Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA BARTHOLONI

Di Poli Obgyn RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

Untuk memenuhi tugas Keperawatan Maternitas

Oleh :
Ni Putu Devi Indriyani
P17211186022

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN


Pada Ny. F dengan Kista Bartholini

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Maternitas


Poli Obgyn RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

Oleh :
Ni Putu Devi Indriyani
P17211186022

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

(Ni Putu Devi Indriyani)


NIM. P17211186022

Preseptor Akademik Preseptor Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN KISTA BARTHOLINI

A. Pengertian
1. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di
vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar
(Baradero, 2006).
2. Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat saluran
kelenjar Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi kuman Neisseria gonorrhoeae (Widjanarko, 2007).
3. Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang ada di
vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak keluar.
Penyumbatan pada kelenjar Bartholini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri
(Baradero, 2006).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Kista Bartholini adalah


penyumbatan kelenjar bartholini karena terinfeksi oleh bakteri sehingga cairan
lubrikasi vagina tidak keluar dan menimbulkan benjolan (Baradero, 2006).

B. Anatomi pada Kelenjar Bartholini


Kelenjar Bartholini terdapat pada sepertiga bagian bawah vagina, dibalik
bibir kemaluan, disebelah kiri dan kanan. Kelenjar ini berfungsi untuk
menghasilkan cairan yang membasahi vagina terutama pada waktu bersenggama
(Baradero, 2006).
Kelenjar Bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 dan
8, mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran
pembuangannya sekitar 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran
pembuangan ini berakhir diantara labia minor dan hymen dan dilapisi sel-sel epitel
skuamus (Amiruddin, 2004). Apabila kelenjar ini terinfeksi (salah satu atau kedua
duanya), salurannya dapat tersumbat karena melengket akibatnya cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar tersebut akan menumpuk didalam rongganya. Kelenjar
menjadi besar, dan teraba menonjol sebagai Kista Bartholini (Rahman, 2008).
C. Etiologi
Sampai sekarang ini penyebab dari Kista Bartholini belum sepenuhnya dimengerti,
tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan pada pembentukan estrogen
(Mast, 2010). Faktor penyebab kista meliputi :
1. Umur
Kista Bartholini bisa menyerang pada umur berapapun, masalah kista sering
ditemui pada wanita muda, umumnya terjadi pada wanita usia 20- 35 tahun
terutama mereka yang belum pernah hamil atau baru hamil sekali tapi sifatnya
tidak ganas dimana pada usia reproduksi sangat rentang terjadi kista. Dimana
hormon estrogen pada usia reproduksi mulai berfungsi dengan baik. Pada usia
puberitas dan anak-anak jarang ditemukan dikarenakan hormon estrogen belum
berfungsi dengan baik namun kadang kista terjadi karena pengaruh genetik atau
keturunan. Lain halnya dengan kista pada wanita menopause, yang biasanya
mengarah pada kanker dan perlu dilakukan tindakan operatif secepatnya.
(Baradero, 2009).
2. Paritas
Kista Bartholini umumnya terjadi pada wanita yang belum pernah hamil dan
pernah hamil namun sekali, namun sifat kista ini tidak ganas. Penyebab pasti
belum diketahui namun, studi epidemiologi menyatakan beberapa faktor resiko
terjadinya kista, antara lain tidak menikah, tidak punya atau sedikit anak,
nulipara. Kista sangat erat kaitannya dengan wanita yang angka melahirkannya
rendah dan infertil atau tingkat kesuburannya rendah (Salim, 2009).
3. Riwayat Kista Bartholini Sebelumnya
Wanita yang pernah menderita Kista Bartholini sebelumnya memiliki resiko
terulangnya kista ini 20-40%. Tidak ada jaminan Kista Bartholini tidak akan
kambuh lagi setelah dilakukan pengobatan. Sebab tanpa memperhatikan
personal hygiene serta kurangnya pemeriksaan tentang kesehatan alat
reproduksi kista dapat timbul atau muncul kembali. Hal ini merupakan bagian
dari kista yang belum terpecahkan (Djuanda, 2007).
4. Jumlah pasangan seksual
Kista bisa terjadi pada wanita yang memiliki pasangan seks lebih dari satu. Bila
berhubungan seks hanya dengan pasangannya, dan pasangannya pun tak
melakukan hubungan seks dengan orang lain, maka tidak akan mengakibatkan
kista. Namun, bila memiliki pasangan lebih dari satu, hal ini terkait dengan
kemungkinan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma
Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga
membelah menjadi lebih banyak. Apabila terlalu banyak dan tidak sesuai
dengan kebutuhan, tentu akan menyebabkan timbulnya penyakit, misalnya
Kista Bartholini (Salim, 2009).
5. Gaya hidup yang tidak sehat
a. Mengkonsumsi makanan yang berlemak dan kurang sehat
Makanan merupakan sumber energi bagi tubuh agar semua organ tubuh
dapat berfungsi secara optimal. Pola makan yang sehat dapat menjadikan
tubuh kita sehat, sebaliknya dengan pola makan yang tidak sehat maka
tubuh kita rentang terhadap berbagai penyakit Ada beberapa hal yang harus
kita perhatikan agar kita mempunyai pola makan yang sehat, yaitu jumlah
makanan yang kita komsumsi, jenis makanan , dan jadwal makan. Jenis
makanan yang kita komsumsi harusnya mempunyai proporsi yang
seimbang antara karbohidrat, protein dan lemaknya. Komposisis yang
disarankan adalah 55-65% karbohidrat, 10-15% protein, 25-35% lemak.
Memilih jenis makanan yang hendak dikomsumsi perlu diperhatikan
komposisi atau kadar gizinya, hidangan direstoran seperti junk food yang
termasuk makanan berkelas dan bermutu namun banyak mengandung
lemak dan kolesterol. Makanan yang mengandung lemak dan kolesterol
dapat memicu terjadinya kista.
b. Kurang olahraga
Jarang berolahraga dan gerakan fisik. Bekerja dalam jangka waktu yang
panjang, jika bukan dalam bentuk dokumen pasti hampir menghabiskan 10
jam waktunya di hadapan komputer, saking sibuknya bahkan untuk
mengangkat kepala sejenak saja tidak sempat. Dan bekerja dengan sistem
duduk lama atau hidup dengan sistem horizontal, mudah mengakibatkan
tulang keropos dan penyakit lain. Kerja otak yang tegang dapat
menyebabkan penyelarasan cairan sistem saraf menjadi tidak normal,
menyebabkan metabolisme berupa minyak menjadi tidak teratur, dan
kolestrol darah meningkat.
c. Terpapar dengan polusi
Faktor pemicu kista saat ini banyak sekali, diantaranya pencemaran udara
akibat debu dan asap pembakaran kendaraan atau pabrik. Asap kendaraan,
misalnya, mengandung dioksin yang dapat memperlemah daya tahan tubuh,
termasuk daya tahan seluruh selnya. Kondisi ini merupakan pemicu
munculnya kista
d. Personal hygiene
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan
diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan
kebersihan untuk dirinya, alat genitalia rentan dengan terjangkitnya bakteri
selain pada anus. Untuk itu sangat penting untuk menjaga kebersihan diri
terutma alat genitalia supaya tidak terinfeksi bakteri yang bias saja memicu
terjadinya kista bartholini. Selain Kista Bartholini, kurangnya kesadaran
akan personal hygiene juga dapat memicu terjadinya penyakit infeksi
kelamin, seperti kanker serviks (Setya, 2010).
6. Faktor genetic
Dalam tubuh kita terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu
protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya makanan yang bersifat
karsinogen, polusi atau terpapar zat kimia tertentu karena radiasi, protoonkogen
ini dapat berubah menjadi onkogen yaitu gen pemicu kanker (Setya, 2010).
D. Patofisiologi
Kelenjar Bartholini terus menerus menghasilkan cairan, maka lama
kelamaan sejalan dengan membesarnya kista, tekanan didalam kista semakin besar.
Dinding kelenjar/kista mengalami peregangan dan meradang. Demikian juga akibat
peregangan pada dinding kista, pembuluh darah pada dinding kista terjepit
mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak mendapatkan pasokan darah
sehingga jaringan menjadi mati (Setyadeng, 2010).
Infeksi oleh kuman, maka terjadilah proses pembusukan, bernanah dan
menimbulkan rasa sakit. Karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit
terutama saat duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai
dengan demam. Pasien berjalan ibarat menjepit bisul di selangkangan (Djuanda,
2007).
Faktor presipitasi:
Infeksi mikroorganisme:
a. Virus Faktor predisposisi:
b. Jamur a. Kebersihan area genitalia dan anus
c. Bakteri b. Hubungan seksual yang tidak sehat
c. Daya tahan tubuh menurun

Menginfeksi Vulva

Kuman menginfeksi vestibula Menyumbat dan menghambat


Cairan pelumas tetap diproduksi
sepanjang ductus drainase pengeluaran cairan lubrikasi ke
permukaan labia minor dan mayor

Penumpukan cairan dan peningkatan Pembedahan


tekanan dimuara lubrikasi.

Kerusakan jaringan
+ proses inflamasi Penurunan suplay darah
ke jaringan sekitar Tekanan pada pembuluh
darah genitalia eksternal Cemas
Perangsangan
reseptor nyeri
Sintesis
Protaglandin
Pelepasan Histamin, Nyeri
Vasokonstriksi perifer Bradikinin, dan Serotonin

Peningkatan set point temperatur Hipoterm


i
E. Pemeriksaan Fisik pada Kista Bartholini
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada vulva tampak benjolan yaitu pertumbuhan Kista Bartholini, bentuknya
bundar menyerupai kelereng, berwarna kemeraha (wiknjosastro, 2007).
b. Palpasi
Pada vulva teraba benjolan atau pembengkakan pada kelenjar Bartholini
(Wiknjosastro, 2007).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pap smear
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kanker / kista (mast, 2010)
b. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb (Hemaglobin) dapat menunjukkan anemia kronis sementara
penurunan Ht (Hematokrit) menduga kehilangan darah aktif, peningkatan
SDP (Sel darah putih) dapat mengindikasikan proses inflamasi / infeksi
(salim, 2009).
c. CA 125
Titer CA 125 serum sering membantu membedakan antara massa yang
benigna dan maligna. Terutama pada pasien pasca menopause (Widjanarko,
2007).

F. Pencegahan Pada Kista Bartholini


Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan
dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu
dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan,
sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat
perkembangan.
Penyebab dari Kista Bartholini adalah karena penyumbatan pada saluran
kelenjar Bartholini yang menyebabkan akumulasi cairan. Penyebab penyumbatan
diduga akibat infeksi atau adanya pertumbuhan kulit pada penutup saluran kelenjar
Bartholini. kista dapat terinfeksi, membentuk abses. Kurangnya kebersihan diri
menyebabkan sejumlah bakteri dapat masuk dan menyebabkan infeksi, termasuk
bakteri yang umum, seperti Escherichia coli (E. coli), serta bakteri yang
menyebabkan penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia (Stevania,
2012).
Alat kelamin sangat rentan dengan terjangkitnya bakteri selain dari anus.
Untuk itu sangat disarankan seorang wanita untuk menjaga dan merawat alat
genitalianya agar tidak terkena infeksi dan terjangkit oleh bakteri agar terhindar
dari penyakit infeksi. Adapun cara untuk menjaga personal hygiene khususnya
kebersihan genitalia dapat dilakukan dengan cara mengubah gaya hidup menjadi
gaya hidup bersih yaitu :
1. Mencuci hingga bersih bagian genitalia setelah buang air kecil atau buang air
besar
Usahakan untuk selalu mencuci bagian luar alat kelamin dengan air. Untuk
wanita, siram dengan air dengan arah depan ke belakang. Hal ini untuk
mencegah masuknya kuman dari dubur ke vagina.
2. Menjaga kebersihan pakaian dalam
Dalam sehari, minimal mengganti pakaian dalam sebanyak dua kali untuk
menjaga kebersihan. Selain itu pilihlah bahan celana dalam yang dapat mudah
menyerap keringat, karena jika tidak jamur bisa menempel di alat kelamin.
Hindari untuk saling bertukar pakaian dalam dengan orang lain bahkan itu
keluarga sendiri, karena setiap orang memiliki kondisi kelamin yang berbeda.
3. Menggunakan toilet umum
Sebaiknya gunakan selalu air yang keluar melalui keran atau tissu dan hindari
penggunaan dari bak/ember, karena menurut penelitian air yang tergenang di
toilet umum mengandung 70% jamur (penyebab keputihan dan rasa gatal pada
vagina).
4. Merawat rambut yang tumbuh di sekitar alat genitalia
Hindari membersihkan bulu di daerah kemaluan dengan cara mencabut karena
akan ada lubang pada bekas bulu kemaluan tersebut dan menjadi jalan masuk
bakteri, kuman, dan jamur. Selanjutnya dapat menimbulkan iritasi dan penyakit
kulit. Perawatan bulu itu disarankan untuk dirapikan saja dengan
memendekkan, dengan gunting atau dicukur tetapi sebelumnya menggunakan
busa sabun terlebih dahulu dan menggunakan alat cukur khusus yang lembut,
dan sudah dibersihkan dengan sabun dan air panas. Perlu diketahui setelah
menggunakan simpan dalam tempat yang bersih dan kering, jangan di tempat
yang lembab dan jangan menggunakannya secara bergantian bahkan dengan
suami/isteri. Rambut-rambut tersebut berfungsi untuk kesehatan alat kelamin,
yaitu berguna untuk merangsang pertumbuhan bakteri baik yang melawan
bakteri jahat serta menghalangi masuknya benda asing kecil ke dalam vagina,
menjaga alat kelamin tetap hangat dan merupakan bantalan ketika berhubungan
seksual dan melindungi dari gesekan. Sehingga perlu rajin menjaganya agar
tidak menjadi sarang kutu dan jamur.
5. Pemakaian pantyliner
Pemakaian pantyliner tidak dianjurkan digunakan setiap hari, sebaiknya
pantyliner hanya digunakan ketika keputihan. Akan lebih baik jika membawa
celana dalam pengganti daripada menggunakan pantyliner tiap hari.
6. Hindari menggunakan celana dalam dan celana jeans yang sangat ketat
Memakai celana dalam dan celana jeans yang terlalu ketat di wilayah
selangkangan dapat menyebabkan kulit susah untuk bernafas dan akhirnya
dapat menyebabkan daerah tersebut berkeringat, lembab, mudah terkena jamur
dan teriritasi. Pemakaian celana ketat itu bagi pria dapat membuat peredaran
darah yang tidak lancar dan membuat penis serta testis dalam keadaan panas.
Panas yang berlebihan oleh suhu, keringat dan pakaian yang terlalu ketat, dapat
menurunkan kualitas sperma.
7. Mengganti pembalut
Bagi para wanita yang sedang menstruasi/haid agar tidak malas mengganti
pembalut karena ketika menstruasi kuman-kuman mudah untuk masuk dan
pembalut yang telah ada gumpalan darah merupakan tempat berkembangnya
jamur dan bakteri. Usahakan untuk mengganti setiap 4 jam sekali, 2-3 kali
sehari atau sudah merasa tidak nyaman. Jangan lupa bersihkan vagina
sebelumnya ketika mengganti pembalut.
8. Lakukan pemeriksaan rutin
Usahakan untuk selalu melakukan pemeriksaan rutin pada alat kelamin,Jika
terdapat sesuatu yang tidak seperti biasanya dan tidak terasa nyaman seperti
munculnya benjolan kecil di sekitar alat kelamin, segera konsultasikan ke
dokter juga. dan Jika ada perubahan warna, kadang disertai bau yang kurang
sedap dan gatal-gatal pada alat kelamin, segeralah berkonsultasi ke dokter
(Anita, 2012).
G. Tanda dan Gejala
Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan membengkak,
merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak dan terasa nyeri bila
penderita berjalan dan sukar duduk (Djuanda, 2007). Kista bartholini tidak selalu
menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan
menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista bartholini berukuran besar
dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista
bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu
sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva disertai
kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva (Amiruddin, 2004).
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses
bartholini dengan gajala klinik berupa (Amiruddin, 2004) :
1. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
2. Umunnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisem yang
ditularkan melaui hubungan seksual.
3. Pembengkakan pada vulva selam 2-4 hari.
4. Biasanya ada secret di vagina.
5. Dapat terjadi rupture spontan.
Tanda dan gejala yang dapat dilihat pada penderita kista bartolini adalah:
1. Pada vulva : perubahan warna kulit,membengkak, timbunan nanah dalam
kelenjar, nyeri tekan.
2. Pada Kelenjar bartolin: membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia berjalan
atau duduk,juga dapat disertai demam.
Kebanyakkan wanita penderita kista bartolini, datang ke rumah sakit dengan
keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan pasangannya,
rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin dan yang
terparah adalah terdapat abses pada daerah kelamin. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur dengan darah
H. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Penatalaksanaan kista bartholini tergantung pada beberapa faktor seperti
gejala klinik nyeri atau tidak, ukuran kista, dan terinfeksi tidaknya kista. Jika
kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan ganguan tidak perlu dilakukan
tindakan apa-apa. Pada kasus jika kista kecil hanya perlu diamati beberapa waktu
untuk melihat ada tidaknya pembesaran (Wiknjosastro, 2007).
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan, akan tetapi kadang-
kadang dirasakan sebagai benda berat dan menimbulkan kesulitan pada saat
coitus. Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pembedahan,
tindakan itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menyebabkan
perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupisialisasi sebagai tindakan tanpa
resiko dan dengan hasil yang memuaskan. Pada tindakan ini setelah diadakan
sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit
yang terbuka pada sayatan Tapi kalau kistanya besar dan menyebabkan keluhan
atau terinfeksi menjadi bisul (abses) terapi definitifnya berupa operasi kecil
(marsupialisasi). (Wiknjosastro, 2007)
Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan
dinding kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti
tidak beresiko dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum
sampai tengah kista dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 – 3 cm,
tergantung besarnya kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian
dilakukan penjahitan pada bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama
post operatif (Salim, 2009).
1. Konservatif
Sejumlah tindakan konservatif dapat dilakukan untuk membantu meringankan
secara sementara rasa nyeri yang berat sehubungan dengan infeksi kelenjar atau
saluran bartholini. Misalnya, anjurkan pasien untuk mencuci vulva engan air
hangat beberapa kali sehari. Berikan obat analgesik jika diperlukan. Setelah
mengambil kultur, pertimbangkan untuk memberikan antibiotik spekttrum luas
yang efektif melawan organisme yang tersering ditemukan pada infeksi ini
seperti bakteri koliform, klamidia dan gonokokus.

2. Marsupialisasi
Kadang merupakan terapi terpilih untuk pasien dibawah umur 40 tahun jika
tidak di indikasi eksisi kista. Selain itu marsupialisasi ditujukan untuk
mencegah kekambuhan dimasa mendatang.7
Marsupialisasi kista Bartholini.(I)

Kelenjar Bartholini kanan sangat membesar


dan kritik. Sulkus interlabianya hilang. Suatu
insisi dibuat pada sisi dalam labium minus di
perbatasan sepertiga tengah dan sepertiga
posterior (Salim, 2009).

Marsupialisasi kista Bartholini (II)

Setelah kista dikosongkan,


pelapisnya dijahit ke kulit labium minus
dengan jahitan terputus halus sepanjang
pinggir luka. Sepotong kasa dimasukkan
ke dalam ostium yang baru dibentuk
(Salim, 2009).
3. Mengeksisi Kista Bartholini
Pada saat ini jarang ada keperluan mengeksisi kista Bartholini kecuali jika
diduga karsinoma kelenjar Bartholini, eksisi bisa menjelaskan diagnosis
histologi.

Kulit labium minus diinsisi dan tepi luka


ditegangkan. Kemudian dinding
kistanya dikeluarkan secara tajam
dengan scalpel (Salim, 2009).

4. Kateter Word
Kateter word biasanya digunakan untuk penanganan kista saluran bartolini dan
abses. Batang karet kateter ini memiliki panjang 1 inchi dan diameter no.10
french foley catheter. Balon kecil yang ditiup di ujung kateter dapat menahan
sekitar 3 ml larutan salin atau garam. Setelah persiapan steril dan anestesi local,
dinding kista atau abses dijepit dengan forsep kecil, dan mata pisau no 11
digunakan untuk membuat sayatan 5 mm (menusuk) kedalam kista atau abses.
Sayatan harus berada dalam introitus hymenalis eksternal terhadap daerah
dilubang saluran. Jika sayatan terlalu besar, kateter word akan jatuh keluar.
Setelah dibuat sayatan, kateter word dimasukkan, dan ujung balon di
kembangkan dengan 2-3 ml larutan garam yang disuntikkan melalui pusat
kateter yang memungkinkan balon kateter untuk tetap berada di dalam rongga
kista atau abses. Ujung bebas kateter dapat di tempatkan dalam vagina. Untuk
memungkinkan ephitelialisasi dari pembedahan saluran di ciptakan, kateter
word dibiarkan pada tempatnya selama empat sampai enam minggu, meskipun
epithelialisasi dapat terjadi segera setelah tiga sampai empat minggu. Jika kista
bartolini atau abses terlalu dalam, penempatan kateter tidak praktis, dan pilihan
laian harus di pertimbangkan (Mast, 2010).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian Fokus
a. Wawancara
Identitas klien, keluhan utama (nyeri), riwayat obstetrik, riwayat ginekologi,
riwayat perkawinan, pekerjaan, pendidikan, keluhan sejak kunjungan terakhir,
pengeluaran pervaginam, riwayat kehamilan, riwayat persalinan.
b. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Tanda-tanda vital: Tekanan darah normal, nadi meningkat (> 100 x/mnt), suhu
meningkat (> 370C), RR normal (16 – 20 x/mnt)
Genitalia: Nyeri pada area genitalia, adanya benjolan lunak dan supel
berisi cairan berwarna kuning dan berbau, adanya perubahan warna kulit,
udem pada labia mayor posterior, adannya pengeluaran cairan pada
kelenjar bartolini
c. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan urin
 Pemeriksaan kultur cairan vagina
d. Terapi
Pemberian antibiotik spektrum luas

1. Pengkajian Keperawatan
1) Data biografi pasien
2) Riwayat kesehatan saat ini, meliputi : keluhan utama masuk RS, faktor
pencetus, lamanya keluhan, timbulnya keluhan, faktor yang memperberat,
upaya yang dilakukan untuk mengatasi, dan diagnosis medik.
3) Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi : penyakit yang pernah dialami, riwayat
alergi, imunisasi, kebiasaan merokok,minum kopi, obat-obatan dan alkohol
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Pemeriksaan fisik umum dan keluhan yang dialami. Untuk pasien dengan
kanker servik, pemeriksaan fisik dan pengkajian keluhan lebih spesifik ke arah
pengkajian obstretri dan ginekologi, meliputi :
 Riwayat kehamilan, meliputi : gangguan kehamilan, proses persalinan, lama
persalinan, tempat persalinan, masalah persalinan, masalah nifas serta
laktasi, masalah bayi dan keadaan anak saat ini
 Pemeriksaan genetalia
 Pemeriksaan payudara
 Riwayat operasi ginekologi
 Pemeriksaan pap smear
 Usia menarche
 Menopause
6) Masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
 Kesehatan lingkungan/higiene
 Aspek psikososial meliputi : pola pikir, persepsi diri, suasana hati,
hubungan/komunikasi, kebiasaan seksual, pertahanan koping, sistem nilai
dan kepercayaan dan tingkat perkembangan.
7) Data laboratorium dan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain
 Terapi medis yang diberikan
 Efek samping dan respon pasien terhadap terapi
8) Persepsi klien terhadap penyakitnya

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan sekunder
2) Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau
tindakanoperasi.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit; keterbatasan kognitif
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan dan perubahan
perkembangan penyakit
5) Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
distress emosional, ketetihan, control nyeri buruk
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan
operasi.
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1) Nyeri akut berhubungan NOC : Kontrol Nyeri  Kaji secara
dengan kerusakan Setelah dilakukan komphrehensif tentang
inkontinitus jaringan pemberian asuhan nyeri, meliputi: lokasi,
sekunder keperawatan selama 3x24 karakteristik, durasi,
jam, diharapkan respon frekuensi, kualitas,
nyeri pasien dapat terkontrol intensitas/beratnya nyeri,
dengan kriteria hasil sebagai dan faktor-faktor
berikut : pencetus
 Klien mampu mengenal  observasi isyarat-
faktor-faktor penyebab isyarat verbal dan non
nyeri, beratnya ringannya verbal dari
nyeri, durasi nyeri, ketidaknyamanan,
frekuensi dan letak meliputi ekspresi wajah,
bagian tubuh yang nyeri pola tidur, nasfu makan,
 Klien mampu melakukan aktifitas dan hubungan
tindakan pertolongan sosial.
non-analgetik, seperti  Kolaborasi pemberian
napas dalam, relaksasi analgetik sesuai dengan
dan distraksi anjuran.
 Klien melaporkan gejala-  Gunakan komunikiasi
gejala kepada tim terapeutik agar pasien
kesehatan dapat mengekspresikan
 Klien mampu nyeri
mengontrol nyeri
 Ekspresi wajah klien  Kaji pengalaman masa
rileks lalu individu tentang
 Klien melaporkan adanya nyeri
penurunan tingkat nyeri  Evaluasi tentang
dalam rentang sedang keefektifan dari tindakan
(skala nyeri: 4 sampai 6) mengontrol nyeri yang
hingga nyeri ringan telah digunakan
(skala nyeri : 1 sampai 3)  Berikan dukungan
 Klien melaporkan dapat terhadap pasien dan
beristirahat dengan keluarga
nyaman  Berikan informasi
 TTV dalam batas normal tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan
pencegahan
 Ajarkan penggunaan
teknik non-farmakologi
(seperti: relaksasi, guided
imagery, terapi musik,
dan distraksi)
 Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri
berdasarkan respon
pasien
 Anjurkan klien untuk
meningkatkan
tidur/istirahat
 Anjurkan klien untuk
melaporkan kepada
tenaga kesehatan jika
tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan lain
2) Cemas berhubungan NOC: Kontrol Cemas NIC:Menurunkan cemas
dengan kurang informasi Setelah dilakukan asuhan  Tenangkan pasien dan
tentang proses atau keperawatann kepada pasien kaji tingkat kecemasan
tindakanoperasi. selama3x24 jam, diharapkan pasien
pasien dapat mengkontrol  Jelaskan seluruh prosedur
cemas dengan kriteria hasil tindakan kepada pasien
sebagai berikut: dan perasaan yang
 Perawat memonitor mungkin muncul pada
tingkat kecemasan pasien saat melakukan tindakan
 Klien mampu  Berusaha memahami
menurunkan penyebab- keadaan pasien (rasa
penyebab kecemasan empati)
 Perawat dan keluarga  Berikan informasi
dapat menurunkan tentang diagnosa,
stimulus lingkungan prognosis dan tindakan
ketika pasien cemas dengan komunikasi yang
 Klien mampu mencari baik
informasi tentang hal-hal  Mendampingi pasien
yang dapat dilakukan untuk mengurangi
untuk menurunkan kecemasan dan
kecemasan meningkatkan
 Klien mampu kenyamanan
menggunakan strategi  Dorong pasien untuk
koping yang efektif menyampaikan tentang
 Klien melaporkan kepada isi perasaannya
perawat penurunan  Ciptakan hubungan
kecemasan saling percaya
 Klien mampu  Bantu pasien
menggunakan teknik menjelaskan keadaan
relaksasi untuk yang bisa menimbulkan
menurunkan cemas kecemasan
 Klien mampu  Bantu pasien untuk
mempertahankan mengungkapkan hal hal
hubungan social, dan yang membuat cemas dan
konsentrasi dengarkan dengan penuh
 Klien melaporkan kepada perhatian
perawat tidur cukup,  Ajarkan pasien teknik
tidak ada keluhan fisik relaksasi
akibat kecemasan, dan  Anjurkan pasien untuk
tidak ada perilaku yang meningkatkan ibadah dan
menunjukkan kecemasan berdoa
 Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat-
obatan yang mengurangi
kecemasan pasien
3) Kurang pengetahuan NOC NIC
berhubungan dengan Pengetahuan: proses 1) Pembelajaran : proses
kurangnya informasi penyakit penyakit
Pengetahuan : prosedur
tentang penyakit;
perawatan  Kaji tingkat
keterbatasan kognitif Setelah dilakukan asuhan pengetahuan klien
keperawatann kepada tentang penyakit
pasien selama 3x24
 Jelaskan nama
jam, diharapkan pasien
dapat menjelaskan penyakit, proses
kembali tentang proses penyakit, faktor
penyakit dan prosedur
penyebab atau faktor
perawatan dengan kriteria
hasil sebagai berikut: pencetus, tanda dan
 Pasien mengenal nama gejala, cara
penyakit, proses meminimalkan
penyakit, faktor perkembangan
penyebab atau faktor penyakit, komplikasi
pencetus, tanda dan penyakit dan cara
gejala, cara mencegah komplikas
meminimalkan
perkembangan penyakit,  Berikan informasi
komplikasi penyakit dan tentang kondisi
cara mencegah perkembangan klien
komplikasi  Anjurkan klien untuk
 Pasien mengetahui melaporkan tanda dan
prosedur perawatan, gejala kepada petugas
tujuan perawatan dan kesehatan
manfaat tindakan. 2) Pembelajaran :
prosedur/perawatan
 Informasikan klien
waktu pelaksanaan
prosedur/perawatan
 Informasikan klien
lama waktu
pelaksanaan
prosedur/perawatan
 Kaji pengalaman klien
dan tingkat
pengetahuan klien
tentang prosedur yang
akan dilakukan
 Jelaskan tujuan
prosedur/perawatan
 Instruksikan klien
utnuk berpartisipasi
selama
prosedur/perawatan
 Jelaskan hal-hal yang
perlu dilakukan
setelah
prosedur/perawatan
 Ajarkan tehnik koping
seperti relaksasi
4) Gangguan citra tubuh NOC NIC
berhubungan dengan Meningkatkan citra tubuh, Peningkatan citra tubuh
pembedahan dan Setelah dilakukan asuhan  Kaji penerimaan pasien
perubahan keperawatann kepada pasien tentang kondisinya saat
perkembangan penyakit selama 3x24 jam, ini
diharapkan citra tubuh atau  Bantu klien untuk
gambaran tubuh pasien mendiskusikan
meningkat dengan kriteria perubahan tubuh akibta
hasil sebagai berikut: penyakit
 Pasien mengungkapkan  Bantu klien untuk
penerimaan citra tubuh mendiskusikan fungsi
secara verbal maupuan tubuh yang terganggu
non verbal  Kaji perasaan klien ketika
 Pasien mampu berinteraksi dengan orang
mempertahankan kontak lain
mata ketika  Kaji persepsi klien dan
berkomunikasi keluarga tentang
 Pasien mampu perubahan tubuh yang
melakukan komunikasi terjadi
terbuka  Kaji strategi mengatasi
 Pasien menunjukkan masalah (koping) yang
tingkat kepercayaan diri digunakan
 Kaji apakah perubahan
gambaran diri
mempengaruhi hubungan
sosial klien
 Bantu klien
mengidentifikasi bagian
tubuh lain yang bernilai
positif
5) Resiko perubahan nutrisi NOC : NIC :
: kurang dari kebutuhan Status nutrisi : intake 1) Manajemen Nutrisi
tubuh berhubungan makanan dan minuman  Kaji adanya alergi
dengan Setelah dilakukan asuhan makanan
distressemosional, keperawatann kepada pasien  Kolaborasi dengan
ketetihan, control nyeri selama 3x24 jam, ahli gizi untuk
buruk diharapkan status nutrisi menentukan jumlah
meliputi intake makanan nutrisi yang sesuai
dan minuman membaik dengan keadaan
dengan kriteria hasil sebagai pasien
berikut:  Anjurkan pasien untuk
 Adanya peningkatan meningkatkan intake
berat badan sesuai Fe, protein,
dengan tujuan karbohidrat, dan
 Klien mampu vitamin C
mengidentifikasi  Berikan diet yang
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi
 Tidak ada tanda tanda serat untuk mencegah
malnutrisi konstipasi
 Tidak terjadi penurunan  Berikan informasi
berat badan yang berarti tentang kebutuhan
nutrisi pasien
2) Monitoring nutrisi
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
 Berikan lingkungan
yang nyaman dan
bersih selama makan
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
 Kaji makanan
kesukaan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
Monitor variasi makanan
yang dikonsumsi pasien
6) Resiko tinggi infeksi NOC: Pengetahuan:Kontrol NIC
berhubungan dengan infeksi Kontrol Infeksi
trauma pada kulit atau Setelah dilakukan asuhan  Bersikan lingkungan
tindakan operasi. keperawatan kepada pasien setelah digunakan oleh
selama 3x24 jam, pasien
diharapkan pasien dapat
menjelaskan kembali cara  Ganti peralatan pasien
mengkontrol infeksi dengan setiap selesai tindakan
kriteria hasil sebagai  Batasi jumlah
berikut: pengunjung
 Mampu menerangkan  Ajarkan cuci tangan
cara-cara penyebaran untuk menjaga kesehatan
infeksi individu
 Mampu menerangkan  Anjurkan pasien untuk
factor-faktor yang cuci tangan dengan tepat
berkontribusi dengan  Gunakan sabun
penyebaran antimikrobial untuk cuci
 Mampu menjelaskan tangan
tanda-tanda dan gejala  Anjurkan pengunjung
 Mampu menjelaskan untuk mencuci tangan
aktivitas yang dapat sebelum dan setelah
meningkatkan resistensi meninggalkan ruangan
terhadap infeksi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8,


(terjemahan). Jakarta : EGC

Dinata, F. (2011). Jurnal Kelainan pada Kelenjar Bartolin. Bandung: Media


Komunikasi PPDS ObGyn Unair

Medforth, J. Dkk. (2012). Kebidanan Oxford Edisi Terjemahan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai