PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat yang menyeluruh meliputi kesehatan
fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak adanya penyakit maupun
gangguan di segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dimana
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang memungkinkan
setiap orang hidup reproduktif secara sosial dan ekonomi (Depkes, 2001).
Salah satu penyebab dari tingginya angka kematian ibu adalah infeksi. Infeksi
yang sering ditemukan adalah infeksi pada sistem reproduksi wanita. Salah satu
infeksi pada sistem reproduksi yaitu penyakit kista dan yang paling sering di
temukan adalah Kista Bartholini. Kista ini merupakan masalah yang terbanyak di
1
temukan pada wanita usia reproduktif. Usia tersering timbulnya Kista Bartholini
adalah 20-30 tahun, yang merupakan insiden tertinggi dimana kurang dari 2 %
perempuan dapat mengalami Kista atau abses Bartholini pada suatu periode
kehidupannya (Amiruddin 2004).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami serta dapat melakukan asuhan
keperawatan pada klien dangan kista bartholin
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan kajian data pada Ny. S dengan kista bartholin
b. Melakukan interpretasi data pada Ny. S dengan kista bartholin
c. Menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan kista bartholin
d. Menentukan rencana tindakan untuk Ny. S dengan kista bartholin
e. Melaksanakan rencana tindakan pada Ny. S dengan kista bartholin
f. Melaksanakan evaluasi atas tindakan yang dilakukan pada Ny. S
dengan kista bartholin
C. RUANG LINGKUP
1. Sasaran
Wanita gangguan reproduksi kista bartholin
2. Tempat
Ruang Ayyub 1 Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
3. Waktu
Bulan November 2017
2
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Tujuan
c. Ruang lingkup
d. Sistematika penulisan
a. Definisi
b. Anatomi fisiloogi
c. Etiologi
d. Tanda dan gejala
e. Patofisiologi
f. Pathways
g. Pemeriksaan penunjang
h. Pencegahan
i. Penatalaksanaan
j. Pengkajian fokus
k. Diagnosa keperawatan
l. Intervensi
1. Pengkajian
2. Data fokus
3. Diagnose keperawatan
4. Intervensi
5. Implementasi
3
Bab IV Pembahasan
Bab 5 V Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran
4
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
1. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di
vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar
(Baradero, 2006).
2. Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat saluran
kelenjar Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi kuman Neisseria gonorrhoeae (Widjanarko, 2007).
3. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di
vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar.
Penyumbatan pada kelenjar Bartholini biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri (Baradero, 2006).
5
sel epitel skuamus (Amiruddin, 2004). Apabila kelenjar ini terinfeksi (salah satu
atau kedua duanya), salurannya dapat tersumbat karena melengket akibatnya
cairan yang dihasilkan oleh kelenjar tersebut akan menumpuk didalam rongganya.
Kelenjar menjadi besar, dan teraba menonjol sebagai Kista Bartholini (Rahman,
2008).
C. Etiologi
Sampai sekarang ini penyebab dari Kista Bartholini belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan pada
pembentukan estrogen (Mast, 2010). Faktor penyebab kista meliputi :
1. Umur
Kista Bartholini bisa menyerang pada umur berapapun, masalah kista sering
ditemui pada wanita muda, umumnya terjadi pada wanita usia 20- 35 tahun
terutama mereka yang belum pernah hamil atau baru hamil sekali tapi sifatnya
tidak ganas dimana pada usia reproduksi sangat rentang terjadi kista. Dimana
hormon estrogen pada usia reproduksi mulai berfungsi dengan baik. Pada usia
puberitas dan anak-anak jarang ditemukan dikarenakan hormon estrogen
belum berfungsi dengan baik namun kadang kista terjadi karena pengaruh
genetik atau keturunan. Lain halnya dengan kista pada wanita menopause,
yang biasanya mengarah pada kanker dan perlu dilakukan tindakan operatif
secepatnya. (Baradero, 2009).
2. Paritas
Kista Bartholini umumnya terjadi pada wanita yang belum pernah hamil dan
pernah hamil namun sekali, namun sifat kista ini tidak ganas. Penyebab pasti
belum diketahui namun, studi epidemiologi menyatakan beberapa faktor
resiko terjadinya kista, antara lain tidak menikah, tidak punya atau sedikit
anak, nulipara. Kista sangat erat kaitannya dengan wanita yang angka
melahirkannya rendah dan infertil atau tingkat kesuburannya rendah (Salim,
2009).
6
3. Riwayat Kista Bartholini Sebelumnya
Wanita yang pernah menderita Kista Bartholini sebelumnya memiliki resiko
terulangnya kista ini 20-40%. Tidak ada jaminan Kista Bartholini tidak akan
kambuh lagi setelah dilakukan pengobatan. Sebab tanpa memperhatikan
personal hygiene serta kurangnya pemeriksaan tentang kesehatan alat
reproduksi kista dapat timbul atau muncul kembali. Hal ini merupakan bagian
dari kista yang belum terpecahkan (Djuanda, 2007).
4. Jumlah pasangan seksual
Kista bisa terjadi pada wanita yang memiliki pasangan seks lebih dari satu.
Bila berhubungan seks hanya dengan pasangannya, dan pasangannya pun tak
melakukan hubungan seks dengan orang lain, maka tidak akan mengakibatkan
kista. Namun, bila memiliki pasangan lebih dari satu, hal ini terkait dengan
kemungkinan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma
Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga
membelah menjadi lebih banyak. Apabila terlalu banyak dan tidak sesuai
dengan kebutuhan, tentu akan menyebabkan timbulnya penyakit, misalnya
Kista Bartholini (Salim, 2009).
5. Gaya hidup yang tidak sehat
a. Mengkonsumsi makanan yang berlemak dan kurang sehat
Makanan merupakan sumber energi bagi tubuh agar semua organ tubuh
dapat berfungsi secara optimal. Pola makan yang sehat dapat menjadikan
tubuh kita sehat, sebaliknya dengan pola makan yang tidak sehat maka
tubuh kita rentang terhadap berbagai penyakit Ada beberapa hal yang
harus kita perhatikan agar kita mempunyai pola makan yang sehat, yaitu
jumlah makanan yang kita komsumsi, jenis makanan , dan jadwal makan.
Jenis makanan yang kita komsumsi harusnya mempunyai proporsi yang
seimbang antara karbohidrat, protein dan lemaknya. Komposisis yang
disarankan adalah 55-65% karbohidrat, 10-15% protein, 25-35% lemak.
Memilih jenis makanan yang hendak dikomsumsi perlu diperhatikan
7
komposisi atau kadar gizinya, hidangan direstoran seperti junk food yang
termasuk makanan berkelas dan bermutu namun banyak mengandung
lemak dan kolesterol. Makanan yang mengandung lemak dan kolesterol
dapat memicu terjadinya kista.
b. Kurang olahraga
Jarang berolahraga dan gerakan fisik. Bekerja dalam jangka waktu yang
panjang, jika bukan dalam bentuk dokumen pasti hampir menghabiskan
10 jam waktunya di hadapan komputer, saking sibuknya bahkan untuk
mengangkat kepala sejenak saja tidak sempat. Dan bekerja dengan sistem
duduk lama atau hidup dengan sistem horizontal, mudah mengakibatkan
tulang keropos dan penyakit lain. Kerja otak yang tegang dapat
menyebabkan penyelarasan cairan sistem saraf menjadi tidak normal,
menyebabkan metabolisme berupa minyak menjadi tidak teratur, dan
kolestrol darah meningkat.
c. Terpapar dengan polusi
Faktor pemicu kista saat ini banyak sekali, diantaranya pencemaran udara
akibat debu dan asap pembakaran kendaraan atau pabrik. Asap kendaraan,
misalnya, mengandung dioksin yang dapat memperlemah daya tahan
tubuh, termasuk daya tahan seluruh selnya. Kondisi ini merupakan pemicu
munculnya kista
d. Personal hygiene
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya, alat genitalia rentan dengan
terjangkitnya bakteri selain pada anus. Untuk itu sangat penting untuk
menjaga kebersihan diri terutma alat genitalia supaya tidak terinfeksi
bakteri yang bias saja memicu terjadinya kista bartholini. Selain Kista
Bartholini, kurangnya kesadaran akan personal hygiene juga dapat
8
memicu terjadinya penyakit infeksi kelamin, seperti kanker serviks (Setya,
2010).
6. Faktor genetic
Dalam tubuh kita terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu
protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya makanan yang bersifat
karsinogen, polusi atau terpapar zat kimia tertentu karena radiasi,
protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen yaitu gen pemicu kanker
(Setya, 2010).
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses bartholini
dengan gajala klinik berupa (Amiruddin, 2004) :
1. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
2. Umunnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisem yang
ditularkan melaui hubungan seksual.
3. Pembengkakan pada vulva selam 2-4 hari.
4. Biasanya ada secret di vagina.
5. Dapat terjadi rupture spontan.
9
Tanda dan gejala yang dapat dilihat pada penderita kista bartolini adalah:
1. Pada vulva : perubahan warna kulit,membengkak, timbunan nanah dalam
kelenjar, nyeri tekan.
2. Pada Kelenjar bartolin: membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia
berjalan atau duduk,juga dapat disertai demam.
Kebanyakkan wanita penderita kista bartolini, datang ke rumah sakit dengan
keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan pasangannya,
rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin dan yang
terparah adalah terdapat abses pada daerah kelamin. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur dengan darah
E. Patofisiologi
Kelenjar Bartholini terus menerus menghasilkan cairan, maka lama kelamaan
sejalan dengan membesarnya kista, tekanan didalam kista semakin besar. Dinding
kelenjar/kista mengalami peregangan dan meradang. Demikian juga akibat
peregangan pada dinding kista, pembuluh darah pada dinding kista terjepit
mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak mendapatkan pasokan darah
sehingga jaringan menjadi mati (Setyadeng, 2010).
10
Faktor presipitasi:
Infeksi mikroorganisme:
Faktor predisposisi:
a. Virus
a. Kebersihan area genitalia dan anus
b. Jamur
b. Hubungan seksual yang tidak sehat
c. Bakteri
c. Daya tahan tubuh menurun
Menginfeksi Vulva
Kerusakan jaringan
+ proses inflamasi Penurunan suplay darah
ke jaringan sekitar Tekanan pada pembuluh
darah genitalia eksternal Cemas
Perangsangan
reseptor nyeri
Sintesis
Protaglandin
Pelepasan Histamin, Nyeri
Vasokonstriksi perifer Bradikinin, dan Serotonin
12
keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat
perkembangan.
Penyebab dari Kista Bartholini adalah karena penyumbatan pada saluran kelenjar
Bartholini yang menyebabkan akumulasi cairan. Penyebab penyumbatan diduga
akibat infeksi atau adanya pertumbuhan kulit pada penutup saluran kelenjar
Bartholini. kista dapat terinfeksi, membentuk abses. Kurangnya kebersihan diri
menyebabkan sejumlah bakteri dapat masuk dan menyebabkan infeksi, termasuk
bakteri yang umum, seperti Escherichia coli (E. coli), serta bakteri yang
menyebabkan penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia (Stevania,
2012).
Alat kelamin sangat rentan dengan terjangkitnya bakteri selain dari anus. Untuk
itu sangat disarankan seorang wanita untuk menjaga dan merawat alat
genitalianya agar tidak terkena infeksi dan terjangkit oleh bakteri agar terhindar
dari penyakit infeksi. Adapun cara untuk menjaga personal hygiene khususnya
kebersihan genitalia dapat dilakukan dengan cara mengubah gaya hidup menjadi
gaya hidup bersih yaitu :
1. Mencuci hingga bersih bagian genitalia setelah buang air kecil atau buang air
besar
Usahakan untuk selalu mencuci bagian luar alat kelamin dengan air. Untuk
wanita, siram dengan air dengan arah depan ke belakang. Hal ini untuk
mencegah masuknya kuman dari dubur ke vagina.
2. Menjaga kebersihan pakaian dalam
Dalam sehari, minimal mengganti pakaian dalam sebanyak dua kali untuk
menjaga kebersihan. Selain itu pilihlah bahan celana dalam yang dapat mudah
menyerap keringat, karena jika tidak jamur bisa menempel di alat kelamin.
13
Hindari untuk saling bertukar pakaian dalam dengan orang lain bahkan itu
keluarga sendiri, karena setiap orang memiliki kondisi kelamin yang berbeda.
3. Menggunakan toilet umum
Sebaiknya gunakan selalu air yang keluar melalui keran atau tissu dan hindari
penggunaan dari bak/ember, karena menurut penelitian air yang tergenang di
toilet umum mengandung 70% jamur (penyebab keputihan dan rasa gatal pada
vagina).
4. Merawat rambut yang tumbuh di sekitar alat genitalia
Hindari membersihkan bulu di daerah kemaluan dengan cara mencabut karena
akan ada lubang pada bekas bulu kemaluan tersebut dan menjadi jalan masuk
bakteri, kuman, dan jamur. Selanjutnya dapat menimbulkan iritasi dan
penyakit kulit. Perawatan bulu itu disarankan untuk dirapikan saja dengan
memendekkan, dengan gunting atau dicukur tetapi sebelumnya menggunakan
busa sabun terlebih dahulu dan menggunakan alat cukur khusus yang lembut,
dan sudah dibersihkan dengan sabun dan air panas. Perlu diketahui setelah
menggunakan simpan dalam tempat yang bersih dan kering, jangan di tempat
yang lembab dan jangan menggunakannya secara bergantian bahkan dengan
suami/isteri. Rambut-rambut tersebut berfungsi untuk kesehatan alat kelamin,
yaitu berguna untuk merangsang pertumbuhan bakteri baik yang melawan
bakteri jahat serta menghalangi masuknya benda asing kecil ke dalam vagina,
menjaga alat kelamin tetap hangat dan merupakan bantalan ketika
berhubungan seksual dan melindungi dari gesekan. Sehingga perlu rajin
menjaganya agar tidak menjadi sarang kutu dan jamur.
5. Pemakaian pantyliner
Pemakaian pantyliner tidak dianjurkan digunakan setiap hari, sebaiknya
pantyliner hanya digunakan ketika keputihan. Akan lebih baik jika membawa
celana dalam pengganti daripada menggunakan pantyliner tiap hari.
14
6. Hindari menggunakan celana dalam dan celana jeans yang sangat ketat
Memakai celana dalam dan celana jeans yang terlalu ketat di wilayah
selangkangan dapat menyebabkan kulit susah untuk bernafas dan akhirnya
dapat menyebabkan daerah tersebut berkeringat, lembab, mudah terkena
jamur dan teriritasi. Pemakaian celana ketat itu bagi pria dapat membuat
peredaran darah yang tidak lancar dan membuat penis serta testis dalam
keadaan panas. Panas yang berlebihan oleh suhu, keringat dan pakaian yang
terlalu ketat, dapat menurunkan kualitas sperma.
7. Mengganti pembalut
Bagi para wanita yang sedang menstruasi/haid agar tidak malas mengganti
pembalut karena ketika menstruasi kuman-kuman mudah untuk masuk dan
pembalut yang telah ada gumpalan darah merupakan tempat berkembangnya
jamur dan bakteri. Usahakan untuk mengganti setiap 4 jam sekali, 2-3 kali
sehari atau sudah merasa tidak nyaman. Jangan lupa bersihkan vagina
sebelumnya ketika mengganti pembalut.
8. Lakukan pemeriksaan rutin
Usahakan untuk selalu melakukan pemeriksaan rutin pada alat kelamin,Jika
terdapat sesuatu yang tidak seperti biasanya dan tidak terasa nyaman seperti
munculnya benjolan kecil di sekitar alat kelamin, segera konsultasikan ke
dokter juga. dan Jika ada perubahan warna, kadang disertai bau yang kurang
sedap dan gatal-gatal pada alat kelamin, segeralah berkonsultasi ke dokter
(Anita, 2012).
15
apa. Pada kasus jika kista kecil hanya perlu diamati beberapa waktu untuk melihat
ada tidaknya pembesaran (Wiknjosastro, 2007).
Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding
kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak
beresiko dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum
sampai tengah kista dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 – 3 cm,
tergantung besarnya kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian
dilakukan penjahitan pada bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama
post operatif (Salim, 2009).
1. Konservatif
Sejumlah tindakan konservatif dapat dilakukan untuk membantu meringankan
secara sementara rasa nyeri yang berat sehubungan dengan infeksi kelenjar
atau saluran bartholini. Misalnya, anjurkan pasien untuk mencuci vulva engan
air hangat beberapa kali sehari. Berikan obat analgesik jika diperlukan
16
Setelah mengambil kultur, pertimbangkan untuk memberikan antibiotik
spekttrum luas yang efektif melawan organisme yang tersering ditemukan
pada infeksi ini seperti bakteri koliform, klamidia dan gonokokus.
2. Marsupialisasi
Kadang merupakan terapi terpilih untuk pasien dibawah umur 40 tahun jika
tidak di indikasi eksisi kista. Selain itu marsupialisasi ditujukan untuk
mencegah kekambuhan dimasa mendatang.7
17
3. Mengeksisi Kista Bartholini
Pada saat ini jarang ada keperluan mengeksisi kista Bartholini kecuali jika
diduga karsinoma kelenjar Bartholini, eksisi bisa menjelaskan diagnosis
histologi.
4. Kateter Word
Kateter word biasanya digunakan untuk penanganan kista saluran bartolini
dan abses. Batang karet kateter ini memiliki panjang 1 inchi dan diameter
18
no.10 french foley catheter. Balon kecil yang ditiup di ujung kateter dapat
menahan sekitar 3 ml larutan salin atau garam. Setelah persiapan steril dan
anestesi local, dinding kista atau abses dijepit dengan forsep kecil, dan mata
pisau no 11 digunakan untuk membuat sayatan 5 mm (menusuk) kedalam
kista atau abses. Sayatan harus berada dalam introitus hymenalis eksternal
terhadap daerah dilubang saluran. Jika sayatan terlalu besar, kateter word akan
jatuh keluar. Setelah dibuat sayatan, kateter word dimasukkan, dan ujung
balon di kembangkan dengan 2-3 ml larutan garam yang disuntikkan melalui
pusat kateter yang memungkinkan balon kateter untuk tetap berada di dalam
rongga kista atau abses. Ujung bebas kateter dapat di tempatkan dalam
vagina. Untuk memungkinkan ephitelialisasi dari pembedahan saluran di
ciptakan, kateter word dibiarkan pada tempatnya selama empat sampai enam
minggu, meskipun epithelialisasi dapat terjadi segera setelah tiga sampai
empat minggu. Jika kista bartolini atau abses terlalu dalam, penempatan
kateter tidak praktis, dan pilihan laian harus di pertimbangkan (Mast, 2010).
I. Pengkajian Fokus
a. Wawancara
Identitas klien, keluhan utama (nyeri), riwayat obstetrik, riwayat ginekologi,
riwayat perkawinan, pekerjaan, pendidikan, keluhan sejak kunjungan
terakhir, pengeluaran pervaginam, riwayat kehamilan, riwayat persalinan.
b. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Tanda-tanda vital: Tekanan darah normal, nadi meningkat (> 100 x/mnt),
suhu meningkat (> 370C), RR normal (16 – 20 x/mnt)
Genitalia: Nyeri pada area genitalia, adanya benjolan lunak dan supel berisi
cairan berwarna kuning dan berbau, adanya perubahan warna kulit, udem
pada labia mayor posterior, adannya pengeluaran cairan pada kelenjar
bartolini
19
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan urin
Pemeriksaan kultur cairan vagina
d. Terapi
Pemberian antibiotik spektrum luas
20
Menopause
6) Masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
Kesehatan lingkungan/higiene
Aspek psikososial meliputi : pola pikir, persepsi diri, suasana hati,
hubungan/komunikasi, kebiasaan seksual, pertahanan koping, sistem nilai
dan kepercayaan dan tingkat perkembangan.
7) Data laboratorium dan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain
Terapi medis yang diberikan
Efek samping dan respon pasien terhadap terapi
8) Persepsi klien terhadap penyakitnya
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan sekunder
2) Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau
tindakanoperasi.
3) Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
distress emosional, ketetihan, control nyeri buruk
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan
operasi.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit; keterbatasan kognitif
6) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan dan perubahan
perkembangan penyakit
21
3. Intervensi Keperawatan
22
Klien mampu nyeri
mengontrol nyeri Evaluasi tentang
Ekspresi wajah klien keefektifan dari
rileks tindakan mengontrol
Klien melaporkan nyeri yang telah
adanya penurunan digunakan
tingkat nyeri dalam Berikan dukungan
rentang sedang (skala terhadap pasien dan
nyeri: 4 sampai 6) keluarga
hingga nyeri ringan Berikan informasi
(skala nyeri : 1 sampai tentang nyeri, seperti:
3) penyebab, berapa lama
Klien melaporkan terjadi, dan tindakan
dapat beristirahat pencegahan
dengan nyaman Ajarkan penggunaan
TTV dalam batas teknik non-
normal farmakologi (seperti:
relaksasi, guided
imagery, terapi musik,
dan distraksi)
Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri
berdasarkan respon
pasien
Anjurkan klien untuk
meningkatkan
tidur/istirahat
Anjurkan klien untuk
23
melaporkan kepada
tenaga kesehatan jika
tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan
lain
24
hal yang dapat kecemasan dan
dilakukan untuk meningkatkan
menurunkan kenyamanan
kecemasan Dorong pasien untuk
Klien mampu menyampaikan tentang
menggunakan strategi isi perasaannya
koping yang efektif Ciptakan hubungan
Klien melaporkan saling percaya
kepada perawat Bantu pasien
penurunan kecemasan menjelaskan keadaan
Klien mampu yang bisa
menggunakan teknik menimbulkan
relaksasi untuk kecemasan
menurunkan cemas Bantu pasien untuk
Klien mampu mengungkapkan hal
mempertahankan hal yang membuat
hubungan social, dan cemas dan dengarkan
konsentrasi dengan penuh
Klien melaporkan perhatian
kepada perawat tidur Ajarkan pasien teknik
cukup, tidak ada relaksasi
keluhan fisik akibat Anjurkan pasien untuk
kecemasan, dan tidak meningkatkan ibadah
ada perilaku yang dan berdoa
menunjukkan Kolaborasi dengan
kecemasan dokter untuk
pemberian obat-obatan
yang mengurangi
25
kecemasan pasien
3) Resiko perubahan NOC : NIC :
nutrisi : kurang dari Status nutrisi : intake 1) Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh makanan dan minuman Kaji adanya alergi
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan makanan
distressemosional, keperawatann kepada Kolaborasi dengan
ketetihan, control pasien selama 3x24 jam, ahli gizi untuk
nyeri buruk diharapkan status nutrisi menentukan jumlah
meliputi intake makanan nutrisi yang sesuai
dan minuman membaik dengan keadaan
dengan kriteria hasil pasien
sebagai berikut: Anjurkan pasien
Adanya peningkatan untuk meningkatkan
berat badan sesuai intake Fe, protein,
dengan tujuan karbohidrat, dan
Klien mampu vitamin C
mengidentifikasi Berikan diet yang
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi
Tidak ada tanda tanda serat untuk
malnutrisi mencegah
Tidak terjadi konstipasi
penurunan berat badan Berikan informasi
yang berarti tentang kebutuhan
nutrisi pasien
2) Monitoring nutrisi
Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
26
dilakukan
Berikan lingkungan
yang nyaman dan
bersih selama
makan
Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
Monitor mual dan
muntah
Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
Kaji makanan
kesukaan
Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
27
Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
Monitor variasi
makanan yang
dikonsumsi pasien
28
tanda-tanda dan gejala untuk mencuci tangan
Mampu menjelaskan sebelum dan setelah
aktivitas yang dapat meninggalkan ruangan
meningkatkan pasien
resistensi terhadap Cuci tangan sebelum
infeksi dan sesudah kontak
dengan pasien
Gunakan universal
precautions
Lakukan perawatan
aseptic pada semua
jalur IV
Lakukan teknik
perawatan luka dengan
memperhatikan prinsip
septik dan aseptik
Anjurkan istirahat
Kolaborasi pemberian
terapi antibiotik
Ajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda-
tanda, gejala dari
infeksi dan cara
pencegahan infeksi
29
tentang penyakit; Pengetahuan : prosedur Kaji tingkat
keterbatasan kognitif perawatan pengetahuan klien
Setelah dilakukan asuhan tentang penyakit
keperawatann kepada Jelaskan nama
pasien selama 3x24 penyakit, proses
jam, diharapkan pasien penyakit, faktor
dapat menjelaskan penyebab atau
kembali tentang proses faktor pencetus,
penyakit dan prosedur tanda dan gejala,
perawatan dengan kriteria cara meminimalkan
hasil sebagai berikut: perkembangan
Pasien mengenal nama penyakit,
penyakit, proses komplikasi penyakit
penyakit, faktor dan cara mencegah
penyebab atau faktor komplikas
pencetus, tanda dan Berikan informasi
gejala, cara tentang kondisi
meminimalkan perkembangan klien
perkembangan Anjurkan klien
penyakit, komplikasi untuk melaporkan
penyakit dan cara tanda dan gejala
mencegah komplikasi kepada petugas
Pasien mengetahui kesehatan
prosedur perawatan, 2) Pembelajaran :
tujuan perawatan dan prosedur/perawatan
manfaat tindakan. Informasikan klien
waktu pelaksanaan
prosedur/perawatan
30
Informasikan klien
lama waktu
pelaksanaan
prosedur/perawatan
Kaji pengalaman
klien dan tingkat
pengetahuan klien
tentang prosedur
yang akan
dilakukan
Jelaskan tujuan
prosedur/perawatan
Instruksikan klien
utnuk berpartisipasi
selama
prosedur/perawatan
Jelaskan hal-hal
yang perlu
dilakukan setelah
prosedur/perawatan
Ajarkan tehnik
koping seperti
relaksasi
31
perkembangan kepada pasien selama ini
penyakit 3x24 jam, diharapkan Bantu klien untuk
citra tubuh atau gambaran mendiskusikan
tubuh pasien meningkat perubahan tubuh akibta
dengan kriteria hasil penyakit
sebagai berikut: Bantu klien untuk
Pasien mendiskusikan fungsi
mengungkapkan tubuh yang terganggu
penerimaan citra tubuh Kaji perasaan klien
secara verbal maupuan ketika berinteraksi
non verbal dengan orang lain
Pasien mampu Kaji persepsi klien dan
mempertahankan keluarga tentang
kontak mata ketika perubahan tubuh yang
berkomunikasi terjadi
Pasien mampu Kaji strategi mengatasi
melakukan komunikasi masalah (koping) yang
terbuka digunakan
Pasien menunjukkan Kaji apakah perubahan
tingkat kepercayaan gambaran diri
diri mempengaruhi
hubungan sosial klien
32
BAB III
RESUME KASUS KELOLAAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Klien bernama Ny. S usia 28 tahun, klien bertempat tinggal di jalan tegal
kangkung, klien sudah menikah dan beragama islam, bekerja sebagai
karyawan swasta. Adapun status obstetriknya yaitu G1P0A0. Penanggung
jawab klien yaitu Tn. F suami Ny. S bertempat tinggal di jalan tegal
kangkung dan bekerja sebagai karyawan swasta
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri dibagian luka bekas operasi marsupialisasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien dibawa ke IGD RS Roemani Semarang dengan keluhan nyeri
pada labia mayora karena terdapat benjolan yang membesar kembali,
sebelumnya klien mempunyai riwayat kista bartholin dan dilakukan
tindakan operasi marsupialisasi di RS Roemani Semarang pada
tanggal 17 September 2017. Saat ini klien hamil 11 minggu dengan
status obstetric G1P0A0. Pada tanggal 30 Oktober 2017 pukul 13.30
WIB klien dilakukan tindakan operasi marsupialisasi kembali. Hasil
laboratorium sebelum dilakukan operasi yaitu ditemukan kuman gram
positif pada epitel 5-8 /LP dan leukosit 3-5/LP. Saat pengkajian pada
tanggal 31 Oktober 2017 klien mengeluh nyeri pada daerah luka bekas
operasi. Klien terpasang RL 20 tpm dan terpasang kateter dan terdapat
rembesan pus kuning pada balutan post operasi
33
c. Riwayat kesehatan dahulu :
Sebelumnya klien sudah pernah dialkukan operasi marsupialisasi
dengan diagnose medik yang sama yaitu kista bartholin. Operasi
sebelumnya dilakukan pada tanggal 17 September 2017.
b. Pola Eliminasi
Di rumah : Klien mengatakan BAB 1x sehari, lancer, tetapi tidak tentu,
bau khas, BAK ± 4x/hari, warna kuning jernih ± 1500 ml/hari, terkadang
klien merasakan nyeri pada saat BAK
Di RS : Klien mengatakan tidak mengalami gangguan BAK, terpasang
kateter, urine 800 cc
34
c. Pola kognitif dan sensori
Di rumah : klien mengatakan komunikasi lancar menggunakan bahasa
jawa tidak menggunakan alat bantu dengar, penglihatan baik mampu
membedakan rasa
Di RS :
DS : klien mengatakan komunikasi lancar dengan perawat, mampu
mengikuti perintah dari perawat
P : klien mengatakan nyeri saat bergerak pada luka post operasi
Q : seperti disayat – sayat
R : daerah labia mayora dextra
S : skala 5
T : Nyeri hilang timbul
DO : klien menahan sakit pada bagian luka post operasi labia mayora
dextra. Post operasi marsupialisasi H+1
4. Riwayat Menstruasi
Klien menarche usia 14 tahum dan siklus menstruasi nya 28 hari. Klien
mengatakan lama menstruasi nya 5-7 hari
35
B. ANALISA DATA
36
nafsu makan, mual dan muntah ketidakseimbangan makanan
setiap makan, habis ½ porsi nutrisi : kurang dari
dari porsi RS kebutuhan tubuh
Do :
A : BB : 45 kg
TB : 155 cm
Lila : 21 cm
B : Hb : 9.7 g/dL
Ht : 29.4 %
C : - klien tampak lemas
- konjungtiva anemis
D : klien tidak nafsu makan,
mual dan muntah setiap
makan, habis ½ porsi dari porsi
RS
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Infeksi berhubungan dengan Ketidakadekuatan pertahan sekunder dan
prosedur invasive
2. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cedera fisik (operasi marsupialisasi)
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurangnya asupan makanan
37
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri akut NOC : Kontrol Nyeri Kaji secara
berhubungan dengan Setelah dilakukan komphrehensif tentang
kerusakan pemberian asuhan nyeri, meliputi: lokasi,
inkontinitus jaringan keperawatan selama 3x24 karakteristik, durasi,
sekunder jam, diharapkan respon frekuensi, kualitas,
nyeri pasien dapat intensitas/beratnya
terkontrol dengan kriteria nyeri, dan faktor-faktor
hasil sebagai berikut : pencetus
Klien mampu Kolaborasi pemberian
mengenal faktor-faktor analgetik sesuai
penyebab nyeri, dengan anjuran.
beratnya ringannya Berikan dukungan
nyeri, durasi nyeri, terhadap pasien dan
frekuensi dan letak keluarga
bagian tubuh yang Berikan informasi
nyeri tentang nyeri, seperti:
Klien mampu penyebab, berapa lama
melakukan tindakan terjadi, dan tindakan
pertolongan non- pencegahan
analgetik, seperti Ajarkan penggunaan
napas dalam, relaksasi teknik non-
dan distraksi farmakologi (seperti:
Klien melaporkan relaksasi, guided
gejala-gejala kepada imagery, terapi musik,
tim kesehatan dan distraksi)
Klien mampu Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri mengontrol nyeri
Ekspresi wajah klien berdasarkan respon
rileks pasien
38
Klien melaporkan Anjurkan klien untuk
adanya penurunan meningkatkan
tingkat nyeri dalam tidur/istirahat
rentang sedang (skala Anjurkan klien untuk
nyeri: 4 sampai 6) melaporkan kepada
hingga nyeri ringan tenaga kesehatan jika
(skala nyeri : 1 sampai tindakan tidak berhasil
3) atau terjadi keluhan
Klien melaporkan lain
dapat beristirahat
dengan nyaman
TTV dalam batas
normal
39
Tidak ada tanda tanda serat untuk
malnutrisi mencegah
Tidak terjadi konstipasi
penurunan berat badan Berikan informasi
yang berarti tentang kebutuhan
nutrisi pasien
2) Monitoring nutrisi
Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
Berikan lingkungan
yang nyaman dan
bersih selama
makan
Monitor mual dan
muntah
Kaji makanan
kesukaan
Monitor variasi
makanan yang
dikonsumsi pasien
40
mengkontrol infeksi kesehatan individu
dengan kriteria hasil Anjurkan pasien untuk
sebagai berikut: cuci tangan dengan
Mampu menerangkan tepat
cara-cara penyebaran Anjurkan pengunjung
infeksi untuk mencuci tangan
Mampu menerangkan sebelum dan setelah
factor-faktor yang meninggalkan ruangan
berkontribusi dengan pasien
penyebaran Cuci tangan sebelum
Mampu menjelaskan dan sesudah kontak
tanda-tanda dan gejala dengan pasien
Mampu menjelaskan Lakukan perawatan
aktivitas yang dapat aseptic pada semua
meningkatkan jalur IV
resistensi terhadap Lakukan teknik
infeksi perawatan luka dengan
memperhatikan prinsip
septik dan aseptik
Kolaborasi pemberian
terapi antibiotik
Ajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda-
tanda, gejala dari
infeksi dan cara
pencegahan infeksi
41
D. IMPLEMENTASI
Nama / Umur : Ny. S/ 28 tahun
Ruang / Unit : Ayub 1
42
10.00 WIB 1 Mengajarkan cuci tangan DS : pasien dan keluarga bersedia
kepada pasien & diajarkan cara cuci tangan
keluarga pasien DO : tampak mengikuti instruksi
perawat
43
10.15 WIB 2 Mengontrol lingkungan DS : keluarga bersedia membatasi
yang dapat pengunjung
mempengaruhi nyeri DO : klien tampak rileks
44
09.10 WIB 2 Melakukan perawatan DS : klien bersedia
luka DO : tampak luka bersih, balutan
tidak ada pus, klien tampak kesakitan
saat diganti balutan
45
E. EVALUASI KEPERAWATAN
RUANG/UNIT : Ayub 1
P : Lanjutkan Intervensi
S : Skala 5
TD : 103/66 mmHg
N : 101 x/menit
S : 37.8 0C
RR : 22 x/menit
P : lanjutkan Intervensi
46
3 S : Klien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan Anggrie
muntah setiap makan, habis ½ porsi dari porsi RS
TB : 155 cm - konjungtiva
Lila : 21 cm anemis
dari porsi RS
P : lanjutkan intervensi
P : Lanjutkan Intervensi
2
S : Klien mengatakan masih nyeri namun sedikit
berkurang
S : Skala 4
47
T : nyeri hilang timbul
P : lanjutkan Intervensi
TB : 155 cm - konjungtiva
Lila : 21 cm anemis
P : lanjutkan intervensi
P : Lanjutkan Intervensi
48
P : klien mengatakan nyeri saat bergerak pada
bagian luka post operasi
S : Skala 3
P : lanjutkan Intervensi
TB : 155 cm - konjungtiva
Lila : 21 cm anemis
P : lanjutkan intervensi
49
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada Ny S dengan
kista bartholini di ruang ayub I Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.
Penulis akan membahas tiap diagnosa keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi
yang diimplikasikan dengan konsep dasar, adapun diagnosa keperawatan utama yang
muncul yaitu : infeksi
A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian didapatkan data bahwa Ny. S mengeluh nyeri saat bergerak,
nyeri seperti disayat – sayat di daerah labia mayora kanan skala nyeri yaitu 5
hilang timbul hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Amiruddin,
2004 yaitu tanda dan gejala dari adanya kista terinfeksi maka dapat berkenbang
menjadi abses bartholini dengan gejala klinik berupa: Nyeri saat berjalan, duduk,
beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang pertama yaitu Infeksi berhubungan dengan Ketidakadekuatan
pertahan sekunder dan prosedur invasive. Infeksi yaitu suatu kondisi yang
mengalami peningkatan terserang organism patogenik. Karakteristik dari infeksi
yaitu : seperti kelelahan , kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
demam , keringat malam, menggigil, sakit dan nyeri. Lainnya adalah spesifik
50
untuk bagian tubuh individu, seperti ruam kulit. Dari hasil pemeriksaan Ny. S
didapatkan data subjektif bahwa Ny. S Klien mengatakan nyeri di luka operasi
sedangkan Data objektif klien tampak lemas, Tampak rembesan pus kuning
pada balutan, Hasil Lekosit : 15000/m3 (High).
Diagnosa yang kedua yaitu Nyeri akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
(operasi marsupialisasi). Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan. Karakteristik dari nyeri yaitu pada subjektif gejala dan
tanda mayor mengeluh nyeri pada objektitf tampak meringis, bersikap protektif,
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Gejala dan tanda minor pada
onjektif yaitu tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri.
Dari hasil pemeriksaan Klien mengatakan nyeri luka post operasi
marsupialisasi. klien mengatakan nyeri saat bergerak pada luka post operasi ,
seperti disayat – sayat, daerah labia mayora dextra, skala 5, Nyeri hilang timbul.
Data objektif : klien menahan sakit pada bagian luka post operasi labia mayora
dextra, post operasi marsupialisasi H+1. Tekanan Darah : 103/ 66 mmHg, Nadi
: 99 x/menit, Suhu : 37,8 oC, RR : 22 x/menit
51
: 45 kg, TB : 155 cm, Lila : 21 cm, Hb : 9.7 g/dL, Ht : 29.4 %, klien tampak
lemas, konjungtiva anemis, klien tidak nafsu makan, mual dan muntah setiap
makan, habis ½ porsi dari porsi RS
C. INTERVENSI KEPERAWATAN \
Berdasarkan diagnosa yang sudah dirumuskan, penulis menyusun criteria hasil
berdasarkan SMART yaitu S (Specific) dimana tujuan harus spesifik, M
(measureable) dimana tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya
tentang perilaku pasien : dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, T ( time)
mempunyai batasan waktu yang jelas ( Nursalam, 2008). Tujuan serta kriteria
hasil dari diagnose yang pertama adalah Setelah dilakukan asuhan keperawatan
kepada pasien selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat menjelaskan kembali
cara mengkontrol infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut: Mampu
menerangkan cara-cara penyebaran infeksi, Mampu menerangkan factor-faktor
yang berkontribusi dengan penyebaran, Mampu menjelaskan tanda-tanda dan
gejala, Mampu menjelaskan aktivitas yang dapat meningkatkan resistensi
terhadap infeksi. Intervensi cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, berikan
perawatan luka pada luka operasi, ajarkan cuci tangan kepada pasien dan
keluarga pasien, kolaborasi pemberian obat, inspeksi kondisi luka.
Tujuan dan kriteria hasil dari diagnose kedua yaitu Setelah dilakukan pemberian
asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan respon nyeri pasien dapat
terkontrol dengan kriteria hasil sebagai berikut : Klien mampu mengenal faktor-
faktor penyebab nyeri, beratnya ringannya nyeri, durasi nyeri, frekuensi dan
letak bagian tubuh yang nyeri, Klien mampu melakukan tindakan pertolongan
non-analgetik, seperti napas dalam, relaksasi dan distraksi, Klien melaporkan
gejala-gejala kepada tim kesehatan, Klien mampu mengontrol nyeri. Ekspresi
wajah klien rileks, Klien melaporkan adanya penurunan tingkat nyeri dalam
rentang sedang (skala nyeri: 4 sampai 6) hingga nyeri ringan (skala nyeri : 1
sampai 3), Klien melaporkan dapat beristirahat dengan nyaman, TTV dalam
batas normal. Intervensi lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, ajarkan
52
teknik nonfarmakologi, control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri,
kolaborasi pemberian obat.
Tujuan dan kriteria hasil dari diagnose yang ketiga adalah Status nutrisi : intake
makanan dan minuman. Setelah dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien
selama 3x24 jam, diharapkan status nutrisi meliputi intake makanan dan
minuman membaik dengan kriteria hasil sebagai berikut: Adanya peningkatan
berat badan sesuai dengan tujuan, Klien mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi, Tidak ada tanda tanda malnutrisi, Tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti. Intervensi kaji adanya alergi, kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah nutrisi yang sesuai dengan keadaan pasien, anjurkan klien
untuk meningkatkan intake fe, protein, karbohidrat dan vit C. berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi pasien.
53
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kista kelenjar bartholini dapat terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar
bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan seperti infeksi, peradangan. Cairan yang
dihasilkan kelenjar ini kemudian terakumulasi menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk satu kista. Beberapa defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa Kista
bartholini merupakan tumor kisti jinak. Ditimbulkan akibat duktus kelenjar bartholini
yang mengalami sumbatan, biasanya disebabkan oleh infeksi. Kuman yang sering
menginfeksi kelenjar bartholini adalah bakteri bakteri Gonococcus.
B. SARAN
1. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan diperlukan kerjasama dengan tim kesehatan
lain serta keluarga sehingga dapat dilakukan penentuan tindakan yang tepat.
2. Diharapkan seorang perawat memiliki pengetahuan yang lebih terampil dengan
menggunakan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki di dalam
memberikan asuhan keperawatanya.
3. Sebagai seorang perawat harus teliti dalam melakukan pengkajian agar tepat di dalam
menegakan diagnosa, intervensi maupun implementasi
54
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, D. (2004). Penyakit Menular Seksual. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK-UNHAS. Makassar
Anita.2012. Tips Merawat Alat Kelamin Wanita. http:// Anita dwi maharani.blogspot.com
Diakses tanggal 25 september 2017
Baradero, M. (2006). Seri Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Reproduksi dan
Seksualitas. Jakarta: EGC.
Djuanda, A. (2007). Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin. Edisi kelima. Cetakan kelima. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Inonesia.
Salim. (2009). Obgin Info Peduli Perempuan: Kista Bartholini. http://OBGINFO.com. Diakses
tanggal 25 september 2017.
Wiknjosastro, Hanifa .(2007). Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan kesembilan. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
55