Anda di halaman 1dari 18

CASE BASED DISCUSION

KISTA BARTHOLINI

Disusun oleh:
Dyah Chandra R. K. P.
01.210.6137

Penguji :
dr. H. M. Taufiqy S, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015

1
KISTA BARTHOLINI

I. DEFINISI
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah
kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini
menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,
peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka
saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan.
Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.

Gambaran kista bartolini

II. ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI KELENJAR BARTHOLINI


Anatomi Kelenjar Bartholini

Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini
atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada di
sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah
yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan
glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan
mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian
caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus
pudendus dan nervushemoroidal inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan
erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual
dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan.

1
Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah
orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba pada
pemeriksaan palapasi. seperti pada gambar dibawah ini :

Histologi

Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumnair atau
kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel transsisional yang secara embriologi
merupakan daerah transisi abtara traktus urinarius dengan traktus genital.

Fisiologi

Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. kelenjar


Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan
tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu
penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan
bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit
membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih
nyaman bagi wanita.

III. ETIOLOGI
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini tersumbat.
Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang
menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang

2
biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini
melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa
mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan
kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini
tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses
polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang
dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan
abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual.
Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut.

IV. PATOFISIOLOGI
Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi dari
sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat
menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar Bartholin sangat
sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista
dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis.

Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga


menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.Sumbatan ini biasanya
merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan
diameter 1-3 cm seringkali asimptomatik. Sedangkan kistayang berukuran lebih besar,
kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi
primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya
mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses
kelenjar Bartholini disebakan oleh polymicrobial.

V. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS


Gejala klinis

Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa pembengkakan labial tanpa disertai nyeri.
Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut:

 Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.


 Dispareunia

3
 Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
 Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge (sangat mungkin
menandakan adanya ruptur spontan dari abses)
Diagnosis

1. Anamnesis: Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral, dispareunia, nyeri
pada waktu berjalan dan duduk, nyeri mendadak mereda diikuti dengan timbulnya
discharge
2. Pemeriksaan ginekologi:
Hasil pemeriksaan ginekologi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan terhadap Kista
Bartholin adalah sebagai berikut:

 Pasien mengeluhkan adanya massa yang tidak disertai rasa sakit, unilateral, dan
tidak disertai dengan tanda – tanda selulitis di sekitarnya.
 Jika berukuran besar, kista dapat tender.
 Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent
Sedangkan hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap abses
Bartholin sebagai berikut:

 Pada perabaan teraba massa yang tender, fluktuasi dengan daerah sekitar
yangeritema dan edema.
 Dalam beberapa kasus, didapatkan daerah selulitis di sekitar abses.
 Demam, meskipun tidak khas pada pasien sehat, dapat terjadi
 Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang purulen
Kista Bartholin harus dibedakan dari abses dan dari massa vulva lainnya. Karena kelenjar
Bartholin mengecil saat usia menopause, suatu pertumbuhan massa pada wanita
postmenopause perlu dievaluasi terhadap tanda–tanda keganasan, terutama bila massanya
bersifat irreguler, nodular, dan keras.

3. Pemeriksaan penunjang:
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebris; tes laboratorium darah tidak diperlukan
untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat
dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartholini.

4
VI. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa jenis lesi vulva dan vagina dapat menyerupai kista Bartholin. Beberapa diantaranya
adalah:

1. Kista sebaceous pada vulva sangat sering ditemukan. Kista sebaseous ini
merupakansuatu kista epidermal inklusi dan seringkali asimptomatik. Pada keadaan
terinfeksi,diperlukan incisi dan drainase sederhana.

2. Dysontogenetic cysts merupakan kista jinak yang berisi mukus dan berlokasi
padaintroitus atau labia minora. Terdiri dari jaringan yang menyerupai mukosa
rektum,dan seringkali asimptomatik

3. Hematoma pada vulva. Dapat dibedakan dengan adanya trauma akibat


berolahraga,kekerasan.

4. Fibroma merupakan tumor solid jinak vulva yang sering ditemukan. Indikasi untuk
eksisi berupa timbulnya rasa nyeri, pertumbuhan yang progresif, dan kosmetik.

5. Hidradenoma merupakan tumor jinak yang dapat muncul pada labia majora dan
labiaminora. Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi apabila timbul perdarahan
dandiangkat bila timbul gejala

VII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum dari absesBartholin adalah kekambuhan.

Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses.

Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati.

Timbul jaringan parut.

VIII. PROGNOSIS
Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah, prognosisnya baik.
Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20%.

5
IX. PENANGANAN
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa gejala mungkin
tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala dan abses kelenjar
memerlukan drainase.

Tindakan Operatif

Beberapa prosedur yang dapat digunakan:

1. Incisi dan Drainase


Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan Mudah
dilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun prosedur
iniharus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau abses.Ada
studiyang melaporkan, bahwa terdapat 13% kegagalan pada prosedur ini.

2. Word Catheter
Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan sebuah
kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada ujung
distalnya, biasanya digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholin. Panjang dari
kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French Foley kateter.
Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung sekitar 3-4 mL larutan saline

Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau abses
dijepit dengan forceps kecil dan blade no.11 digunakan untuk membuat incisi sepanjang
5mm pada permukaan kista atau abses.Penting untuk menjepit dinding kista sebelum
dilakukan incisi, atau bila tidak kista dapat collapse dan dapat terjadi incisi pada tempat
yang salah.Incisi harus dibuat dalam introitusexternal hingga ke cincin hymenal pada
area sekitar orifice dari duktus.Apabila incise dibuat terlalu besar, Word catheter dapat
lepas.

6
Setelah insisi dibuat, Word catheter dimasukkan, dan ujung balon dikembangkan
dengan 2 ml hingga3 ml larutan saline. Balon yang mengembang ini membuat kateter
tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas dari kateter dapat
dimasukkan ke dalam vagina.Agar terjadi epitelisasi pada daerah bekaspembedahan,
Word catheter dibiarkan di tempat selama empat sampai enam minggu, meskipun
epithelialisasi mungkin terjadi lebih cepat,sekitar tiga sampai empat minggu.Jika Kista
Bartholin atau abses terlalu dalam, pemasangan Wordcatheter tidak praktis, dan pilihan
lain harus dipertimbangkan.

Abses biasanya dikelilingi oleh selulitisyang signifikan, dan pada kasus- kasus
tersebut, antibiotik diperlukan. Antibiotik yang digunakan harus merupakan antibiotic
spektrum luas untuk mengobati infeksi polymicrobial dengan aerob dan anaerob. Dapat
dilakukan kultur untuk mencari kuman penyebab. Selama menunggu hasil kultur,
diberikan terapi antibiotikempiris. Pasien dianjurkan untuk merendam di bak mandi
hangat dua kalisehari (Sitzbath). Koitus harus dihindari untuk kenyamanan pasien dan
untuk mencegah lepasnya wordcatheter.

7
Sitz bath (disebut juga hip bath, merupakan suatu jenis mandi, dimana hanya
bagian pinggul dan bokong yang direndam di dalam air atau saline; berasal dariBahasa
Jerman yaitu sitzen yang berarti duduk.) dianjurkan dua sampai tiga kalisehari dapat
membantu kenyamanan dan penyembuhan pasien selama periode pascaoperasi.

Gambar 6: Alat yang digunakan untuk Sitz Bath

3. Marsupialisasi
Alternatif pengobatans elain penempatan Wordcatheter adalah marsupialisasi dari
kista Bartholin . Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses
akut.

8
Gambar 8. Marsupialisasi Kista Bartholin (kiri) Suatu incisi vertikal disebut pada
bagian tengah kista, lalu pisahkan mukosa sekiar; (kanan) Dinding kista dieversi dan
ditempelkan pada tepi mukosa vestibular dengan jahitan interrupted

Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding
kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat incisivertikal pada vestibular
melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal ring.Incisi dapat dibuat
sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista.Berikut adalah
peralatanyang diperlukan dalam melakukan tindakan marsupialisasi.

Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan
larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu
dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan
interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari
pertama setelah prosedur dilakukan. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur
marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.

4. Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak
berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi
aktif.

Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya


dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum. Pasien ditempatkan
dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yangmemanjang
sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat ujung medial labia minora dansekitar 1 cm
lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati–hati saat melakukan incisikulit agar tidak

9
mengenai dinding kista.Struktur vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista
terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari
bagian bawahkista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan
secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat
dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb
danuntuk menghindari trauma pada rectum.

Gambar 8. Diseksi Kista

Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi utama dari
kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan diligasi
dengan benangchromic atau benang delayed absorbable 3-0.

Gambar 9. Ligasi Pembuluh Darah

Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri,
pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu, dapat dianjurkan sitz bath
hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post operasi dan kebersihan luka.

Pengobatan Medikamentosa

10
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual biasanya
digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya, antibiotik harus
segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa antibiotikyang digunakan
dalam pengobatan abses bartholin:

1. Ceftriaxone

Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum


terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif,
dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu
atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri
dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai
single dose .

2. Ciprofloxacin

Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe bakterisida


yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat
pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri.

Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari

3. Doxycycline

Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan dengan 30S
dan50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctra chomatis.

Dosisyang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari

4. Azitromisin

Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedangyang disebabkan oleh


beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untukC trachohomatis.

Dosisyang dianjurkan: 1 g PO 1x

11
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015

A. IDENTITAS
 Nama penderita : Ny. JK
 Umur : 22 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 No CM : 124.87.14
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Pendidikan : SMA
 Status : Menikah
 Nama Suami : Tn. N
 Tanggal Masuk : 11 Maret 2015
 Ruang : Baitu Nisa 2

B. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 12 Maret 2015 jam 04.40 WIB
1. Keluhan Utama:
Pasien mengeluh nyeri pada daerah kemaluan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien P1A1 usia 22 tahun datang ke IGD RSI Sultan Agung dengan keluhan terdapat
benjolan di kemaluan sebelah kiri dan terasa nyeri sejak 1 bulan yang lalu, rasa sakit
memburuk ketika melakukan aktifitas terutama untuk berjalan. Telah diberi obat
penghilang rasa nyeri, namun kambuh kembali.
Keluhan adanya demam disangkal oleh pasien. BAB dan BAK dalam batas normal.
3. Riwayat Obstetri
P1A1
P1 : Laki-laki, 3400 gram, normal
A1: Abortus pada kehamilan 12 minggu
4. Riwayat Menstruasi
- Menarche : 12 tahun
- Siklus mestruasi : 28 hari

12
- Lama menstruasi : 7 hari
- Dismenore : (-)

5. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah yang pertama kali dengan suami yang sekarang.
Usia pernikahan ± 3 tahun
6. Riwayat KB
Suntik 3 bulanan selama kurang lebih 1 tahun.
7. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
- Riwayat penyakit asma disangkal.
- Riwayat DM disangkal.
8. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
- Riwayat penyakit paru disangkal.
- Riwayat DM disangkal.
9. Riwayat Alergi : alergi cefotaxim, alergi makanan disangkal.
10. Riwayat Sosial Ekonomi
Kesan ekonomi : cukup, untuk biaya kesehatan ditanggung pemerintah (JKN NON PBI).

C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Present :
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Vital sign : ● Tensi :120/90 mmHg
● Nadi : 100x/menit
● RR : 20x/menit
● Suhu : 36,8 °C.
● TB : 160cm
● BB : 59 kg
B. Status Internus :
- Kepala : Mesocephale
- Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

13
- Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-)
- Telinga : Discharge (-), bentuk normal
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : Simetris, ukuran membesar (+/+), hiperpigmentasi aerola (-/-), puting
menonjol (+/+), benjolan abnormal (-/-)
- Paru :
● Inspeksi : Hemithorax dekstra dan sinistra simetris
● Palpasi : Stemfremitus dekstra dan sinistra sama, nyeri tekan (-)
● Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
● Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
- Jantung :
● Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
● Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
● Perkusi : Redup, batas-batas jantung tidak dapat ditentukan karena terhalang oleh
pembesaran pada mamae
● Auskultasi : Suara jantung I dan II murni, regular, suara tambahan (-)
- Abdomen :
● Inspeksi : perut rata, striae gravidarum (-).
● Palpasi : nyeri tekan (-)
● Perkusi : timpani (+)
● Auskultasi : denyut jantung janin (-)
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-

C. Status Obstetri :
 Abdomen :
○ Inspeksi : Perut rata, striae gravidarum

14
 Genitalia
Eksterna: Inspeksi : terlihat benjolan pada labia mayor sinistra, warna lebih gelap
dari warna kulit sekitar.
Palpasi : benjolan labia mayor sinistra (+), jumlah 1, ukuran bentuk elips
4x1 cm, tidak berbenjol, batas tegas, nyeri tekan (+).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium Darah :
Hb : 13,6 g/dL
Hematokrit : 40,4 %
Lekosit : 13,7 rb /ul(high)
Trombosit : 347 rb/Ul
Lain-lain : Golongan darah → B, Rhesus (+)
BT : 2 menit : 30 detik
CT : 5 menit : 00 detik
GDS : 92 mg/dL
Na : 140,4 mmol/L
K : 3,63 mmol/L
Cl : 114,0 mmol/L
B. Pemeriksaan serologis : HbsAg (-)

E. RESUME
Pasien P1A1 usia 22 tahun datang ke IGD RSI Sultan Agung dengan keluhan terdapat
benjolan di kemaluan sebelah kiri, lendir (-) dan terasa nyeri sejak 1 bulan yang lalu.
● Status Present : Tampak sakit ringan
● Status Obstetri :
● Genitalia :
○ Eksterna
Inspeksi : terlihat benjolan pada labia mayor sinistra, warna lebih gelap dari warna kulit
sekitar.
Palpasi : benjolan labia mayor sinistra (+), jumlah 1, ukuran bentuk elips 4x1cm, tidak
berbenjol, batas tegas, nyeri tejan (+).
 Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan Laboratorium Darah :
 Lekosit : 13,7 rb /ul

15
 Na : 140,4 mmol/L
 Cl : 114,0 mmol/L
B. Pemeriksaan serologis : HbsAg (-)

F. DIAGNOSIS
Pasien P1A1 usia 22 tahun datang ke IGD RSI Sultan Agung dengan keluhan terdapat
oedem labia suspek kista bartholini.

G. SIKAP
1. Rawat inap
2.Bed rest total
3.Pasang infus RL
4.Tindakan Eksisi
5. Pemberian terapi

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

J. EDUKASI
1. Memberitahu tentang akan dilakukannya tindakan eksisi
2. Memberitahu kondisi pasien kepada keluarga
3. Memberitahu pasien untuk istirahat total
4. Memberitahu tidak boleh bersenggama dahulu

K. OBSERVASI
Dilakukan operasi abses incisi dan pasang Tampon Betadine pada tanggal 12 Maret 2015
Diagnosa post operatif : Kista Bartholini
Medicamentosa :
1. Gentamicin 2x1
2. infus RL 20 tpm
3. Ciprofloxacin 3x1
4. Asam Mefenamat 3x1
5. Vitamin B complex 3x1

16
L. TERAPI
6. Gentamicin 2x1
7. infus RL 20 tpm
8. Ciprofloxacin 3x1
9. Asam Mefenamat 3x1
10. Vitamin B complex 3x1

Monitoring
Tanggal/ jam Vital sign Keterangan Terapi

11/3/2015 T : 120/90 mmHg Terdapat -Observasi Baitu nisa 2


jam 18.00 N : 100 x/menit benjolan pada -infus RL 20 tpm
RR : 20 x /menit vulva dan terasa -ketorolac 1 amp (iv)
Suhu : 36,8 0C nyeri -Omeprazole I amp (iv)
jam 21.30 T : 120/90 mmHg Tampak nyeri -Gentamicin 2x1
N : 84 x/menit pada vagina,
RR : 22 x /menit pasien terlihat
Suhu : 36,3 0C alergi
cefotaxime
12/03/2015 T : 120/90 mmHg Tampak nyeri
Jam 04.40 N : 84 x/menit pada vagina
RR : 22 x /menit persiapan
Suhu : 36,3 0C operasi

Post operasi T : 130/80 mmHg


Jam 15.00 N : 80 x/menit - infus RL 20 tpm
RR : 20 x /menit - Ciprofloxacin 3x1
Suhu : 36,6 0C - Asam Mefenamat 3x1
- Vitamin B complex 3x1
13/03/2015 T : 130/70 mmHg Pasien sudah - infus RL 20 tpm
Jam 05.00 N : 80 x/menit merasa baikan, - Ciprofloxacin 3x1
RR : 20 x /menit tidak nyeri - Asam Mefenamat 3x1
Suhu : 36,6 C 0
- Vitamin B complex 3x1

17

Anda mungkin juga menyukai