Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia
eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan salah satunya
adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna
dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula
vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartholini. Kelenjar bartholini
merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar
ini mengalami infeksi yang berlangsung kama dapat mnyebabkan terjadinya kista
bartholini, kista bartholini adalah salah satu bentuk tumor jinak vulva 1.
Kista bartholini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan
pada duktus kelenjar bartholini, yang menyebabkan retensi dilatasi kistik. Dimana
isi didalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila
tersumbat dapat mengumpul didalam menjadi abses. Kista bartholini ini merupakan
masalah wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20-30 tahun dengan
sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartholini atau abses. Kista
bartholini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong mejadi besar dengan
ukuran seperti telur. Kista bartholini tidak menular secara seksual, meskipun
penyakit menular seksual sperti gonnorea adalah penyebab paling umum terjadinya
infeksi pada kelenjar bartholini yang berujung pada terbentuknya kista dan abses 1.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Alat Genitalia


Vulva adalah tempat bermuaranya sistem urogenital. Disebelah luar vulva
dilingkari oleh labia mayora (bibir besar) yang kearah belakang menyatu
membentuk kommissura posterior dan perineum. Di bawah kulitnya terdapat
jaringan lemak serupa dengan yang ada dimons veneris. Medial dari bibir besar
ditemukan bibir kecil (labia minora) yang kearah perineum menjadi satu dan
membentuk frenulum labiorum pudensi. Didepan frenulum ini terletak fossa
navikulare. Kanan dan kiri dekat pada fossa navikulare ini dapat dilihat dua
buah lubang kecil tempat saluran kedua glandula barthilini bermuara. Kedepan
labia minora menjadi datu dan membentuk prepusium klitoridis dan frenulum
klitoridis. Dibawah prepusium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm
dibawah klitoris terdapat orifisium uretra eksterna (lubang kemih). Dikanan
kiri lubang kemih ini terdapat dua lubang kecil dari saluran yang buntu (ductus
parauretralis atau ductus skene) 1

Gambar 1. Genitalia Eksterna

2
Sepanjang kelenjar barholin juga disebut glandula vestibularis major,
merupakan kelenjar yang besar. Diamternya 0,5-1 cm. terletak inferior dari
bulbus vestibuli dan didalam ujung inferior muskulus bulbokonvernosis di
kedua sisi ostim vaginae. Panjang duktusnya 1,5-2 cm dan membuka didistal
cincin hymen pada jam 5 dan 7. Karena trauma atau infeksi kedua duktus dapat
membengkak dan tersembat membentuk kista atau abses, bila terinfeksi2.
Kelenjar bartholin adalah struktur berukuran 0,5-1 cm tidak dapat dipalpasi
dan mensekresikan lendir, dengan duktus berukuran panjang 1,5-2 cm tepat
disamping orifisium vagina. Sumbatan duktus menimbulkan masa tidak nyeri
tekan, biasanya berukuran 1-4 cm (hingga 10 cm) yang terlihat pada pintu
masuk vagina. Sumbatan dapat terbentuk akibat stenosis atau atresia
kongenital, penebalan lendir dipintu keluar, trauma mekanis, atau neoplasma,
ketika cairan kistik menjadi terinfeksi, terbentuk abses. Banyak organisme
yang menyebabkan infeksi ini. kista yang sederhana tidak menunjukkan gejala.
Abses biasanya berkembang dalam periode 2-3 hari dan ruptur secara spontan
dalam 72 jam. Kista ini tampak bengkak, panas dan berfluktuasi. Labia dapat
menjadi rusak .

3
Gambar 2. Kelenjar Bartholini

2.2. Fisiologi Kelenjar Bartholin


Kelenjar bartholin berfungsi mensekresikan cairan kepermukaan vagina.
Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus. Cairan ini mengalir kedalam
duktus sepanjang 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Duktus ini
bermuara diantara labia minor dan hymen dan dilapisi pada bagian ini terdiri
atas epitel skuamosa. Oleh karena itu, kelenjar ini dapat berkembang menjadi
karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma. Kelenjar ini mengeluarkan
lendir untuk memberikan pelumasan vagina. Kelenjar bartholini mengeluarkan
jumlah lendir yang relative sedikit sekitar satu atau dua tetes caitan tepat
sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi
begitu penting untuk pelumas vagina. Cairan mungkin sedikit membasahi
permukaan labialabia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitive menjadi
lebih nyaman bagi wanita.

2.3. Gambaran Histopatologi


Gambaran histologi kelenjar bartholin yang normal dibentuk oleh kelenjar
racemose dibatasi oleh epitel kolumnair atau kuboid. Duktus dari kelenjar
bartholin merupakan epitel transisional yang secara embriologi merupakan
daerah transisi antara traktus urinarius dengan traktus urinarius dengan traktus
genital.Sedangkan gambaran histopatologiknya berupa gambaran mikroskopik
dimana sel skuamosa dan urethelial epitel umum, tetapi dapat dihancurkan oleh

4
sel-sel inflamasi yang menginfiltrat. Masih melihat kelenjar mucinous residual
dengan sialomucin nonsulfated. Mungkin kalsifikasi meyerupai malakoplakia3.

Gambar 3. Histopatologi Kelenjar Bartholini

2.4. Definisi Kista Bartholin


Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk dibawah kulit atau disuatu suatu didalam tubuh. Kista kelenjar
bartholin bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan
atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi
maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan
timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu
kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi1.

2.5. Epidemologi
Dua persen wanita mengalami kista bartholin atau absen kelenjar pada
suatu saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih
banyak dari pada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa
wanita berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista
bartholin atau abses bartholin daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan
dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista bartholin yang
umum terjadi pada labia mayora. Inovasi bertahap dari kelenjar bartholin dapat
terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini menjelaskan
lebih seringnya terjadi kista bartholin dan abses selama usia reproduksi. Biopsy

5
eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita
pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitian telah
menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya
risiko kanker kelenjar bertholin (0,114 kanker per 100.000 wanita/tahun).
Namun jika diagnosis kelenjar tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk..
Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20-30 tahun4.

2.6. Etiologi
Kista bartholin berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar bartholini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses
terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses bartholini dapat disebabkan oleh
sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular
seksual seperti Clamedya, dan Gonoorea serta bakteri yang biasanya
ditemukan disaluran pencernaan seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini
melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran bartholini
bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus
dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi dan abses dapat berkembang
dalam kelenjar. Kista bartolini tidak sekaku harus terjadi sebelum abses
kelenjar. Kelenjar bartholini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria
Gonrrhoeae adalah mikroorganisme aerobic yang dominan mengisolasi,
bakteri anaerob adalah pathogen yang paling umum. Clamydia Trochomatis
juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran bartholin dan
abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular
seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses
tersebut4.
Kista bartholini nerupakan tumor kistik jinak. Ditimbulkan akibat saluran
kista bartholin yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh
infeksi. Kuman yang sering menginfeksi kelenjar bartholin adalah Neisseria
gonnorhoeae.

6
2.7. Gambaran Umum
Kista bartholini merupakan kista berukuran relative besar yang paling
sering dijumpai. Kelenjar bartholini terletak pada 1/3 posterior dari setiap
labium mayus dan muara dari duktus sekretorius dari kelenjar ini, berada tepat
didepan (eksternal) hymen pada posisi jam 4 dan 8. Pembesaran kistik tersebut
terjadi akibat parut setelah infeksi (terutama yang disebabkan oleh nisereria
gonorea dan kadang-kadang streptokok dan stafilokok) atau trauma yang
kemudian menyebabkan sumbatan pada saluran ekskresi kelenjar bartholini.
Bila pembesaran kelenjar bartholii terjadi pada usia pascamenopause
sebaliknya dilakukan pemeriksaan secara seksama terkait dengan risiko tinggi
terhadap keganasan5.
Peradangan pada kista yang terbentuk akibat sumbatan duktus sekretorius
dan kelenjar bartholini dapat juga terjadi secara kronis dan berlangsung hingga
bertahun-tahun. Untuk jenis ini, biasanya diameter indurasi kista, tidak
mencapai ukuran yang besar sehingga penderita juga tidak menyadari adanya
kelainan ini. Lokasi kista juga berada didinding sebelah dalam 1/3 bawah
labium mayus. Infeksi sekunder atau eksaserbasi akut yang berat dapat
menyebabkan indurasi yang luas, reaksi peradangan dan nyeri sehingga
menimbulkan gejala klinikberupa nyeri, dyspareunia, ataupun demam 5.

2.8. Gejala Klinis


Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada wanita koitus.
Jika kista bartholini masih kecil dan tidak terinfeksi umumnya asimptomatik.
Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat
berjalan atau duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa
penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau
pembengkakan pada darah vulva 5.
Bila pembesaran kistik ini tidak disertai dengan infeksi lanjutan atau
sekunder, umumnya tidak akan menimbulkan gejala-gejala khusus dan hanya
dikenali melalui palpasi. Sementara itu, infeksi akut disertai penyumbatan,

7
indurasi dan peradangan. Gejala akut inilah yang sering membawa penserita
untuk memeriksakan dirinya. Gejala utama akibat infeksi biasanya berupa
nyeri sentuhan dan dyspareunia. Pada tahap supuratif dinding kista berwarna
kemerahan, tgang, dan nyeri. Bila sampai pada tahap eksudatif dimana sudah
terjadi abses, maka rasa nyeri dan ketegangan dinding kista menjadi sedikit
berkurang disertai dengan penipisan dinding diarea yang lebih putih dari
sekitarnya. Unumnya hanya terjadi gejala dan keluhan local dan tidak
menimbulkan gejala sistemik kecuali apabila terjadi infeksi yang berat dan
luas5.
Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dyspareunia.
Penyakit ini cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada
gonnorea. Akan tetapi dapat pula me,punyai sebab lain, misalnya treptokokus.
Pada bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari
daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui
duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, menggumpal didalamnya dan
menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika
belum menjadi abses, keadaan bisa diatasi dengan antibiotika, jika sudah
bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan.
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses.
Bartholini dengan gejala klinik berupa :
a. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktivitas fisik, atau berhubungan seksual
b. Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan
mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai
dengan adanya perabaan kelenjar pada inguinal.
c. Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari
d. Biasanya ada sekret divagina, kira-kira 4-5 hari pasca pembengkakan
terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui
hubungan seksual.
e. Dapat terjadi rupture spontan
f. Teraba masa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dank eras

8
Radang pada glandula bartolin dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya
dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartholini. Kista tidak selalu
menyebabkan keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika
kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan
tindakan, dalam hal ini perlu dilakukan pembedahan.

2.9. Diagnosis
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu
diagnosis.
1. Anamnesis
Kebanyakan kista kelenjar bartholini kecil dan tanpa gejala kecuali
ketidaknyamanan saat sedang melakukan hubungan seksual. Saat lesi
menjadi besar dan infeksi, wanita mungkin mengalami nyeri berat pada
vulva yang dapat menghalangi saat berjalan, duduk atau melakukan
aktivitas seksual. Gejala akut biasanya terjadi akibat dari infeksi, yang
mengakibatkan rasa sakit, nyeri dan disparemia. Jaringan sekitanya menjadi
membengkak dan meradang. Penyakit ini cukup sering rekurens. Dapat
terjadi berulang, akhirnya menahun dalam bentuk kista bartholin. Kista
tidak selalu mengganggu koitus 6.
Akumilasi nanah pada kista yang mnyebabkan pembengkakan disalah
satu kelenjar bartholin yang menghaslkan mucous. Abses kelenjar bartholin
ini telah terbentuk saat penutupam saluran, menyebabkan pembengkakan
yang terjadi adalah rasa sakit, nyeri tekan dan hangat ketika dipalpasi.
Meningkatkan sekresi kelenjar dapat menyebabkan infeksi. Abses bartholin
umum terjadi pada perempuan diperiode reproduksi. Infeksi kelenjar adalah
tidak selalu disebabka oleh infeksi ditularkan melalui seksual 6.

9
2. Pemeriksaan Fisik
Kista atau abses bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik,
khususnya dengan pemeriksaan ginekologi, pelvis. Pada pemeriksaan fisik
dengan posisi litotomi, kista terdapat dibagian unilateral, nyeri, fluktuasi
dan terjadi pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium
minus posterior2.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dinilai setelah insisi dan drainase, nanah
disedot dan diperiksa. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
adalah pewarnaan gram, kultur dan tes VDRL. Jika kista terinfeksi
pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis
bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat
penyakit menular seksual seperti Gonnorea dan Clamedya. Untuk kultur
diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini
baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda
pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotic yang tepat yang perlu
diberikan. Biopsy dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai keganasan7.

2.10. Diagnosis Banding


1. Kista Pilosebasea
Gambaran Umum
Kista pilosebasea merupakan kista yang paling sering ditemukan di vulva.
Kista ini terbentuk akibat adanya penyumbatan yang disebabkan oleh
infeksi atau akumulasi material sebum pada saluran tersebut pada duktus
sekretorius kelenjar minyak (block age of sebaceous duct). Kista ini yang
berasal dari lapisan epidermal biasanya dilapisi oleh epitel squamosal dan
berisi seperti minyak atau lemak dan epitel yang terlepas dari dinding
dalam kista. Kista inklusi epidermal dapat terjadi dari trauma (benturan)
atau prosedur klinik (penjahitan) mukosa vulva yang membawa material
atau fragmen epidermal 5.

10
Gambaran Klinik
Sebagian besar kista epidermal terbentuk dari oklusi duktus pilosebasea.
Kista jenis ini, umumnya berdiameter kecil, soliter dan asimptomatik.
Pada kondisi tertentu, kista ini dapat terjadi dibeberapa tempat dilabia
mayora. Pembentukan kista pilosebasea jenis inklusif, jika terkait dengan
trauma dan fragmen epidermal dilapisan bawah kulit, kista jenis ini berasal
dari jaringan embrionik yang pada akhirnya membentuk susunan epitel
kelenjar pada lapisan dermis. Umumnya, kista piosebasea tidak membesar
dan asimptomatik kecuali apabila dianggap mengganggu estetika atau
mengalami infeksi maka perlu dilakukan eksisi atau terapi antibiotik 5.

2. Hidradeoma Papilaris
Gambaran Umum
Kulit didaerah mons pubis dan labia mayora, banyak mengandung kelenjar
keringat. Kelenjar apokrin ini akan mulai berfungsi secara normal setelah
masa pubertas. Sebagian besar hidradenoma merupakan kista solinter dan
dengan diameter kurang dari 1 cm. hidroadenoma pada vulva mirip degan
gangguan serupa yang terjadi pada daerah aksila dan akan semakin
bermasalah jika disertai dengan iritasi local yang kronis 5.

Gambaran Klinik
Terjadinya penyumbatan pada duktus sekretorius kelenjar keringat dapat
menimbulkan kista-kista kecil (microcyts) yang disertai rasa gatal dan hal
ini dikenal sebagai penyakit Fox-Fordyce. Penyebab utama infeksi
kelenjar apokrin didaerah ini adalah streptokokus atau stafilokok. Infeksi
berulang dan berat dapat menimbulkan abses dan sinus-sinus eksudatif
dibawah kulit dimana kondisi ini dikenal sebagai hidradenitis supuratif,
yang sering kali sebagai folikulitis. Pada kondisi yang semakin buruk
dapat terjadi destruksi jaringan, eksudasi dan limfedema sehingga
menyerupau limfopati. Tahapan akhir ini hidradema menyebabkan bintik-

11
bintik atau penonjolan halus papilomatosa pada kulit vulva sehingga
menyerupai infeksi difus pada kelenjar sebasea 5.

3. Hidrokel Kanalis Nuck


Gambaran Umum
Penyumbatan prosessus vaginalis yang persisten (canal of nuck) juga dapat
menimbulkan tumor lkistik atau hidrokel. Dalam fase tumbuh kembang
bayi didalam kandungan, insersio dari ligamentum rotundum pada labia
mayora, diikuti dengan lipatan peritoneum yang dikenal sebagai kanalis
dari Nuck. Kanalis ini akan mengalami obliterasi pada pertumbuhan
selanjutnya. Pada kondisi tertentu, kanals ini tetap ada hingga usia dewasa
sehingga menjadi tempat akumulasi cairan serosa dan terbentuk hidrokel
(Hydrocele of the of Nuck) 5.

Gambaran Klinik
Tumor kistik ini bermanifestasi sebagai penonjolan translusen yang
memanjang pada 1/3 atas labium mayus dan dapat meluas hingga
kekanalis inguinalis. Kadangkala cairan didalam kista tersebut dapat
dikempiskan dengan cara menekan penonjolan kistik tersebut secara
perlahan lahan atau malahan dapat mengempis sendiri apabila penderita
berbaring karena adanya hubungan kanalis Nuck kavum peritoneum. Jika
terjadi hernia inguinalis pada penderita ini, maka jalur masuk usus ke
labium mayus adalah melalui kanalis Nuck 5.

2.11. Patofisiologi
Kelenjar bartholini dapat membentuk kista wanita usia reproduktif. Kista
bartholii terbentuk ketika ostium duktus obstruksi yang menjadi awal dari
distensi kelenjar yang nantinya akan terisi oleh cairan. Obstruksi biasanya
terjadi akibat inflamasi non-spesifik atau trauma. Biasanya ukuran kista
berdiameter 1-3 cm dan sering asimptomatik meskipun kista ukuran lebih
besar dapat menimbulkan nyeri dan dyspareunia. Ketika kelenjar bartholini

12
mengalami infeksi maka dapat menimbulkan abses. Kista kelenjar bartholini
dapat menimbulkan nyeri oleh karena tekanan pada jaringan sekitar kista
yang timbul akibat cairan dalam kista tidak terakumulasi, sedangkan pada
abses nyeri yang dirasakan karena infeksi atau penyebaran selulitis pada
jaringan disekitar abses. Pembengkakan yang terjadi pada abses diakibatkan
oleh produksi secret mucus yang tidak terakumulasi. Pembengkakan tersebut
juga menimbulkan rasa nyeri, sensitive dan hangat ketika palpasi 8.

2.12. Tatalaksana
Pengobatan kista bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista
tanpa gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, .terapi utama terhadap
kista bartholini adalah insisi dinding kista dan drainase cairan kista atau abses
yang disebut prosedur marsupialisasi. Pengosongan dan drainase eksudat
abses dapat pula dilakukan dengan memasang kateter Ward. Insisi dan
drainase sederhana, hanya dapat mengurangi keluhan penderita untuk
sementara waktu karena Jenis insisi tersebut akan diikuti dengan obstruksi
ulangan sehingga terjadi kembali kista dan infeksi yang memerlukan tindakan
insisi dan drainase ulangan. Berikan juga antibiotika untuk mikro-organisme
yang sesuai dengan hasil pemeriksaan apus atau kultur bakteri5.
Terapi Operatif
1. Incisi dan Drainase
Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah
dilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun
prosedur ini harus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan
kista atau abses.
2. Word Catheter
Word catheter merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat
digembungkan dengan saline pada ujung distalnya. Biasanya digunakan
untuk mengobati kista dan abses bartholin. Panjang dari kateter karet ini
adalah sekitar 1 inchi dengan diameter No 10. French Foley kateter. Balon

13
kecil diujung Word catheter dapat menampung sekitar 3-4 Ml larutan
saline 9.
Adapun alat-alat yang diperlukan dalam pemasangan Word catheter
tercantum pada tabel. Setelah persiapan steril dan pemverian anestesi
local, dinding kista atau abses dijepit dengan forceps kecil dan blade No
11 digunakan untuk membuat incise sepanjang 5 mm pada permukaan
kista atau abses. Penting untuk menjepit dinding kista sebelum dilakukan
incise, atau bila tidak kista dapat collaps dan dapat terjadi incise pada
tempat yang salah. 16 incisi harus dibuat dalam introitus exsternal hingga
ke cincin hymenal pada area sekitar orifice dari duktus. Apabila incisi
dibuat terlalu besar, Word catheter dapat lepas 9.

Gambar 4. Word Catheter

Setelah insisi dibuat, Word catheter dimasukkan, dan ujung balon


dikembangkan dengan 2 ml hingga 3 ml larutan saline. Balon yang
mengembang ini membuat kateter tetap berada di dalam rongga kista atau
abses. Ujung bebas dari kateter dapat dimasukkan kedalam vagina. Agar
terjadi epitelisasi pada daerah bekas pembedahan, word catheter dibiarkan
ditempat selama empat sampai enam minggu, msekipun epithelialisasi
mungkin terjadi lebih cepat, sekitar tiga sampai empat minggu. Jika kista
bartholin atau abses terlalu dalam pemasangan word catheter tidak
praktis, dan pilihan lain harus dipertimbangkan 9.
Abses biasanya dikelilingi oleh selulitis, dan pada kasus-kasus
tersebut, antibiotic yang digunakan harus merupakan antibiotic spectrum
luas untuk mengobati infeksi polymicrobial dengan aerob dan anaerib.
Dapat dilakukan kultur untuk mencari kuman penyebab. Selama

14
menunggu hasil kultur, diberikan terapi antibiotic empiris. Pasien
dianjurkan untuk merendam di bak mandi dua kali sehari (Sitz bath).
Koitus harus dihindari untuk kenyamanan pasien dan untuk mencegah
lepasnya word catheter 9.
Sith bath (disebut juga hip bath, ,erupakan suatu jenis mandi, dimana
hanya bagian pinggul dan bokong yang direndam dalam air atau saline)
dianjurkan dua sampai tiga kali sehari dapat membantu kenyamanan dan
penyembuhan pasien selama periode pasca operasi 9.

Gambar 5. Sith bath

Marsupialisasi
Alternative pengobatan selain penempatan Word catheter adalah
marsupialisasi dari kista bartholin. Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika
terdapat tanda-tanda abses akut 10.

Gambar 6. Marsupialisasi

Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi local,


dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat incise vertical
pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymen ring.

15
Incise dapat dibuat sepanjang 1,5 hingga 3 cm, bergantung pada besarnya
kista. Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi
dengan larutan saline dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding
kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dinding vestibular mukosa
dengan jahitan interrupted benang abosorbable 2-0. Sitz bath dianjurkan pada
hari pertama setelah prosedur dilakukan. Kekambuhan kista bartholin setelah
prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10% 10.

Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat
tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko
perdarahan, maka sebaiknya dilakukan druang operasi dengan menggunakan
anestesi umum. Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu
dibuat insisi kulit berbentuk linear yang memanjang sesuai ukuran kista pada
vestibulum dekat ujung medial labia minora dan sekitar 1 cm lateral dan
paralel dari hymenal ring.
Struktur vaskuler tersebar yang memberi supply pada kista terletak pada
bagian posterosuperior kista. Bagian interomedial kista dipisahkan secara
tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengan
dinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb
dan untuk menghindari pada rectum.
Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskularisasi dari
kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat, lalu dipotong dan
diligasi dengan benang chromis atau benang delayed absorbable 3-0. Cool
packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri,
pembangkakan dan pembentukan hematoma. Setelah itu da[at di anjurkan sitz
bath hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post operasi dan
kebersihan luka.

16
Pengobatan Medikamentosa
Antibiotic sebagai terapi empiric untuk pengobatan penyakit menular
seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi genococcal dan
chlamedya idealnya, antibiotic harus segera diberikan sebelum dilakukan
insisi dan drainase.

2.13. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dari kista batrolin adalah kekambuhan.
Pada beberapa hari kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan
drainase abses. Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati dan
timbul jaringan parut 3.

2.14. Prognosis
Prognosis kista bartholini baik, tetapi walaupun terjadinya karsinoma
kelenjar bartholini jarang, harus dipertimbankan juga pada pasien tua yang
menderita kista atau abses bartholini pada usia lanjut. Jika abses didrainase
dengan baik dan kekembungan dicegah maka prognosisnya baik .

17

Anda mungkin juga menyukai