Anda di halaman 1dari 17

R E F E R AT

K I S TA B A R T H O L I N

OLEH:
F E B R Y YA N I R A H M AYA N T I
NPM: 22710121

PEMBIMBING:

D R . R E Z A . S P. O G
PENDAHULUAN

• Kista Bartholin merupakan masalah umum


pada wanita usia reproduksi. Di Amerika
Serikat, insidensnya adalah sekitar 2% dari
wanita usia reproduksi akan mengalami
pembengkakan pada salah satu atau kedua
kelenjar Bartholin. Penyakit yang
menyerang kelenjar Bartholin biasanya
terjadi pada wanita antara usia 20 dan 30
tahun.
DEFINISI
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau
bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit
atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista
bartholini adalah kista yang terdapat pada
kelenjar bartholini. Kista kelenjar Bartholin
terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat.
Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau
iritasi jangka panjang.
EPIDEMIOLOGI Kista Bartolini terjadi pada 2% wanita yang
memeriksakan diri ke klinik ginekologi,
insidens dan prevalensinya tidak diketahui.
Ukuran dari kista tergantung dari akumulasi
sekret dari kelenjar Bartolini. Biasanya
terjadi pada wanita usia reproduktif yang
aktif berhubungan seksual. Kebanyakan
kasus terjadi pada usia 20 dan 30 tahun,
dimana 72% terjadi sebelum usia 30 tahun
dan hanya 10% terjadi pada wanita diatas 40
tahun.
ETIOLOGI
Kista Bartolini disebabkan oleh
sumbatan terutama pada duktus,
termasuk duktus kecil dan kelenjar
asinus. Sumbatan dapat disebabkan
oleh karena mukus yang mengental,
infeksi, trauma, inflamasi kronik
atau gangguan kongenital.
Kista terjadi disebabkan adanya
obstruksi pada salah satu kelenjar
bartolini bisa jadi karena infeksi
genitalia, atau inflamasi. Oklusi
kelenjar oleh karena infeksi atau
bukan infeksi bisa menyebabkan
akumulasi mukus dan pembentukan
kista di dalam kelenjar.
PATOGENESIS
Kelenjar Bartolini menghasilkan
cairan yang membasahi vagina mulai
masa pubertas, yang selain berfungsi
untuk melumasi vagina pada saat
koitus, juga pada kondisi normal. Kista
Bartolini terjadi karena adanya
sumbatan pada salah satu duktus
sehingga mukus yang dihasilkan tidak
dapat disekresi, hal ini menyebabkan
akumulasi cairan yang disekresi
tersebut. Sumbatan dapat disebabkan
oleh mukus yang mengental, infeksi,
inflamasi kronik, trauma atau
gangguan kongenital.
GEJALA KLINIS
Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan
yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan
atau pembengkakan pada daerah vulva. Radang pada glandula
bartholini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnyan dapat
menjadi menahun dalam bentuk kista bartholini.

Jika kista terinfeksi, gajala klinik berupa:

 Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau


berhubungan seksual.

 Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan


organisme yang ditularkan melalui hubungan seksual.

 Dispareunia.

 Biasanya ada secret di vagina.

 Dapat terjadi ruptur spontan.


DIAGNOSIS
Kista Bartolini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai massa yang berat dan menimbulkan kesulitan pada
waktu koitus. Jika kista Bartolini masih kecil dan tidak terinfeksi,
umumnya asimptomatik.Tetapi bila berukuran besar dapat
menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Gejala
yang paling umum yaitu nyeri, dispareunia, rasa tidak nyaman saat
duduk atau berjalan. Tanda kista bartolini yang tidak terinfeksi berupa
penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva.
PEMERIKSAAN FISIK

Kista atau abses Bartolini didiagnosis melalui


pemeriksaan fisik, khususnya dengan pemeriksaan
ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan
posisi litotomi, kista terdapat di bagian unilateral,
nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang
eritem pada posisi jam 4 atau jam 8 pada labium
minus posterior. Jika kista terinfeksi, pemeriksaan
kultur jaringan dibutuhkan untuk
mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan
untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat
penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Histopatologi

Kista Bartolini adalah kista yang sering terjadi pada vulva, dimana kista ini

menyebabkan dilatasi dari duktus maupun kelenjar Bartolini.

 Radiografi (MRI dan CT-scan)

Kista paravulvar secara kebetulan ditemukan oleh MRI dan CT pelvis. Kista vulvar

termasuk kista duktus Bartolini adalah yang paling sering. Kista duktus Bartolini

biasanya memiliki panjang 1 hingga 4cm dan dapat dideteksi dengan ultrasound : kista

yang kecil dan asimptomatik tidak membutuhkan pengobatan. Pada MRI, kesan T2

pada kista duktus Bartolini biasanya memperlihatkan sinyal intensitas yang tinggi,

meskipun gambaran T1 memberikan berbagai macam intensitassinyal.


DIAGNOSIS BANDING

• Kista Sebaseus
• Kista Epidermal
• Kista Disontogenik
• Fibroma
• Lipoma
• Kista Vestibular
• Keganasan Kelenjar Bartolini
PENATALAKSANAAN

• kista Bartolini tergantung pada beberapa faktor seperti gejala klinik (nyeri atau
tidak), ukuran kista dan terinfeksi tidaknya kista. Kista Bartolini yang
asimptomatik pada penderita dibawah usia 40 tahun tidak membutuhkan
pengobatan. Pada beberapa kasus, kista kecil hanya perlu diamati beberapa
waktu untuk melihat ada tidaknya pembesaran.
• Untuk infeksi lokal, yang sering digunakan adalah antibiotik topikal seperti
mupirocin. Antibiotik yang biasanya digunakan untuk terapi penyakit menular
seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea seperti ceftriaxone 125 mg IM
dosis tunggal untuk orang dewasa, sedang untuk bayi dan anak-anak 50-70
mg/KgBB IV, ciprofloxacin 250 mg peroral, doxycycline 100 mg peroral,
azithromycin 1 gr peroral.
PENATALAKSANAAN

Beberapa prosedur yang dapat dilakukan:


• Sitz Bath

• Word catheter

• Marsupialisasi

• Eksisi
PROGNOSIS
• Kista Bartolini memberikan respon yang
cukup baik terhadap pengobatan dalam
beberapa hari.
• Luka postoperasi mengalami pemulihan
dalam beberapa hari hingga 2 minggu. Hal
ini tergantung dari ukuran abses atau
kista dan jenis prosedur yang digunakan.
Kebanyakan prosedur operasi selain insisi
dan drainase, efektif untuk mencegah
infeksi yang rekurens.
KESIMPULAN
• Kista Bartolini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat sumbatan
pada salah satu duktus sehingga mukus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Kista
dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada duktusnya termasuk duktus kecil
dan kelenjar asinus. Kista Bartolini adalah kista yang paling umum terjadi pada vulva
labia mayor, menyerang kira-kira pada 2% wanita, terutama saat usia reproduktif. Kista
Bartolini biasanya dengan gejala asimptomatik.Penatalaksanaan kista Bartolini
tergantung pada beberapa faktor seperti gejala klinik (nyeri atau tidak), ukuran kista
dan terinfeksi tidaknya kista. Jika kista masih kecil dan asimptomatis, cukup dilakukan
observasi. Jika kista terinfeksi, diperlukan pengobatan antibiotik topikal dan antibiotik
sistemik. Secara keseluruhan kista bartolini bila ditangani dengan tepat memberikan
respon yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Angreini D, Madjid A, Amiruddin MD. Bartolinitis dan Kista Bartolini. In: Amiruddin MD, editor. Penyakit Menular Seksual. Makassar
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin; 2004. p. 163-75.
2. Wahyuni Et, Amiruddin MD, Mappiasse A. Bartholin’s Abscess Caused By Escherichia Coli. IJDV. 2012;1:69-71.
3. Omole F, Simmons BJ, Hacker Y. Management of Bartholin’s Duct Cyst and Gland Abscess. Am Fam Physician. 2003;68(1):135-40.
4. Soydinc HE, Sak ME, Evsen MS, Caca FN. Heterotopically Located Bartholin’s Cyst. Eur J Gen Med. 2012;9(1):36-8.
5. Figubredo ACN, Duarte PEFSAR, Gomes TPM, Borrego JMP, Marques CEC. Bartholin’s Gland Cysts: management with carbon-dioxide laser
vaporization. Rev Bras Ginecol Obstet. 2012;34(12):550-4.
6. Mitchell H. Other Conditions That Affect The Female Genital Tract. In: Adler M, Cowan F, French P, Mitchell H, Richens J, editors. ABC of
Sexually Transmitted Infections. 5th ed. London: BMJ Publishing Group; 2004. p. 39.
7. Kozawa E, Irisawa M, Heshiki A, Kimura F, Shimizu Y. MR Findings of a Giant Bartholin’s Duct Cyst. Magn Reson Med Sci 2008;7(2):101-3.
8. Hill DA, Lense JJ. Office Management of Bartholin Gland Cysts and Abscesses. Am Fam Physician. 1998;1;57(7):1611-6.
9. Gupta S, Gupta S, Jain VK, Kumar B. A “stone” in the vulva. Sex Transm Inf. 2000;76:319.
10. Najam R, HH C, Awasthi S. A Large Fibroma Polyp of Labia Majora–A Case Report. J Clin Case Rep. 2013;3:8.
11. Khreisat B, Uraiqat A. Vulvar Lipoma. JRMS. 2012;19(2):79-81.
12. Hill DS, Butterfield A. Bartholin’s Gland Squamous Cell Carcinoma, a Rare Vulvar Neoplasm. J of Diag Med Sonography. 2010;20(10):1-3.
13. Pandey KC, Revannasiddaiah S, Nautiyal V, Pant NK. Vulvar Adenocarcinoma. BMJ Case Rep. 2013;10:1-2.
14. Vaniary, T. I. N., & Martodihardjo, S. (2017). A Retrospective Study: Bartholin Cyst and Abscess. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
29(1), 52-58.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai