Anda di halaman 1dari 16

JURNAL READING

STASE JIWA

“ Depression During First Episode Psychosis and Subsequent


Suicide Risk: A Systematic Review and Meta-Analysis of
Longitudinal Studies”

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu syarat


Kepaniteraan Klinik Bagian Jiwa

Disusun oleh:
Ridha Hanifah
14711147
Pembimbing :
dr. Primasari Pitaningsih, Sp.KJ, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RSJD DR. RM SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH
2019
Depresi Selama Psikosis Episode Pertama dan Risiko Bunuh
Diri di Kemudian Hari: Sebuah Tinjauan Sistematis dan
Meta-analisis pada Studi Longitudinal
Abstrak

Latar belakang: Bukti menunjukkan bahwa psikosis episode pertama (FEP) dikaitkan dengan
bunuh diri, dan pengaruh depresi pada perilaku bunuh diri dalam studi cross sectional sudah
cukup jelas. Namun pengaruh depresi selama FEP pada jangka waktu yang lebih lama tidak
pasti. Bukti yang ada diolah untuk memahami pengaruh depresi gejala selama FEP pada perilaku
bunuh diri selanjutnya.
Metode: Medline, Embase, PsycINFO, Perpustakaan Cochrane, Web of Science, OpenGrey, dan
NICE Evidence. Dalam penelitian ini dilakukan pencarian subjek penelitian sejak awal hingga
25 Jan 2017. Studi observasional longitudinal menilai hubungan antara gejala depresi selama
FEP dengan ukuran pada waktu tindak lanjut yang masih spesifik, yang dimasukkan dalam
subjek penelitian. Instrumen Downs and Black digunakan untuk menilai kualitas studi. Rasio
peluang (OR) dari perilaku bunuh diri dihitung menggunakan meta-analisis efek acak. Protokol
penelitian terdaftar dengan PROSPERO (CRD42017055881).
Hasil:Dari 4210 artikel yang ditemukan, 23 memenuhi kriteria kelayakan. 13 dimasukkan dalam
meta analisis (n = 3002). 428 peserta menunjukkan perilaku bunuh diri pada periode penelitian.
Peluang perilaku bunuh diri selama masa tindak lanjut secara signifikan lebih tinggi di antara
pasien dengan gejala depresi selama FEP dibandingkan dengan mereka yang tidak (OR =
1,59,95% CI 1,14–2,21; I2 = 50,0%, p = 0,02). Meta-regresi tidak menunjukkan bukti adanya
pengaruh lamanya tindak lanjut dan hasil
Kesimpulan: Gejala depresi selama FEP dikaitkan dengan peningkatan risiko perilaku bunuh diri
jangka panjang. Asosiasi ini harus diakui selama perencanaan manajemen awal. Uji klinis skala
besar adalah suatu hal yang diperlukan untuk mengidentifikasi manajemen depresi yang efektif
selama FEP.

PENDAHULUAN

Psikosis Episode Pertama (PEP) menggambarkan individu sedang dalam tahap awal dari
penyakit atau perawatan psikotik. PEP didefinisikan oleh hubungan perawatan pertama, terlepas
dari durasi psikosis yang tidak standard. PEP mencakup berbagai diagnosis seperti skizofrenia,
gangguan skizoafektif dan gangguan waham. Depresi dapat ditemukan pada PEP, sementara
terdapat beberapa pemikiran bahwa adanya gejala mood pada psikosis nonafektif seperti
skizofrenia dapat menjadi standards prognosis yang baik, muncul lebih banyak pada kasus-kasus
bipolar dibandingkan suatu standar pada akhir rangkaian psikosis, pada standard terakhir
menunjukkan bahwa depresi pada PEP berhubungan dengan hasil jangka panjang yang lebih
buruk. Sebuah studi melaporkan bahwa orang-orang dengan skizofrenia dan depresi secara
signifikan lebih mudah untuk relaps, menjadi permasalahan dalam hal keamanan (kekerasaan,
penangkapan, menjadi korban), memiliki masalah terkait substansi yang lebih besar dan
melaporkan memiliki fungsional, hubungan keluarga serta kepatuhan pengobatan yang lebih
buruk.

Komorbid depresi menjadi tanda yang signifikan pada terjadinya bunuh diri pada
skizofrenia, yang merupakan tindakan berdasarkan perintah halusinasi. Depresi komorbid
berhubungan dengan perilaku bunuh diri pada PEP, baik selama prodromal, akut atau fase
psikotik awal. Dutta et al, (2010) mendemonstrasikan bahwa 12 bulan pertama setelah PEP
adalah rentang waktu dengan risiko bunuh diri yang lebih tinggi, walaupun dapat terlihat jelas
dalam 5 tahun kedepan. Pada populasi dengan risiko tinggi berkembangnya psikosis, Kelleher et
al, (2013) menunjukkan bahwa pengalaman psikosis yang dilemahkan secara standard dapat
ditemukan pada orang yang lebih muda dengan diagnosis gangguan depresi sedang, dan
kombinasi pengalaman pada sampel ini secara signifikan berkaitan dengan perilaku bunuh diri.

Dalam memperbaiki prognosis, penanganan klinis secara optimal selama PEP adalah
kunci, karena kemungkinan perkembangan penyakit selanjutnya ditetapkan pada tahap awal.
Memahami pengaruh gejala depresi selama PEP pada risiko kemudian dari bunuh diri dapat
membantu dalam menginformasikan penanganan awal, terlebih dalam memperbaiki prognosis
dan perawatan karena gejala depresi komorbid timbul sebagai target yang dapat dimodifikasi.
Suatu studi di tahun 2013, menginvestigasi beberapa 3tanda risiko dari berkembangnya perilaku
menyakiti diri sendiri etelah PEP dan menemukan bahwa depresi memiliki peranan yang
signifikan. Tinjauan sistematis yang lain menginvestigasi 3tanda risiko yang berkaitan dengan
perilaku bunuh diri setelah PEP, menyimpulkan bahwa gejala depresi secara konsisten
terkumpul. Namun, metaanalisis tidak dilakukan. Eksklusi studi ini terfokus pada gejala depresi
selama psikosis akut yang berarti pengaruh gejala depresi selama PEP terhadap risiko bunuh diri
jangka panjang tidak di eksplorasi. Studi lain secara spesifik menginvestigasi pengaruh
longitudinal dari 3tanda risiko (termasuk depresi) terhadap perilaku bunuh diri secara tidak
sistematis.
Oleh karena itu, tujuan studi ini adalah secara sistematis mesintesis bukti-bukti yang ada
dari pengaruh gejala depresi selama PEP terhadap perilaku bunuh diri jangka panjang.

METODE

Strategi Pencarian

Tinjauan sitematis dan metaanalisis ini telah lengkap dalam memenuhi pedoman
PRISMA dan MOOSE. Literatur pada Medline, Embase, PsycINFO, Cochrane Library, Web of
Science, OpenGrey, dan NICE dicari dari masa permulaan hingga 25 Januari 2017. Istilah yang
digunakan selama pencarian di Medline adalah [(longitudinal or follow-up or prospective or
retrospective or cohort or case-control)] dan [(initial or recent onset or early) adj3 (psychosis or
psychotic or schizo)]. Pencarian terbatas pada manusia. Pencarian pada Web of Science terbatas
pada makalah-makalah konferensi dan psikiatri. Tidak ada batasan waktu dan bahasa. Daftar
referensi dan sitasi pada studi yang terlibat diperiksa. Penulis diminta untuk studi lain yang baru-
baru ini diterbitkan atau sedang berlangsung.

Kriteria inklusi adalah a). hanya desain longitudinal (prospektif atau retrospektif), b).
partisipan mengalami PEP, sesuai dengan kriteria kode ICD-10 F20-29, F30.2, F31.1, F31.5,
atau F32.3, c). usia rerata partisipan adalah 13-45 tahun, d). pemeriksaan gejala depresi atau
beratnya depresi selama PEP (menggunakan skala tervalidasi atau kriteria diagnosis), e).
memeriksa perilaku bunuh diri (sebagaimana didefinisikan dalam deliberate self-harm (DSH),
percobaan, pemikiran, rencana atau melakukan bunuh diri) pada waktu follow up tertentu, dan f).
deksripsi atau rangkuman statistic yang berkaitan dengan gejala depresi atau beratnya depresi
dengan perilaku bunuh diri. Tidak ada patokan khusus dalam hal durasi studi.

Uji coba terkontrol secara acak dieksklusikan karena tidak terfokus pada nilai prognostic
dari gejala depresi, walaupun studi ini memenuhi syarat. Abstrak konferensi juga dieksklusikan.
Daftar kriteria yang memenuhi syarat dapat ditemukan di 4tandard dengan PROSPERO. Peneliti
pertama (JM) melakukan pencarian dan menyeleksi judul, abstrak dan teks penuh. Peneliti lain
(RU), melakukan pemeriksaan secara blind terhadap daftar akhir studi yang terlibat dan yang
tidak terlibat. Konflik dibahas dengan mengacu pada kriteria kelayakan dan teks lengkap artikel.
Analisis Data

Format ekstraksi data yang terstandarisasi dibentuk dan mengacu pada 5 studi. Peneliti
pertama (JM), tidak dibutakan terhadap detail penelitian, memasukkan data kedalam Microsoft
Excel 2016. Untuk menghindari adanya data yang rangkap, penelitian dengan jangka waktu
tindak lanjut yang terdekat dengan jangka waktu tindak lanjut median pada studi-studi yang
terlibat dipilih untuk meta analisis, untuk membantu memastikan homogenitas dan dimana tindak
lanjutnya sama, studi dengan partisipan terbanyak dipilih. Data diekstrasikan menurut detail
studi secara umum (latar, 5tanda), kriteria inklusi (desain penelitian, demografi partisipan,
pemeriksaan depresi dan hasil), hasil (ringkasan perkiraan, variabilitas) dan detail untuk
pemeriksaan risiko dan bias (5tandard5ative sampel yang terlibat, perancu).

Meta analisis dengan model efek acak digunakan sebagai antisipasi heterogenitas.
Perhitungan rasio odd menunjukkan peluang perilaku bunuh diri selama tindak lanjut pada
pasien dengan gejala depresi pada masa PEP terhadap peluang pada pasien tanpa gejala depresi.
Perilaku bunuh diri (didefinisikan sebagai perilaku oleh diri sendiri yang berpotensi melukai diri,
terlpeas dari niat untuk mati (Silvermen et al, 2007)) dipilih sebagai penilaian hasil, karena
banyak studi yang melaporkan dibandingkan dengan ide dan komunikasi mengenai bunuh diri.
Angka absolut dari kejadian tersebut tidak tersedia pada beberapa studi, Satu studi melaporkan
tingkat bahaya termasuk dalam analisis yang diasumsikan memiliki kemiripan dengan nilai OR
karena frekuensi kejadian (perilaku buhun diri) rendah. Perbedaan rerata 5tandard dihitung
penelitian yang melaporkan gejala depresi sebagai variable kontinu dan dikonversikan menjadi
InOR dibawah panduan buku saku Cochrane. Pada studi-studi yang melaporkan skor median,
rerata dan 5tandard deviasi depresi diperkirakan menggunakan metode yang direkomendasikan
oleh Hozo et al, 2005. I2 dikalkulasi untuk mengevaluasi heterogenitas. Analisis dengan two-
tailed, dengan signifikansi 0,05.

Efek studi kecil diperiksan melalui inspeksi visual funnel plot yang asimetri dan dengan
tes yang dideskripsikan oleh Egger et al, 1997 dan Begg dan Mazumdar (1994). Funnel Plot,
dari studi yang diobservasi dan diperhitungkan, diproduksi dari metode trim and fill. Analisis
sub-grup mengevaluasi pengaruh gejala depresi terhadap hasil. Lebih jauh, sensitivitas post-hoc
menganalisis studi-studi eksklusi dimana memiliki desain penelitian dan hasil yang berbeda.
Meta-regresi menjelaskan pengaruh jangka waktu tindak lanjut terhadap OR. Review Manager
(versi 5.3) dan meta-analisis komprehensif (versi 3) digunakan untuk kalkulasi meta-analisis.

Instrumen Down dan Black digunakan untuk memeriksa risiko bias. Enam komponen
yang berkaitan dengan RCT tidak digunakan. Jika karakteristik yang tidak terpantau tidak
dideskripsikan, dan tingkat pengurangan >20%, maka dapat terjadi penurunan risiko bias yang
tinggi. Pemeriksaan kualitas dilakukan dengan tidak membutakan diri terhadap detail penelitian.
Protokol penelitian diregistrasikan pada PROSPERO (CRD42017055881).

HASIL

a. Seleksi penelitian
Sejumlah 4210 peneliatn yang mirip diidentifikasi dan 559 full-article diasesmen untuk
memenuhi syarat. Sebanyak 536 data dieksklusi, daftar eksklusi disampaikan dalam jurnal ini. 23
artikel, 3878 partisipan yang di follow-up dari 17 sampel, dimasukkan dalam review kualitatif.
Sepuluh artikel dikeluarkan dari meta-analysis karena enam diantaranya ditemukan data salinan
dan empat artikel terdapat data yang hilang.
Median jumlah partisipan yang dimasukkan dalam penelitian adalah 180 (112-397). Rata-
rata umur adalah 25,1 (SD 7,97) dan 53,2% diantaranya adalah laki-laki. Delapan sampel
merupakan pasien rawat inap, empat sampel dengan pasien rawat inap dan rawat jalan
kombinasi, empat dimasukkan dalam intervensi awal dan menjadi satu dengan setting yang tidak
jelas. Artikel diambil dari 1990-2016.
b. Meta-analysis

Meta anlalysis memasukkan 13 penelitian dengan 3002 partisipan. Rata-rata umur pasien
23,6 tahu (SD 6,79) dan 59,2% pasien adalah laki-laki. Median waktu untuk follow up adalah 24
bulan (IQR 12 - 60 bulan). Dari 3002 partisipan, 428 dilaporkan menunjukan sikap membunuh
diri selama follup penelitian.

Enam penelitian dilakukan pengukuran dengan standarisasi (seperti; Classification


Algorithm for the Determination of Suicide Attempt and Suicide, European Parasuide Study
Interview Schedule, Clinical Global Impression of Severity of Suicidality Scale). Empat
penelitian menggunakan pengukuran yang tidak ter-standarisasi; tiga menggunakan interview
informal dengan rekam medis dan satu hanya menggunakan rekam medis. Dua penelitian
lainnya, metode untuk penilaian sikap tidak dijelaskan. Penelitian terakhir mengukur usaha dan
ide melakukan bunuh diri menggunakan skor Calgary Depression Scale for Schizophrenia
(CDSS) selama dua minggu yang diutamakan untuk dilakukan follow-up.

Pengukuran dari gejala dan tingkat depresi bervariasi: delapan menggunakan skala gejala
valid (CDSS, Becks Depression Inventory), dua menggunakan subskala dari Positive dan
Negative Syndrome Scale (PANSS), satu menggunakan subskala Brief Psychiatric Rating Scale
(BPRS) dan dua menggunakan kriteria diagnosis. Sebelas penelitian menggunakan desain cohort
prospective , satu menggunakan studi case-control , dan satu RCT.

Nilai odds selama follow-up lebih signifikan pada pasien dengan gejala depresi saat FEP
dibanding dengan tanpa gejala depresi (R 1.59, 95% CI 1.14–2.21,p=0.006). Kesamaan dari rata-
rata perbedaan dari pasien dengan gejala depresif antara yang memiliki percobaan usaha bunuh
diri dengan yang tidak adalah sebesar 0,29, 95% CI 0,08-0,44.

Heterogenitas pasien didapatkan juga dalam penelitian ini (I2= 50%,p=0.02) . Studi
tentang heterogenitas partisipan melalui inspeksi visual dari funnel plots menunjukkan hasil
tidak simetris, dan hasil asimetri didapatkan tidak signifikan dari Beggs (p=0,95) dan tes Egger
(p=0,88).

Secara subtansial, tidak diapatkan perubahan pada penelitian dari studi yang berbeda
dalam desain studi atau ukuran hasil dikeluarkan selama analisis sensitivitas. OR pada penleitian
tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara penelitian yang menggunakan metode yang
berbeda untuk mengukur gejala depresi (skala yang divalidasi vs subskala vs kriteria diagnosis)
(p=0,52). Hubungan antara depresi dan kecenderungan bunuh diri merupakan hal yang dinamis.

Sumber bias terbesar dari penelitian ini adalah follow up yang tidak lengkap. Lebih dari
70% studi (17 dari 23) tidak melaporkan hasil apakah penelitian tersebut dilakukan blinding atau
tidak terhadap status depresi. Di sisi lai, recall bias dapat terjadi pada 8 dari 23 studi yang mana
menunjukkan sikap kecenderungan bunuh diri hanya melalui pertanyaan sendiri, dan record bias
dapat terjadi pada 2 dari 23 studi hanya menggunakan rekam medis juga.

DISKUSI

Sepengetahuan penelti, penelitian ini adalah meta-analisis pertama yang diselesaikan hingga saat
ini yang khusus untuk menyelidiki hubungan selama gejala depresi selama FEP dengan perilaku
bunuh diri jangka panjang. Hasilnya menunjukkan gejala depresi selama FEP dikaitkan dengan
peluang lebih besar untuk bunuh diri di kemudian hari, dalam waktu tindak lanjut rata-rata 24
bulan. Ulasan ini menambah bukti bahwa gejala depresi selama FEP membawa buruk
signifikansi prognostik jangka panjang. Temuan-temuan ini diperkuat oleh analisis sensitivitas,
di mana temuan tetap signifikan.

Temuan peneliti menambah kekuatan pada bukti penemuan berdasarkan sumber penelitian dari
Sönmez et al. (2016), yang menemukan depresi persisten selama tahun pertama pengobatan FEP
dikaitkan dengan tingkat perilaku bunuh diri yang lebih tinggi secara konsisten selama 10 tahun
masa tindak lanjut, dibandingkan dengan terus-menerus tanpa depresi selama tahun pertama.
Lebih lanjut, temuan penelitian konsisten dengan orang-orang dari meta-analisis sistematis
sebelumnya yang menyelidiki beberapa faktor-faktor yang terkait dengan disengaja melukai diri
sendiri (didefinisikan sebagai cedera diri terlepas niat mematikan) pada psikosis dini, yang
menunjukkan depresi membawa risiko yang sama (Challis et al., 2013). Hasil peneliti secara
khusus terfokus pada depresi selama FEP, dan risiko yang mungkin ditimbulkannya untuk
perilaku bunuh diri selanjutnya, menyarankan fokus awal pengobatan yang dibutuhkan.

Dari penelitian mendapatkan spekulatif bagaimana depresi selama FEP akan mempengaruhi
jangka waktu yang lebih lama terkait perilaku bunuh diri. Ada kemungkinan bahwa untuk
beberapa individu, kehadiran depresi di FEP mewakili sifat abadi, atau kecenderungan untuk
episode depresi lebih lanjut dan dengan ini bunuh diri lebih lanjut akan mempengaruhi tingkah
laku. Ada juga beberapa bukti bahwa depresi pada FEP adalah berhubungan dengan berbagai
hasil yang lebih buruk, kambuh dan berulang , mungkin itu hubungan antara depresi dan masa
depan perilaku bunuh diri dimediasi melalui beban kumulatif ini berkaitan dengan peristiwa
negatif tambahan (Conley et al., 2007). Kami juga telah menunjukkan bahwa depresi selama FEP
dikaitkan dengan hal negatif yang lebih besar terkait penilaian kehilangan, rasa malu dari
diagnosis psikosis dan perasaan jebakan (Upthegrove et al., 2014). Pemulihan dari ini mungkin
tidak tentu harus co-linear dengan pemulihan dari gejala positif atau depresi memang beberapa
bukti menunjukkan sebaliknya, bahwa penilaian gejala negatif mungkin perlu terapi spesifik dan
terarah atau menjadi subjek untuk keterlambatan peningkatan (Brunet et al., 2012). Penilaian
negatif ini secara signifikan terkait dengan risiko bunuh diri dan karenanya mungkin kendaraan
melalui mana depresi mengarah pada risiko bunuh diri jangka panjang perilaku (Upthegrove et
al., 2016). Area ini menjamin target lebih lanjut percobaan intervensi untuk sepenuhnya
memahami arah pengaruh dan potensi peningkatan hasil.

Kekuatan yang jelas dari tinjauan ini adalah strategi pencarian yang luas, dirancang dengan
tujuan untuk mengambil semua studi longitudinal meneliti pasien FEP. Perhitungan meta-regresi
cenderung didukung secara memadai sebagai jumlah kovariat untuk studi termasuk dalam batas
keahlian rekomendasi (Baker et al., 2009). Namun, ada batasannya.Tinjauan ini tidak
menggunakan data masing-masing peserta yang akan menawarkan beberapa keuntungan, seperti
melakukan analisis yang disesuaikan secara konsisten (Abo-Zaid et al., 2012). Nomenklatur
perilaku bunuh diri yang diamati akan mempengaruhi perilaku yang berpotensi maupun yang
merugikan dan menekankan perlunya untuk mengklarifikasi niat pasien untuk mati (tidak ada
niat, niat yang tidak ditentukan, beberapa niat), penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada niat
yang merugikan diri sendiri adalah signifikan dalam bunuh diri berikutnya (Hawton et al., 2015;
Silverman et al., 2007a, 2007b). Namun, penelitian yang termasuk dalam ulasan ini
menggunakan berbagai definisi perilaku bunuh diri tertentu, seperti upaya bunuh diri atau
selfharm, dan ini dapat memengaruhi keandalan menggabungkan studi. Peneliti tidak dapat
menyesuaikan untuk pembauran yang potensial sebagai perkiraan kasar ringkasan yang
digunakan dan hasil untuk perilaku bunuh diri dapat dilemahkan oleh analisis subkelompok yang
menemukan studi dikotomisasi pengukuran terus menerus dari gejala depresi yang dihasilkan
secara signifikan temuan yang lebih besar daripada yang menggunakan tindakan kontinu.
Selanjutnya, tidak mungkin untuk menyelidiki perbedaan ukuran efek antara afektif dan
diagnosis non-afektif, karena studi termasuk kedua kelompok diagnostik. Tidak mungkin
memengaruhi gejala depresi risiko bunuh diri longitudinal berbeda antara afektif dan non-afektif
mendiagnosis, dan merupakan area untuk eksplorasi lebih lanjut. Masa depan dirancang dengan
memadai studi longitudinal juga harus menyesuaikan efek perancu, seperti upaya bunuh diri
sebelumnya dan penyalahgunaan zat.

Saat ini, tidak ada pedoman yang jelas untuk manajemen depresi selama FEP, meskipun semakin
banyak bukti menunjukkan keamanan dan efektivitas antidepresan dalam skizofrenia (Gregory
dan Upthegrove, 2017; Tiihonen et al., 2015). Terapi perilaku kognitif untuk psikosis telah
terbukti efektif dalam mengurangi gejala positif dan negatif, namun gejala depresi belum
dipertimbangkan sebagai hasil utama dalam uji coba (Jauhar et al., 2014). Bunuh diri di
gangguan psikotik tetap menjadi perhatian penting, dan temuan sintesis bukti ini menambah
bukti untuk kebutuhan identifikasi yang efektif dan pengobatan dini depresi selama FEP untuk
mengurangi risiko perilaku bunuh diri selanjutnya.
Identifikasi Jurnal
Judul : Depression duringfirst episode psychosis and subsequent suicide risk: Asystematic
review and meta-analysis of longitudinal studies

Nama Jurnal: Schizophrenia Research, Elseveier


Penulis : Jessica McGinty, M. Sayeed Haque, Rachel Upthegrove
Tahun terbit: 2 Oktober 2017

Analisis PICO
ITEM JAWABAN
Patien/Problem Pasien dengan episode pertama psikosis
Intervention -
Comparasion Depresi
Outcome Dampak dengan kecenderungan bunuh diri

Kesimpulan: Bagaimanakah dampak depresi terhadap kecenderungan bunuh diri pada pasien
dengan episode pertama psikosis?
CRITICAL APPRAISAL

No Pertanyaan Checklist
1 Did the Ya,. Pada artikel dilakukan tinjauan terhadap beberapa artikel yang
review meneliti tentang psikosis episode pertama (FEP) yang dikaitkan dengan
address a kejadian bunuh diri serta melihat hubungannya.
clearly foc
used issue?
2 Did the aut Ya. Artikel yang terlibat telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
hors look for yang telah ditentukan, dan proses seleksinya di paparkan dalam tabel
the right type PRISMA Fig.1. penulis membatasi artikel yang terlibat hanya dengan
of papers? desain studi longitudinal, Uji coba terkontrol secara acak dieksklusikan
karena tidak terfokus pada nilai prognostik dari gejala depresi, Abstrak
konferensi juga dieksklusikan. Peneliti pertama (JM) melakukan pencarian
dan menyeleksi judul, abstrak dan teks penuh. Peneliti lain (RU),
melakukan pemeriksaan secara blind terhadap daftar akhir studi yang
terlibat dan yang tidak terlibat.

3 Do you think Ya. Tinjauan sitematis dan metaanalisis ini telah lengkap dalam memenuhi
all the pedoman PRISMA dan MOOSE. Literatur pada Medline, Embase,
important, PsycINFO, Cochrane Library, Web of Science, OpenGrey, dan NICE
relevant dicari dari masa permulaan hingga 25 Januari 2017. Istilah yang digunakan
studies were selama pencarian di Medline adalah [(longitudinal or follow-up or
included? prospective or retrospective or cohort or case-control)] dan [(initial or
recent onset or early) adj3 (psychosis or psychotic or schizo)]. Pencarian
pada Web of Science terbatas pada makalah-makalah konferensi dan
psikiatri. Tidak ada batasan waktu dan bahasa. Daftar referensi dan sitasi
pada studi yang terlibat diperiksa. Penulis diminta untuk studi lain yang
baru-baru ini diterbitkan atau sedang berlangsung.

4 Did the Ya. Karena tinjauan sistematis ini telah memenuhi pedoman PRISMA dan
review’s MOOSE, kemudian menggunakan Instrumen Down dan Black untuk
authors memeriksa risiko bias. Enam komponen yang berkaitan dengan RCT tidak
doenough to digunakan. Jika karakteristik yang tidak terpantau tidak dideskripsikan, dan
assess quality tingkat pengurangan >20%, maka dapat terjadi penurunan risiko bias yang
ofthe included tinggi. Pemeriksaan kualitas dilakukan dengan tidak membutakan diri
studies? terhadap detail penelitian. Protokol penelitian diregistrasikan pada
PROSPERO (CRD42017055881).
5 if the results (jika hasil tinjauan telah digabungkan, apakah masuk akal untuk
of the review melakukannya?)
have been Ya. Dalam penggabungan beberapa analisis penelitian didapatkan terapi
combined, perilaku kognitif untuk psikosis telah terbukti efektif dalam mengurangi
was it gejala positif dan negatif, namun gejala depresi belum dipertimbangkan
reasonable to sebagai hasil utama dalam uji coba. Bunuh diri di gangguan psikotik tetap
do so ? menjadi perhatian penting, dan temuan sintesis bukti ini menambah bukti
untuk kebutuhan identifikasi yang efektif dan pengobatan dini depresi
selama FEP untuk mengurangi risiko perilaku bunuh diri selanjutnya.
Terapi perilak kognitif sudah lama diterapkan di banyak tempat di
Indonesia.

6 What are the Nilai odds selama follow-up lebih signifikan pada pasien dengan gejala
overall results depresi saat FEP dibanding dengan tanpa gejala depresi . Penilaian dalam
of the review? studi ini ditunjukkan dalam bentuk odds ratio.
7 How precise Pada penelitian ini didapatkan nilai p=0,006 yakni bernilai signifikan.
are the (OR=1.59, 95% CI 1.14–2.21,p=0.006).
results?
(Se-berarti
bagaimanakah
hasil yang
didapat?)

8 Can the
results be Ya, karena psikosis dan depresi merupakan dua simtom yang paling sering
applied to the terjadi pada pasien jiwa, terutama di Indonesia. Menurut WHO angka
local kejadian bunuh diri di Indonesia mencapai 4,3 : 100.000 jiwa. Sehingga
population? penelitian ini dapat digunakan untuk pencegahan kecenderungan depresi
dapa episode pertama psikosis dalam kecenderungan bunuh diri.

9 Were all (apakah semua hasil penting untuk dipertimbangkan?)


important
Ya. Analisis beberapa hasil penelitian mepunyai hasil yang dapat
outcomes
considered ? dipertimbanngakan, dimana dari beberapa hasil penelitian menunjukkan
gejala depresi selama FEP dikaitkan dengan peluang lebih besar untuk
bunuh diri di kemudian hari, dalam waktu tindak lanjut rata-rata 24 bulan.
Ulasan ini menambah bukti bahwa gejala depresi selama FEP membawa
buruk signifikansi prognostik jangka panjang.
10 Are the Manfaat : Mengetahui bahwa gejala depresi selama FEP dikaitkan dengan
benefits wort peluang lebih besar untuk bunuh diri di kemudian hari, dalam waktu tindak
the harm and lanjut rata-rata 24 bulan. Salah satu terapi yang dapat diterapkan adalah
cost? dengan terapi perilaku kognitif untuk psikosis yang telah terbukti efektif
(Apakah dalam mengurangi gejala positif dan negatif
manfaat, Kerugian : Tidak ada pedoman yang jelas untuk manajemen depresi selama
kerugian dari FEP, meskipun semakin banyak bukti menunjukkan keamanan dan
penelitian dan efektivitas antidepresan dalam skizofrenia
biaya ?) Biaya : Biaya yang harus dikeluarkan cukup terjangkau untuk biaya
pendampingan terapi perilaku kognitif dan terjangkau.

Anda mungkin juga menyukai