Anda di halaman 1dari 15

Kista dan Abses Kelenjar Bartholin

PENDAHULUAN
Kista Bartholin adalah penyumbatan saluran lubrikasi pada vulva yang berakibat
cairan lubrikasi tidak keluar. Penyumbatan ini mengakibatkan pembesaran berisi
cairan dan memiliki struktur seperti kantong yang bengkak. Abses Bartholin adalah
penumpukan pus pada kelenjar Bartholin membentuk benjolan.[1,2]

Kelenjar Bartholin merupakan kelenjar vestibuler terbesar yang mirip dengan kelenjar
bulbouretral pada laki-laki. Kelenjar mulai berfungsi pada saat pubertas dan berfungsi
untuk mensekresi cairan lubrikasi ke dalam saluran yang bagian dalamnya tersusun
oleh sel kolumner, sedangkan bagian luarnya tersusun oleh sel epitel transisional.
Kelenjar Bartholin terletak bilateral pada dasar labia minora, masing-masing
berukuran sekitar 0,5 cm dan mensekresikan mukus ke dalam duktus yang memiliki
panjang 2-2,5 cm. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba. Kelenjar Bartholin
dapat tersumbat diakibatkan oleh infeksi, peradangan atau iritasi jangka
panjang.[1,3,4]

Kista dan abses Bartholin merupakan penyakit terkait kelenjar Bartholin yang paling
sering terjadi. Kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun. Kista Bartholin
memiliki ukuran yang kecil sekitar 2 hingga 4 cm, unilateral dan asimtomatik. Kista
yang lebih besar dapat menimbulkan ketidaknyamanan terutama saat berhubungan
seksual atau saat beraktivitas sehari-hari. Kista umumnya tidak menimbulkan rasa
nyeri, namun sering disertai dengan infeksi sehingga cairan dalam kista berubah
menjadi nanah, atau disebut abses Bartholin. Selama kista ini tidak terinfeksi oleh
virus, bakteri atau jamur, kista ini tidak menimbulkan masalah, pasien hanya akan ada
merasakan benjolon di labia vagina. [1,3,4]

Pada abses Bartholin, biasanya pasien mengalami nyeri vulva yang akut dan bersifat
progresif. Kondisi ini disebabkan oleh bakteri, seperti Escherichia coli atau
kuman/bakteri penyakit menular seksual. Diagnosis kista dan abses Bartholin
ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik. Manajemen kista
dan abses Bartholin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
medikamentosa, insisi dan drainase, pemasangan kateter Word, marsupialisasi,
ablasi silver nitrate, terapi laser, dan eksisi.[3,5–9]

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kista Bartholin adalah akibat saluran keluar dari kelenjar Bartholin
tersumbat. Sumbatan ini diawali karena proses infeksi pada kelenjar Bartholin yang
mengakibatkan peradangan saluran kelenjar Bartholin, bahkan bisa terjadi
perlengketan.[1,3,10]

Kista Bartholin
Akibat saluran Bartholin yang tersumbat, maka cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
Bartholin menjadi terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk
suatu kista. Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan, maka lama
kelamaan kista semakin membesar dan tekanan di dalamnya semakin meningkat.
Dinding kista akan mengalami peregangan dan mengakibatkan penekanan pada
jaringan saraf sekitar, sehingga memicu mediator inflamasi. Akibat peregangan pada
dinding kista ini juga, pembuluh darah pada dinding kista akan terjepit dan
mengakibatkan bagian yang lebih dalam mengalami penurunan perfusi darah
sehingga dapat terjadi nekrosis.[11,12]

Abses Bartholin
Sedangkan patofisiologi abses kelenjar Bartholin apabila infeksi yang berkepanjangan
membuat terjadinya pembusukan, sehingga cairan dalam kista menjadi nanah dan
menimbulkan rasa sakit. Karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit
terutama saat duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai
dengan demam.[2,13]

Kelenjar Bartholin berfungsi dalam sekresi cairan / lendir untuk lubrikasi vagina.
Cairan sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah
sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita. Mukosa kelenjar Bartholin dilapisi oleh sel
epitel kubus. Cairan ini mengalir ke dalam duktus yang dilapisi oleh sel epitel
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
transisional. Duktus ini bermuara diantara labia minor dan himen, bagian ini terdiri atas
sel epitel skuamosa. Kelenjar Bartholin dapat berkembang menjadi karsinoma sel
skuamosa atau adenokarsinoma.[3,4]

ETIOLOGI
Etiologi kista dan abses Bartholin adalah infeksi yang menyebabkan sumbatan
saluran keluar kelenjar Bartholin sehingga terjadi pembengkakan akibat akumulasi
cairan, bahkan bernanah, pada kelenjar Bartholin. Infeksi kelenjar Bartholin paling
umum disebabkan oleh bakteri anaerobik Bacteroides dan Peptostreptococcus spp,
juga bakteri aerobik seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan
Enterococcus faecalis. Bakteri penyebab penyakit menular seksual seperti Chlamydia
trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae juga merupakan bakteri yang sering
ditemukan. Umumnya abses Bartholin melibatkan lebih dari satu jenis organisme, atau
disebut abses polimikrobial. [1,3,4]

Kista Bartholin tidak selalu harus terjadi sebelum abses. Suatu laporan kasus
menjelaskan bahwa abses dapat langsung terjadi apabila proses infeksi berjalan
progresif. Kista saluran Bartholin dan abses kelenjar kini tidak lagi dianggap sebagai
bagian dari penyakit menular seksual. Pembedahan area vulvovaginal juga dapat
menjadi penyebab kista atau abses Bartholin walau angka kejadiannya jarang.[2,14]

Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat menjadi penyebab terjadi nya kista Bartholin antara
lain:
• Personal hygiene
• Riwayat kista Bartholin sebelumnya
• Penyakit menular seksual
• Riwayat pembedahan pada area vulvovaginal[6,14]
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi menjelaskan bahwa sebesar 2-3% wanita mengalami kista dan
abses Bartholin selama hidupnya. Belum ada data yang menjelaskan kista dan abses
Bartholin menyebabkan kematian.

Global
Sebanyak 2-3% wanita di seluruh dunia mengalami kista dan abses Bartholin. Angka
kejadian abses Bartholin lebih tinggi dibandingkan kista Bartholin, sebanyak tiga kali
lipat. Kista dan abses Bartholin terjadi pada usia reproduksi, dapat terjadi saat mulai
pubertas hingga mencapai menopause. Semakin bertambahnya usia, maka
insidensinya akan semakin bertambah juga. Kejadian terbanyak terjadi pada usia 20-
30 tahun.[3,11,12]

Indonesia
Belum ada data epidemiologi kejadian kista dan abses Bartholin secara nasional di
Indonesia. Sebuah penelitian deskriptif retrospektif yang dilakukan di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya pada periode tahun 2012-2014 melaporkan dari jumlah kunjungan
divisi penyakit menular seksual 46 pasien kista Bartholin (1,29% dari jumlah
kunjungan divisi penyakit menular seksual) dan 25 pasien abses Bartholin (0,7% dari
jumlah kunjungan divisi penyakit menular seksual). Pasien terbanyak berusia 25-44
tahun pada anamnesis. Hasil pemeriksaan fisik, sebesar 39,1% kista dan 44,0%
abses Bartholin berukuran 1-3 cm, sebagian besar memiliki permukaan rata,
konsistensi kenyal, dan terdapat tanda radang.[11]

Mortalitas
Tidak ada data yang menjelaskan angka mortalitas akibat kista dan abses Bartholin.
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
DIAGNOSIS
Diagnosis kista atau abses kelenjar Bartholin dapat ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik ginekologis. Pasien bisa mengeluh benjolan di daerah vulva,
kadang disertai rasa nyeri atau rasa tidak nyaman ketika melakukan hubungan
seksual. Kista Bartholin dapat pula asimtomatik. Saat pemeriksaan fisik teraba kista
di bagian unilateral labia minor posterior, nyeri dan fluktuasi.[5,6,8]

Anamnesis
Pada anamnesis pasien dengan suspek kista atau abses Bartholin, biasanya
mengeluh adanya benjolan di daerah vulva, bisa nyeri atau asimtomatik. Kista
Bartholin sering bersifat kronis, umumnya tidak menunjukkan gejala akut. Perlu
ditanyakan juga apakah nyeri terasa saat beraktivitas, seperti saat berjalan, duduk,
berdiri, atau saat berhubungan seksual. Keluhan lain:
• Demam
• Gatal
• Keluar cairan purulenta
• Perdarahan vagina
• Rasa mengganjal
• Faktor yang memperberat
• Riwayat berganti pasangan seksual
• Riwayat penyakit menular seksual
• Riwayat kista atau abses Bartholin sebelumnya

Selain itu, penting untuk menanyakan durasi keluhan, dan perlu dipertimbangkan usia
pasien, karena keganasan kelenjar Bartholin, walaupun jarang, dapat memiliki
presentasi yang sama.[9–11]

Pemeriksaan Fisik
Dengan pemeriksaan fisik dan ginekologis, diagnosis kista atau abses Bartholin dapat
ditegakkan. Pada pemeriksaan ginekologis dengan posisi litotomi, kista dapat teraba
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
di bagian unilateral vulva, yaitu pembengkakan di arah jam 4 atau 8 labia minor
posterior, teraba nyeri dan fluktuasi.[1,3]

Diagnosis Banding
Berbagai kista dapat timbul pada vulva dan vagina. Kista dapat berasal dari oklusi
saluran pilosebasea, saluran sebasea, dan kelenjar keringat apokrin. Walaupun
jarang, perlu dipertimbangkan pula keganasan kelenjar Bartholin.[10,13]

Kista Inklusi Epidermal


Kista inklusi epidermal adalah tumor yang paling umum ditemukan pada vulva. Kista
ini merupakan hasil dari oklusi saluran pilosebasea atau folikel rambut yang
tersumbat. Kista ini dilapisi dengan epitel skuamosa dan mengandung jaringan yang
biasanya akan terkelupas. Lesi soliter ini biasanya berukuran kecil dan asimtomatik,
Namun dapat terjadi infeksi dan berkembang menjadi abses. Kista inklusi epidermal
dapat timbul di semua bagian tubuh dan memiliki ciri khas benjolan hitam di tengah
lesi.[15,16]

Kista Skene
Kelenjar Skene, atau kelenjar paraurethral, terletak secara bilateral di kedua sisi
meatus uretra. Peradangan kronis pada kelenjar Skene dapat menyebabkan
penyumbatan pada saluran dan menghasilkan dilatasi kistik. Kista skene merupakan
kelainan kongenital akibat sisa degenerasi kelenjar parauretra. Kita dapat
membedakan kista Bartholin dan kista skene berdasarkan lokasi, dimana kista skene
terletak di sekitar uretra. Gejala lain yang sering timbul pada kista skene adalah
gangguan berkemih.[17,18]

Kista Gartner
Kista gartner merupakan sisa-sisa ductus mesonefrik sistem Wolffian. Mereka paling
sering ditemukan di anterolateral dari bagian atas vagina. Sebagian besar tidak
menimbulkan gejala. Kista gartner biasanya timbul di anterolateral dari dinding vagina.
Diagnosis pasti kista gartner adalah pemeriksaan histologis, dimana didapatkan sel
kuboid atau kolumnar nonciliated nonmucinous.[19,20]
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin

Keganasan Kelenjar Bartholin


Keganasan kelenjar Bartholin merupakan tumor yang tumbuh dengan lambat dengan
kecenderungan yang ditandai invasi perineural dan lokal. Sekitar 50% kasus berasal
dari sel skuamosa dan 50% sisanya dari adenokarsinoma dan karsinoma kistik
adenoid. Keganasan kelenjar Bartholin sering terlambat didiagnosa karena sering
misdiagnosa dengan kista atau abses Bartholin. Biopsi dapat dilakukan pada kasus
yang dicurigai keganasan.[21,22]

Kriteria diagnose untuk keganasan kelenjar Bartholin yaitu (1) tumor di area kelenjar
Bartholin yang secara histologis berasal dari kelenjar Bartholin, (2) area transisi yang
jelas dari sel normal ke sel neoplasma, dan (3) tidak ada tumor primer di tempat
lainnya. [21,22]

Selain diagnosis banding diatas, benjolan pada daerah vulva dapat juga
dipertimbangkan adanya kelainan sebagai berikut:
• Hematoma
• Fibroma
• Lipoma
• Hidradenoma papilliferum
• Syringoma
• Endometriosis
• Leiomioma vulva
• Hernia inguinalis[12,23]

Pemeriksaan Penunjang
Jika kista terinfeksi atau abses Bartholin, dibutuhkan pemeriksaan kultur jaringan dari
hasil swab, untuk mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab, seperti Chlamydia
trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae. Hasil kultur biasanya dapat dilihat setelah 48
jam kemudian, namun jangan menunda pengobatan antibiotik.[1,3,4]
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
Kultur Swab
DIlakukan swab pada cairan abses atau daerah sekitar vagina untuk mengidentifikasi
bakteri penyebab, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat. [3,4]

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk mengetahui kadar haemoglobin dan
hematokrit untuk menilai adanya perdarahan. Leukosit juga dapat mengindikasikan
adanya proses infeksi.[4]

Biopsi
Prosedur ini dilakukan pada wanita dengan usia diatas 40 tahun atau ketika ada
kecurigaan mengarah ke keganasan untuk menyingkirkan karsinoma kelenjar
Bartholin. [4,24]

Pencitraan
Magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT) dapat digunakan
untuk pemeriksaan kista Bartholin yang besar. Kista asimptomatik juga dapat
diketahui melalui pemindaian MRI atau melalui ultrasound high definition.[4,25]

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kista Bartholin tergantung dari manifestasi klinis, diperlukan hanya
jika lesi menjadi simtomatik atau terinfeksi. Tujuan penatalaksanaan kista Bartholin
adalah memelihara dan mengembalikan fungsi kelenjar Bartholin. Pada kista terinfeksi
atau abses Bartholin, pemberian antibiotik jangan ditunda menunggu hasil kultur.
[3,10,24]

Terapi Farmakologis
Medikasi diberikan tergantung dari manifestasi klinis, dapat diberikan antipiretik atau
antinyeri bila ada keluhan. Pengobatan antibiotik diberikan untuk abses Bartholin
karena infeksi sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Antibiotik mungkin tidak
diperlukan untuk kista yang tidak disertai gejala. Pemberian antibiotik perlu
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
diperhatikan terutama untuk wanita yang memiliki risiko tinggi seperti rekurens,
kehamilan, infeksi selulitis dan gonore atau infeksi klamidia yang menyebar
luas.[3,10,24]

Penggunaan antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui dari hasil
kultur swab abses Bartholin.

• Neisseria gonorrhoea
Cefixime 400 mg per oral dosis tunggal
Levofloxacin 500 mg per oral dosis tunggal
Kanamisin 2 gram injeksi intramuscular dosis tunggal
Tiamfenikol 3,5 gram per oral dosis tunggal
Ceftriaxone 250 mg injeksi intramuscular dosis tunggal

• Chlamidia trachomatis
Azithromycin 1 gram per oral dosis tunggal
Doxycycline 2 x 100 mg per oral selama 7 hari
Erithromycin 4 x 500 mg per oral selama 7 hari
Ofloxacin 2 x 400 mg per oral selama 7 hari
Tetracycline 4 x 500 mg per oral selama 7 hari

• Escherichia coli
Ciprofloxacin 500 mg per oral dosis tunggal
Ofloxacin 400 mg per oral dosis tunggal
Cefixime 400 mg per oral dosis tunggal

• Staphylococcus dan Streptococcus


Penisilin G prokain injeksi intramuscular 1,2 juta IU
Ampisilin 4 x 500 mg per oral
Amoksisilin 3 x 500 mg per oral[26–29]
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
Terapi Non Farmakologis
Kista kelenjar Bartholin yang asimptomatik dapat tidak diobati tanpa konsekuensi yang
merugikan. Sitz bath direkomendasikan untuk abses yang cenderung pecah secara
spontan. Sitz bath dilakukan dengan cara berendam dalam bak berisi air hangat
beberapa kali sehari selama 10-15 menit sehingga dapat membantu kista kecil yang
terinfeksi pecah dan mengalir dengan sendirinya.[4,30]

Insisi dan Drainase


Metode yang sederhana dan cepat pada pasien abses Bartholin adalah insisi dan
drainase pada area yang terinfeksi, diikuti dengan penutupan jahitan. Namun, metode
ini rentan terhadap rekurensi pembentukan kista atau abses.[4,13,14]

Kateter Word
Kateter Word adalah metode yang umum digunakan, lebih konservatif, serta
membantu mencegah rekurensi kista dan abses Bartholin. Kateter terdiri dari ujung
balon tiup yang diisi dengan larutan saline. Perawatan membutuhkan insisi kecil di
daerah yang terinfeksi, kemudian balon kateter Word ditempatkan di dalam kista atau
rongga abses. Kateter dibiarkan di dalam selama 4-6 minggu untuk memastikan
epitelisasi. Sitz baths direkomendasikan untuk membantu proses penyembuhan.
Penggunaan kateter Word tidak disarankan untuk perawatan kista dan abses yang
dalam. Kateter Foley dan cincin Jacobi juga merupakan metode fistulisasi yang dapat
digunakan.[5,7,8]

Marsupialisasi
Marsupialisasi merupakan metode penatalaksanaan alternatif kista Bartholin yang
memungkinkan metode drainase lebih tidak invasif.Pada teknik marsupialisasi,
dilakukan penjepitan kista dan dilanjutkan insisi secara vertikal untuk mengalirkan isi
rongga kelenjar. Larutan saline dapat digunakan untuk membersihkan daerah
tersebut dan dilanjutkan dengan eversi dinding kista. Prosedur marsupialisasi tidak
boleh dilakukan pada abses Bartholin. Komplikasi seperti hematoma, dispareunia dan
infeksi dapat terjadi.[1,4,5]
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
Laser CO2
Laser CO2 berfungsi sebagai metode dengan keunggulan menghindari kekurangan
dari metode sebelumnya, seperti rekurensi, terbentuknya jaringan parut, drainase
yang persisten, dan perdarahan terkait prosedur tindakan. Insisi pada kista dibuat
dengan laser CO2 dan dinding diuapkan dari dalam.[4,6,9]

Metode lainnya
Metode lain untuk mengobati kista dan abses kelenjar Bartholin di antaranya ablasi
menggunakan perak nitrat, aspirasi jarum dengan atau tanpa skleroterapi alkohol, dan
eksisi kelenjar. Saat merawat pasien berusia 40 tahun atau lebih, pertimbangan yang
cermat harus diambil sehubungan dengan eksisi kelenjar[3,4,13,17]

PROGNOSIS
Prognosis kista dan abses Bartholin baik, namun angka rekurensi masih tinggi pada
prosedur pembedahan tradisional.

Komplikasi
Komplikasi kista Bartolin adalah terbentuknya abses jika proses infeksi terus
berlangsung. Jika abses telah terbentuk, proses infeksi bisa menjalar secara sistemik
menyebabkan sepsis.[4,31]

Sedangkan komplikasi dari penatalaksanaan kista dan abses Bartholin dengan teknik
pembedahan misalnya pendarahan, dispareunia pasca operasi, dan infeksi. Angka
rekurensi pada teknik ini juga tinggi. Sebaliknya, operasi laser CO2 lebih tidak invasif
dan lebih efektif karena dapat menyelesaikan banyak kelemahan operasi
tradisional.[4,6]

Prognosis
Prognosis penyakit ini sangat baik, tetapi jika kista hanya dilakukan aspirasi, angka
rekurensi cukup tinggi. Dua prosedur pembedahan sederhana, aspirasi jarum dan
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
insisi drainase, saat ini sudah tidak direkomendasikan karena tingkat kekambuhannya
yang relatif meningkat.[13]

EDUKASI DAN PROMOSI KESEHATAN


Edukasi dan promosi kesehatan dapat membantu menurunkan angka kejadian kista
dan abses Bartholin. Penyebab kista Bartholini adalah karena penyumbatan pada
saluran kelenjar Bartholin yang menyebabkan akumulasi cairan. Penyebab
penyumbatan diduga akibat infeksi, selain itu kista dapat terinfeksi dan membentuk
abses.

Edukasi
Pasien perlu diedukasi untuk pola gaya hidup seksual yang sehat, menghabiskan
antibiotik yang diberikan, asupan gizi yang baik.

Pencegahan
Area genitalia rentan terkena bakteri selain dari anus. Maka dari itu disarankan untuk
menjaga dan merawat genitalia agar terhindar dari infeksi. Cara untuk menjaga
personal hygiene khususnya kebersihan area genital sebagai berikut:

• Mencuci bersih bagian genitalia eksternal setelah buang air kecil atau buang
air besar
• Menjaga kebersihan pakaian dalam, minimal mengganti pakaian dalam 2 kali
sehari, serta hindari menggunakan celana yang ketat
• Hindari pemakaian pantyliner rutin dan Rutin mengganti pembalut saat haid
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
REFERENSI
1. Heller DS, Bean S. Lesions of the Bartholin Gland: A Review. J Low Genit Tract
Dis. 2014 Oct;18(4):351–7.

2. Radhakrishna V, Goel R, Parashar G, Santhanakrishnan R. Bartholin’s gland


abscess in a prepubertal female: A case report. Ann Med Surg. 2017 Dec;24:1–
2.

3. Saeed N, Al-Jufairi Z. Bartholin′s gland abscesses caused by Streptococcus


pneumoniae in a primigravida. J Lab Physicians. 2013;5(2):130.

4. Lee MY, Dalpiaz A, Schwamb R, Miao Y, Waltzer W, Khan A. Clinical Pathology


of Bartholin’s Glands: A Review of the Literature. Curr Urol. 2014;8(1):22–5.

5. Reif P, Ulrich D, Bjelic-Radisic V, Häusler M, Schnedl-Lamprecht E, Tamussino


K. Management of Bartholin’s cyst and abscess using the Word catheter:
implementation, recurrence rates and costs. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
2015 Jul;190:81–4.

6. Frega A, Schimberni M, Ralli E, Verrone A, Manzara F, Schimberni M, et al.


Complication and recurrence rate in laser CO2 versus traditional surgery in the
treatment of Bartholin’s gland cyst. Arch Gynecol Obstet. 2016 Aug;294(2):303–
9.

7. Kroese J, van der Velde M, Morssink L, Zafarmand M, Geomini P, van Kesteren


P, et al. Word catheter and marsupialisation in women with a cyst or abscess of
the Bartholin gland (WoMan-trial): a randomised clinical trial. BJOG Int J Obstet
Gynaecol. 2017 Jan;124(2):243–9.

8. Boama V, Horton J. Word balloon catheter for Bartholin’s cyst and abscess as an
office procedure: clinical time gained. BMC Res Notes. 2016 Dec;9(1):13.

9. Di Donato V, Vena F, Casorelli A, Marchetti C, Musella A, Tomao F, et al. The


impact of CO2 laser for treatment of Bartholin’s gland cyst or abscess on female
sexual function: a pilot study. Gynecol Endocrinol. 2019 Feb;35(2):150–4.

10. Kilpatrick CC, Alagkiozidis I, Orejuela FJ, Chohan L, Hollier LM. Factors
complicating surgical management of the vulvar abscess. J Reprod Med. 2010
Apr;55(3–4):139–42.

11. Vaniary TIN, Martodihardjo S. Studi Retrospektif: Kista dan Abses Bartholin.
Period Dermatol Venereol. 2017 Apr;29(1):52–8.

12. Yuk J-S, Kim Y-J, Hur J-Y, Shin J-H. Incidence of Bartholin duct cysts and
abscesses in the Republic of Korea. Int J Gynecol Obstet. 2013 Jul;122(1):62–4.

13. Omole F, Kelsey RC, Phillips K, Cunningham K. Bartholin Duct Cyst and Gland
Abscess: Office Management. Am Fam Physician. 2019 Jun 15;99(12):760–6.
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
14. Lilungulu A, Mpondo BCT, Mlwati A, Matovelo D, Kihunrwa A, Gumodoka B.
Recurrent Huge Left Bartholin’s Gland Abscess for One Year in a Teenager. Case
Rep Infect Dis. 2017;2017:1–3.

15. Weir CB, St. Hilaire NJ. Epidermal Inclusion Cyst. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 [cited 2019 Oct 16]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532310/

16. Zito PM, Scharf R. Cyst, Epidermoid (Sebaceous Cyst). In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 [cited 2019 Oct 16]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499974/

17. Heller DS. Lesions of Skene glands and periurethral region: a review. J Low Genit
Tract Dis. 2015 Apr;19(2):170–4.

18. Kusama Y, Ito K, Suzuki T. Skene’s duct cyst. J Gen Fam Med. 2017
Oct;18(5):299–300.

19. Hoogendam JP, Smink M. Gartner’s Duct Cyst. N Engl J Med. 2017 Apr
6;376(14):e27.

20. Niu S, Didde RD, Schuchmann JK, Zoorob D. Gartner’s duct cysts: a review of
surgical management and a new technique using fluorescein dye. Int
Urogynecology J. 2019 Aug 30;

21. Bhalwal AB, Nick AM, Dos Reis R, Chen C-L, Munsell MF, Ramalingam P, et al.
Carcinoma of the Bartholin Gland: A Review of 33 Cases. Int J Gynecol Cancer
Off J Int Gynecol Cancer Soc. 2016 May;26(4):785–9.

22. Ouldamer L, Chraibi Z, Arbion F, Barillot I, Body G. Bartholin’s gland carcinoma:


epidemiology and therapeutic management. Surg Oncol. 2013 Jun;22(2):117–22.

23. Tavares KA da S, Moscovitz T, Tcherniakovsky M, Pompei L de M, Fernandes


CE. Differential Diagnosis between Bartholin Cyst and Vulvar Leiomyoma: Case
Report. Rev Bras Ginecol E Obstet Rev Fed Bras Soc Ginecol E Obstet. 2017
Aug;39(8):433–5.

24. Mayeaux EJ, Cooper D. Vulvar procedures: biopsy, bartholin abscess treatment,
and condyloma treatment. Obstet Gynecol Clin North Am. 2013 Dec;40(4):759–
72.

25. Silman C, Matsumoto S, Takaji R, Matsumoto A, Otsuka A, Mori H, et al.


Asymptomatic Bartholin Cyst: Evaluation With Multidetector Row Computed
Tomography. J Comput Assist Tomogr. 2018 Feb;42(1):162–6.

26. Blank S, Daskalakis DC. Neisseria gonorrhoeae - Rising Infection Rates,


Dwindling Treatment Options. N Engl J Med. 2018 Nov 8;379(19):1795–7.
Kista dan Abses Kelenjar Bartholin
27. Bartoletti R, Wagenlehner FME, Bjerklund Johansen TE, Köves B, Cai T,
Tandogdu Z, et al. Management of Urethritis: Is It Still the Time for Empirical
Antibiotic Treatments? Eur Urol Focus. 2019;5(1):29–35.

28. Mir RA, Kudva IT. Antibiotic-resistant Shiga toxin-producing Escherichia coli: An
overview of prevalence and intervention strategies. Zoonoses Public Health.
2019;66(1):1–13.

29. Foster TJ. Antibiotic resistance in Staphylococcus aureus. Current status and
future prospects. FEMS Microbiol Rev. 2017 01;41(3):430–49.

30. Bartholin’s cyst - Diagnosis and treatment - Mayo Clinic [Internet]. [cited 2019 Oct
16]. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/bartholin-
cyst/diagnosis-treatment/drc-20369981

31. Bartholin’s Abscess: Causes, Diagnosis, and Treatments [Internet]. [cited 2019
Oct 16]. Available from: https://www.healthline.com/health/bartholins-abscess

Anda mungkin juga menyukai