Disusun oleh:
Putri Wahyu Ningsih
14711122
Pembimbing:
dr. Endah Sri Puji H, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2018
1
Controlling Factors that Potentially against Transmission of Dengue
Hemorrhagic Fever at State Elementary Schools in Yogyakarta
ABSTRAK
Sekolah dasar merupakan tempat yang dapat mengakibatkan peningkatan penyakit
dengue pada anak karena faktor lingkungan, adanya potensi penularan, belum adanya system
manajemen lingkungan yang baik dan beberapa upaya pengendalian yang tidak lagi efektif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berpotensi terhadap penularan demam
berdarah dengue bagi anak, sehingga sistem kewaspadaan dini dapat ditegakkan. Jenis
penelitian ini adalah analitik dengan rancangan potong lintang. Penelitian dilaksanakan pada
91 sekolah dasar negeri di Kota Yogyakarta. Variabel yang diobservasi adalah serotype virus
DEN, resistensi insektisida, kepadatan vektor, dan kondisi fisik sekolah. Analisis data
menggunakan analisis deskriptif dan korelasi-regresi (α= 0.05). Hasil menunjukkan bahwa
terdapat delapan sekolah dengan virus dengue serotip 2 and 3, terjadi resistensi insektisida
organofosfat tingkat ringan dan sedang, lingkungan sekolah telah rentan terhadap penularan
demam berdarah berdasarkan container index, house index, breteau index dan ovitrap in-dex,
suhu dan kelembaban di dalam dan luar ruangan berpotensi terhadap tingginya kepadatan
telur, ventilasi tidak terpasang kawat kasa, dan jarak antara bangunan sangat dekat dapat
menyebabkan penularan menjadi sangat cepat.
Latar Belakang
Virus dengue merupakan tipe flavivirus yang memiliki 4 serotip yakni DENV-1, DENV-
2, DENV-3, dan DENV-4. Transmisi virus dengue berasal dari gigitan nyamuk yang terinfeksi
virus ketika nyamuk mengisap darah dari manusia yang sudah terinfeksi. Sebuah studi
menunjukkan bahwa habitat nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Culex berada
disekitar penduduk dengan kondisi rumah dan sanitasi yang kurang baik. Kepadatan jumlah
nyamuk dipengaruhi oleh keberadaan tempat pengembangbiakan nyamuk yang potensial, tempat
nyamuk istirahat, dan tempat nyamuk mencari makan. Tempat-tempat yang dimaksud adalah
penampungan air untuk sehari-hari dan penampungan air alami.
2
endemik dan dapat menjadi pencegahan kejadian luar biasa (KLB). Identifikasi karakteristik dari
virus dengue pada suatu wilayah sangat penting dikarenakan masing-masing serotipe memiliki
klinis yang berbeda-beda.
Pengendalian nyamuk dengan bahan kimia seperti malathion dan insektisida dalam
bentuk fogging telah dilakukan sejak tahun 1990. Namun sebuah penelitian di Salatiga, Jawa
tengah yang melibatkan rumah tangga dengan penggunaan insektisida yang mengandung
pyrethroid telah mengalami resisten. Hasil dari percobaan biologikal pada nyamuk aedes aegypti
di Cuba, Venezuela, Costa Rica, dan Jamaica menunjukkan kerentanan terhadap malathion.
Serupa dengan salah satu penelitian di Samarinda menunjukkan nyamuk Aedes Agypti telah
resisten terhadap insektisida Malathion, Permethrin, lambdasihalothrin dan Bendiocarb.
Transmisi demam dengue pada anak-anak terjadi disekitar usia 5-14 tahun yang banyak
terjadi pada usia sekolah. Hal ini sejalan dengan penelitian Krianto, bahwa 30% penderita DBD
di Depok berada pada anak usia sekolah. Resiko terjadi infeksi dengue tidak hanya di sekolah
namun sekolah juga menunjukkan banyak tempat berkembang-biak dari Aedes Aegypti karena
ABJ dari salah satu SD Negeri di Umbulharjo hanya 59,7% yang mana sangat jauh dari standar
nasional yakni 95%.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan design cross-sectional. Tempat dan
sampel berasal dari SD Negeri di Kota Yogyakarta sebanyak 91 sekolah setelah melalui
perhitungan sampling. Variabel penelitian termasuk lingkungan fisik, temperatur suhu ruangan,
kelembapan udara dalam ruangan, kondisi fisik sekolah (lantai, dinding, langit-langit, pintu,
jendela, ventilasi, selokan, jarak antar bangunan, dan pengairan), kepadatan vector berdasarkan
House Index (HI), Container Index (CI), Breteu Index (BI), dan Ovitrap Index (OI), status
resistensi insektisida dan serotipe virus.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kepadatan vektor dengan metode
standar penghitungan larva tunggal yang telah digunakan Menteri Kesehatan 2008. Perhitungan
terkait kondisi fisik lingkungan sekolah menggunakan alat Thermo Hygrometer dan Lux Meter
yang telah dikalibrasi Laboratorium Penelitian dan pengujian terpadu Universitas Gadjah Mada
3
(LPPT UGM) dan pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali. Pemeriksaan terhadap serotipe
virus dengue pada nyamuk aedes aegypti menggunakan imunositokimia Nested RT PCR.
Pemeriksaan resistensi insektisida dilakukan dengan metode microplate. Metode ini dilakukan
untuk mendeterminasi peningkatan dari aktifitas enzim esterasi nonspesifik pada nyamuk
dewasa/larva. Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasinya adalah lethal concentration
LC50 atau LC100 adalah 99-100% sensitif; 80-98% tolerant; <80% disebut resisten. Analisis data
yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis korelasi-regresi dengan p value = 0,05.
Hasil
Serotip dari virus dengue diambil dengan mengumpulkan sampel nyamuk yang diambil
dari halaman yang berjumlah kurang lebih 20 ekor di tiap lingkungan. Berdasarkan pemeriksaan
RT-PCR ditemukan positif DEN 3 dan DEN 2 yang ditunjukkan melalui gambaran pita dari
elektroforesis 290bp (DENV-3) dan 119bp (DENV-2). Hasil ini menggambarkan bahwa sekolah-
sekolah tersebut berpotensi terjadi outbreak DB.
c. Kepadatan Vektor
Dari hasil pemeriksaan didapatkan suhu ruangan rata-rata di kelas sekitar 27,79C dan
diluar ruangan mencapai 30,98C, namun secara statistik suhu tidak berpengaruh pada jumlah
jentik. Namun suhu berpengaruh pada jumlah telur nyamuk yang secara statistik bermakna
signifikan. Penurunan suhu 0,152C dari suhu rata-rata 27,79C dapat meningkatkan jumlah 9 telur.
4
Kelembapan udara rata-rata di dalam ruangan adalah 53,35% dan diluar ruangan 55,73% yang
berpengaruh terhadap jumlah telur nyamuk ketika terjadi peningkatan kelembapan udara
sebanyak 0,028% di suhu ruangan dan 0,08% pada suhu luar ruangan.
Kondisi fisik sekolah 100% sudah diplester, material tembok tahan air, memiliki langit-
langit, memiliki pintu di tiap ruangan, dan sistem pengairan yang tertutup. Beberapa kondisi fisik
sekolah yang dapat menjadi faktor resiko vektor nyamuk tinggal, menggigit dan berkembang biak
seperti adanya jendela yang terbuka 98% dan sekolah memiliki ventilasi yang tidak diberi
penjaring nyamuk. Jarak antar gedung dan gedung lainnya sangat dekat yakni rata-rata 0-2m.
Diskusi
Hasil penelitian ini perlu menjadi peringatan bagi kita semua, mengingat bahwa anak
adalah masa dimana sistem imun belum sekuat orang yang sudah dewasa dan waktu nyamuk
menggigit adalah ketika anak-anak rata-rata berada di sekolah yakni sekitar pukul 08.00-12.00
am. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan sekolah yang memiliki tingkat
kepadatan nyamuk yang tinggi memiliki resiko tinggi penularan karena memiliki HI 60,4%.
Dari hasil penelitian ini didapatkan 23,1% nyamuk mengalami resisten ringan dan 18%
mengalami resisten sedang terhadap organofosfat. Yang mana organofosfat adalah salah satu
bahan yang selalu digunakan dalam pengendalian nyamuk di Indonesia. Hal ini berhubungan
dikarenakan vektor nyamuk dapat adaptasi terhadap insektisida. Penyebab lain yang dapat
menyebabkan hal ini adalah penggunaan dosis rendah dan frekuensi dari pemberian organofosfat
yang dapat menyebabkan resistensi dari nyamuk.
Kepadatan Vektor
Nilai kepadatan vektor pada sekolah berdasarkan WHO adalah skala 4 untuk CI, skala 8
untuk HI, skala 7 untuk BI dan jumlah telur yang ada di sekolah. Tingginya densitas vektor di
sekolah disebabkan oleh tidak adanya bagian yang bertanggung jawab untuk membersihkan
tempat penampungan air. Disana tidak terdapat partisipan aktif dan juru pemantau jentik yang
optimal dari pusat pelayanan kesehatan dan administrasi sekolah untuk memantau
perkembangbiakan nyamuk. Penelitian Nidar dan Alvira juga menyebutkan hal yang sama bahwa
5
rata-rata sekolah tidak memiliki jumantik yang optimal dan berpartisipasi aktif dalam
membersihkan tempat penampungan air.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kelembapan udara berpengaruh pada jumlah telur
nyamuk karena secara umum, nyamuk akan meletakkan telur mereka pada suhu 20-30C.
Perkembangan telur nyamuk hingga mengalami embriogenesis sempurna selama 72 jam dan
dapat menetas hingga 3 bulan sehingga dapat meningkatkan jumlah telur nyamuk. Beberapa
penelitian telah melakukan analisis terhadap determinan dari penyakit dengue.
Penelitian yang dilakukan Sintorini (2017), menyatakan bahwa faktor cuaca, seperti saat
musim hujan, suhu, dan kelembapan sangat mempengaruhi insiden dari demam dengue di
Jakarta. Faktor pertama adalah dikarenakan saat musim hujan, tempat perkembangbiakan nyamuk
menjadi lebih cepat terpenuhi oleh air. Faktor kedua adalah berhubungan dengan suhu yang
berhubugan dengan periode inkubasi ekstrinsik pada nyamuk. Peningkatan suhu akan
mempersingkat periode inkubasi pada nyamuk dan meningkatkan penularan. Peningkatan suhu
dapat meningkatkan suhu air sehingga mempercepat proses telur untuk menetas yang mana sesuai
dengan hasil penelitian. Penelitian ini seharusnya dapat menjadi deteksi dini dari demam berdarah
dengue dengan menurunkan atau menghilangkan telur/jentik nyamuk hingga menurunkan
penularan kasus dengue pada anak di sekolah.
Kesimpulan
Rekomendasi
Kondisi ini membutuhkan perhatian dari pusat kesehatan di Kota Yogyakarta untuk
meningkatkan pendidikan kesehatan seperti dimasukkan ke materi sekolah terkait bahaya dengue
untuk mengatur dan meningkatkan manajemen sekolah dan menginisiasi jumantik. Peran ini
tentunya membutuhkan peran baik guru maupun murid. Kementrian kesehatan sebagai
pengendali teknis perlu mengadakan review terkait penggunaan insektisida dan hasilnya.
6
Identifikasi Jurnal
Penulis : 1. Tri Baskoro Tunggul Satoto, 2. Nur Alvira, 3. Tri Wibawa, 4. Ajib
Diptyanusa
Analisis PICO
ITEM JAWABAN
Patien/Problem Sekolah Dasar
Intervention Mencegah penularan Demam Berdarah Dengue
Comparasion -
Outcome Faktor penularan
Kesimpulan: Apa saja faktor kontrol yang berpotensi untuk mencegah penularan DBD di
Sekolah Dasar?
Appraisal questions Answer
Ya. Pada penelitian ini dijabarkan tujuan dari
Did the study address a clearly
1.
focused question / issue? penelitian yang dilaksanakan.
Is the research method (study Ya. Penelitian ini menggunakan design cross sectional
design) appropriate for sehingga dapat menilai beberapa variabel dalam satu
2.
answering the research
question? waktu sehingga tepat untuk penelitian ini.
3. Is the method of selection of Ya. Hal ini dicantumkan pada bagian awal jurnal.
the subjects (employees,
teams, divisions,
organizations) clearly
7
described?
8
Ya. Pada penelitian ini disampaikan masing-masing
instrumen memenuhi standar yang digunakan dalam
mengumpulkan data faktor resiko.
Are confidence intervals given Tidak. Pada penelitian ini tidak menjadikan CI sebagai
10.
for the main results? hasil utama. Namun menjelaskan faktor-faktor
penularan DB.
Could there be confounding Ya. Pada penelitian ini tidak dijelaskan faktor yang
11. factors that haven’t been dapat menjadi faktor pengganggu dan bias. Seperti
accounted for? apakah penelitian ini dilakukan saat musim hujan atau
tidak dan sebagainya.
9
Ya. Penelitian ini dapat dilakukan di organisasi atau
Can the results be applied to tempat saya dikarenakan DB merupakan salah satu
12.
your organization?
penyakit di daerah tropis yang dapat menjadi wabah.
10