Anda di halaman 1dari 47

SNAKE BITE (GIGITAN ULAR)

Pembimbing
dr. Budi Sp.B

Putri Wahyu Ningsih

14711122
PENDAHULUAN

Bungarus candidus (Sumatra, Jawa, Bali)

– Kasus gigitan ular merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat


penting di berbagi negara, terutama di area pedesaan
– Kasus gigitan ular terbesar terjadi di Asia Selatan dan Afrika
– Kurang lebih terjadi 25.000-30.000 kematian tiap tahunnya akibat gigitan ular
(WHO,2005)
– 98% gigitan terjadi di daerah ekstremitas.
– Umumnya ular menggigit pada saat ia aktif, yaitu pada pagi dan sore hari,
apabila ia merasa terancam dan terganggu.
– Permasalahan :
- Luka gigitan
- Infeksi pada luka
- Reaksi alergi
PENDAHULUAN
Naja sputatrix (Java & Lesser Sunda Islands)

– Faktor-faktor yang mempengaruhi : kurangnya


manajemen komplikasi, transportasi,
peralatan rumah sakit dan pengetahuan
masyarakat umum mengenai pertolongan
pertama
– Pemberian dini anti venom polivalen telah
mengurangi angka kesakitan dan kematian

McGain F, Limbo A, Williams D, Didei G, Winkel KD. Snake bite mortality at Port Moresby General Hospital, Papua
New Guinea 1992–2001. Med J Aust 2004;181:687–91.).
Epidemiologi

20.000 kematian timbul setiap tahunnya di seluruh dunia akibat gigitan ular. Sebagian besar
perkiraan kejadian gigitan ular dijumpai di Asia Selatan dan Asia Tenggara, Sub-Sahara Afrika,
Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Kasus gigitan ular yang bervariasi secara geografik dan musiman, sifat pengobatan yang masih
dibagi kepada pengobatan tradisional yang kadang lebih dipilih dibandingkan pengobatan
medis, berkontribusi terhadap kesulitan untuk mempelajari epidemiologi gigitan ular.
Indonesia
Total snake species : 348.
Venomous snake species:

–Elapidae: 55
–Viperidae: 21
–Colubridae: 1
Non-venomous Snake
Tidak berbisa.
Hanya menggigit /
menyerang jika merasa
terganggu.
Klasifikasi

Elapidae: Viperidae: Colubridae:

Memiliki gigi taring Memiliki gigi taring yang Dua spesies penting
pendek di depan cukup panjang yang yang beracun yang telah
(proteroglyph). Famili ini secara normal terlipat diidentifikasi pada
meliputi kobra, raja terhadap rahang atas, regional Asia Tenggara
kobra, kraits, ular koral, tetapi saat menyerang adalah Rhabdophis
ular Australia dan ular akan menjadi tegang. Ada subminiatus berleher
laut. Cukup panjang, viper tipikal (Viperinae) merah dan Rhabdophis
kurus, memiliki warna dan viper pit (Crotalinae). triginus.
seragam dengan sisik Memiliki organ khusus
simetrikal besar halus untuk mendeteksi korban
pada puncak kepala. berdarah panas diantara
hidung dan mata.
Snake families and general
venom effects
Venomous
Snake families

Elapidae Hydrophiidae Viperidae Colubridae

Myotoxic Cytotoxic Coagulopathic


Renal toxicity Myotoxic
Coagulopathic
Neurotoxic
+cytotoxic in cobra & king cobra
+ coagulopathy in Australasian elapids

WHO. 2016.Guidelines for the Clinical Managementof Snake bite in the South-East Asia Region.
Patofisiologi

Bisa Ular 

Zat atau substansi yang

berfungsi untuk melumpuhkan

mangsa dan sekaligus juga berperan

pada sistem pencernaan

Sjamsuhidajat R, De Jong Wim; Buku-Ajar Ilmu Bedah. Ed. 2Jakarta : EGC.2004


Komposisi Bisa Ular

Enzim 1. Neurotoksin
protease, 2. Nefrotoksin
kolagenase 3. Hemotoksin
4. Kardiotoksin
5. Sitotoksin
Arginin, ester Hialuronidase,
hydrolase fosfolipase

Disfungsi
organ atau
Trombogenik
Metallo- destruksi.
proteinase,
enzim
endogenase
Patofisiologi
Gigitan ular
berbisa

Bisa ular

Merusak sel Blok reseptor Aktivasi faktor V,IX,X


endotel dan Ach Mengubah fibrinogen
eritrosit fibrin

Permeabiltas - Aktivasi kaskade


meningkat - Ptosis
koagulasi
- Disfagia
- Consumptive
- Paresis
coagulopathy
- Edema perifer - Kejang
- Unstable clot
- Edema paru - koma
formation
- Perdarahan
- hipotensi
DIC
Kaskade koagulasi normal
Hemotoksin
Neurotoksin
CLINICAL
MANIFESTATION

LOCAL SYSTEMIC
• Haemostatic abnormality
– Swelling > half bitten
limb/48 hours • Neurotoxic signs
• Cardiovascular abnormalities
– Toes especially fingers
• Acute kidney injury
– Rapid extension within a
• Myoglobinuria/generalised
few hours
rhabdomyolysis/haemolysis
– Enlarged tender • Supporting lab evidence of systemic
lymphnode draining the envenoming
affected area
(A. Khaldun, 2015)
Sindrom
pada
gigitan
ular
TREATMENT (Primary)
• Airway laboratory checking)
• Blood pressure
• 02 Non Re-Breathing Mask 12 lpm
• Pulse
• Laryngeal Mask Airway and Endotracheal
Tube (if needed) • Oxygen saturation by using pulse oxymetri
• Suction if gargling (+), Head tilt and chin • Blood or Fresh Frozen Plasma as indicated
lift if snoring (+)

• Breathing
• Evaluate the respiratory rate

• Circulation
• Make iv access, give Normal Saline 0.9%
(don’t forget to take some blood for
PTOSIS MEASUREMENT

RESULT
A. MILD : 1-2 mm
B. MODERATE : 3 mm
C. SEVERE : 4 mm
Pemeriksaan Penunjang

 Darah perifer lengkap : anemia,


trombositopeni, leukositosis
 Hemostasis : pemanjangan PT dan APTT
 Fungsi hati : peningkatan transaminase,
bilirubin,
 Fungsi Ginjal : peningkatan ureum dan
kreatinin
 Urinalisis : hemoglobinuria
 EKG : aritmia, bradikardi

WHO. Guidelines for the Clinical Managementof Snake bite in the South-East Asia Region .2016
TREATMENT (Secondary)
• Immobilize bitten area
• Antivenom : DRUG OF CHOICE
• If the snake that bite the patient include in 3 snakes which are covered by the
SABU, we can give SABU quickly
• 2 vials SABU + 500mml Normal saline 0.9% dripped 0-80 drop permminute
hemotoxin bites
• Repeated every 6 hours. BE AWARE TO RE-ENVENOMATION SIGN!!!
• Symptomatic
• Analgesia : morphine (PS≥7) and paracetamol infusion or oral (PS<7)
• Antibiotic
• When indicated, example : leucocytosis
Prinsip Imobilisasi
1. Imobilisasi kasus neurotoxin: imobilisasi dan pressure bandage
Tujuan  u/ compressionpada otot sehingga tidak bergerak. Kedua, inhibisi dari drainage slow lymfogen ke
seluruh tubuh dan menjadikan sistemik. Dalam kondisi ini, kebutuhan elastic bandagedan sejenisnya sangat
berpengaruh. Sehingga teknik ini memang hanya untuk kalangan terlatih serta kasus neurotoxin.

2. Imobilisasi untuk kasus neurotoxin, hematotoxin, necrotoxin sampai nefrotoxin


Teknisnya, pertama, mencari bahan rigid berupa kayu, bambu, kardus atau apapun yang dapat membuat
anggota tubuh target imobilisasi menjadi tidak bergerak. Kedua, melakukan pembidaian. Tujuan 
mengkondisikan agar otot tidak berkontraksi yang dapat berakibat ter-drainage-nya isi kelenjar getah bening
berupa venom tadi ke seluruh tubuh

(Maharani. Tri, Warta Herpetofauna 2019, Hal.73-76)


(Maharani. Tri, Warta Herpetofauna 2019, Hal.73-76)
Uji 20 menit pembekuan darah lengkap (20 WBCT)

20 WBCT  pemeriksaan koagulopati untuk mendiagnosa


envenomasi viper dan menyingkirkan kemungkinan gigitan
elapidae

Pemeriksaan ini memerlukan tabung gelas kering dan bersih


serta belum pernah dicuci dengan detergen  beberapa
milliliter darah segar vena diambil dan diteteskan pada tabung
lalu dibiarkan selama 20 menit

BILA darah tetap cair setelah 20 menit menunjukkan adanya


koagulopati dan mengkonfirmasi pasien telah digigit oleh viper.
TREATMENT

– Anticholinesterase drugs
– Especially for neurotoxin envenoming
– Should give atropine before giving the drugs to prevent
physostigmine intoxication.
– Physostigmine dose
– Adult (>12 yo) : 1.0-2.0 mg
– Children ≤ 12 yo: 0.02 mg/kg/dose (max single dose 0.5 mg)

– Should be given slowly 3-5 minutes by IV push,repeat every 4


hour
Pemberian Serum Anti Bisa Ular

 SABU  Immunoglobulin yang dimurnikan


dari serum atau plasma kuda atau kambing
yang telah diimunisasi dengan bisa ular satu
atau lebih spesies ular

WHO. Guidelines for the Clinical Managementof Snake bite in the South-East Asia Region .2016
Indikasi pemberian antivenom bila :

Envenomasi sistemik
• Abnormalitas hemostatik: perdarahan sistemik spontaneous (klinis); koagulopati (20
WBCT atau tes lain seperti PT), atau trombositopenia (<100.000) (laboratorium).
• Tanda neurotoksik: ptosis, optalmoplegia eksternal, paralisis (klinis).
• Abnormalitas kardiovaskular: hipotensi, syok, aritmia (klinis); abnormal EKG.
• Gangguan ginjal akut: oliguria/ anuria (klinis); peningkatan kreatinin/ urea darah
(laboratorium).
• Hemoglobin-/ Mioglobin-uria: urine coklat gelap (klinis), dipstick urine, tanda lain
hemolisis intravaskular atau rhabdomiolisis menyeluruh (nyeri otot, hiperkalemia)
(klinis, laboratorium).
• Tanda-tanda pendukung laboratorium adanya envenomasi sistemik.
Indikasi pemberian antivenom bila :

Envenomasi lokal
• Pembengkakan lokal meliputi lebih dari setengah tungkai yang
tergigit (tanpa tourniquet) dalam 48 jam pertama.
Pembengkakan setelah gigitan pada jari-jari.
• Ekstensi cepat pembengkakan (seperti dibawah pergelangan
tangan atau kaki dalam beberapa jam setelah gigitan pada
tangan atau kaki).
• Dijumpai pembesaran kelenjar getah bening yang
mendrainase tungkai yang tergigit.
MONITORING

1. Vital sign (BP, RR, Pulse, temp)


2. Complain (Keluhan Utama)
3. Pain score
4. RPP test (Rate Proximal Progression
Test)
5. Bitten area evaluation
How to do RPP Test?

5 cm / 2 hours, so
5 cm RPP = 2.5 cm/hour
Serum Anti Bisa Ular di
Indonesia
SNAKE ANTIVENOM

MONOVALENT POLYVALENT
Naja / Cobra / Ular Sendok gigitan

(Maharani . Tri, 2018)


Trimeresurus bite / ular daun
(local phase)

(Maharani . Tri, 2018)


Trimeresurus bite
(hemotoxin, systemic phase)

(Maharani . Tri, 2018)


Calloselasma bites
(ular tanah)
TERIMA
KASIH

Any
Question?

40
Any Question?
1. Bagaimana tatalaksana lanjutan
dari hemotoxin, neurotoksin dan
lainnya?
2. Bagaimana cara pemberian
SABU?
3. Berapa kali dosis pemberian
SABU?
4. Bagaimana jika tidak ada SABU?
5. Apakah pasien snake bite harus
diberi ATS?
Bagaimana tatalaksana lanjutan dari
hemotoxin, neurotoksin dan lainnya?

WHO. Guidelines for the Clinical Managementof Snake bite in the South-East Asia Region .2016
Bagaimana tatalaksana lanjutan dari
hemotoxin, neurotoksin dan lainnya?

WHO. Guidelines for the Clinical Managementof Snake bite in the South-East Asia Region .2016
Bagaimana tatalaksana lanjutan dari
hemotoxin, neurotoksin dan lainnya?

WHO. Guidelines for the Clinical Managementof Snake bite in the South-East Asia Region .2016
Bagaimana
cara
pemberian
SABU?

WHO. Guidelines for the Clinical Managementof Snake bite in the South-East Asia Region .2016
Berapa kali
dosis
pemberian
SABU?

WHO. Guidelines for the Clinical Managementof


Snake bite in the South-East Asia Region .2016
3
Bagaimana
jika tidak
ada SABU?
2 4

WHO. Guidelines for the Clinical Managementof Snake bite in the South-East Asia Region .2016
Apakah pasien snake bite
harus diberi ATS?

WHO. Guidelines for the Clinical Managementof Snake bite in the South-East Asia Region .2016
TERIMA
KASIH

49

Anda mungkin juga menyukai