Penyusun :
dr. Mila Rosmalia
Pembimbing:
dr. Fatkhur Roofi
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn M
Umur : 81 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama :Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Binangun 3/2 Bandar, Batang
No. CM : 367532
Tanggal Masuk : 23 Februari 2017
B. ANAMNESIS
C. PEMERIKSAAN FISIK
2. Kesadaran : composmentis
3. Tanda vital
a. Pemeriksaan kepala
b. Pemeriksaan Leher
Rectal Toucher :
Tonus sfingter ani cukup, mukosa licin, ampula recti colaps (+), nodul (-), massa (-),
nyeri tekan (-).
Prostat: permukaan rata, lateral kanan dan kiri simetris 2 cm, sulkus medianus cekung,
polus anterior teraba, nyeri tekan (-), nodul (-).
Sarung tangan: feses (-), lendir (-), darah (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Diff Count
Neutrofil 67.0 % 42 74
Limfosit 18.7 % 17 45
Monosit 9.0 % 5.0 12.0
Eosinofil 5.1 % 1.0 7.0
Basofil 0.2 % 01
LimfositAbsolut 1.66 103/ul 0.9 5.20
LED
LED 1 jam H 22.0 mm/jam < 15
LED 2 jam H 53.0 mm/2jam < 20
Kimia Klinik
GDS H 189 mg/dl < 140
Ureum 28.4 mg/dl 10.0 50.0
Kreatinin 0.87 mg/dl 0.8 1.3
Elektrolit
Natrium 136.0 mmol/l 135.0 148.0
Kalium 3.8 mmol/l 3.5 5.3
Chlorida L 96 mmol/l 98.0 107.0
Sero Imunologi
Anti HBs Negative Negatitive
HBsAg Negative Negative
E DIAGNOSIS KERJA
F PENATALAKSANAAN
RENCANA AWAL
Dx : S : pro Hernioraphy CITO
O : Lab Darah Rutin, Ureum, Creatinin, GDS, CT, BT, Elektrolit, HBsAg
Rx :
Infus RL 40 tpm
O2 3 lt/menit nasal kanul
DC cateter
Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Ex :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien bahwa pasien
menderita hernia skrotalis sinistra inkaserata yang menyebabkan benjolan di pelir kiri
pasien
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai tindakan dan resiko dari operasi
hernioraphy yang akan dimana bila tidak dilakukan tindakan operasi akan mengancam
jiwa pasien
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan
untuk persiapan tindakam operasi hernioraphy
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai tatalaksana pasca operasi tentang
perawatan luka akibat tindakan operasi
PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Functionam : Ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam
FOLLOW UP
S O P
24-02- Nyeri luka KU :baik RL 20 tpm
2017 jahitan Kes : komposmentis Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
(di Tekanan darah : 140/80 Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
bangsal) Nadi : 86 kali/menit Inj. Ulvice 1A/24 jam
Laju pernapasan : 20 kali
Suhu : 36,2o C
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Thorax :
Cor : BJ I-II intensitas
regular, bising (-), batas dbn
Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut
// dinding dada, distensi
(-) terdapat jahitan pada
perut kiri, luka OP baik
Auskultasi : Bising usus
(+) Normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
Akral dingin -
Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut
// dinding dada, distensi
(-) terdapat jahitan pada
perut kiri, Luka OP baik
Auskultasi : Bising usus
(+) Normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
Akral dingin -
Pulmo :
Inspeksi :
pengembangan dada
ka=ki,
Palpasi : fremitus ka=ki
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+)
ronky -/-
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut
// dinding dada, distensi
(-) terdapat jahitan pada
perut kiri, luka OP baik
Auskultasi : Bising usus
(+) Normal
Perkusi : timpani,
Palpasi : Supel (+),
nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
Akral dingin -
HASIL PEMBELAJARAN
Subyektif :
Autoanamnesis dilakukan di IGD RSUD Batang pada tanggal 23 Februari 2017
Keluhan Utama : sesak
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan benjolan di kantong pelir kiri 5 tahun lalu. 1
hari SMRS, pasien merasakan mual (+), muntah (+) 2x, seperti apa yang dimakan dan
diminum, @ sebanyak gelas, darah (-), perut terasa kembung (+). BAB (-) 2 hari,
flatus (-), nyeri pada benjolan (-) , BAK terakhir 4 jam sebelum masuk rumah sakit,
jumlah cukup, warna kuning jernih. Keluarga pasien lalu memutuskan untuk berobat ke
RSUD Batang.
Objektif :
Seorang pria, usia 81 tahun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hasil sebagai berikut :
pada pemeriksaan Regio inguinalis s/d regio scrotalis sinistra pada inspeksi terlihat
benjolan berbentuk seperti buah pir dari regio ingunalis sampai pada skrotum sinistra.
Pada palpasi didapatkan tidak ada nyeri tekan, konsistensi kenyal, tidak ada fluktuasi,
testis teraba terpisah dari benjolan. Finger test (+) teraba benjolan pada ujung jari.
Inguinal dan skrotum dextra tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi: Bising usus (+)
skrotum sinistra. Dari Anamnesa dan pemeriksaan fisik mendukung diagnosis kearah
Hernia Scrotalis Sinistra Inkarserata.
Assesment : Hernia Scrotalis Sinistra Inkarserata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas
lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia
bawaan, akuisita maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah untuk pernapasan,
proses berkemih dan buang air besar dengan meningkatkan tekanan intraabdomen. Perdarahan
dinding perut antara lain craniodorsal diperoleh dari cabang aa. intercostales VI s/d XII dan
a.epigastrika superior, caudal diperoleh dari a. iliaca sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda
eksterna dan a.epigastrika inferior. Persarafan dinding perut secara segmental oleh n.thorakalis
VI s/d XII dan n. lumbalis I. 2
Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang melewati bagian bawah dinding
abdomen anterior. Saluran ini memungkinkan struktur-struktur yang melewati menuju ke dan
dari testis ke abdomen pada pria. Pada wanita, saluran ini dilewati oleh ligamen rotundum uteri,
dari uterus ke labium mayus. Panjang canalis inguinalis dewasa sekitar 4 cm, terbentuk dari
annulus inguinalis profundus/ interna sampai annulus inguinalis superfisialis / eksterna. Canalis
inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas ligamen inguinale. Pada neonatus, annulus inguinalis
interna terletak hampir tepat posterior terhadap annulus inguinalis eksterna sehingga canalis
inguinalis pada usia ini sangat pendek. Kemudian annulus interna bergerak ke arah lateral
akibat pertumbuhan. Saluran ini dilewati nervus ilioinguinalis pada kedua jenis kelamin.2
Canalis inguinalis dibentuk oleh dinding anterior, posterior, superior dan inferior.
Dinding anterior dibentuk oleh aponeurosis m. obliquus eksternus abdominis yang diperkuat di
1/3 lateralnya oleh serabut-serabut m. obliquus internus abdominis. Seluruh panjang dinding
posterior canalis inguinalis dibentuk oleh fascia transversalis yang diperkuat oleh conjoint
tendon di 1/3 medialnya. Conjoint tendon adalah gabungan tendon insersi m. obliquus internus
abdominis dan m. transversus abdominis, yang melekat pada crista pubica dan linea pectinea.
Dasar atau dinding inferior canalis inguinalis dibentuk oleh ligamentum inguinale dan
ligementum lacunar, sedangkan atapnya dibentuk oleh m. obliquus internus abdominis dan m.
transversus abdominis. Canalis inguinalis dibatasi oleh annulus inguinalis internus di
craniolateral yang merupakan bagian terbuka dari fascia transversalis dan aponeurosis
m.transversus abdominis. Di medial bawah, di atas tuberculum pubicum, canal ini dibatasi oleh
annulus inguinalis eksternus yang merupakan bagian terbuka dari aponeurosis m. obliquus
eksternus. Canal berisi funikulus spermatikus pada pria dan ligamentum rotundum pada wanita,
n. ilio inguinalis serta filament dari n. genito femoralis.2
Annulus inguinalis eksterna merupakan defek yang berbentuk segitiga ( Hesselbachs
triangle) pada aponeurosis m.obliquus eksternus dan dasarnya dibentuk oleh crista pubica.
Pinggir annulus merupakan origo fascia spermatica externa. Batas lateral adalah arteri
epigastrika inferior, batas medial adalah tepi lateral m. rectus abdominis, batas inferior adalah
ligamentum inguinale dan batas posterior adalah fascia transversalis2. Annulus inguinalis
interna adalah suatu lubang berbentuk oval pada fascia transversalis, yang terletak sekitar 3 cm
di atas ligamentum inguinale, pertengahan antara SIAS dan symphisis pubis. Di sebelah medial
annulus inguinalis interna terdapat a.v.epigastrika inferior. Pinggir annulus merupakan origo
fascia spermatica interna pada pria atau pembungkus bagian dalam ligamentum rotundum uteri
pada wanita.2
Pada laki laki, penutupan yang berhubungan dengan terjadinya hernia ini memerlukan
pengetahuan embriologis yang berhubungan dengan turunnya testis. Mula-mula testis tumbuh
sebagai suatu struktur di daerah ginjal dalam abdomen (retroperitoneal). Selama pertumbuhan
fetus, testis akan turun (descensus testis) dari dinding belakang abdomen menuju ke dalam
scrotum. Selama penurunan ini, peritoneum yang ada di depannya ikut terbawa serta sebagai
suatu tube, yang melalui canalis inguinalis masuk ke dalam scrotum. Penonjolan peritoneum ini
disebut processus vaginalis. Sebelum lahir, processus ini akan mengalami obliterasi, kecuali
bagian yang mengelilingi testis yang disebut tunika vaginalis. Jika tunika vaginalis ini tetap
ada, akan ditemukan hubungan langsung antara cavum peritonei dengan scrotum di mana
berpotensial menyebabkan terjadinya hernia inguinalis.1,2
2.2 Hernia
Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (fascia dan muskuloaponeurotik) yang
menberi jalan keluar pada alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-
aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas 3 hal : cincin, kantong dan isi hernia.1,2
Klasifikasi1,2
Hernia inguinalis merupakan protrusi viscus atau organ dari cavum peritoneal ke
dalam canalis inguinalis melalui sebuah defek di dinding perut.
Klasifikasi
Hernia inguinalis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, antara lain
1. Hernia inguinalis lateralis/indirect
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang keluar dari rongga peritoneum melalui
annulus inguinalis internus yang ada di sebelah lateral vasa epigastrika inferior,
menyelusuri canalis inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui annulus inguinalis
eksternus5. Hernia ini disebut juga hernia inguinalis indirect. Apabila hernia ini berlanjut,
tonjolan akan sampai ke scrotum, ini disebut hernia scrotalis. Kantong hernia berada di
dalam m. cremaster, yang terletak anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain
dalam funikulus spermatikus.
Pada hernia lateralis bayi dan anak, hernia disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak
menutupnya processus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke
scrotum. Hernia geser dapat terjadi di sebelah kanan atau kiri. Hernia yang di kanan berisi
saekum dan sebagian colon ascendens sedangkan yang di kiri berisi sebagian colon
descendens.
2. Hernia inguinalis medialis/direct
Hernia inguinalis direct disebut juga hernia inguinalis medialis karena menonjol langsung
ke depan melalui trigonum Hesselbach yang merupakan daerah yang dibatasi oleh
ligamentum inguinale (inferior), vasa epigastika inferior (lateral) dan tepi lateral m. rectus
abdominis (medial). Dasar trigonum Hesselbach ini dibentuk oleh fascia transversal yang
diperkuat oleh serat aponeurosis m. transversus abdominis yang kadang tidak sempurna
sehingga daerah ini berpotensial untuk menjadi lemah di mana bila tekanan intra
abdomen yang meningkat terjadi desakan organ intraperitoneal di mana menimbulkan
penonjolan ( protrusi). Hernia inguinalis medialis karena tidak keluar melalui canalis
inguinalis dan tidak ke scrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia
longgar.
Perbedaan hernia inguinalis lateralis dan medialis
Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita dan lebih sering pada sisi kanan
dibanding kiri disebabkan ukuran ligamentum rotundum dan persentase obliterasi dari
processus vaginalis testis lebih kecil dibanding obliterasi canalis nuck. Berbagai faktor
penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia di annulus inguinalis internus
yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Di samping itu,
diperlukan juga faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka
cukup lebar tersebut.
Canalis inguinalis adalah canal yang normal pada fetus. Pada masa perkembangan
embrional, testis awalnya berada di dalam rongga peritoneum. Pada bulan ke 8 kehamilan,
testis turun melalui canalis inguinalis untuk masuk ke dalam scrotum (decensus testis),
penurunan testis ini akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum yang disebut processus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, testis
turun ke dalam scrotum, processus vaginalis akan mengalami obliterasi dan menjadi sejenis
tali fibrosa tanpa lumen sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui canalis tersebut. Ujung
distal dari processus vaginalis tetap bertahan menjadi suatu membran yang mengelilingi
testis yang disebut tunika vaginalis. Namun dalam beberapa hal, seringkali canalis ini tidak
menutup. Karena testis kiri turun lebih dulu maka canalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka. Bila canalis inguinalis kiri terbuka biasanya canalis inguinalis kanan juga terbuka.
Dalam keadaan normal, canalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Jika ada
processus vaginalis yang tetap terbuka (paten) maka akan ada hubungan antara rongga
peritoneum dan regio inguinal dan scrotum. Jika ukuran processus vaginalis paten kecil,
maka hanya cairan saja yang dapat masuk melewatinya sehingga terbentuk hidrokel
komunikantes. Jika ukurannya cukup besar, maka usus, omentum dan isi rongga peritoneum
lain dapat masuk sehingga terbentuk hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang tua,
canalis tersebut telah menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resistant maka
keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdomen meningkat akan menyebabkan canal
dapa terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita.
Pada orang sehat, ada 3 mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis
antara lain canalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m. obliquus abdominis
internus yang menutup annulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fascia
transversa yang kuat di mana menutup trigonum Hesselbach yang umumnya hampir tidak
berotot. Gangguan pada mekanisme ini menyebabkan hernia. Faktor yang dianggap berperan
causal adalah adanya prosessus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga
perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia2. Pada neonatus kurang lebih 90%
processus vaginalis tetap terbuka sedangkan bayi umur 1 tahun sekitar 30% processus
vaginalis belum tertutup. Tapi tidak sampai 10% anak dengan processus vaginalis paten
menderita hernia. Pada lebih dari setengah populasi anak, dapat dijumpai processus vaginalis
paten kontralateral tapi insiden hernia tidak lebih dari 20%. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa adanya processus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab
tunggal terjadinya hernia tapi diperlukan faktor lain seperti annulus inguinalis yang cukup
besar.
Tekanan intra abdomen yang meningkat secara kronik misalnya batuk kronik,
hipertrofi prostat, konstipasi dan ascites sering disertai hernia inguinalis. Dalam keadaan
relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus internus akan ikut kendor
sehingga tekanan intra abdomen tidak tinggi dan canalis inguinalis berjalan lebih vertikal dan
sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, canalis inguinalis berjalan lebih transversal
dan annulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam canalis
inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n. ilioinguinalis
dan n. iliofemoralis setelah appendiktomi.
Faktor-faktor yang dianggap mempermudah terjadinya hernia antara lain
- mengangkat barang yang terlalu berat
- obesitas
banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding abdomen dan menimbulkan lokus
minoris atau kelemahan kelemahan otot serta terjadi relaksasi dari annulus. Bila lemak
menginfiltrasi ke omentum dan mesenterium akan mengurangi volume rongga abdomen
sehingga terjadi peningkatan tekanan intra abdomen.
- batuk kronik
- sering mengejan saat buang air besar
- kehamilan
- aktivitas fisik yang berlebihan
- kongenital, dll
Diagnosis
Untuk menegakkan suatu diagnosis diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang cermat dan teliti.
a. Anamnesis
Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Sebagian besar hernia asimptomatik dan kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan fisik
rutin dengan palpasi pada annulus inguinalis superfisialis. Pada hernia reponibel, keluhan
satu- satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri,
batuk, bersin, atau mengejan, dan menghilang setelah berbaring. Setelah beberapa tahun,
sejumlah hernia turun ke dalam scrotum sehingga scrotum membesar. Omentum yang
terperangkap di dalam kantong hernia dapat menyebabkan nyeri abdomen yang kronis.
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau
para umbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu
segmen usus halus masuk kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah
baru timbul kalau terjadi incarserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau
ganggren. Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah inguinal, dan
dapat dihilangkan dengan reposisi manual kedalam cavitas peritonealis. Tetapi dengan
berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi.
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak, pasien dapat
disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia maka
akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksa apakah
benjolan dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut
untuk mengurangi tekanan intra abdominal, lalu scrotum diangkat perlahan.
Gambaran klinis hernia
Jenis Reponible Nyeri Obstruksi Tampak sakit Toksik
Reponible + - - - -
Irreponible - - - - -
Incarserata - + + + -
Strangulata - ++ + ++ ++
b. Pemeriksaan fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik hernia tergantung dari isi hernia, apakah
masih dapat hilang timbul atau tidak. Pasien harus dievaluasi dalam keadaan berdiri dan
berbaring serta saat batuk atau mengedan untuk melihat benjolan yang dikeluhkan. 1
Pada inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis
muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah. Terlihat benjolan memanjang yang mengikuti arah dan struktur dari kanalis
inguinalis. Hal yang perlu dievaluasi adalah ukuran hernia, apakah hernia terjadi di kedua
sisi atau satu sisi saja.2
Pada palpasi, di titik tengah antara SIAS dan tuberculum pubicum ditekan lalu
pasien disuruh mengejan. Jika terjadi penonjolan disebelah medial berarti hernia
inguinalis medialis. Titik yang terletak di sebelah lateral tuberculum pubicum ditekan lalu
pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral berari hernia inguinalis lateralis.
Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai
gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera.
Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan.
Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,
omentum (seperti karet), atau ovarium.2
Pada perkusi akan terdengar pekak. Pada auskultasi hiperperistaltik, biasanya
pada hernia yang mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata).2
Terdapat tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, thumb test dan
ziemanns test. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak (finger test), dapat
dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Apabila hernia
dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan untuk meningkatkan tekanan intraabdominal. Kalau ujung jari menyentuh
hernia, artinya hernia tersebut berada di dalam kanalis inguinalis berarti benjolan itu
adalah hernia inguinalis lateralis. Apabila sisi jari yang menyentuh hernia berarti hernia
tersebut berada diluar kanalis kemungkinan hernia tersebut adalah hernia inguinalis
medialis.2
Pemeriksaan lainnya adalah palpasi kedua ibu jari (thumbs test). Pasien diminta
berdiri kemudian pemeriksa meletakkan kedua ibu jari pada annulus internus untuk
memberikan tekanan sehingga anulus internus tertutup. Kemudian minta pasien
mengedan, apabila muncul benjolan berarti defek tidak terjadi di anulus internus jadi
kemungkinan benjolan itu berupa hernia inguinalis medialis. Bila tidak keluar benjolan
berarti hernia inguinalis lateralis.2
Selain itu dapat dilakukan three finger test (Ziemanns test) dengan cara
meletakkan tiga jari yaitu jari kedua ketiga dan keempat masing-masing di annulus
internus, trigonum Hesselbach dan canalis femoralis, kemudian minta pasien mengedan.
Apabila benjolan terasa pada jari 2 maka benjolan itu adalah HIL, di jari 3 HIM dan di
jari 4 adalah hernia femoralis.2
Pemeriksaan colok dubur dapat dilakukan apabila kita curiga ada penyakit lain
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal dan memicu terjadinya
hernia yang berulang. Misalnya hiperplasia prostat atau adanya massa yang menyebabkan
konstipasi.1
Tanda-tanda vital: temperatur meningkat, pernapasan meningkat, nadi meningkat
dan tekanan darah meningkat.1
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium menunjukkan leukosit > 10.000-18.000/mm3 dengan shift to
the left yang menandakan strangulasi dan serum elektrolit meningkat. Tes urinalisis untuk
menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri
lipat paha.5
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia. Pada
pemeriksaan USG daerah inguinal, pasien dalam posisi supine dan posisi berdiri dengan
maneuver valsava dilaporkan memiliki sensitifitas dan spesifitas diagnosis mendekati
90%.5
Foto rontgen abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus.5
Kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi, yaitu adanya suatu gambaran
massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneus Reduction of Hernia en Masse. Adalah
suatu keadaan dimana berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta isinya ke
rongga ekstraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia en masse yaitu
retropubic, intra abdominal, pre peritoneal dan pre peritoneal locule.4
d. Diagnosis Banding 7
1. Hidrocele
Pasien diminta mengejan bila benjolan adalah hernia maka akan membesar, bila
hidrocele benjolan tetap tidak berubah. Bila benjolan terdapat pada skrotum, maka
dilakukan pada satu sisi, sedangkan disisi yang berlawanan diperiksa melalui
diapanascopy. Bila tampak bening berarti hidrocele (diaphanoscopy +).
2. Kriptokismus
Testis tidak turun sampai ke skrotum tetapi kemungkinannya hanya sampai kanalis
inguinalis.
3. Limfadenopati/limfadenitis inguinalis
Perhatikan infeksi pada kaki sesisi. Varises vena saphena magna didaerah lipat paha.
Pada perkusi jika isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.
Penatalaksanaan
Penanganan di IGD7,8
- Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20 terhadap hernia
inguinalis serta kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan
dan menimbulkan proses analgesia
- Melakukan pemberian infuse untuk mencegah dehidrasi, pemasangan NGT untuk
hernia inkarserata dengan tujuan dekompresi (menurunkan tekanan intraabdomen
akibat obstruksi), serta pemasanagan kateter untuk pemantauan balance cairan
- Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri. Pasien harus
istirahat agar tekan intra abdominal tidak meningkat.
Terapi operatif jika:
- Reduksi hernia yang tidak berhasil
- Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum yang memburuk
- Hernia inguinalis harus dioperasi meskipun ada sedikit beberapa kontraindikasi
penanganan ini teruntuk semua pasien tanpa pandang umur untuk inkarserata dan
strangulata
- Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi kesehatan saat
dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi dapat dilakukan.
- Jika pasien menderita BPH, sebaiknya dilakukan penanganan untuk BPH terlebih
dulu. Mengingat tingginya resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat
operasi hernia.
- Karena kemungkinannya terjadi inkarserasi, strangulasi dan nyeri pada hernia maka
operasi cyto harus dilakukan.
- Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dimanipulasi dan tidak ada gejala
strangulasi.
- Pada saat operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan usus masih
hidup, ada tanda-tanda leukositosis
- Gejala klinik peritonitis, kantung hernia berisi cairan darah yang berwarna gelap.
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulasi, kecuali pada pasien
anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia dengan
sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkaserasi
lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun. Reposisi spontan lebih sering terjadi
dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi dibandingkan dengan orang
dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia yang lebih elastis pada anak-anak. Reposisi
dilakukan dengan menidurkan anak dengan sedatif dan kompres es diatas hernia. Bila
usaha reposisi ini berhasil, anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika
reposisi hernia tidak berhasil, dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi segera.2
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan rasional hernia
inguinalis. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Pada prinsipnya
operasi terdiri dari herniotomi dan hernioplasti. Pada herniotomi dilakukan pembebasan
kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin, lalu
dipotong. Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting dalam
mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi.2
Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik hernioraphy dapat
dikelompokkan menjadi 4 kategori. Pada hernioraphy, mengembalikan isi kantong hernia
ke dalam abdomen dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan
transverses internus dan m.obliquus internus abdominis ke ligament inguinal.1,2
Teknik ini dapat dilakukan dengan anestesi local, regional atau general.
4. Laparoscopic
Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic hernioraphy dilakukan menggunakan
salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP) atau total extraperitoneal
(TEP). Pendekatan TAPP dilakukan dengan melakukan trocar laparoscopic dalam
cavum abdomen dan memperbaiki region inguinal dari dalam. Ini memungkinkan
mesh diletakkan dan kemudian ditutupi dengan peritoneum. Sedangkan pendekatan
TEP adalah prosedur laparoskopi langsung yang mengharuskan masuk ke cavum
peritoneal untuk diseksi. Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cedera saat
operasi.
Komplikasi
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami isi hernia. Isi hernia dapat
tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponible di mana dapat terjadi bila hernia
terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal atau hernia akreta. Di sini
tidak timbul gejala kecuali benjolan. Isi hernia juga bisa tercekik oleh cincin hernia sehingga
terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus. Sumbatan bisa terjadi
parsial atau total. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis atau lebih kaku seperti hernia
femoralis dan obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial.
Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan
terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di dalam hernia dan
transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia
akan makin bertambah sehingga peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi
nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Jika isi hernia terdiri
dari usus, dapat terjadi perforasi yang akan menyebabkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika
berhubungan dengan rongga perut. Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus
dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan
asam basa. Bila terjadi strangulasi, terjadi keadaan toksik akibat ganggren dan gambaran klinis
menjadi kompleks dan sangat serius. Pasien mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia dan
nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneal. Pada pemeriksaan ditemukan benjolan yang
tidak dapat dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi hernia, dapat
ditemukan peritonitis atau abses lokal. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat darurat
dan perlu mendapat pertolongan pertama.
Diagnosis banding hernia incarserata dengan obstruksi usus dan hernia strangulata yang
menyebabkan nekrosis atau gangren
Gejala / tanda Obstruksi usus pada hernia Nekrosis/ gangren pada
incarserata hernia strangulata
Nyeri Kolik usus Menetap
Suhu badan Normal Normal / meningkat
Denyut nadi Normal / meningkat Meningkat / tinggi sekali
Leukosit Normal Leukositosis
Rangsang peritoneum Tidak ada Jelas
Sakit Sedang / berat Berat sekali / toksik
Prognosis
Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan 1-3% dalam jangka waktu 10 tahun
kemudian. Kekambuhan dikarenakan tegangan yang berlebihan saat perbaikan, jaringan yang
kurang, hernioplasty yang tidak adekuat dan hernia yang terabaikan. Kekambuhan yang
sudah diperkirakan lebih umum pada pasien hernia inguinalis direct terutama bilateral.
Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung proksimal
kantong. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam regio tuberculum
pubicum, di mana tegangan garis jahitan adalah yang terbesar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar
ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
2. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, In : Sabiston Textbook of Surgery. 17th edition. Ed :
Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, Philadelphia: Elsevier Saunders.
2004.
3. Jaffe BM, Berger DH. In : Schwartzs Principles of Surgery Volume 2. 8th edition. Ed:
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. New York:
McGraw Hill Companies Inc.2007.
4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM,
Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 20 December
2012.
5. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill
Companies. New York. p 245-259
6. www.nlm.nih.gov/medlineplus. Januari 2008
7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. 20 Desember 2012.
David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya Plastic
Surgery. http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com