dengan menjaga kebersihan
(hygienis). Selama kista ini tidak terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur kista ini tidak
menimbulkan masalah, si wanita tidak akan merasa sakit hanya saja akan ada rasa benjolon di
labia mayora vagina (bibir bagian luar vagina). Tapi seandainya kista ini terinfeksi maka
disebut dengan abses bartholini. Kelenjar Bartholini berkembang dari epithelium pada area
posterior dari vestibula. Kelenjar bartholin terletak bilateral pada sepertiga bawah labia
minora dan mempunyai saluran kelenjar bartholin panjangnya 2 cm- 2,5 cm dengan posisi
pada jam 4 dan jam 8, bermuara pada vestibula. 5,8,9 Kelenjar tersebut biasanya hanya
berukuran sebesar kacang polong dan jarang melebihi ukuran 1 cm.8,9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah
kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini
menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,
peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka
saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan.
Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.

B. Epidemiologi
Dua persen wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu saat
dalam kehidupannya.5 Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak dari pada kista.
Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang
lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses bartolini dari pada wanita
hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. 6,10 Kista
Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia mayora. Involusi bertahap dari kelenjar
Bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin
menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi
eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat
berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa eksisi
pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114
kanker per 100.000 wanita-tahun).11 Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat
menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau abses di
dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus
terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. 5 Namun, tidak menutup kemungkinan
dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.
C. Anatomi
Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini
atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada di
sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah
yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan
glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan
sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar
bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan
nervushemoroidal inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari
bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar
ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada
kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah orificium
vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan
palapasi. seperti pada gambar dibawah ini :

D. Histologi
Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumnair atau
kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel transsisional yang secara embriologi
merupakan daerah transisi abtara traktus urinarius dengan traktus genital.
E. Fisiologi
Kelenjar Bartholini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina. Mukosa
kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus. Cairan ini mengalir ke dalam duktus sepanjang 2,5
cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Duktus ini bermuara diantara labia minor dan
hymen dan dilapisi pada bagian ini terdiri atas epitel skuamosa. Oleh karena itu, kelenjar ini
dapat berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma. Kelenjar ini
mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan
jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang
wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas
vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina
berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia
vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.

F. Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini tersumbat.
Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang
menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang
biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini
melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa
mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan
kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini
tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses
polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang
dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan
abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual.
Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut.
Infeksi pada kelenjar ini disebabkan oleh kuman gram negative ,yaitu a.l :
1. Golongan staphylococcus 2. Golongan Gonococcus

Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak. Ditimbulkan akibat saluran kista
Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi. Kuman
yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae.
Pada laki laki kuman ini menyebabkan penyakit kelamin yang disebut kencing nanah
atau gonore,tidak sama dengan sipilis.
Perjalanannya. Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan,maka lama kelamaan
sejalan dengan membesarnya kista,tekanan didalam kista semakin besar. Dinding
kelenjar/kista mengalami peregangan dan meradang. Demikian juga akibat peregangan pada
dinding kista, pembuluh darah pada dinding kista terjepit mengakibatkan bagian yang lebih
dalam tidak mendapatkan pasokan darah sehingga jaringan menjadi mati (nekrotik).
Dibumbui dengan kuman,maka terjadilah proses pembusukan, bernanah dan menimbulkan
rasa sakit. Karena letaknya di vagina bagian luar,kista akan terjepit terutama saat duduk dan
berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam. Pasien berjalan
mengegang ibarat menjepit bisul diselangkangan.
G. PATWAY
H. MANIFESTASI KLINIK
Jika kista duktus Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit ini bisa
menjadi asimptomatik. Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol secara medial
dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam vestibula. Jika kista
menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar. Indurasi biasa terjadi pada sekitar
kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa
menyeabkan rasa nyeri pada vulva.
Kista duktus Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva
lainnya. Karena kelenjar Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva
pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan ,
khususnya jika massa irregular, nodular dan indurasi persisten.

I. Gejala Klinik
Kista Bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan
sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika kista bartholini
masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat
menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista Bartholini yang
tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai
kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.
 Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia. Penyakit ini
cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada gonorrea, akan tetapi
dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya treptokokus. Pada Bartholinitis akuta
kelenjar membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat
menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat,
mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi
sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa di atasi dengan
antibiotika, jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan.
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini dengan gejala
klinik berupa :
 Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.
 Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme yang
ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan kelenjar
limfe pada inguinal.
 Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
 Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan,
terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan
seksual.
 Dapat terjadi ruptur spontan.
 Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.
Radang pada glandula Bartolini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi
menahun dalam bentuk kista Bartholini. Kista tidak selalu menyebabkan keluhan, tapi dapat
terasa berat dan mengganggu koitus. Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan
gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa; dalam hal lain perlu dilakukan
pembedahan.

Bartholin abscess. (Image courtesy of Dr. Gil Shlamovitz.)


J. DIAGNOSIS
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada
anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti :
 Panas
 Gatal
 Sudah berapa lama gejala berlangsung
 Kapan mulai muncul
 Faktor yang memperberat gejala
 Apakah pernah berganti pasangan seks
 Keluhan saat berhubungan
 Riwayat penyakit menular seks sebelumnya
 Riwayat penyakit kulit dalam keluarga
 Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin
 Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi
 Riwayat pengobatan sebelumnya
Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan
pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi litotomi, kista terdapat
di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4
atau 8 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan
dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui
ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia.
Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru
dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini
dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus
yang dicurigai keganasan.

K. PENATALAKSANAAN
Tindakan Operatif

Beberapa prosedur yang dapat digunakan:

a. Insisi dan Drainase


Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan
mudahdilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun
prosedur iniharus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau
abses.Ada studiyang melaporkan, bahwa terdapat 13% kegagalan pada prosedur
ini.
b. Kateter
Word Catheter merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat
digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya digunakan untuk
mengobati kista dan abses Bartholin.
c. Marsupialisasi
Alternatif pengobatans elain penempatan Wordcatheter adalah marsupialisasi
dari kista Bartholin . Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda-
tanda abses akut.
d. Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak
ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka
sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum.
Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit
berbentuk linear yang memanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat
ujung medial labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring.
Hati – hati saat melakukan incise kulit agar tidak mengenai dinding kista. Struktur
vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada
bagian posterosuperior kista.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Nama lengkap : Ny.M
b. Tanggal Lahir : 03/12/1990
c. Keluhan Utama : pasien mengatakan nyeri
d. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah : 110/72mmHg
2) Posisi Pemeriksaan : tidur
3) Suhu : 36.8 °C
4) Lokasi Pengukuran : axila
5) Nadi : 82x/menit
6) Irama : Teratur
7) Respirasi : 18x/menit
8) Irama : Teratur
9) Saturasi Oksigen : 98%
e. Riwayat Alergi : Tidak ada
f. Berat Badan : 57 Kg
g. Tinggi Badan : 164 Cm
h. Fungsional : Tidak ada gangguan
i. Adakah obat-obatan yang sedang dikonsumsi dalam 2 minggu terakhir :
tidak ada
j. Adakah rasa nyeri : Ada
1) Lokasi nyeri : vagina
2) Onset : 5 hari yang lalu
3) Frekuensi nyeri : Hilang timbul
4) Karakteristik nyeri : Berdenyut
5) Metode skala nyeri : NRS
6) Intensitas nyeri : 3/10
7) Tipe nyeri : Nyeri akut (< 12 minggu)
8) Penyebaran nyeri : Setempat atau tidak menyebar
9) Pencetus/pemberat nyeri : aktivtas
10) Pereda nyeri : Terapi
k. Kebiasaan nutrisi
Kebiasaan makanan khusus : tidak ada
Mual : tidak ada
Kembung : tidak ada
Muntah : tidak ada
Nafsu makan : tidak ada perubahan
Psikologis : Tenang
Kognitif : Tidak ada gangguan
l. Sosial ekonomi
Pembiayaan : Asuransi
Status perkawinan : marred
Pekerjaan : pegawai swasta
Tinggal di rumah : keluarga (suami)
Menggunakan perawat di rumah : tidak
Keluarga kesulitan beradaptasi dengan ADL : tidak
m. Kemampuan komunikasi : tidak ada masalah
n. Spritual/Kultural
1) Kepercayaan/kebiasaan yang bertentangan dengan medis : Tidak ada
2) Hambatan menjalankan ibadah : Tidak ada
o. Pengunaan alat bantu dan atau protesa : tidak
p. Skrining Nutrisi
Skining nutrisi : Dewasa
Perubahan asupan makanan dalam 6 bulab terakhir : tidak
Penyakit kronik (diabetes militus/gagal ginjal/jantung dan pembuluh
darah/stroke/hipertensi/kanker/HIV) : tidak
BMI < 18,5 atau lebih sama dengan 30 : tidak
Albumin < 3gr/dl : NA
Kolestrol : NA
q. Pemeriksaan fisik dan kebutuhan sistem
Kepala
Bentuk : simetris
Bersih : ya
Lesi : tidak
Mata
Sklera : anikterus
Konjungtiva : ananemis
Kelopak mata : normal
Pupil : isokor
Telinga
Daun telinga : utuh
Mulut
Mukosa bibir : lembab
Gigi : lengkap
Lesi : tidak
Tenggorokan
Suara serek : tidak
Tonsil : normal
Faring : normal
Respirasi : normal
Sumbatan jalan nafas : tidak
Batuk : tidak
Sputum : tidak
Pergerakan dada : simetris
Penggunaan oksigen : 0lpm
Saturasi oksigen : 98%
Sikulasi
Perfusi akral : hangat
Pulsasi perifer : baik
Kesemutan : tidak
Keringet dingin : tidak
Edema : tidak
Parises : tidak
Kekuatan otot :
5555 5555
5555 5555
Sensibilitas : normal
Kaku kuduk : tidak
Penglihatan : normal
Pendengaran : normal
Genitalia
Sekret kelamin : tidak
Leher
Kelenjar gondok : normal
Kelenjar getah bening ; normal
Abdomen
Keadaan abdomen : supel
Acites : tidak
Bising usus : normal
Eliminasi urin
Frekuensi BAK : 5x/hari
Lampias ; ya
Warna urine ; kuning khas urin
Eliminasi bowel
Frekuensi : 1x
Penggunaan pencahar : tidak
Muskuloskeletal
Tanda trauma / lesi : tidak
Gangguan gerak : tidak
Integumen
Warna : normal
Tugor : baik
Rambut : normal
Kuku : normal
Kelembaban : normal
Lesi : tidak
r. Pengkajian khusus
Apakah pasien menggunakan rokok/alkohol/narkotik? Tidak
Apakah pasien mengalami menganiayaan ? Tidak
Apakah pasien mendapat obat sitostatiska/radioterapi? Tidak
Apakah pasien mengalami daya imun rendah ? Tidak
s. Skrining pasien resiko bunuh diri
1) Apakah klien didiagnosis penyakit yang berat dan sulit disembuhkan
(seperti HIV, kanker, paralisis) : Tidak ada
2) Apakah klien memperlihatkan tanda depresi : Tidak ada

t. Riwayat vaksin covid


1) Vaksin 1 : Sinovac
2) Vaksin 2 : Sinovac
3) Vaksin 3 : Moderna
u. Skrining discharge planing :
Usia lanjut (60 tahun) : tidak
Hambatan mobilisasi : tidak
Membutuhkan keperawatan medis dan pelayanan lanjut : tidak
Tergantung dengan orang lain dalam aktivitas harian : tidak
v. Resiko Jatuh
1) Riwayat Jatuh dalam 3 bulan terakhir : Tidak ada
2) Keluhan saat berdidi dari tempat duduk : Tidak ada
3) Merasa pusing saat bangun dari bed/kursi : Tidak ada
4) Terdapat gangguan penglihatan : Tidak ada
5) Usia ≥ 60 tahun : Tidak ada
Tidak beresiko jatuh : 0-24
w. Pengkajian intergitas kulit SKALA BARDEN :
Persepsi sensori : tidak ada kelainan, renspon terhadap perintah verbal,
tidak ada gangguan sensori untuk merasakan
nyeri/ketidak nyamana.
Kelembaban : jarang lembab kulit selalu kering, linan diganti sesuai
jadwal 1x/hari
Aktivitas : sering berjalan keluar ruangan atau didalam kamar
Mobilisasi : tidak ada keterbatasan mampu merubah posisi tubuh
Asupan nutrisi ; asupan baik menghabiskan makanan
Gesekan dan gaya geser : tidak ada masalah
B. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1 Ds : Nyeri akut
- Pasien mengatakan masih nyeri Prosedur operasi
pasca operasi
Do : Insisi bedah
- Pasien tampak menahan nyeri
-pasien tampak meringis Nyeri akut
TD : 94/72 mmHg
N : 62 x/ menit
Spo:98%
S : 36.6
Lokasi nyeri : vagina
Onset : 5 hari yang lalu
Frekuensi nyeri: Hilang timbul
Karakteristik nyeri : Berdenyut
Metode skala nyeri : NRS
Intensitas nyeri :3/10
Tipe nyeri : Nyeri akut (< 12
minggu)
Penyebaran nyeri: Setempat
Pencetus/pemberat nyeri: aktivitas
Pereda nyeri : Terapi

C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d pasien mengeluh nyeri
D.0077.
D. Intervensi keperawatan

Hari/ Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi TTD


Tgl/Jam Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
26/02/202 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri: Observasi:
4 agen pencedera keperawatan selama 1x24 jam, Observasi: 1. Untuk mengetahui
fisiologis d.d diharapkan nyeri dapat teratasi dengan 1. Identifikasi lokasi, lokasi, karakteristik,
mengeluh nyeri kriteria hasil: karakteristik, durasi, durasi, frekuensi,
Tingkat nyeri: frekuensi, kualitas, kualitas, dan insenitas
intensitas nyeri nyeri
No Indikator Skala Target
2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui skala
dikaji
3. Identifikasi respon nyeri nyeri yang klien rasakan
1. Keluhan 3 5
nonverbal 3. Mengetahui respon nyeri
nyeri
4. Identfikasi faktor yang 4. Mengetahui faktor yang
2. Meringis 3 5
memperingan dan dapat memperingan dan
3. Frekuensi 3 5
memperberat nyeri memperberat nyeri
nadi
Terapeutik:
4. Tekanan 3 5 Terapeutik:
1. Demonstrasikan dan latih
darah 1. Agar pasien dapat
teknik relaksasi (mis.
melakukan nya secara
Terapi relaksasi nafas
dalam ) mandiri Untuk
Edukasi: mengurangi rasa nyeri
1. Ajarkan teknik secara nonfarmakologis
nonfarmakologis untuk Edukasi:
mengurangi nyeri 1. Agar klien dan keluarga
Kolaborasi: dapat melakukannya
1. Kolaborasi pemberian secara mandiri
analgesik Kolaborasi:
1. Untuk mengurangi rasa
Observasi ttv nyeri

Untuk mengetangui keadaan dan


tanda-tanda vital pasien
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl/ Diagnosa Implementasi Respon TTD


Jam Keperawatan

26/02/2024 Nyeri akut b.d Manajemen nyeri: Manajemen nyaeri:


agen Observasi: Observasi:
pencedera 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Klien mengatakan nyeri di bagian vagina
fisik d.d frekuensi, kualitas, intensitas nyeri ketika bergerak, nyeri berdenyut dengan
mengeluh 2. Identifikasi skala nyeri durasi 5 menit – 10 menit.
nyeri 3. Mengetahui respon nyeri 2. Skala nyeri 3/10
4. Mengetahui faktor yang dapat Lokasi nyeri : vagina
memperingan dan memperberat nyeri
Onset : bergerak
Terapeutik:
Frekuensi nyeri: Hilang timbul
5. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. Relaksasi Karakteristik nyeri : Berdenyut
nafas dalam) Metode skala nyeri : NRS
Edukasi:
Intensitas nyeri :3/10
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri Tipe nyeri : Nyeri akut (< 12 minggu)
Kolaborasi:
Penyebaran nyeri: Setempat
7. Kolaborasi pemberian analgesik
Pencetus/pemberat nyeri: aktivitas

Pereda nyeri : Terapi

Terapeutik:
3. Klien mengikuti arahan untuk melakukan
relaksasi nafas dalam sebagai terapi
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Edukasi:
4. Klien dan keluarga dapat melakukan
teknik nonfarmakologis
Kolaborasi:
5. Klien mau diberikan obat analgetik
- Farmadol infusion (paracetamol) 100ml
- Tofedex 25mg
- Cataflam tablet (diclofenac sodium)
- Vip albumin
- Pycin injeksi
- Bactesyn (ampicilin)
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TTD
26/02/2024 Nyeri akut b.d agen S:
Klien mengatakan nyeri divagina, nyari berdenyut, skala nyari 3/10
pencedera fisik d.d mengeluh
dikaji dengan numerical rating scale
nyeri
O:
Pasien alert,keadaan umum baik,kesadaran CM, paien tampak rileks,
TD: 118/66 N:68
A: nyeri belum teratasi
No Outcome Saat Saat Target
Dikaji Ini
1. Keluhan nyeri 3 3 5
2. Meringis 3 3 5
3. Frekuensi nadi 3 3 5
4. Tekanan darah 3 3 5
P:
Intervensi dilanjutkan:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Terapi relaksasi nafas
dalam )
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgesik
6. Observasi ttv

Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TTD


27/02/2024 Nyeri akut b.d agen S:
Klien mengatakan nyeri divagina post oprasi, nyari berdenyut, skala
pencedera fisik d.d mengeluh
nyari 3/10 dikaji dengan numerical rating scale
nyeri
O:
Pasien alert,keadaan umum baik,kesadaran CM, paien tampak rileks,
TD: 110/52 N: 86
A: nyeri belum teratasi
No Outcome Saat Saat Target
Dikaji Ini
1. Keluhan nyeri 3 3 5
2. Meringis 3 4 5
3. Frekuensi nadi 3 4 5
4. Tekanan darah 3 4 5

P:
Intervensi dilanjutkan:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Terapi relaksasi nafas
dalam )
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgesik
6. Observasi ttv

Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TTD


28/02/2024 Nyeri akut b.d agen S:
Klien mengatakan nyeri divagina luka oprasi, nyari berdenyut, skala
pencedera fisik d.d mengeluh
nyari 2/10 dikaji dengan numerical rating scale
nyeri
O:
Pasien alert,keadaan umum baik,kesadaran CM, paien tampak rileks,
TD: 110/62 N: 86
A: nyeri teratasi
No Outcome Saat Saat Target
Dikaji Ini
1. Keluhan nyeri 3 4 5
2. Meringis 3 4 5
3. Frekuensi nadi 3 5 5
4. Tekanan darah 3 5 5
P:
Intervensi di stop pasien pulang.
G. Kesimpulan

Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran Bartolini
yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi. Kuman yang sering
menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae. Kista kelenjar bartolini terjadi
ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar bartolini bisa tersumbat karena berbagai
alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Selain itu dapat disebabkan
kuman Streptococcus dan Escherichia coli. Kista Bartholini seringkali bersifat asimptomatis,
tidak ada tanda-tanda infeksi, sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Jika terdapat
infeksi sekunder, maka dapat diberikan antibiotik spektrum luas. Diberikan antibiotik yang
sesuai (umumnya terhadap Klamidia, Gonokokus, Bakteroides, dan Escherichia coli) bila
belum terjadi abses. Jika sudah bernanah, harus dikeluarkan dengan sayatan menggunakan
kateter Word, teknik marsupialisasi, maupun eksisi. Metode penanganan kista bartholini yaitu
insersi word catheter untuk kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialization untuk
kista kelenjar bartholini. Insisidan drainase adalah prosedur yang paling mudah dan relatif
cepat dalam kesembuhan pasien,namun prosedur ini mempunyai kecenderungan kista
berulang kembali. Marsupialisasi lebih efektif dibandingkan dengan terapi pembedahan kista
Bartholin lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ashari, M.A. (2010). Materi Kuliah Tumor Jinak Ginekologi. Yogyakarta : SMF Ilmu
Kebidanan dan Kandungan RSD Panembahan Senopati Bantul.
2. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
3. Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance : Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta :
Erlangga.
4. Winkjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimdani, T. (2002). Ilmu Kandungan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
5. Blumstein, A Howard. 2005. Bartholin Gland Diseases.
http://www.emedicine.com/emerg/topic54.
6. Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess.
http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.

7. Stenchever MA. Comprehensive gynecology. 4th ed. St. Louis: Mosby, 2001:482–
6,645–6.
8. Hill DA, Lense JJ. Office management of Bartholin gland cysts and abscesses. Am Fam
Physician. 1998;57:1611–6.1619–20.
9. Govan AD, Hodge C, Callander R. Gynaecology illustrated. 3d ed New York: Churchill
Livingstone, 1985:19,195–6
10. Aghajanian A, Bernstein L, Grimes DA. Bartholin's duct abscess and cyst: a case-control
study.South Med J. 1994;87:26–9.
11. Visco AG, Del Priore G. Postmenopausal Bartholin gland enlargement: a hospital-based
cancer risk assessment. Obstet Gynecol. 1996;87:286–90.
12. Hill Ashley, M.D. 1998. Office Management of Bartholin Gland Cyst and Abscess.
http://www.fpnotebook.com/GYN 199.htm
13. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai