Anda di halaman 1dari 26

A.

Pengertian
1. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di
vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar
(Baradero, 2006).
2. Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat saluran
kelenjar Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi kuman Neisseria gonorrhoeae (Widjanarko, 2007).
3. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di
vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar.
Penyumbatan pada kelenjar Bartholini biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri (Baradero, 2006).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Kista Bartholini adalah


penyumbatan kelenjar bartholini karena terinfeksi oleh bakteri sehingga cairan
lubrikasi vagina tidak keluar dan menimbulkan benjolan (Baradero, 2006).

B. Anatomi pada Kelenjar Bartholini


Kelenjar Bartholini terdapat pada sepertiga bagian bawah vagina, dibalik
bibir kemaluan, disebelah kiri dan kanan. Kelenjar ini berfungsi untuk
menghasilkan cairan yang membasahi vagina terutama pada waktu bersenggama
(Baradero, 2006).
Kelenjar Bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 dan
8, mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran
pembuangannya sekitar 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional.
Saluran pembuangan ini berakhir diantara labia minor dan hymen dan dilapisi sel-
sel epitel skuamus (Amiruddin, 2004). Apabila kelenjar ini terinfeksi (salah satu
atau kedua duanya), salurannya dapat tersumbat karena melengket akibatnya
cairan yang dihasilkan oleh kelenjar tersebut akan menumpuk didalam rongganya.
Kelenjar menjadi besar, dan teraba menonjol sebagai Kista Bartholini (Rahman,
2008).
C. Etiologi
Sampai sekarang ini penyebab dari Kista Bartholini belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan pada
pembentukan estrogen (Mast, 2010). Faktor penyebab kista meliputi :
1. Umur
Kista Bartholini bisa menyerang pada umur berapapun, masalah kista sering
ditemui pada wanita muda, umumnya terjadi pada wanita usia 20- 35 tahun
terutama mereka yang belum pernah hamil atau baru hamil sekali tapi sifatnya
tidak ganas dimana pada usia reproduksi sangat rentang terjadi kista. Dimana
hormon estrogen pada usia reproduksi mulai berfungsi dengan baik. Pada usia
puberitas dan anak-anak jarang ditemukan dikarenakan hormon estrogen
belum berfungsi dengan baik namun kadang kista terjadi karena pengaruh
genetik atau keturunan. Lain halnya dengan kista pada wanita menopause,
yang biasanya mengarah pada kanker dan perlu dilakukan tindakan operatif
secepatnya. (Baradero, 2009).
2. Paritas
Kista Bartholini umumnya terjadi pada wanita yang belum pernah hamil dan
pernah hamil namun sekali, namun sifat kista ini tidak ganas. Penyebab pasti
belum diketahui namun, studi epidemiologi menyatakan beberapa faktor
resiko terjadinya kista, antara lain tidak menikah, tidak punya atau sedikit
anak, nulipara. Kista sangat erat kaitannya dengan wanita yang angka
melahirkannya rendah dan infertil atau tingkat kesuburannya rendah (Salim,
2009).
3. Riwayat Kista Bartholini Sebelumnya
Wanita yang pernah menderita Kista Bartholini sebelumnya memiliki resiko
terulangnya kista ini 20-40%. Tidak ada jaminan Kista Bartholini tidak akan
kambuh lagi setelah dilakukan pengobatan. Sebab tanpa memperhatikan
personal hygiene serta kurangnya pemeriksaan tentang kesehatan alat
reproduksi kista dapat timbul atau muncul kembali. Hal ini merupakan bagian
dari kista yang belum terpecahkan (Djuanda, 2007).
4. Jumlah pasangan seksual
Kista bisa terjadi pada wanita yang memiliki pasangan seks lebih dari satu.
Bila berhubungan seks hanya dengan pasangannya, dan pasangannya pun tak
melakukan hubungan seks dengan orang lain, maka tidak akan mengakibatkan
kista. Namun, bila memiliki pasangan lebih dari satu, hal ini terkait dengan
kemungkinan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma
Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga
membelah menjadi lebih banyak. Apabila terlalu banyak dan tidak sesuai
dengan kebutuhan, tentu akan menyebabkan timbulnya penyakit, misalnya
Kista Bartholini (Salim, 2009).
5. Gaya hidup yang tidak sehat
a. Mengkonsumsi makanan yang berlemak dan kurang sehat
Makanan merupakan sumber energi bagi tubuh agar semua organ tubuh
dapat berfungsi secara optimal. Pola makan yang sehat dapat menjadikan
tubuh kita sehat, sebaliknya dengan pola makan yang tidak sehat maka
tubuh kita rentang terhadap berbagai penyakit Ada beberapa hal yang
harus kita perhatikan agar kita mempunyai pola makan yang sehat, yaitu
jumlah makanan yang kita komsumsi, jenis makanan , dan jadwal makan.
Jenis makanan yang kita komsumsi harusnya mempunyai proporsi yang
seimbang antara karbohidrat, protein dan lemaknya. Komposisis yang
disarankan adalah 55-65% karbohidrat, 10-15% protein, 25-35% lemak.
Memilih jenis makanan yang hendak dikomsumsi perlu diperhatikan
komposisi atau kadar gizinya, hidangan direstoran seperti junk food yang
termasuk makanan berkelas dan bermutu namun banyak mengandung
lemak dan kolesterol. Makanan yang mengandung lemak dan kolesterol
dapat memicu terjadinya kista.
b. Kurang olahraga
Jarang berolahraga dan gerakan fisik. Bekerja dalam jangka waktu yang
panjang, jika bukan dalam bentuk dokumen pasti hampir menghabiskan
10 jam waktunya di hadapan komputer, saking sibuknya bahkan untuk
mengangkat kepala sejenak saja tidak sempat. Dan bekerja dengan sistem
duduk lama atau hidup dengan sistem horizontal, mudah mengakibatkan
tulang keropos dan penyakit lain. Kerja otak yang tegang dapat
menyebabkan penyelarasan cairan sistem saraf menjadi tidak normal,
menyebabkan metabolisme berupa minyak menjadi tidak teratur, dan
kolestrol darah meningkat.
c. Terpapar dengan polusi
Faktor pemicu kista saat ini banyak sekali, diantaranya pencemaran udara
akibat debu dan asap pembakaran kendaraan atau pabrik. Asap kendaraan,
misalnya, mengandung dioksin yang dapat memperlemah daya tahan
tubuh, termasuk daya tahan seluruh selnya. Kondisi ini merupakan pemicu
munculnya kista
d. Personal hygiene
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya, alat genitalia rentan dengan
terjangkitnya bakteri selain pada anus. Untuk itu sangat penting untuk
menjaga kebersihan diri terutma alat genitalia supaya tidak terinfeksi
bakteri yang bias saja memicu terjadinya kista bartholini. Selain Kista
Bartholini, kurangnya kesadaran akan personal hygiene juga dapat
memicu terjadinya penyakit infeksi kelamin, seperti kanker serviks (Setya,
2010).
6. Faktor genetic
Dalam tubuh kita terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu
protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya makanan yang bersifat
karsinogen, polusi atau terpapar zat kimia tertentu karena radiasi,
protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen yaitu gen pemicu kanker
(Setya, 2010).

D. Patofisiologi
Kelenjar Bartholini terus menerus menghasilkan cairan, maka lama
kelamaan sejalan dengan membesarnya kista, tekanan didalam kista semakin
besar. Dinding kelenjar/kista mengalami peregangan dan meradang. Demikian
juga akibat peregangan pada dinding kista, pembuluh darah pada dinding kista
terjepit mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak mendapatkan pasokan
darah sehingga jaringan menjadi mati (Setyadeng, 2010).
Infeksi oleh kuman, maka terjadilah proses pembusukan, bernanah dan
menimbulkan rasa sakit. Karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit
terutama saat duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai
dengan demam. Pasien berjalan ibarat menjepit bisul di selangkangan (Djuanda,
2007).
Faktor presipitasi:
Infeksi mikroorganisme:
Faktor predisposisi:
a. Virus
a. Kebersihan area genitalia dan anus
b. Jamur
b. Hubungan seksual yang tidak sehat
c. Bakteri c. Daya tahan tubuh menurun

Menginfeksi Vulva

Kuman menginfeksi vestibula Menyumbat dan menghambat


Cairan pelumas tetap diproduksi
sepanjang ductus drainase pengeluaran cairan lubrikasi ke
permukaan labia minor dan mayor

Penumpukan cairan dan peningkatan Pembedahan


tekanan dimuara lubrikasi.

Kerusakan jaringan
+ proses inflamasi Penurunan suplay darah
ke jaringan sekitar Tekanan pada pembuluh
darah genitalia eksternal Cemas

Perangsangan
reseptor nyeri
Sintesis
Protaglandin
Pelepasan Histamin, Nyeri
Vasokonstriksi perifer Bradikinin, dan Serotonin

Peningkatan set point temperatur Hipotermi


E. Pemeriksaan Fisik pada Kista Bartholini
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada vulva tampak benjolan yaitu pertumbuhan Kista Bartholini, bentuknya bundar
menyerupai kelereng, berwarna kemeraha (wiknjosastro, 2007).
b. Palpasi
Pada vulva teraba benjolan atau pembengkakan pada kelenjar Bartholini
(Wiknjosastro, 2007).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pap smear
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kanker / kista (mast, 2010)
b. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb (Hemaglobin) dapat menunjukkan anemia kronis sementara penurunan
Ht (Hematokrit) menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP (Sel darah putih)
dapat mengindikasikan proses inflamasi / infeksi (salim, 2009).
c. CA 125
Titer CA 125 serum sering membantu membedakan antara massa yang benigna dan
maligna. Terutama pada pasien pasca menopause (Widjanarko, 2007).

F. Pencegahan Pada Kista Bartholini


Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan
harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.
Kebersihan itu sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang
sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi
seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.
Penyebab dari Kista Bartholini adalah karena penyumbatan pada saluran kelenjar
Bartholini yang menyebabkan akumulasi cairan. Penyebab penyumbatan diduga akibat
infeksi atau adanya pertumbuhan kulit pada penutup saluran kelenjar Bartholini. kista dapat
terinfeksi, membentuk abses. Kurangnya kebersihan diri menyebabkan sejumlah bakteri
dapat masuk dan menyebabkan infeksi, termasuk bakteri yang umum, seperti Escherichia
coli (E. coli), serta bakteri yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti gonore dan
klamidia (Stevania, 2012).
Alat kelamin sangat rentan dengan terjangkitnya bakteri selain dari anus. Untuk itu
sangat disarankan seorang wanita untuk menjaga dan merawat alat genitalianya agar tidak
terkena infeksi dan terjangkit oleh bakteri agar terhindar dari penyakit infeksi. Adapun cara
untuk menjaga personal hygiene khususnya kebersihan genitalia dapat dilakukan dengan cara
mengubah gaya hidup menjadi gaya hidup bersih yaitu :
1. Mencuci hingga bersih bagian genitalia setelah buang air kecil atau buang air besar
Usahakan untuk selalu mencuci bagian luar alat kelamin dengan air. Untuk wanita, siram
dengan air dengan arah depan ke belakang. Hal ini untuk mencegah masuknya kuman
dari dubur ke vagina.
2. Menjaga kebersihan pakaian dalam
Dalam sehari, minimal mengganti pakaian dalam sebanyak dua kali untuk menjaga
kebersihan. Selain itu pilihlah bahan celana dalam yang dapat mudah menyerap keringat,
karena jika tidak jamur bisa menempel di alat kelamin. Hindari untuk saling bertukar
pakaian dalam dengan orang lain bahkan itu keluarga sendiri, karena setiap orang
memiliki kondisi kelamin yang berbeda.
3. Menggunakan toilet umum
Sebaiknya gunakan selalu air yang keluar melalui keran atau tissu dan hindari
penggunaan dari bak/ember, karena menurut penelitian air yang tergenang di toilet umum
mengandung 70% jamur (penyebab keputihan dan rasa gatal pada vagina).
4. Merawat rambut yang tumbuh di sekitar alat genitalia
Hindari membersihkan bulu di daerah kemaluan dengan cara mencabut karena akan ada
lubang pada bekas bulu kemaluan tersebut dan menjadi jalan masuk bakteri, kuman, dan
jamur. Selanjutnya dapat menimbulkan iritasi dan penyakit kulit. Perawatan bulu itu
disarankan untuk dirapikan saja dengan memendekkan, dengan gunting atau dicukur
tetapi sebelumnya menggunakan busa sabun terlebih dahulu dan menggunakan alat cukur
khusus yang lembut, dan sudah dibersihkan dengan sabun dan air panas. Perlu diketahui
setelah menggunakan simpan dalam tempat yang bersih dan kering, jangan di tempat
yang lembab dan jangan menggunakannya secara bergantian bahkan dengan suami/isteri.
Rambut-rambut tersebut berfungsi untuk kesehatan alat kelamin, yaitu berguna untuk
merangsang pertumbuhan bakteri baik yang melawan bakteri jahat serta menghalangi
masuknya benda asing kecil ke dalam vagina, menjaga alat kelamin tetap hangat dan
merupakan bantalan ketika berhubungan seksual dan melindungi dari gesekan. Sehingga
perlu rajin menjaganya agar tidak menjadi sarang kutu dan jamur.
5. Pemakaian pantyliner
Pemakaian pantyliner tidak dianjurkan digunakan setiap hari, sebaiknya pantyliner hanya
digunakan ketika keputihan. Akan lebih baik jika membawa celana dalam pengganti
daripada menggunakan pantyliner tiap hari.
6. Hindari menggunakan celana dalam dan celana jeans yang sangat ketat
Memakai celana dalam dan celana jeans yang terlalu ketat di wilayah selangkangan dapat
menyebabkan kulit susah untuk bernafas dan akhirnya dapat menyebabkan daerah
tersebut berkeringat, lembab, mudah terkena jamur dan teriritasi. Pemakaian celana ketat
itu bagi pria dapat membuat peredaran darah yang tidak lancar dan membuat penis serta
testis dalam keadaan panas. Panas yang berlebihan oleh suhu, keringat dan pakaian yang
terlalu ketat, dapat menurunkan kualitas sperma.
7. Mengganti pembalut
Bagi para wanita yang sedang menstruasi/haid agar tidak malas mengganti pembalut
karena ketika menstruasi kuman-kuman mudah untuk masuk dan pembalut yang telah
ada gumpalan darah merupakan tempat berkembangnya jamur dan bakteri. Usahakan
untuk mengganti setiap 4 jam sekali, 2-3 kali sehari atau sudah merasa tidak nyaman.
Jangan lupa bersihkan vagina sebelumnya ketika mengganti pembalut.
8. Lakukan pemeriksaan rutin
Usahakan untuk selalu melakukan pemeriksaan rutin pada alat kelamin,Jika terdapat
sesuatu yang tidak seperti biasanya dan tidak terasa nyaman seperti munculnya benjolan
kecil di sekitar alat kelamin, segera konsultasikan ke dokter juga. dan Jika ada perubahan
warna, kadang disertai bau yang kurang sedap dan gatal-gatal pada alat kelamin,
segeralah berkonsultasi ke dokter (Anita, 2012).
G. Tanda dan Gejala
Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan membengkak, merah dan
nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak dan terasa nyeri bila penderita berjalan dan
sukar duduk (Djuanda, 2007). Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi
kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus.
Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan
atau duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri
pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva disertai
kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva (Amiruddin, 2004).
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses bartholini dengan
gajala klinik berupa (Amiruddin, 2004) :
1. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
2. Umunnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisem yang ditularkan
melaui hubungan seksual.
3. Pembengkakan pada vulva selam 2-4 hari.
4. Biasanya ada secret di vagina.
5. Dapat terjadi rupture spontan.

Tanda dan gejala yang dapat dilihat pada penderita kista bartolini adalah:
1. Pada vulva : perubahan warna kulit,membengkak, timbunan nanah dalam kelenjar, nyeri
tekan.
2. Pada Kelenjar bartolin: membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia berjalan atau
duduk,juga dapat disertai demam.
Kebanyakkan wanita penderita kista bartolini, datang ke rumah sakit dengan keluhan
keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan pasangannya, rasa sakit saat buang
air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin dan yang terparah adalah terdapat abses
pada daerah kelamin. Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan
bercampur dengan darah
H. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Penatalaksanaan kista bartholini tergantung pada beberapa faktor seperti gejala
klinik nyeri atau tidak, ukuran kista, dan terinfeksi tidaknya kista. Jika kistanya tidak besar
dan tidak menimbulkan ganguan tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Pada kasus jika
kista kecil hanya perlu diamati beberapa waktu untuk melihat ada tidaknya pembesaran
(Wiknjosastro, 2007).
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan, akan tetapi kadang-kadang
dirasakan sebagai benda berat dan menimbulkan kesulitan pada saat coitus. Jika kistanya
tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa.
Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pembedahan, tindakan itu terdiri atas ekstirpasi,
akan tetapi tindakan ini bisa menyebabkan perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan
marsupisialisasi sebagai tindakan tanpa resiko dan dengan hasil yang memuaskan. Pada
tindakan ini setelah diadakan sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka
dijahit pada kulit yang terbuka pada sayatan Tapi kalau kistanya besar dan menyebabkan
keluhan atau terinfeksi menjadi bisul (abses) terapi definitifnya berupa operasi kecil
(marsupialisasi). (Wiknjosastro, 2007)
Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding
kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak beresiko dan
hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum sampai tengah kista dan
daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 – 3 cm, tergantung besarnya kista
kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian dilakukan penjahitan pada bekas irisan.
Bedrest total dimulai pada hari pertama post operatif (Salim, 2009).

1. Konservatif
Sejumlah tindakan konservatif dapat dilakukan untuk membantu meringankan secara
sementara rasa nyeri yang berat sehubungan dengan infeksi kelenjar atau saluran
bartholini. Misalnya, anjurkan pasien untuk mencuci vulva engan air hangat beberapa
kali sehari. Berikan obat analgesik jika diperlukan. Setelah mengambil kultur,
pertimbangkan untuk memberikan antibiotik spekttrum luas yang efektif melawan
organisme yang tersering ditemukan pada infeksi ini seperti bakteri koliform, klamidia
dan gonokokus.

2. Marsupialisasi
Kadang merupakan terapi terpilih untuk pasien dibawah umur 40 tahun jika tidak di
indikasi eksisi kista. Selain itu marsupialisasi ditujukan untuk mencegah kekambuhan
dimasa mendatang.7

Marsupialisasi kista Bartholini.(I)

Kelenjar Bartholini kanan sangat membesar dan kritik.


Sulkus interlabianya hilang. Suatu insisi dibuat pada
sisi dalam labium minus di perbatasan sepertiga tengah
dan sepertiga posterior (Salim, 2009).

Marsupialisasi kista Bartholini (II)

Setelah kista dikosongkan, pelapisnya dijahit


ke kulit labium minus dengan jahitan terputus halus
sepanjang pinggir luka. Sepotong kasa dimasukkan
ke dalam ostium yang baru dibentuk (Salim, 2009).
3. Mengeksisi Kista Bartholini
Pada saat ini jarang ada keperluan mengeksisi kista Bartholini kecuali jika diduga
karsinoma kelenjar Bartholini, eksisi bisa menjelaskan diagnosis histologi.

Kulit labium minus diinsisi dan tepi luka


ditegangkan. Kemudian dinding kistanya
dikeluarkan secara tajam dengan scalpel (Salim,
2009).

4. Kateter Word
Kateter word biasanya digunakan untuk penanganan kista saluran bartolini dan abses.
Batang karet kateter ini memiliki panjang 1 inchi dan diameter no.10 french foley
catheter. Balon kecil yang ditiup di ujung kateter dapat menahan sekitar 3 ml larutan salin
atau garam. Setelah persiapan steril dan anestesi local, dinding kista atau abses dijepit
dengan forsep kecil, dan mata pisau no 11 digunakan untuk membuat sayatan 5 mm
(menusuk) kedalam kista atau abses. Sayatan harus berada dalam introitus hymenalis
eksternal terhadap daerah dilubang saluran. Jika sayatan terlalu besar, kateter word akan
jatuh keluar. Setelah dibuat sayatan, kateter word dimasukkan, dan ujung balon di
kembangkan dengan 2-3 ml larutan garam yang disuntikkan melalui pusat kateter yang
memungkinkan balon kateter untuk tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung
bebas kateter dapat di tempatkan dalam vagina. Untuk memungkinkan ephitelialisasi dari
pembedahan saluran di ciptakan, kateter word dibiarkan pada tempatnya selama empat
sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi dapat terjadi segera setelah tiga sampai
empat minggu. Jika kista bartolini atau abses terlalu dalam, penempatan kateter tidak
praktis, dan pilihan laian harus di pertimbangkan (Mast, 2010).

I. Pengkajian Fokus
a. Wawancara
Identitas klien, keluhan utama (nyeri), riwayat obstetrik, riwayat ginekologi, riwayat
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, keluhan sejak kunjungan terakhir, pengeluaran
pervaginam, riwayat kehamilan, riwayat persalinan.
b. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Tanda-tanda vital: Tekanan darah normal, nadi meningkat (> 100 x/mnt), suhu
meningkat (> 370C), RR normal (16 – 20 x/mnt)
Genitalia: Nyeri pada area genitalia, adanya benjolan lunak dan supel berisi cairan
berwarna kuning dan berbau, adanya perubahan warna kulit, udem pada labia
mayor posterior, adannya pengeluaran cairan pada kelenjar bartolini
c. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan urin
 Pemeriksaan kultur cairan vagina
d. Terapi
Pemberian antibiotik spektrum luas

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
1) Data biografi pasien
2) Riwayat kesehatan saat ini, meliputi : keluhan utama masuk RS, faktor pencetus, lamanya
keluhan, timbulnya keluhan, faktor yang memperberat, upaya yang dilakukan untuk
mengatasi, dan diagnosis medik.
3) Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi : penyakit yang pernah dialami, riwayat alergi,
imunisasi, kebiasaan merokok,minum kopi, obat-obatan dan alkohol
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Pemeriksaan fisik umum dan keluhan yang dialami. Untuk pasien dengan kanker servik,
pemeriksaan fisik dan pengkajian keluhan lebih spesifik ke arah pengkajian obstretri dan
ginekologi, meliputi :
 Riwayat kehamilan, meliputi : gangguan kehamilan, proses persalinan, lama
persalinan, tempat persalinan, masalah persalinan, masalah nifas serta laktasi, masalah
bayi dan keadaan anak saat ini
 Pemeriksaan genetalia
 Pemeriksaan payudara
 Riwayat operasi ginekologi
 Pemeriksaan pap smear
 Usia menarche
 Menopause
6) Masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
 Kesehatan lingkungan/higiene
 Aspek psikososial meliputi : pola pikir, persepsi diri, suasana hati,
hubungan/komunikasi, kebiasaan seksual, pertahanan koping, sistem nilai dan
kepercayaan dan tingkat perkembangan.
7) Data laboratorium dan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain
 Terapi medis yang diberikan
 Efek samping dan respon pasien terhadap terapi
8) Persepsi klien terhadap penyakitnya

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan sekunder
2) Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakanoperasi.
3) Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distress
emosional, ketetihan, control nyeri buruk
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit;
keterbatasan kognitif
6) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan dan perubahan perkembangan
penyakit

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1) Nyeri akut berhubungan NOC : Kontrol Nyeri  Kaji secara
dengan kerusakan Setelah dilakukan komphrehensif tentang
inkontinitus jaringan pemberian asuhan nyeri, meliputi: lokasi,
sekunder keperawatan selama 3x24 karakteristik, durasi,
jam, diharapkan respon frekuensi, kualitas,
nyeri pasien dapat intensitas/beratnya nyeri,
terkontrol dengan kriteria dan faktor-faktor
hasil sebagai berikut : pencetus
 Klien mampu mengenal  observasi isyarat-isyarat
faktor-faktor penyebab verbal dan non verbal
nyeri, beratnya dari ketidaknyamanan,
ringannya nyeri, durasi meliputi ekspresi wajah,
nyeri, frekuensi dan letak pola tidur, nasfu makan,
bagian tubuh yang nyeri aktifitas dan hubungan
 Klien mampu melakukan sosial.
tindakan pertolongan  Kolaborasi pemberian
non-analgetik, seperti analgetik sesuai dengan
napas dalam, relaksasi anjuran.
dan distraksi  Gunakan komunikiasi
 Klien melaporkan gejala- terapeutik agar pasien
gejala kepada tim dapat mengekspresikan
kesehatan nyeri
 Klien mampu  Kaji pengalaman masa
mengontrol nyeri lalu individu tentang
 Ekspresi wajah klien nyeri
rileks  Evaluasi tentang
 Klien melaporkan keefektifan dari tindakan
adanya penurunan mengontrol nyeri yang
tingkat nyeri dalam telah digunakan
rentang sedang (skala  Berikan dukungan
nyeri: 4 sampai 6) terhadap pasien dan
hingga nyeri ringan keluarga
(skala nyeri : 1 sampai 3)  Berikan informasi
 Klien melaporkan dapat tentang nyeri, seperti:
beristirahat dengan penyebab, berapa lama
nyaman terjadi, dan tindakan
 TTV dalam batas normal pencegahan
 Ajarkan penggunaan
teknik non-farmakologi
(seperti: relaksasi, guided
imagery, terapi musik,
dan distraksi)
 Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri
berdasarkan respon
pasien
 Anjurkan klien untuk
meningkatkan
tidur/istirahat
 Anjurkan klien untuk
melaporkan kepada
tenaga kesehatan jika
tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan lain

2) Cemas berhubungan NOC: Kontrol Cemas NIC:Menurunkan cemas


dengan kurang informasi Setelah dilakukan asuhan  Tenangkan pasien dan
tentang proses atau
keperawatann kepada kaji tingkat kecemasan
tindakanoperasi.
pasien selama3x24 jam, pasien
diharapkan pasien dapat  Jelaskan seluruh
mengkontrol cemas dengan prosedur tindakan kepada
kriteria hasil sebagai pasien dan perasaan yang
berikut: mungkin muncul pada
 Perawat memonitor saat melakukan tindakan
tingkat kecemasan  Berusaha memahami
pasien keadaan pasien (rasa
 Klien mampu empati)
menurunkan penyebab-  Berikan informasi
penyebab kecemasan tentang diagnosa,
 Perawat dan keluarga prognosis dan tindakan
dapat menurunkan dengan komunikasi yang
stimulus lingkungan baik
ketika pasien cemas  Mendampingi pasien
 Klien mampu mencari untuk mengurangi
informasi tentang hal-hal kecemasan dan
yang dapat dilakukan meningkatkan
untuk menurunkan kenyamanan
kecemasan  Dorong pasien untuk
 Klien mampu menyampaikan tentang
menggunakan strategi isi perasaannya
koping yang efektif  Ciptakan hubungan
 Klien melaporkan saling percaya
kepada perawat  Bantu pasien
penurunan kecemasan menjelaskan keadaan
 Klien mampu yang bisa menimbulkan
menggunakan teknik kecemasan
relaksasi untuk  Bantu pasien untuk
menurunkan cemas mengungkapkan hal hal
 Klien mampu yang membuat cemas
mempertahankan dan dengarkan dengan
hubungan social, dan penuh perhatian
konsentrasi  Ajarkan pasien teknik
 Klien melaporkan relaksasi
kepada perawat tidur  Anjurkan pasien untuk
cukup, tidak ada keluhan meningkatkan ibadah dan
fisik akibat kecemasan, berdoa
dan tidak ada perilaku  Kolaborasi dengan
yang menunjukkan dokter untuk pemberian
kecemasan obat-obatan yang
mengurangi kecemasan
pasien

3) Resiko perubahan nutrisi NOC : NIC :


: kurang dari kebutuhan Status nutrisi : intake 1) Manajemen Nutrisi
tubuh berhubungan makanan dan minuman  Kaji adanya alergi
dengan Setelah dilakukan asuhan makanan
distressemosional, keperawatann kepada  Kolaborasi dengan
ketetihan, control nyeri pasien selama 3x24 jam, ahli gizi untuk
buruk diharapkan status nutrisi menentukan jumlah
meliputi intake makanan nutrisi yang sesuai
dan minuman membaik dengan keadaan
dengan kriteria hasil pasien
sebagai berikut:  Anjurkan pasien
 Adanya peningkatan untuk meningkatkan
berat badan sesuai intake Fe, protein,
dengan tujuan karbohidrat, dan
 Klien mampu vitamin C
mengidentifikasi  Berikan diet yang
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi
 Tidak ada tanda tanda serat untuk mencegah
malnutrisi konstipasi
 Tidak terjadi penurunan  Berikan informasi
berat badan yang berarti tentang kebutuhan
nutrisi pasien
2) Monitoring nutrisi
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
 Berikan lingkungan
yang nyaman dan
bersih selama makan
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
 Kaji makanan
kesukaan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
 Monitor variasi
makanan yang
dikonsumsi pasien

4) Resiko tinggi infeksi NOC: Pengetahuan:Kontrol NIC


berhubungan dengan infeksi Kontrol Infeksi
trauma pada kulit atau Setelah dilakukan asuhan  Bersikan lingkungan
tindakan operasi. keperawatan kepada pasien setelah digunakan oleh
selama 3x24 jam, pasien
diharapkan pasien dapat  Ganti peralatan pasien
menjelaskan kembali cara setiap selesai tindakan
mengkontrol infeksi dengan  Batasi jumlah
kriteria hasil sebagai pengunjung
berikut:  Ajarkan cuci tangan
 Mampu menerangkan untuk menjaga kesehatan
cara-cara penyebaran individu
infeksi  Anjurkan pasien untuk
 Mampu menerangkan cuci tangan dengan tepat
factor-faktor yang  Gunakan sabun
berkontribusi dengan antimikrobial untuk cuci
penyebaran tangan
 Mampu menjelaskan  Anjurkan pengunjung
tanda-tanda dan gejala untuk mencuci tangan
 Mampu menjelaskan sebelum dan setelah
aktivitas yang dapat meninggalkan ruangan
meningkatkan resistensi pasien
terhadap infeksi  Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien
 Gunakan universal
precautions
 Lakukan perawatan
aseptic pada semua jalur
IV
 Lakukan teknik
perawatan luka dengan
memperhatikan prinsip
septik dan aseptik
 Anjurkan istirahat
 Kolaborasi pemberian
terapi antibiotik
 Ajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda-
tanda, gejala dari infeksi
dan cara pencegahan
infeksi

NIC
NOC
5) Kurang pengetahuan
1) Pembelajaran : proses
Pengetahuan: proses
berhubungan dengan penyakit
penyakit
kurangnya informasi Pengetahuan : prosedur
 Kaji tingkat
tentang penyakit; perawatan
pengetahuan klien
keterbatasan kognitif Setelah dilakukan asuhan
keperawatann kepada tentang penyakit
pasien selama 3x24  Jelaskan nama
jam, diharapkan pasien
penyakit, proses
dapat menjelaskan
kembali tentang proses penyakit, faktor
penyakit dan prosedur penyebab atau faktor
perawatan dengan kriteria
hasil sebagai berikut: pencetus, tanda dan
 Pasien mengenal nama gejala, cara
penyakit, proses meminimalkan
penyakit, faktor perkembangan
penyebab atau faktor penyakit, komplikasi
pencetus, tanda dan penyakit dan cara
gejala, cara mencegah komplikas
meminimalkan  Berikan informasi
perkembangan penyakit, tentang kondisi
komplikasi penyakit dan perkembangan klien
cara mencegah  Anjurkan klien untuk
komplikasi melaporkan tanda dan
 Pasien mengetahui gejala kepada petugas
prosedur perawatan, kesehatan
tujuan perawatan dan 2) Pembelajaran :
manfaat tindakan. prosedur/perawatan
 Informasikan klien
waktu pelaksanaan
prosedur/perawatan
 Informasikan klien
lama waktu
pelaksanaan
prosedur/perawatan
 Kaji pengalaman
klien dan tingkat
pengetahuan klien
tentang prosedur yang
akan dilakukan
 Jelaskan tujuan
prosedur/perawatan
 Instruksikan klien
utnuk berpartisipasi
selama
prosedur/perawatan
 Jelaskan hal-hal yang
perlu dilakukan
setelah
prosedur/perawatan
 Ajarkan tehnik koping
seperti relaksasi

6) Gangguan citra tubuh NOC NIC


berhubungan dengan Meningkatkan citra tubuh, Peningkatan citra tubuh
pembedahan dan Setelah dilakukan asuhan  Kaji penerimaan pasien
perubahan keperawatann kepada tentang kondisinya saat
perkembangan penyakit pasien selama 3x24 jam, ini
diharapkan citra tubuh atau  Bantu klien untuk
gambaran tubuh pasien mendiskusikan
meningkat dengan kriteria perubahan tubuh akibta
hasil sebagai berikut: penyakit
 Pasien mengungkapkan  Bantu klien untuk
penerimaan citra tubuh mendiskusikan fungsi
secara verbal maupuan tubuh yang terganggu
non verbal  Kaji perasaan klien
 Pasien mampu ketika berinteraksi
mempertahankan kontak dengan orang lain
mata ketika  Kaji persepsi klien dan
berkomunikasi keluarga tentang
 Pasien mampu perubahan tubuh yang
melakukan komunikasi terjadi
terbuka  Kaji strategi mengatasi
 Pasien menunjukkan masalah (koping) yang
tingkat kepercayaan diri digunakan
 Kaji apakah perubahan
gambaran diri
mempengaruhi hubungan
sosial klien
 Bantu klien
mengidentifikasi bagian
tubuh lain yang bernilai
positif
LAPORAN PENDAHULUAN
KISTA BARTHOLIN

DISUSUN OLEH :
ANGGRIE KARLOLITA M
G3A017012

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

Anda mungkin juga menyukai