Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Organ kelamin wanita terdiri atas organ genetalia interna dan organ

genetalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami

gangguan salah satunya adalah infeksi. Infeksi dapat mengenai organ

genetalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi

dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau

dikenal dengan kelenjar bartholini.

Kelenjar bartholini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah

introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung

lama dapat menyebabkan terjadinya kista barthilini. Kista adalah kantung

yang berisi cairan yang terbentuk dibawah kulit atau disuatu tempat di

dalam tubuh.

Kista bartholini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat

sumbatan pada salah satu ductus sehingga mucus yang dihasilkan tidak

dapat disekresi. Kista dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau

pada ductus bartholini (Amirudin, 2009).

Kista bartholini adalah masalah yang terbanyak ditemukan pada

perempuan usia reproduktif. Frekuensi tersering timbulnya kista terutama

pade umur 20-40 tahun, yang merupakan insiden tertinggi. Kista bartholini

merupakan kista yang banyak ditemukan di daerah vulva tepatnya di


sekitar labium mayora. Kurang dari 2% perempuan dapat mengalami kista

atau abses bartolini pada suatu priode kehidupannya (Amiruddin, 2009).

Pada saat perempuan berumur 30 tahun terjadi involusio kelenjar

bartholini secara perlahan-lahan oleh karana itu kejadian usia 40 tahun

keatas jarang ditemukan. Namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi

pada perempuan yang lebih tua atau lebih muda (Amiruddin, 2009).

Walaupun kasus kista bartholini sangat jarang ditemukan namun selama

praktek profesi ners departemen Maternitas di ruangan dahlia 2 selama 3

minggu sudah ditemukan 2 kasus dari total kasus (..%). Dengan

demikian kelompok tertarik untuk mengambil kasus Asuhan

Keperawatan pada Ny. S dengan Kista Bartholini di Ruang Dahlia 2

RSUD Gambiran Kota Kediri

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum :

Mahasiswa program profesi ners lebih memahami dan mampu

memberikan asuhan keperawatan secara komperhensif kepada pasien

dengan kista bartholini.

2. Tujuan Khusus :

a. Mengetahui apa yng dimaksud dengan kista bartholini

b. Mengetahui etiologi dari kista bartholini

c. Mengetahui patofisiologi dari kista bartholini

d. Mengetahui tanda dan gejala dari kista bartholini

e. Mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan kista bartholini


f. Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan kepada

pasien dengan kista bartholin.

C. MANFAAT

1. Bagi penderita kista bartholini

Mendapatkan asuhan yang komperhensif serta mendapatkan

pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya.

2. Bagi mahasiswa

Menambah pengetahuan tentang tinjauan teori dan asuhan keperawatan

pada pasien dengan kista kelenjar bartholini.

3. Bagi pembaca

Menjadi sumber referensi tentang penyakit kista bartholini dan mampu

mendekteksi dini secara tepat terhadap adanya kista bartholini.


BAB II

TINJAUAN TEORI KISTA BARTHOLINI

A. KONSEP DASAR KISTA BARTHOLINI

1. DEFINISI

Kista bartholini adalah gangguan pada vulva yang timbul karena

penyumbatan saluran bartholini akibat dari infeksi kuman Neisseria gonorheae

(Baradero, 2007).

Kista bartholini adalah benjolan berbentuk kantung yang mengandung

cairan seperti lendir, tertimbun dalam lumen karena saluranrannya buntu

(Manuaba, 2007).

Kista adalah kantung yang berisi cairan yang terbentuk dibawah kulit atau

disuatu tempat di dalam tubuh. Kista bartholini adalah kista yang tarjadi ketika

kelenjar bartholini tersumbat karena infeksi atau peradangan. Cairan yang

dihasilkan kelenjar ini kemudian terakumulasi menyebabkan kelenjar

membengkak dan membentuk satu kista (Setyadeg, 2010).

Kista Bartholini merupakan tumor kistik jinak yang timbul pada kelenjar

bartholini yang merupakan muara lubrikasi atau tempat produksi cairan

pelumas vulva. Kelenjar bartholini terletak secara bilateral pada dasar dari labia

minora dan proses drainasenya melalui duktus dengan panjang 2 2,5 cm.

Kelenjar ini biasanya hanya sebesar kacang polong dan jarang melebihi ukuran

1 cm. kelenjar ini bisa dipalpasai kecuali sudah terjadi infeksi atau penyakit

lainnya (Dinata, 2011).


2. ETIOLOGI

Dalam Dinata (2011) menyebutkan bahwa Infeksi yang terjadi pada

kelenjar bartholini disebabkan oleh adanya infeksi mikroorganisme seperti :

a. Virus : Herpes, Klamidia trakomatis

b. Jamur : Kandida albicans, asinomises

c. Bakteri : Neisseriae gonorrhoeae, stapilococcus, streptococcus, E.coli

Microorganism tersebut akan menyumbat saluran lubrikasi pada vagina

yang akan mengakibatkan tidak keluarnya cairan lubrikasi yang seharusnya

keluar (pada wanita usia produktif). Cairan yang telah diproduksi tetapi tidak

dapat keluar akan terperangkap, dan akan menumpuk pada kelenjar bartholini

yang kemudian akan mudah berubah menjadi nanah. Penimbunan atau

penumpukan cairan ini akan membentuk benjolan yang makin lama semakin

membesar dan membentuk kista. Selain itu operasi vulvovaginal juga dapat

menjadi penyebab kista bartholini.

3. PATHOFISIOLOGI

Kelenjar bartholini menghasilkan cairan membasahi vagina mulai masa

pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina mulai masa pubertas,

yang selain berfungsi untuk melumasi vagina pada saat berhubungan juga pada

kondisi normal. Adanya peradangan pada kelenjar bartholini yang disebabkan

oleh bakteri virus, jamur dan bakteri. Kista bartholini terjadi karena adanya

sumbatan pada salah satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat

disekresi. Sumbatan dapat disebabkan oleh mucus yang mengental, infeksi,

trauma atau gangguan congenital. Jika terjadi infeksi pada kista bartholini
maka kista ini berubah menjadi abses yang ukurannya dapat meningkat setiap

hari dan terasa nyeri (Setyadeg, 2010).

4. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala pada kista bartholini adalah :

a. Pada vulva terdapat perubahan warna kulit (kemerahan),

membengkak, ada timbunan nanah dalam kelenjar, dan terasa nyeri

pada saat ditekan, teraba hangat pada sekitar kelamin.

b. Pada kelenjar bartholin ditemukan ada pembengkakan, nyeri saat

berjalan atau duduk

c. Dapat disertai demam

d. Pada sebagian besar wanita dengan kista bartholini datang ke rumah

Sakit dengan keluhan : keputihan dan rasa gatal, nyeri saat

berhubungan sex, nyeri saat buang air kecil, adanya benjolan disekitar

alat kelamin, dan bahkan terdapat abses pada alat kelamin. Pada

pemeriksaan fisik terdapat cairan mucoid berbau dan bercampur

dengan darah.

e. Pada abses dapat terjadi rupture spontan.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada kista bartholini pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan darah

b. Pemeriksaan urine

c. Pemeriksaan kultur vagina


6. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN

Penatalaksanaan pada kista bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu

kista tanpa gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, tetapi kista yang

menimbulkan gejala dan abses kelenjar memerlukan drainase antara lain :

a. Tindakan Operatif

Beberapa prosedur yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan kista

bartholini adalah :

1) Insisi dan Drainase

Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat

dan mudahdilakukan serta memberikan pengobatan langsung

pada pasien, namun prosedur iniharus diperhatikan karena ada

kecenderungan kekambuhan kista atau abses.Ada studiyang

melaporkan, bahwa terdapat 13% kegagalan pada prosedur ini.

2) Word catheter

Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an.

Merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat

digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya

digunakan untuk mengobati kista dan abses bartholin. Setelah

pemasangan kateter ini dibiarkan selama 4 minggu, dan

selama kateter terpasang, dianjurkan agar pasien tidak boleh

melakukan aktivitas seksual. Selama 4 minggu tersebut akan

terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholini.

3) Marsupialisasi
Marsupialisasi adalah pembuatan insisi elips dengan scalpel

diluar atau didalam cincin hymen. Insisi meniris kulit dan

dinding kista dibawahnya untuk kemudian dibuang. Apabila

terdapat lokulasi, dibersihkan. Kemudian dinding kista

didekatkan dengan kulit menggunakan benang 3,0 atau 4,0

dan dijahit interrupted. Angka rekurens atau kekambuhan kista

bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10

%.

4) Eksisi (Bartholinectomy)

Eksisi dilakukan jika terjadi rekurensi berulang. Eksisi

kelenjar bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang

tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus

dilakukan saat tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin

karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan

di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum.

b. Pengobatan medikamentosa

Antibiotik yang digunakan untuk pengobatan pada kista atau abses

bartholini adalah antibiotic spectrum luas. Beberapa antibiotic yang

digunakan dalam pengobatan kista atau abses bartholin adalah :

1) Ceftriaxone

Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan

efisiensi broad spectrum terhadap bakteri gram-negatif,

efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif, dan

efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan


mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan

menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat

pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM

sebagai single dose .

2) Ciprofloxacin

Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan

antibiotik tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA

bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan

bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri. Dosis

yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari

3) Doxycycline

Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara

berikatan dengan 30S dan50S subunit ribosom dari bakteri.

Diindikasikan untuk Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan:

100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari

4) Azitromisin

Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai

sedangyang disebabkan oleh beberapa strain organisme.

Alternatif monoterapi untukC trachohomatis. Dosis yang

dianjurkan: 1 g PO 1x

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian pada pasien dengan kista bartholini yangbperlu diperhatikan

adalah data focus.


a. Wawancara : Identitas klien, keluhan utama : nyeri, riwayat

perkawinan, riwayat kesehatan, pengeluaran per vaginam, riwayat

kehamilan, riwayat persalinan

b. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)

1) Tanda tanda vital : normal atau meningkat

2) Pada genetalia : nyeri, adanya benjolan, adanya perubahan

warna kulit (kemerahan), oedem (bengkak) pada labia mayora

posterior, ada pengeluaran cairan pada kelenjar bartholini,

apakah ada keputihan dan gatal.

c. Pemeriksaan diagnostic :

1) Pemeriksaan darah

2) Pemeriksaan urine

3) Pemeriksaan kultur vagina

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Masalah keperawatan atau diagnose keperawatan yang dapat diangkat pada

pasien dengan kista bartholini adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (kista/abses kalenjar

bartolin) yang ditandai dengan pembesaran kalenjar bartolin, nyeri

dan lebih panas didaerah perineum / sekitarnya,oedem/bengkak pada

daerah labia, iritasi vulva, kadang terasa seperti benda berat.

b. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh

(penyakuit : kista bartholini) yang ditandai dengan kalenjar bartholin

membengkak, merah, nyeri pada daerah perineum, dan nanah.


c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi

ditandai dengan merah, iritasi vulva, nanah.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi keperawatan diberikan berdasarkan diagnose keperawatan yang

sudah ditegakkan. Intervensi dibuat berdasarkan NIC NOC terbaru (2016)

4. IMPLEMENTASI

Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang sudah dibuat dan

sesuai dengan kebutuhan pasien serta standar yang berlaku.

5. EVALUASI

Evaluasi keperawatan dilakukan melalui catatan perkembangan pasien

(SOAP) setiap shift, setiap hari agar dapat mengikuti perkembangan pasien

setiap saat.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S. DENGAN KISTA

BARTHOLINI

A. PENGKAJIAN

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. Dayrit, M. (2007). Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan

Sistem Reproduksi & Seksualitas. Jakarta. EGC

Dinata, fredy. (2011). Jurnal : Kelainan pada kelenjar bartholin. Bandung.

Media komunikasi PPDS Obgyn Unair.

Medforth, Janeth. (2012). Kebidanan Oxford Edisi terjemahan. Jakarta. EGC

Manuaba, I.,B.,G. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. EGC

NANDA.Lanjutkan!!
NIC NOC .lanjutkan!!!

Anda mungkin juga menyukai