Anda di halaman 1dari 70

JENIS PENYAKIT KANDUNGAN

Oleh: Lucia Ani K., S.Si.T., M.Kes.


TANDA RADANG/ INFLAMASI
 Rubor (kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Ketika reaksi peradangan mulai
timbul maka arteri yang mensuplai darah ke daerah
tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah
mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Pembuluh-
pembuluh darah yang sebelumnya kosong atau sebagian
saja meregang dengan cepat dan terisi penuh oleh darah.
Keadaan ini dinamakan hiperemi atau kongesti
menyebabkan warna merah lokal karena peradangan
akut.
 Kalor (peningkatan suhu tubuh)
Panas merupakan reaksi pada permukaan tubuh yakni
kulit yang terjadi bersamaan dengan kemerahan akibat
peradangan. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih
panas dari sekelilingnya, hal ini terjadi karena jumlah
darah lebih banyak disalurkan ke permukaan daerah
yang terkena radang dibandingkan ke daerah normal.
 Dolor (rasa sakit/ nyeri)
Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan karena adanya
peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga
terjadi peningkatan tekanan lokal yang dapat
menimbulkan rasa nyeri dan adanya pengeluaran zat-zat
kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin,
histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf perifer
di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri.
 Tumor (pembengkakan)
Gejala paling nyata pada peradangan adalah
pembengkakan yang disebabkan oleh terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan
aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami
cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari
pembuluh darah ke ruang interstitial.
 Fungsiolaesa
Merupakan gangguan fungsi dari jaringan sebagai
konsekuensi dari suatu proses inflamasi. Gerakan yang
terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara
sadar atau secara refleks akan mengalami hambatan oleh
rasa sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik
mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan.
KEPUTIHAN
 Keputihan merupakan sebuah gejala atau keluhan, bukan
sebuah diagnosis. Keputihan/ duh tubuh wanita/ fluor
albus/ vaginal discharge, merupakan cairan atau secret
yang keluar dari vagina. Sekret ini mengandung flora
normal di daerah vagina, elektrolit, dan epitel vagina dan
serviks.
 Keputihan merupakan sekret yang fisiologis dihasilkan
karena memiliki fungsi:
1. Lubrikasi
2. Proteksi terhadap infeksi
3. Proteksi terhadap iritasi
4. Menjaga kesehatan jaringan daerah vagina
 Keadaan – keadaan seperti apa, duh tubuh akan
dihasilkan lebih banyak?
1. Waktu ovulasi (sel telur di lepas dari indung telur)
2. Waktu menjelang dan setelah haid
3. Rangsangan seksual
4. Masa kehamilan
5. Menggunakan alat kontrasepsi
6. Stress
 Ciri-ciri keputihan Fisiologis (Normal)
1. Sekret tidak berwarna/ bening, kadang-kadang putih kental,
tidak gatal, tidak berbau dan jumlahnya sedikit
2. Umumnya hanya di daerah porsio vagina
3. Sekret mengandung flora bakteri, elektrolit, air, epitel
vagina dan serviks, rendah leukosit
 Ciri-ciri keputihan Patologis (Abnormal)

1. Sekret dengan jumlah banyak, berwarna putih seperti susu


basi, kuning atau kehijauan
2. Menimbulkan rasa gatal, perih dan disertai bau amis atau
busuk
3. Menimbulkan rasa nyeri saat berkemih atau bersenggama
4. Sekret mengandung leukosit tinggi
 Warna pengeluaran dari vagina akan berbeda sesuai dengan
penyebab dari Keputihan
 Wanita yang mengalami keputihan tidak normal merupakan
indikasi dari berbagai penyakit seperti vaginitis,
kandidiasis, dan trikomoniasis yang merupakan salah satu
dari gejala Penyakit Menular Seksual (PMS)
 Keputihan juga merupakan indikasi dari adanya infeksi di
dalam rongga panggul seperti infeksi pada saluran telur
yang disertai sakit perut yang hebat. Keputihan abnormal
yang tidak tertangani dengan baik dan dialami dalam waktu
yang lama akan berdampak pada terjadinya infeksi saluran
reproduksi. Infeksi saluran reproduksi ini mengakibatkan
infertilitas.
 RADANG PADA GENETALIA EKSTERNA
1. Bartolinitis
2. Vaginitis
3. Vulvo vaginitis
BARTHOLINITIS

 Kelenjar Bartholin terletak di kedua sisi vagina/ bilateral di


posterior introitus vagina dan bermuara dalam vestibulum pada
posisi arah jam 4 dan 8. Kelenjar ini biasanya berukuran
sebesar kacang kapri dan tidak teraba (kecuali pada keadaan
penyakit atau infeksi). Penyakit yang menyerang kelenjar
Bartholini biasanya terjadi pada wanita antara usia 20 dan 30
tahun.
 Kelenjar Bartholin adalah kelenjar pada perempuan yang
homolog dengan kelenjar bulbourethral (kelenjar Cowper)
pada laki-laki. Kelenjar mulai berfungsi pada masa pubertas
dan berfungsi memberikan kelembaban untuk vestibulum.
Pada koitus, kelenjar bartholini mengeluarkan getah lendir.
 Kelenjar Bartholini berkembang dari tunas di epitel
daerah posterior vestibulum. Kelenjar Bartholini terletak
bilateral pada dasar labium minora, masing-masing
berukuran sekitar 0,5 cm dan mensekresikan mukus ke
dalam duktus yang memiliki panjang 2-2,5 cm.
 Bartolinitis adalah infeksi pada kelenjar bartolini yang
juga dapat menimbulkan pembengkakan di labia mayor.
Biasanya, disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan
sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai demam,
seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.
 Biasanya disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoeae
sehingga bartholinitis sering kali timbul pada gonorhea,
namun dapat pula disebabkan oleh, Chlamydia
Trachomatis, Staphylococcus, Streptokokkus, dan
Escherichia Coli.
 Terapi yang paling baik untuk Bartholinitis adalah terapi
causal (penyebab).
 Diagnosis yang dilakukan adalah dengan tanda-tanda
seperti diatas (merah, nyeri, dll) juga pemeriksaan
laboratorium dengan memeriksa hapusan urethra dan
vulva dengan metode blue atau gram. Lebih baik lagi
dengan pembiakan (kultur) dan sekaligus dilakukan uji
kepekaan kuman.
 Penyebab dari kelainan kelenjar Bartholin adalah
tersumbatnya bagian distal dari duktus kelenjar yang
menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga terjadi
pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut
dapat terinfeksi, dan selanjutnya berkembang menjadi
abses.
 Kista dan abses Bartholin merupakan penyakit terkait
kelenjar Bartholin yang paling sering terjadi. Penyakit
terjadi pada 2-3% wanita. Kista Bartholin rata-rata
memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm, biasanya unilateral
dan asimptomatik.
 Kista yang lebih besar dapat menimbulkan
ketidaknyamanan terutama saat berhubungan seksual,
duduk, atau jalan.
 Pasien dengan abses Bartholin biasanya mengeluhkan
nyeri vulva yang akut, berkembang secara cepat, dan
progresif.
 Diagnosis kista dan abses Bartholin ditegakkan
berdasarkan temuan klinis serta pemeriksaan fisik.
 Penatalaksanaan kista Bartholin tergantung dari manifestasi klinis,
diperlukan hanya jika lesi menjadi simtomatik atau terinfeksi.
Tujuan penatalaksanaan kista Bartholin adalah memelihara dan
mengembalikan fungsi kelenjar Bartholin. Pada kista terinfeksi
atau abses Bartholin, pemberian antibiotik jangan ditunda
menunggu hasil kultur.
 Terapi Farmakologis

Medikasi diberikan tergantung dari manifestasi klinis, dapat


diberikan antipiretik atau antinyeri bila ada keluhan. Pengobatan
antibiotik diberikan untuk abses Bartholin karena infeksi sebagian
besar disebabkan oleh bakteri. Antibiotik mungkin tidak diperlukan
untuk kista yang tidak disertai gejala. Pemberian antibiotik perlu
diperhatikan terutama untuk wanita yang memiliki risiko tinggi
seperti rekurens, kehamilan, infeksi selulitis
dan gonore atau infeksi klamidia yang menyebar luas. Penggunaan
antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui dari hasil
kultur swab.
 Terapi Non Farmakologis
Kista kelenjar Bartholin yang asimptomatik dapat tidak
diobati tanpa konsekuensi yang merugikan. Sitz
bath direkomendasikan untuk abses yang cenderung pecah
secara spontan. Sitz bath dilakukan dengan cara berendam
dalam bak berisi air hangat beberapa kali sehari selama 10-15
menit sehingga dapat membantu kista kecil yang terinfeksi
pecah dan pus mengalir dengan sendirinya. 
 Insisi dan Drainase

Metode yang sederhana dan cepat pada pasien abses Bartholin


adalah insisi dan drainase pada area yang terinfeksi. Namun,
metode ini rentan terhadap rekurensi pembentukan kista atau
abses.
 Kateter Word
Kateter Word adalah metode yang umum digunakan, lebih
konservatif, serta membantu mencegah rekurensi kista dan
abses Bartholin. Kateter terdiri dari ujung balon tiup yang
diisi dengan larutan saline. Perawatan membutuhkan insisi
kecil di daerah yang terinfeksi, kemudian  balon kateter
Word ditempatkan di dalam kista atau rongga abses.
Kateter dibiarkan di dalam selama 4-6 minggu untuk
memastikan epitelisasi. Sitz baths direkomendasikan
untuk membantu proses penyembuhan. Penggunaan
kateter Word tidak disarankan untuk perawatan kista dan
abses yang dalam. Kateter Foley dan cincin Jacobi juga
merupakan metode fistulisasi yang dapat digunakan.
 Marsupialisasi
Marsupialisasi merupakan metode penatalaksanaan
alternatif kista Bartholin, yang memungkinkan metode
drainase lebih tidak invasif. Pada teknik marsupialisasi,
dilakukan penjepitan kista dan dilanjutkan insisi secara
vertikal untuk mengalirkan isi rongga kelenjar. Larutan
saline dapat digunakan untuk membersihkan daerah
tersebut, dan dilanjutkan dengan eversi dinding kista.
Prosedur marsupialisasi tidak boleh dilakukan pada
abses Bartholin. Komplikasi seperti hematoma,
dispareunia dan infeksi dapat terjadi.
 Laser CO2
Laser CO2 berfungsi sebagai metode dengan keunggulan
menghindari kekurangan dari metode sebelumnya, seperti
rekurensi, terbentuknya jaringan parut, drainase yang persisten,
dan perdarahan terkait prosedur tindakan. Insisi pada kista
dibuat dengan laser CO2 dan dinding diuapkan dari dalam.
 Metode lainnya

Metode lain untuk mengobati kista dan abses kelenjar Bartholin


di antaranya ablasi menggunakan perak nitrat, aspirasi jarum
dengan atau tanpa skleroterapi alkohol, dan eksisi kelenjar. Saat
merawat pasien berusia 40 tahun atau lebih, pertimbangan yang
cermat harus diambil sehubungan dengan eksisi kelenjar.
 Cara pencegahan bartolinitis :
1. Jika tidak dibutuhkan, jangan menggunakan pantyliner.
Perempuan seringkali salah kaprah. Mereka merasa nyaman
jika pakaian dalamnya bersih. Padahal penggunaan
pantyliner dapat meningkatkan kelembapan kulit di sekitar
vagina.
2. Alat reproduksi memiliki sistem pembersihan diri untuk
melawan kuman yang merugikan kesehatan. Produk pembersih
dan pengharum vagina yang banyak diperdagangkan
sebetulnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika digunakan
berlebihan bisa berbahaya.
3. Hindari melakukan hubungan seksual berganti- ganti
pasangan. Ingat, kuman juga bisa berasal dari pasangan
Anda. Jika Anda berganti-ganti pasangan, tak gampang
mendeteksi sumber penularan bakteri. Peradangan
berhubungan erat dengan penyakit menular seksual dan pola
seksual bebas.
 Untuk menghadang radang, berbagai cara bisa
dilakukan. Gaya hidup bersih dan sehat:
1. Biasakan membersihkan alat kelamin setelah
berhubungan seksual.
2. Biasakan membersihkan diri, setelah BAB, dengan
gerakan membasuh dari depan ke belakang.
3. Berhati-hatilah saat menggunakan toilet umum.
Siapa tahu, ada penderita radang yang menggunakannya
sebelum Anda.
4. Periksakan diri ke dokter jika mengalami keputihan
cukup lama. Tak perlu malu berkonsultasi dengan
dokter kandungan sekalipun belum menikah. Karena
keputihan dapat dialami semua perempuan.
5. Hindari mengenakan celana ketat, karena dapat memicu
kelembapan. Pilih pakaian dalam dari bahan yang
menyerap keringat agar daerah vital selalu kering.
6. Konsumsi makanan sehat dan bergizi. Usahakan agar
Anda terhindar dari kegemukan yang menyebabkan paha
bergesek. Kondisi ini dapat menimbulkan luka, sehingga
keadaan kulit di sekitar selangkangan menjadi panas dan
lembap. Kuman dapat hidup subur di daerah tersebut.
PH VAGINA
 Kisaran normal pH vagina adalah 0-14. Kurang dari 7
dianggap asam, sedangkan lebih dari 7 dianggap basa.
Kadar pH normal vagina berkisar antara 3,8-4,5, yang
termasuk dalam pH asam. Kadar pH ini dapat meningkat
saat menstruasi dan saat fase ovulasi (masa subur). pH
vagina yang basa dibutuhkan oleh sperma agar dapat
melakukan mobilitas dan bertahan di dalam lendir
vagina hingga mencapai sel telur. Pada wanita yang telah
mengalami menopause pH vagina juga bisa lebih dari
4,5.
 Di dalam vagina terdapat banyak bakteri yang berfungsi
melindungi area organ intim wanita dan menjaga
"kebersihan" vagina. Bakteri berjenis lactobasillus
tersebut harus terus berada dalam jumlah yang seimbang
dan kualitas yang baik. Bakteri tersebut juga
mempertahankan pH vagina tetap normal agar bakteri
lain maupun jamur tidak dapat tumbuh di vagina.
 Gangguan pada keseimbangan bakteri normal vagina
dapat menyebabkan perubahan pH vagina. Vagina
dengan pH yang terlalu basa, dapat menyebabkan infeksi
bakteri dan jamur mudah terjadi.
 Penyakit kelamin dan menular yang dapat dialami antara
lain bakterial vaginosis, trichomoniasis, candidiasis
vaginalis, yang sering ditandai dengan gejala gatal/ perih
di kemaluan, keputihan yang berwarna dan berbau tidak
sedap.
 Namun, pH vagina yang terlalu asam akan "mematikan"
bagi sperma sehingga sulit bagi sperma untuk bertahan
dan bisa membuahi sel telur. Hal ini bisa menimbulkan
infertilitas atau gangguan kesuburan sehingga sulit untuk
hamil. Tidak ada gejala yang dialami oleh pasien dengan
pH yang terlalu asam selain keluhan "sulit hamil". 
 Untuk mengetahui pH vagina dapat dilakukan pemeriksaan
dengan kertas pH atau alat dipstick. Pemeriksaan oleh dokter
spesialis kandungan juga diperlukan untuk menentukan
kesehatan kondisi organ reproduksi anda dan faktor-faktor lain
yang menyebabkan kesulitan hamil selain daripada masalah
pada pH vagina.
 Untuk menghindari perubahan pH vagina menjadi terlalu asam
dapat dilakukan hal-hal berikut:
1. Mengurangi intake makanan fast food, makanan yang terlalu
manis, makanan dengan banyak pengawet, goreng-gorengan.
2. Hindari merokok (tembakau)
3. Hindari dehidrasi, dengan mengkonsumsi air putih yang
cukup minimal 8 gelas per hari
4. Kelola stres dengan baik
5. Lakukan hubungan seksual yang teratur. Sperma sendiri
bersifat basa sehingga dapat membantu meningkatkan pH
vagina
 Ketika pH terus-menerus berada diatas angka 4.5, tentu ini dapat
memengaruhi kondisi kesehatan vagina. Berikut ini adalah hal-
hal yang dapat menyebabkan pH vagina terganggu.
 Haid

Ketika sedang haid, pH vagina dapat meningkat. Ini karena


darah yang keluar akan tertampung selama beberapa saat di
pembalut atau tampon yang Anda gunakan. Untuk itu, usahakan
sering mengganti pembalut atau tampon Anda.
 Cuci vagina

Mencuci vagina menggunakan sabun atau bahan kimia yang


tidak sesuai dengan pH vagina akan merusak kesehatan vagina.
Selain itu, terlalu sering melakukan douching (menyemprotkan
cairan pembersih dalam vagina) juga tidak dianjurkan.
 Douching dengan menggunakan cairan yang terdiri dari
campuran berbagai bahan kimia seperti air, baking
soda, cuka, pewangi, dan cairan antiseptik dapat
merusak pH serta membunuh bakteri baik yang menjaga
organ kewanitaan dari infeksi.
 Seks tanpa kondom

Cairan mani atau semen bersifat basa, yaitu 7,1-8.


Kontak dengan vagina tentu akan  memengaruhi kondisi
pH-nya. Namun, ini dapat diatasi dengan membasuh
vagina dengan air setelah berhubungan intim.
 Jika pH vagina berubah, keseimbangan flora normal (jamur
dan bakteri) di dalamnya akan terganggu, sehingga akan
memicu keputihan yang tidak normal. Keseimbangan
bakteri yang terganggu dan pH vagina yang berubah paling
sering menimbulkan keluhan berupa keputihan yang tidak
normal (patologis). Penyebab terseringnya adalah akibat
infeksi parasit, jamur, atau bakteri.
 Vaginosis bakterial

Vaginosis bakterial (BV) disebabkan oleh pertumbuhan


bakteri anaerobik vagina. Ciri-cirinya adalah keputihan
berwarna kuning hingga kehijauan, disertai gatal, dan
berbau amis. BV lebih sering terjadi pada wanita yang aktif
berhubungan seksual.
 Infeksi jamur
Infeksi jamur pada vagina dalam dunia medis dikenal
sebagai vaginal candidiasis. Ciri-ciri keputihan yang
disebabkan infeksi jamur adalah bergumpal seperti keju,
disertai rasa gatal, panas, bahkan nyeri setelah buang air
kecil atau saat berhubungan seksual.
 Infeksi parasit

Trikomoniasis adalah infeksi parasit pada vagina.


Kondisi ini ditandai dengan keputihan berwarna hijau,
dapat berbuih, berbau tidak sedap, dan dapat disertai rasa
gatal. Infeksi atau penyakit ini termasuk dalam penyakit
menular seksual.
 Untuk bisa menjaga pH vagina tetap seimbang, lakukan ini:
1. Bersihkan vulva dengan air hangat. Jika ingin pakai
sabun, pilih yang lembut, tanpa pewangi, dan tidak
mengandung gliserin.
2. Ganti pembalut atau tampon sesering mungkin saat
sedang haid. Kadar pH darah saat haid bisa mencapai 7,4,
yang angka tersebut lebih tinggi dari pH vagina. Pembalut
atau tampon yang tidak diganti terlalu lama dapat
menyebabkan vaginitis (peradangan pada vagina).
3. Gunakan kondom saat berhubungan seksual.
4. Hindari menggunakan metode douching.
5. Konsumsi makanan yang mengandung bakteri
probiotik Lactobacillus acidophilus dapat membantu
mencegah infeksi vagina dan menyeimbangkan pH.
VAGINITIS
 Merupakan peradangan/ infeksi pada vagina.
 Tanda dan gejala:

1. Keputihan abnormal yang disertai dengan bau


vagina yang tidak sedap
2. Panas dan nyeri saat BAK (disuria)
3. Gatal disekitar di area vagina atau sekitarnya
(pruritus)
4. Ketidaknyamanan saat berhubungan seksual
(dispareunia)
5. Flek atau perdarahan dari vagina
6. Kemerahan di sekitar vagina
 Vagina secara normal didiami oleh sejumlah organisme,
antara lain Lactobacillus acidophilus, difteroid, candida
dan flora yang lain.
 Penyebab:

Banyak faktor yang bisa menyebabkan vaginitis. Tetapi


pada sebagian besar kasus, vaginitis disebabkan
oleh infeksi bakteri.
Keberadaan bakteri di vagina sebenarnya adalah hal
yang normal, selama jumlahnya seimbang. Vaginitis
terjadi ketika ada ketidakseimbangan antara jumlah
bakteri ‘baik’ dan bakteri ‘jahat’ di vagina.
 Selain karena infeksi bakteri, penyebab lain vaginitis
adalah:
1. Infeksi jamur, akibat perkembangan jamur yang
berlebihan di vagina.
2. Iritasi atau reaksi alergi pada vagina, misalnya
akibat penggunaan pembersih kewanitaan.
3. Penyakit menular seksual,
(seperti trikomoniasis, klamidia, dan herpes genital).
4. Penipisan dinding vagina akibat penurunan kadar
estrogen, misalnya setelah menopause atau setelah
operasi pengangkatan rahim (histerektomi).
 Faktor Risiko Vaginitis
Terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang
wanita menderita vaginitis, yaitu:
1. Berganti-ganti pasangan seksual.
2. Menderita diabetes yang tidak terkontrol.
3. Melakukan vaginal douching atau membersihkan bagian
dalam vagina.
4. Sering mengenakan celana yang lembab atau ketat.
5. Menggunakan KB spiral atau spermisida.
6. Menggunakan produk pembersih kewanitaan.
7. Efek samping obat-obatan, seperti antibiotik
atau kortikosteroid.
8. Perubahan hormon akibat kehamilan atau konsumsi pil KB.
 Diagnosis Vaginitis
Guna memastikan vaginitis, dokter akan terlebih dulu
menanyakan gejala yang dialami pasien dan apakah pasien
pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya.
Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan berikut:
1. Pemeriksaan kadar asam dan basa vagina, atau
disebut juga pH vagina.
2. Pemeriksaan bagian dalam vagina, untuk melihat tanda
peradangan.
3. Pemeriksaan sampel cairan vagina di laboratorium,
untuk mengetahui penyebab vaginitis.
4. Pemeriksaan sampel jaringan.
 Pengobatan Vaginitis
Pengobatan vaginitis tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Secara umum, pengobatan tersebut meliputi:
1. Pemberian obat antibiotik
Metronidazole dan clindamycin adalah antibiotik yang
paling sering digunakan pada vaginitis yang disebabkan
oleh bakteri.
2. Pemberian obat antijamur
Vaginitis akibat infeksi jamur dapat diatasi dengan obat
antijamur, seperti miconazole, clotrimazole, atau fluconazole.
3. Terapi pengganti hormon
Terapi pengganti hormon digunakan untuk mengatasi
vaginitis yang dipicu oleh penurunan hormon estrogen.
 Sedangkan untuk mengatasi vaginitis yang disebabkan
oleh iritasi atau alergi, dokter akan menganjurkan pasien
untuk menghindari pemicunya, misalnya sabun
pembersih vagina atau kondom berbahan dasar lateks.
Selain itu, dokter juga dapat memberikan obat-obatan
untuk meredakan peradangan dan gatal.
 Pencegahan Vaginitis
1. Bersihkan vagina dengan air tanpa menggunakan
sabun, dan hindari membasuh bagian dalam vagina.
2. Selalu bersihkan vagina dari arah depan ke
belakang setiap kali selesai buang air, dan pastikan
menyeka vagina hingga benar-benar kering.
3. Hindari penggunaan benda yang bisa menyebabkan
iritasi atau alergi pada vagina, seperti pembalut yang
mengandung pewangi atau sabun pembersih vagina.
4. Lakukan hubungan seks yang aman dengan
menggunakan kondom dan tidak berganti-ganti
pasangan.
5. Gunakan air hangat bila ingin berendam, jangan air
yang terlalu panas.
6. Pilih celana dalam yang tidak ketat dan berbahan
katun.
7. Kontrol kadar gula darah bila menderita diabetes.
VULVOVAGINITIS
 Merupakan peradangan atau infeksi pada vulva dan
vagina. Kondisi ini umum dialami oleh wanita dan anak
perempuan pada berbagai usia, dan mempunyai penyebab
yang bervariasi.
 Tanda dan gejala:

1. Tidak nyaman pada saat buang air kecil


2. Terasa gatal pada area kelamin
3. Iritasi pada daerah kelamin
4. Keputihan pada vagina yang semakin lama semakin
berbau tajam
5. Terdapat peradangan sekitar labia dan daerah perineum
 Penyebab:

1. Bakteri
Bakteri merupakan penyebab paling umum dari kondisi
ini, dengan gejala berupa keluarnya keputihan berwarna
putih keabu-abuan, disertai dengan bau yang amis.
Jenis bakteri yang menginfeksi adalah streptococcus,
gardnerella, dan staphylococcus
2. Ragi/jamur
Ragi atau jamur merupakan salah satu penyebab
umum dari vulvovaginitis. Kondisi ini menyebabkan
gatal pada kelamin dan keputihan berwarna putih dan
kental dengan tekstur seperti keju.
3. Virus yang ditularkan melalui hubungan seksual,
seperti herpes dan human papillomavirus (HPV).
4. Parasit seperti cacing kremi, kudis, dan kutu dapat
menyebabkan radang vulva dan vagina
5. Faktor lingkungan yang buruk seperti kebersihan dan
alergen yang buruk. Selain itu, memakai pakaian yang
ketat dapat menyebabkan iritasi dan membuat area
tersebut menjadi lembap. Kulit yang teriritasi lebih
rentan terhadap vulvovaginitis dan dapat
menyebabkan penundaan pemulihan
6. Infeksi menular seksual dapat menyebabkan gatal,
ketidaknyamanan, keputihan yang banyak dan dapat
berwarna kuning, abu-abu, atau hijau, disertai dengan
bau yang sangat menyengat. Penyakit atau infeksi
menular seksual di antaranya adalah klamidia, gonorrhea
dan herpes.
7. Bahan kimia yang menyebabkan reaksi alergi sering
ditemukan pada sabun, parfum, kontrasepsi vaginal,
cairan pembersih kewanitaan dan detergen. 
 Untuk mendiagnosis penyakit vulvovaginitis, dokter
biasanya akan menanyakan riwayat penyakit dan tanda
serta gejala yang dialami pasien. Dokter juga akan
mengumpulkan sampel cairan dari vagina untuk
pengujian di laboratorium.
Selain itu, Dokter juga akan melakukan pemeriksaan
panggul untuk memantau vulva, vagina dan serviks
(leher rahim). Dalam kasus yang jarang, biopsi dari
vulva akan dilakukan untuk mengindentifikasi
organisme, dengan mengambil sedikit jaringan dari
vulva. Biopsi biasanya dilakukan jika pengobatan secara
tradisional tidak berhasil.
 Pengobatan dan perawatan dapat dilakukan berdasarkan penyebab
vulvovaginitis, seperti:
1. Alergi:
Tentukan dengan segera penyebab alergi lalu hentikan
penggunaanya.
2. Hormon
Dokter akan menggunakan krim estrogen untuk membantu
meredakan gejala vulvitis.
3. Infeksi ragi/jamur:
Dapat diobati dengan krim yang dioleskan pada vagina, terkadang
juga dapat diobati oleh pil yang diminum
4. Vaginosis bakterial:
Diobati dengan antibiotik oral, krim, atau gel yang dimasukkan
pada vagina
 Terdapat beberapa cara untuk mengurangi risiko terhadap
vulvovaginitis, termasuk:
1. Tidak berganti pasangan seksual
2. Memakai proteksi seperti kondom ketika melakukan hubungan
seksual
3. Hindari penggunaan cairan antiseptik atau cairan pembersih
kewanitaan, karena produk-produk tersebut akan mengganggu
keseimbangan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
4. Jaga kebersihan alat bantu seksual
5. Hindari pakaian yang menahan panas, menahan kelembapan,
celana ketat maupun celana dalam yang bukan berbahan katun
6. Berkonsultasi dengan dokter jika menemukan gejala-gejala
vulvovaginitis
 RADANG PADA GENETALIA INTERNA
1. Cervicitis
2. Endometritis
3. Miometritis
4. Parametritis
5. Adneksitis
6. Peritonitis pelvis
SERVISITIS
 Merupakan infeksi pada serviks uteri.
 Dapat disebabkan oleh infeksi khusus seperti gonokokus,
chlamydia, trichomonas vaginalis, candida, dan
mycoplasma atau disebabkan mikroorganisme endogen
vagina yang bersifat aerob dan anaerob termasuk
streptokokus, escherichia coli serta stapilokokus
(servisitis non spesifik). Dapat juga disebabkan oleh
robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion
(erosi serviks), alat kontrasepsi, tindakan intrauterine
(seperti dilatasi), infeksi serviks sering terjadi karena
luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan
infeksi karena hubungan seks.
 Gejala
1. Keputihan hebat, biasanya kental atau purulent dan
biasanya berbau
2. Sering menimbulkan erosi pada porsio yang tampak seperti
daerah merah menyala
3. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat
flour yang purulent keluar dari kanalis servikalis
4. Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis
5. Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih
dalam daerah selaput lendir yang merah karena infeksi.
6. Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri
punggung dan gangguan kemih
7. Perdarahan saat melakukan hubungan seks
SERVISITIS AKUT
 Infeksi ini dapat disebabkan oleh gonokokus (gonorea)
sebagai salah satu infeksi hubungan seksual. Pada infeksi
setelah keguguran dan persalinan disebabkan oleh
stafilokokus dan streptokokus
 Gejala: pembengkakan mulut rahim, pengeluaran cairan
bernanah, adanya rasa nyeri yang dapat menjalar ke
sekitarnya.
 Pengobatan: antibiotika dosis tepat dan menjaga
kebersihan daerah kemaluan.
SERVISITIS KRONIK
 Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah
melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada serviks karena
partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke
dalam endoserviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan
infeksi menahun.
 Gejala: leukorea yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi
perdarahan saat hubungan seks.
 Pengobatan: pemeriksaan setelah 42 hari persalinan atau
sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim luka lokal
disembuhkan dengan cairan al-butil tingtura, cairan nitrasargenti
tingtura, dibakar dengan pisau listrik, termokauter,
mendinginkannya (cryosurgery). Penyembuhan servisitis
menahun sangat pentingkarena dapat menghindari keganasan
dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas.
ENDOMETRITIS
 Endometritis adalah suatu peradangan pada
endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri pada jaringan.
 Endometritis paling sering ditemukan terutama:

1. Setelah seksio sesarea


2. Partus lama atau pecah ketuban yang lama
 Diagnosis banding: infeksi traktus urinarius, infeksi
pernapasan, septikemia, tromboflebitis pelvis, dan abses
pelvis.
 Penatalaksanaan:
1. Pemberian antibiotika dan drainase yang memadai
2. Pemberian cairan intravena dan elektrolit
3. Penggantian darah
4. Tirah baring dan analgesia
5. Tindakan bedah
ENDOMETRITIS AKUT
 Pada endometritis akut endometrium mengalami edema dan
hiperemi terutama terjadi pada post partum dan post abortus.
 Penyebab:

1. Infeksi gonorhoe dan infeksi pada abortus dan partus


2. Tindakan yang dilakukan di dalam uterus seperti
pemasangan IUD, kuretase
 Gejala-gejala:

1. Demam
2. Lochia berbau
3. Lochia lama berdarah malahan metrorhagia
4. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau
perimetrium tidak nyeri
 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting
adalah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Adapun pengobatannya adalah:
1. Uterotonika
2. Istirahat, letak fowler
3. Antibiotika
ENDOMETRITIS KRONIK
 Tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit.
 Gejala-gejala klinis

1. Leukorea
2. Kelainan haid seperti menorhagia dan metrorhagia
 Pengobatannya tergantung pada penyebabnya endometritis kronika
ditemukan:
1. Pada tuberkulosis
2. Pada sisa-sisa abortus atau partus yang tertinggal
3. Terdapat corpus alineum di kavum uteri
4. Pada polip uterus dengan infeksi
5. Pada tumor ganas uterus
6. Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvik
MIOMETRITIS
 Biasanya tidak berdiri sendiri tetapi lanjutan dari
endometritis, maka gejala-gejala dan terapinya sama
dengan endometritis. Diagnosa hanya dapat dibuat secara
patologi anatomis.
PARAMETRITIS
 Parametritis yaitu radang dari jaringan longgar di dalam ligamentum
latum. Radang ini biasanya unilateral.
 Diagosa banding: adnexitis lebih tinggi dan tidak sampai ke dinding
panggul, biasanya bilateral.
 Etiologi:

1. Dari endometritis dengan cara: 1) Percontinuitatum: endometritis,


metritis, parametritis; 2) Lymphogen; 3) Haematogen: phelbitis,
periphelbitis, parametritis
2. Dari robekan servik perforasi oleh alat-alat (sonde, kuret, IUD)
 Gejala:

1. Suhu tinggi dengan demam menggigil


2. Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah,
defense dll.
 Terapi: antibiotika
SALPINGITIS AKUT
 Diagnosa banding:
Kehamilan ektopik, tidak ada demam, Laju Endap Darah
(LED) tidak tinggi, dan lukosit tidak seberapa. Kalau tes
kehamilan positif, maka adneksitis dapat
dikesampingkan, tapi kalau negatif keduanya mungkin.
Appendicitis: tempat nyeri tekan lebih tinggi (Mc
burney)
Salpingitis menjalar ke ovarium hingga terjadi
oophoritis. Salpingitis dan oophoritis diberi nama
adnexitis.
 Etiologi:
Paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu
oleh staphilococcus, streptococcus dan bactery tbc.
 Infeksi dapat terjadi sbb:

1. Naik dari cavum uteri


2. Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari
appendiks yang meradang
3. Haematogen terutama salpingitis tuberculosa.
Salpingitis biasanya bilateral.
 Gejala:
1. Demam tinggi dengan menggigil
2. Nyeri perut kanan kiri bawah, terutama kalau ditekan
3. Defense kanan dan kiri atas ligamen pourpart
4. Mual dan muntah, ada gejala abdomen akut karena terjadi
rangsangan peritoneum
5. Kadang-kadang ada tendensi pada anus karena proses dekat
pada rectum dan sigmoid
6. Pada periksa dalam nyeri kalau portio digoyangkan, nyeri kiri
dan kanan dari uterus, kadang-kadang ada penebalan dari tuba
 Terapi:

1. Istirahat, antibiotik broad spectrum dan corticosteroid


2. Usus harus kosong
PELVIOPERITONITIS (PERIMETRITIS)
 Biasanya terjadi sebagai lanjutan dari salpingoophoritis. Kadang-
kadang terjadi dari endometritis atau parametritis.
 Etiologi:

1. GO
2. Sepsis (post partum dan post abortus)
3. Dari appendicitis
 Pelvioperitonitis dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan dari alat-
alat dalam rongga panggul dengan akibat perasaan nyeri atau ileus.
 Dapat dibedakan menjadi 2 bentuk:

1. Bentuk yang menimbulkan perlekatan-perlekatan tanpa


pembentukan nanah
2. Bentuk dengan pembentukan nanah yang menimbulkan douglas
abses.
PELVIOPERITONITIS AKUT
 Gejala: nyeri di perut bagian bawah
 Diagnosa

Pada periksa dalam teraba infiltrat dalam cavum


douglasi, tapi kadang-kadang hanya ada penebalan
lipatan cavun douglasi yang teraba sebagai pinggir yang
keras. Sebagai akibat pelvioperitonitis dapat terjadi
douglas abses yang dapat pecah ke dalam rectum atau ke
dalam forniks posterior vaginae.
 Douglas abses dapat terjadi karena:
1. Nanah yang keluar dari salpingitis purulenta
2. Pyosalping yang pecah
3. Haematocele retrouterina yang terinfeksi
4. Abses ovarium yang pecah
5. Dari abses appendiculer
6. Pelvioperitonitis purulenta
7. Perforasi usus pada typus abdominalis (terutama di
negara yang sedang berkembang)
 Gejala:
1. Demam intermitens, pasien menggigil
2. Tanesmi ad anum
 Diagnosa:

1. Pada periksa dalam teraba masa yang kenyal yang berfluktuasi


dalam cavum douglasi dan nyeri tekan
2. LED tinggi dan gambaran darah toksis
 Diagnosa banding:

1. Haematocele retrouterina: terjadi lambat laun dan setelah


beberapa lama menjadi keras
2. Tumor-tumor retrouterin: biasanya batas-batasnya jelas, kadang-
kadang dapat digerakkan
3. Abses dalam parametrium: terletak dalam ligamen sacro
uterinum
 Terapi:
1. Antibiotik spektrum luas
2. Istirahat dalam letak fowler
3. Obat untuk mengurangi rasa nyeri
4. Infus untuk mempertahankan balance elektrolit
5. Dekompresi dengan abott miller tube
6. Pada douglas abses dilakukan kolpotomia posterior,
kalau setelah kolpotomi tidak segera ada perbaikan
harus dicari sebab- sebab ekstra genital, misal
perforasi usus karena typus abdominalis

Anda mungkin juga menyukai