Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2017

UNIVERSITAS HALU OLEO

KISTA BARTHOLIN

PENYUSUN :

Ishmah Nurul Roudhoh Usman, S.Ked

K1A1 12 041

PEMBIMBING :

dr. Shinta Novianti Barnas, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017
KISTA BARTHOLIN

Ishmah Nurul Roudhoh Usman, Shinta Novianti Barnas

A. PENDAHULUAN

Kelenjar Bartholin adalah kelenjar vestibular vulvar terbesar. Kelenjar ini

menyekresikan zat seperti mukus untuk lubrikasi selama aktivitas seksual.

Kelenjar ini berjumlah satu di setiap sisi labia minor, bagian eksternal dari

mulut vagina. Kelenjar ini berada di labia minora bagian bawah, posisi jam 5

dan 7, lateral dari cincin hymen.[1,2]

Kista dan abses Batholin adalah penyakit ginekologik kistik pada vulva

paling umum yang ada pada seluruh praktik ginekologi di seluruh dunia

sebagai pertumbuhan kistik dari labium major.[3] Kista Bartholin muncul

karena obstruksi dari duktus utama kelenjar Bartholin.[4] Obstruksi sistem

duktus kelenjar Bartholin, yang paling sering muncul pada duktus yang lebih

distal dekat dengan muara duktus pada vestibulum, menyebabkan dilatasi

duktus dan pembentukan satu atau lebih kista.[5]

B. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan dua persen wanita, paling banyak pada usia reproduktif

mereka, akan terkena kista atau abses kelenjar Bartholin pada satu titik

kehidupan mereka.[3] Penelitian di Korea tahun 2009 melaporkan bahwa

insiden kista dan abses kelenjar Bartholin muncul pada wanita berusia 15 –

50 tahun, dengan insiden terbesar sampai 40 tahun, dan berkurang setelah

umur tersebut.[2]

1
C. ETIOPATOGENESIS

Penyebab obstruksi pada kelenjar Bartholin biasanya tidak diketahui

tetapi mungkin karena trauma mekanis, penebalan mukus, neoplasma,

stenosis duktus, atau organime infeksius yang tidak terbatas pada infeksi

menular seksual[6]. Penyebab kista dan abses Bartholin yang dapat

diidentifikasi secara jelas sukar dipahami, bagaimanapun, profil risiko mirip

dengan wanita yang berisiko terkena penyakit menular seksual. Beberapa

faktor risiko termasuk riwayat kista kelenjar Bartholin sebelumnya, bergonta-

ganti pasangan seksual, infeksi menular seksual, episiotomi mediolateral,

trauma vulva.[3]

Kista adalah komplikasi umum dari kelenjar Bartholin, yang

mempengaruhi regio duktus karena penyumbatan saluran. Ketika orifisium

duktus kelenjar Bartholin mengalami obstruksi, kelenjar mengeluarkan

mukus lebih banyak. Pengeluaran ini menyebabkan dilatasi kistik duktus dan

pembentukan kista.[7]

D. DIAGNOSIS

1. Gejala Klinis[3,5,6]

Kista Bartholin mungkin asimptomatik jika kistanya kecil dan tidak

mengalami inflamasi, biasanya ditemukan tidak sengaja saat pemeriksaan

fisis. Pasien mungkin hanya menyadari adanya benjolan yang tidak nyeri.

Jika kistanya membesar dapat menyebabkan rasa tidak nyaman saat

berjalan dan saat berhubungan seksual. Kista yang lebih besar dan abses

2
dapat menyebabkan nyeri vulvar berat dan pembengkakan yang mana

pasien mengalami kesulitan dalam berjalan, duduk, dan nyeri saat

berhubungan seksual (dispareunia).

2. Pemeriksaan Fisis

a. Lokasi biasanya pada introitus posterior-lateral di regio orifisium

duktus ke vestibulum. Kista yang lebih besar biasanya menonjol ke

medial, menghalangi mulut introitus normal.[5] Pada inspeksi terlihat

massa bulat yang biasanya dekat dengan orifisium vagina

menyebabkan asimetris vulva. Pada palpasi didapatkan kista yang

unilateral, tegang, tidak empuk, dan tanpa kemerahan.[6] Kulitnya

tipis dan mengkilap. Kistanya dapat bergerak dan tidak empuk.[17]

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Bartholin[11]

b. Effloresensi: nodul khas dengan ukuran bervariasi, unilateral, tidak

eritema[1,6].

3
Gambar 2. Kista Bartholin[17]

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Kista Bartholin dapat dilakukan hanya dengan

pemeriksaan fisis. Tetapi, ada beberapa pemeriksaan lain yang dapat

dilakukan untuk membedakan Kista Bartholin dengan penyakit lain yang

serupa.

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi duktus yang dilatasi

adalah jernih, mukoid, translusen, bebas bakteri, dan aselular. Hal ini

menandakan sekresi sialomusin dari kelenjar Bartholin.[5]

b. Pemeriksaan histologis

Pemeriksaan ini dilakukan untuk memisahkan kista Bartholin

dengan karsinoma Bartholin. Pemeriksaan ini terutama dilakukan

pada wanita umur lebih dari 40 tahun.[9]

4
Kista Bartholin terlihat unilokuler, memiliki lapisan dalam

halus, dan mengandung mukoid, sebagian cairan translusen ketika

tidak ada infeksi di atasnya. Kistanya mungkin tersusun oleh epitel

skuamous stratified nonkeratinizing, transisional, atau mucinous,

yang mana mencerminkan lapisan normal duktus sebagaimana

berjalan dari orifisium sampai asini kelenjar. Sel silia dapat

ditemukan.[9]

Gambar 3 Kista Bartholin (histologis)[9]

c. Pemeriksaan Radiologi

Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computer

Tomography (CT) dapat dimanfaatkan untuk memeriksa kista duktus

Bartholin besar sebagai tambahan pemeriksaan fisis. Kista

asimptomatik juga dapat diperiksa menggunakan MRI scan.

Pencitraan high definition ultrasound juga dapat digunakan untuk

memperlihatkan adanya kista Bartholin.[7]

5
E. DIAGNOSIS BANDING

Adapun diagnosis banding dari kista Bartholin adalah sebagai berikut:

1. Abses Bartholin

Abses Bartholin adalah hasil akhir dari Bartholinitis akut. Kelenjar

menjadi tersumbat karena fibrosis dan eksudat terkumpul di dalam untuk

memproduksi abses. Gejala klinisnya adalah nyeri lokal dan

ketidaknyamanan yang menjadi kuat. Pasien tidak dapat berjalan bahkan

duduk. Biasa pasien juga demam. Pemeriksaan fisis didapatkan

pembengkakan lunak unilateral di bawah setengah posterior labium

majus yang mengarah ke medial dari bagian posterios labium majus.

Kulit tampak merah dan edematous.[17]

Gambar 4. Abses Bartholin[5]

2. Bartholinitis

Bartholinitis adalah infeksi pada kelenjar Bartholin, dengan

organisme penyebab tersering adalah gonococcus, atau Escherichia coli,

Staphylococcus, Streptococcus, atau Chlamydia trachomatis. Infeksi

6
bakteri ini menyebabkan epitel kelenjar atau duktus membengkak,

sehingga lumen duktus terhalangi atau tetap terbuka yang menyebabkan

eksudat mengalir keluar. Infeksi ini dapat sembuh sepenuhnya atau dapat

membentuk abses. Seringnya, lumen duktus sembuh oleh fibrosis dengan

penutupan orifisium duktus, menyebabkan pengumpulan sekresi kelenjar,

dan terbentuknya kista Bartholin. Gejalanya ditandai dengan nyeri lokal

dan tidak nyaman sampai sulit berjalan atau duduk. Pemeriksaan fisis

ditemukan lunak dan keras pada bagian setengah posterior labia. Mulut

duktus terlihat bengkak dan sekresi keluar dari mulut duktus ketika

kelenjar ditekan.[17]

Gambar 5. Bartholinitis[18]

3. Kista Inklusi Epidermal

Kista inklusi epidermal adalah lesi kulit jinak yang timbul dari

folikel pilosebaseous yang mengalami obstruksi atau ruptur yang dapat

dieksisi secara lokal. Kista inklusi epidermal juga dikenal sebagai kista

sebaseous, epithelial, keratin, dan epidermoid.[10] Kista inklusi epidermal

pada vulva biasa berlokasi di labia majora dengan karakteristik lesi jinak,

7
mobile, tidak empuk, biasa disebabkan oleh trauma atau obstruksi duktus

pilosebaseous.[11]

Gambar 6. Kista Inklusi Epidermoid[21]

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kista Bartholin tergantung pada simptom pasien. Kista

asimptomatik mungkin tidak membutuhkan penatalaksanaan apapun, tetapi

kista dan abses duktus Bartholin bergejala membutuhkan drainase.[11] Terapi

medikamentosa yang dapat diberikan adalah analgesik dan antibiotik.

Analgesik diberikan untuk mengurangi nyeri utamanya untuk kista Bartholin

terinfeksi. Analgesik yang biasa diberikan yaitu ibuprofen dan asetaminofen.

Antibiotik oral digunakan jika kista terinfeksi. Antibiotik digunakan beberapa

hari untuk eradikasi mikroorganismenya.[19] Antibiotik digunakan jika

selulitis muncul pada kistanya. Pilihan pertamanya adalah

trimetophrim/sulfamethoxazole 160/800 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari,

atau pilihan kedua amoxicillin/clavulanate 875 mg oral dua kali sehari selama

7 hari dan klindamisin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bisa juga

8
diberikan cefixime 400 mg oral sehari sekali selama 7 hari dan klindamisin

300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari untuk lini kedua.[20]

Berbagai macam modalitas terapi kista Bartholin antara lain insisi dan

drainase, pemasangan Word catheter, marsupialisasi, ablasi silver nitrat, laser

CO2, dan eksisi.[12]

1. Insisi dan drainase

Insisi dan drainase merupakan prosedur yang relatif mudah dan

cepat untuk mengurangi gejala serta terdapat risiko komplikasi yang

rendah, namun prosedur ini tidak dianjurkan karena kemungkinan

terjadinya rekurensi cukup tinggi.[12] Seorang investigator melaporkan

tingkat kegagalan 13% untuk prosedur ini. Insisi dan drainase juga akan

menyulitkan pemasangan Word catheter atau marsupialisasi

kemudian.[11]

2. Pemasangan Word catheter

Word catheter adalah metode umum dan lebih konservatif untuk

terapi kista dan abses Bartholin yang dapat mencegah rekurensi. Kateter

terdiri dari balon inflatable yang ujungnya diisi larutan saline. Terapi

membutuhkan insisi kecil yang dibuat di area yang terinfeksi dan balon

Word catheter dimasukkan di dalam rongga kista atau abses. Kateter

dibiarkan di dalam untuk 4 – 6 minggu untuk memastikan epitelisasi dan

Sitz baths direkomendasikan untuk membantu proses penyembuhan.

Terapi kateter tidak direkomendasikan untuk terapi kista dan abses

dalam.[7] Sitz baths dilakukan dua sampai tiga kali sehari dapat

9
membantu pasien lebih nyaman dan penyembuhan selama periode

postoperatif. Koitus dapat dilakukan setelah insersi kateter.[11]

Jika tidak ada bukti selulitis, terapi antibiotik tidak diperlukan. Jika

ada selulitis, kultur dapat dilakukan, tapi hasilnya jarang mengubah

manajemen terapi. Terapi antibiotik empiris spektrum luas dapat dimulai

sebelum hasil kultur keluar.[11]

Gambar 7. Pemasangan Word Catheter[22]

3. Marsupialisasi

Marsupialisasi adalah metode pengobatan alternatif untuk kista

kelenjar Bartholin yang menyediakan metode yang kurang invasif untuk

drainase kista. Hemostat kecil digunakan untuk menjepit kista dan insisi

vertikal sekitar 1,5 – 3 cm panjangnya dibuat untuk mengalirkan rongga

kelenjar yang terinfeksi. Larutan saline dapat digunakan untuk

melembutkan area diikuti pembalikan (dalam ke luar) dinding kista

dengan benang absorbable. Jika ada abses, marsupialisasi tidak boleh

dilakukan. Komplikasi seperti hematoma, dispareunia, dan infeksi

mungkin timbul.[7] Prosedur marsupialisasi lebih rumit daripada

10
pemasangan Word catheter, namun rasa tidak nyaman pascaoperasi lebih

ringan daripada pemasangan Word catheter.[12]

Gambar 8. Marsupialisasi[11]

4. Ablasi silver nitrat

Insisi linear 1 – 2 cm pada kulit vulva dan dinding kista, diikuti

penetrasi dan evakuasi kista atau abses duktus Bartholin. Batang

kristaloid silver nitrat berukuran 0,5 x 0,5 cm kemudian dimasukkan ke

dalam rongga kista. Residu silver nitrat dan kapsul kista yang

berkoagulasi biasanya dikeluarkan atau keluar spontan pada hari kedua

atau ketiga. Pengobatan silver nitrat umumnya membutuhkan 15 menit

atau kurang. Penyembuhan setelah silver nitrat biasanya tercapai dalam

10 hari. Efek samping paling sering adalah rasa terbakar pada vulva pada

hari pertama postoperasi dan edema labial.[13]

5. Laser CO2

Laser CO2 dapat digunakan untuk menguapkan dan menyingkirkan

kelenjar Bartholin. Prosedur bedah ini simpel dan cepat, tetapi mahal.

Terapi ini dapat digunakan pada pasien rawat jalan, dengan

11
ketidaknyamanan minimal untuk pasien pada periode sebelum dan

setelah operasi. Bentuk terapi ini terlihat bagus untuk alternatif, kurang

invasif, cepat, dan aman untuk kasus kista Bartholin. Tingkat rekurensi,

reratanya, kurang dari 10%. Prosedurnya terdiri dari antiseptis dengan

povidone-iodine topikal dan anestesi lokal dengan xylocaine 2% dengan

sebuah vasokontriktor. Dengan laser CO2 pada potensi 10 – 25 W,

digunakan terus menerus pada kolposkop, insisi longitudinal dibuat

dengan sinar laser menggunakan sorotan yang fokus untuk membuka

kapsul kista. Tepi lateral insisi dijaga dibawah tekanan dengan pemegang

untuk mempelihatkan rongganya, dengan berikutnya drainase isi dan

pembersihan bagian dalam dengan larutan saline steril. Penghancuran

jaringan kapsul dilakukan dengan penguapan, menggunakan sorotan laser

yang tidak fokus. Pasien diinstruksikan untuk melakukan sitz baths

dengan larutan povidone-iodine yang terdilusi dalam air, tiga kali sehari,

dan untuk tidak melakukan hubungan seksual untuk 2 sampai 3 minggu.

Antibiotik dan analgesik diresepkan untuk pasien dengan tanda infeksi.[2]

6. Eksisi

Eksisi merupakan terapi definitif Kista Bartholin, tetapi harus

dilakukan di kamar operasi dan memiliki risiko komplikasi yang cukup

tinggi.[16] Eksisi kelenjar Bartholin harus dipertimbangkan pada pasien

yang tidak merespon pada percobaan alternatif untuk membuat saluran

drainase, tetapi prosedur harus dilakukan jika tidak ada infeksi aktif. Jika

banyak percobaan telah dilakukan untuk mengalirkan kista atau abses,

12
adhesi mungkin muncul, membuat eksisi sulit dan berakibat

postoperative scarring dan nyeri kronik pada daerah tersebut. Beberapa

investigator merekomendasikan eksisi kelenjar Bartholini untuk

mengeluarkan adenocarcinoma ketika kista atau abses muncul pada

pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Meskipun adenocarcinoma

Bartholin jarang, onkologi ginekologi menyarankan harus

mempertimbangkan untuk pasien lebih tua dengan kista duktus atau

abses kelenjar Bartholin.[11]

G. KOMPLIKASI

Jika kista menjadi terinfeksi, makan abses ini akan menyebabkan

pembengkakan yang menyakitkan.[4] Kista atau abses Bartholin dapat muncul

kembali (rekuren) dan membutuhkan terapi kembali.[14] Kista Bartholin

kadang-kadang dapat menjadi gejala dari kanker vulva. Kadang-kadang,

kanker vulva dapat mempengaruhi kelenjar Bartholin dan pertumbuhan atau

kist dapat timbul. Kanker vulva adalah bentuk kanker yang lumayan jarang,

sekitar 1.000 kasus terdiagnosis di Inggris per tahun.[15]

H. PROGNOSIS

Pengobatan cepat dan efektif, dan jika hanya kista Bartholin, jarang

rekuren.[16]

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Margesson LJ and Danby FW. Disease and Disorders of the Female


Genitalia. In: Goldsmith, LA., et al., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 8th ed. United States of America: The McGraw-Hill
Companies. 2012: 888-889.
2. Speck, NM, et al. Treatment of Bartholin gland cyst with CO2 laser. Einstein.
2016; 4(1): 25-29.
3. Anozie, OB, et al. Incidence, Presentation and Management of Bartholin’s
Gland Cysts/Abscess: A Four-Year Review in Federal Teaching Hospital,
Abakaliki, South-East Nigeria. Open Journal of Obstetrics and Gynecology.
2016; 6: 299-305.
4. Lewis F. Dermatoses of the Female Genitalia. In: Griffiths CE, et al., editors.
Rook’s Textbook of Dermatology. Volume 1-4. 9th ed. United Kingdom:
John Wiley & Sons. 2016: 112.31.
5. Wilkinson EJ and Stone IK. Atlas of Vulvar Disease. 3rd ed. United States of
America: Lippincott Williams & Wilkins. 2012: 13-16.
6. Arthur, R. Bartholin’s Cyst or Abscess. In: Cash JC and Glass CA, editors.
Family Practice Guidelines. 4th ed. United States of America: Springer
Publishing Company. 2017: 425.
7. Lee MY, et al. Clinical Pathology of Bartholin’s Glands: A Review of the
Literature. Current Urology. 2014; 8: 22-25.
8. Edwards L and Lynch PJ. Genital Dermatology Atlas. 2nd ed. United States
of America: Lippincott Williams & Wilkins. 2010: 208-209.
9. Reichert RA. Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology An Atlas and
Text. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins. 2012
10. Pandya KA and Radke F. Benign Skin Lesions: Lipomas, Epidermal
Inclusion Cysts, Muscle and Nerve Biopsies. Surg Clin N Am. 2009. 89: 677-
687.

14
11. Omole F, Simmons BJ, and Hacker Y. Management of Bartholin’s Duct Cyst
and Gland Abscess. American Family Physician. 2003. Vol 6 N 1:135-140.
12. Vaniary TI and Martihardjo S. Studi Retrospektif: Kista dan Abses Bartholin.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and
Venereology. Vol. 29/No. 1/April 2017: 52-58.
13. Wechter ME, et al. Management of Bartholin Duct Cysts and Abscess A
Systematic Review. Obstetrical and Gynecological Survey. 2009. Volume 64,
Number 6: 395-404.
14. Bartholin’s cyst Complications. http://www.mayoclinic.org/disease-
conditions/bartholin-cyst/basics/complications/con-20026333
15. Saint Mary’s Hospital. Bartholin’s cyst Information for Patients.Central
Manchester University Hospitals: 7.
16. National Institutes of Health. Barholin’s Cyst.
http://www.health24.com/Medical/Vaginal-health/Vaginal-
discharge/Bartholins-cyst-20130920
17. Dutta, DC. Textbook of Gynecology. 8th ed. India: Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd. 2013: 161-163
18. Estes, MEZ. Health Assessment and Physical Examination. 5th ed. United
States of America: Cengage Learning. 2014
19. Ehealthwall. Bartholin Cyst. http://ehealthwall.com/bartholin-cyst-treatment-
pictures-causes-drainage/
20. Stockdale CK and Boardman LA. Bartholin cyst
https://online.epocrates.com/diseases/106042/Bartholin-cyst/Treatment-
Options
21. Hughey MJ. Operational Obstetrics & Gynecology - 2nd Edition. Inclusion
cyst.http://webapp1.dlib.indiana.edu/virtual_disk_library/index.cgi/4931363/
FID2617/DATA/operationalmed/manuals/enhanced/vulva/inclusioncyst.htm
22. Kilpatrick CC. Bartholin Gland Abscess or Cyst Incision and Drainage. In
zReichman EF. Emergency Medicine Procedurs. 2nd ed. United States of
America: McGraw Hill. 2013

15

Anda mungkin juga menyukai