Anda di halaman 1dari 16

1

REFERAT
KOLELITHIASIS

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Bedah

RSUD Dr. Soedirman Kebumen

oleh :

Putri Wahyu Ningsih

14711122

Pembimbing

dr. Daroji, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2019
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan
jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan
sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana
diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di negara-
negara berkembang cenderung meningkat 1.
Di Amerika serikat, 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu empedu
kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu empedu.
Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi2.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk


suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau di dalam saluran empedu (choledocholithiasis) atau pada
kedua-duanya3.

Gambar 2.1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2013)

2.2 Anatomi kandung empedu

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak


tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, corpus,
infundibulum, dan collum. Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung
empedu. Corpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Collum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu4.

Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai Ductus
4

hepaticus communis. Ductus hepaticus bergabung dengan Ductus cysticus


membentuk Ductus choledochus5.

Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2013)

2.3 Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya


antara 600-1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml
empedu5. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam
kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer
dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang terkandung
dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%4.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas, asam empedu membantu transpor dan absorpsi
5

produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.
 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk
oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon cholecystokinin,
hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit
setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik
dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan
relaksasi yang bersamaan dari Sphincter Oddi yang menjaga pintu keluar Ductus
biliaris communis kedalam duodenum. Selain cholecystokinin, kandung empedu
juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang mensekresi asetilkolin dari sistem
saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu
pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan
cholecystokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung
empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam
makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu
sekitar 1 jam6.
Garam empedu, lecitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal
dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik
yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan3.

2.4 Epidemiologi

Insiden cholelithiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka


kejadian di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara
(Syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok
resiko tinggi yang disebut ”5 Fs” : female (wanita), fertile (subur)-khususnya
selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty (empat puluh tahun).
6

Cholelithiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun,


semakin banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya
Cholelithiasis7,8.
Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu
empedu bisa berjalan dalam keluarga. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai,
di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu
lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu
empedu juga sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat
sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan
semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu
empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang3.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia
jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki.
4. Beberapa faktor lain
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain:
obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik.

2.5 Patogenesis

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan


tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu
dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan
kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
7

meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan


unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan
batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol
adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-
garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam
empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak
yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat
diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu6.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam Ductus choledochus
melalui Ductus cysticus. Dalam perjalanannya melalui Ductus cysticus, batu
tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet
sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam Ductus
cysticus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan
tetap berada disana sebagai batu Ductus cysticus3.

2.6 Patofisiologi batu empedu

a. Batu Kolesterol
Batu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari
10% dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu
besar dan tunggal dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol
lain mengandung pigmen empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi
biasanya terkandung sebanyak 70% dari berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe
ini biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan
bersegi atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya
bervariasi dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu
8

kolesterol merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang radioopak.
Apakah batu itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama
pada pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu
dewngan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan
batu empedu kolesterol dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat
nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung
pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu dan lesitin (fosfolipid
utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi
koleterol dibandingkan dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam empedu.4
Kolesterol disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol-
fosfolipid. Kolesterol dpertahankan dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah
kompeks konjugasi garam embedu-fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel
kolesterol-fosfolipid. Keberadaan vesikel dan micelles dalam satu kompartemen
yang aquaeous mempermudah berpindahnya lipid diantara keduanya. Maturasi
vesikuler terjadi pada saat vesikel lipid tergabung dengan micelle. Vesikel
fosfolipid bergabung dengan micelle dan lebih mudah terjadi dibanding vesikel
kolesterol. Sehingga vesikel tersebut mengandung kadar kolesterol yang tinggi,
menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi kristal kolesterol. Pada enmedu yang
tidak tersaturasi, terkumpulnya kolesterol dalam vesikel tidak terlalu penting.
Dalam empedu yang mengalami supersaturasi, zona kpadat kolesterol terbentuk
pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol tinggi, yasng menyebabkan
tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak sepertiga kolesterol bilier
ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel kolesterol-fosfolipid membawa
mjayoritas kolesterol bilier. 4
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol
terjadi dalam empat tahap:
 Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
 Pembentukan nidus.
 Kristalisasi/presipitasi.
 Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa
lain yang membentuk matriks batu.
9

Gambar 2.3 Batu kolesterol (Boundless.com, 2013)

b. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap
karena mengandung kalsium bilirubinat. Batu pigmen hitam dan batu pigmen
coklat hanya memiliki sedikit kesamaanm, sehingga harus dipertimbangkan
sebagai entitas yang berbeda. 4
Bgatu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan kadang
berspikula. Batu ini terbentuk dari supersaturasi kalsium bilirubuinat, karbonat,
dan fosfat, seringnya terbentuk secara tidak langsung dari kelainan hemolitik
seperti sferositosis herediter dan penyakit sickle cell, dan pada mereka yang
mengalami sirosis. Seperti batu kolesterol, batu tipe ini hampir selalu terrbentuk
dalam kandung empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih sulit larut
daripada bilirubin yang terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubin terjadi pada empedu
secara normal dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun
terkonjugasi, seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi
bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya
sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan menyebabkan
peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam empedu, presipitasi dengan kalsium
terjadi. 4
10

Gambar 2.4 Batu Pigmen Hitam (medscape.com, 2013)

Batu colat biasanya berukuran kurang dari 1 cm, berwarna coklat


kekunhingan, lembut dan biasanya lembek. Batu ini dapat terbentuk dalam
kandung empedu ataupun dalam duktus biliaris, biasanya secara sekunder
terbentuk karena infeksi bakterial yang menyebabklan stasis empedu. P[resipitat
kalsium bilirubinat dan sbadan sel bakteri membentuk mayoritas bagian dari batu
ini. Bakteri spereti Escherichia coli mensekresikan beta-glukoronidase yang
secara enzim memecah bilirubin glukoronid untuk memproduksi bilirubin tidak
terkonjugasi yang tidak dapat larut. Substansi ini ke,mudian terpresipitasi dengan
kalsium, berasama dengan badan sel bakteri yang mati, membentuk batu coklat
yang halus dalam trktus biliaris. 4

Gambar 2.5 Batu Pigmen Coklat (gracemedicalschool.com, 2013)


11

2.6 Manifestasi klinis

2.6.1. Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis)

1. Asimptomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan
gejala (asimptomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat cholecystitis,
nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra,
2007). Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu
kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimptomatik.
Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu
asimptomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah
periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan cholecystectomy
rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimptomatik4.
2. Simptomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,
terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian
pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris3,4.
3. Komplikasi
Cholecystitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang
paling umum dan sering menyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara
wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu,
berkaitan dengan obstruksi Ductus cysticus atau dalam infundibulum. Gambaran
tipikal dari cholecystitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan
konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak
nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi
atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula.
Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat
12

berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri


tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti
bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Massa yang dapat dipalpasi
ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami
cholecystectomy terbuka atau laparoskopik4.

2.6.2. Batu Saluran Empedu (Choledocholithiasis)

Pada batu Ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
Cholangitis. Apabila timbul serangan Cholangitis yang umumnya disertai
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya Cholangitis
tersebut. Cholangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya Cholangitis
bakterial non piogenik yang ditandai dengan Trias Charcot yaitu demam dan
menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi Cholangitis, biasanya
berupa Cholangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala Pentade Reynold,
berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau
penurunan kesadaran sampai koma3.
Choledocholithiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius
karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu
Ductus choledochus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta
dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul Cholangitis akut. Episode
parah Cholangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil
melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara Ductus choledochus
distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu.
Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.
13

2.7 Penatalaksanaan

Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan
dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan
umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam
ursodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu
pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi.
Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 %
dalam 5 tahun1.
b). Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah
angka kekambuhan yang tinggi2.
c). Lithotripsy (Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Lithotripsy gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa
tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien
yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas
ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksikolat.

Penanganan operatif
a). Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung emedu
yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Timdakan ini dapat
dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya untuk
dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun ultrasound
dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter dimasukkan
melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang menembus dinding
abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu. Dengan menggunakan
kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu yang merembes dari
14

sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas apabila inflamasi sudah
hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat dibuang jika ada
indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi4.

Gambar 2.6 Percutaneous Colescystostomy (medicc.jp, 2010)

b). Open cholecystectomi


Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simptomatik. Indikasi yang paling umum untuk cholecystectomy adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh cholecystitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini
menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani cholecystectomy terbuka
pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang
dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun
angka kematian mencapai 0,5 %4.
c). Cholecystectomy laparoscopy
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan waktu
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah
nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka
yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang
tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis,
15

bocor Ductus cysticus dan trauma Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris
sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan
menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat
nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali,
dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
d). Cholecystectomy minilaparotomy
Modifikasi dari tindakan cholecystectomy terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah5.
16

DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2000.380-4.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.
3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
4. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United
States America : McGraw Hill, 2005.1188-1218.
5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
7. Clinic Staff. Gallstones. Available from:
http:/www.6clinic.com/health/digetivesystyem/DG9999.htm. Last update 25
Juli 2007 [diakses pada tanggal 16 April 2013]
8. Cholelithiasis.Availablefrom:
http:/www.7.com/healthmanagement/ManagingYourHealth/HealthReference/
Disease/InDepth.htm. Last update April 2007 [diakses tanggal 16 April 2013].

Anda mungkin juga menyukai