Anda di halaman 1dari 12

2.

1 INSPEKSI

Pengkajian fisik sebenarnya dimulai sejak pengumpulan riwayat kesehatan


saat Anda mengamati klien dan respons klien terhadap pertanyaan. Perhatikan
manifestasi distres pernapasan saat ini: posisi yang nyaman, takipnea, mengap-
mengap, sianosis, mulut terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna
kulit wajah dan bibir, dan penggunaan otot-otot asesori pernapasan. Perhatikan
rasio inspirasi ke ekspirasi, karena lamanya ekspirasi normal dua kali dari
lamanya inspirasi normal, maka rasio normal ekspirasi inspirasi 2 : 1. Amati
pola bicara. Berapa banyak kata atau kalimat yang dapat diucapkan sebelum
mengambil napas berikutnya. Klien yang sesak napas mungkin hanya mampu
mengucapkan tiga atau empat kata sebelum mengambil napas berikutnya.

Kunci dari setiap teknik pengkajian adalah untuk mengembangkan


pendekatan yang sistematik. Logisnya, paling mudah jika dimulai dari kepala
lalu terus ke tubuh bagian bawah. Inspeksi dimulai dengan pengamatan kepala
dan area leher untuk mengetahui setiap kelainan utama yang dapat mengganggu
pernapasan. Perhatikan bau napas dan apakah ada sputum. Perhatikan
pengembangan cuping hidung, napas bibir dimonyongkan, atau sianosis
membran mukosa. Catat adanya penggunaan otot aksesori pernapasan, seperti
fleksi otot sternokleidomastoid. Amati penampilan umum klien, frekuensi serta
pola pernapasan, dan konfigurasi toraks. Luangkan waktu yang cukup untuk
mengamati pasien secara menyuluruh sebelum beralih pada pemeriksaan
lainnya. Dengan mengamati penampilan umum, frekuensi dan pola pernapasan,
adanya dan karakter batuk, dan pernbentukan sputum, perawat dapat
menentukan komponen pemeriksaan pulmonal mana yang sesuai untuk
mengkaji status pernapasan pasien saat ini.

INSPEKSI DESKRIPSI DUGAAN PENYAKIT

1. Pernafasan bibir 1. Ekspirasi melalui mulut 1. COPD, Asma, dugaan


2. Posisi tripod, dengan bibir secara bersama peningkatan kesulitan
ketidakmampuan menghembuskan nafas bernafas, Dispnea
berbaring perlahan 2. COPD, asma eksaserbasi,
3. Penggunaan otot 2. Berbaring dengan lengan dan edema pulmonal,
tambahan retraksi siku yang menopang Mengindikasikan distress
interkosta 3. Otot leher dana bahu pernafasan sedang hingga
4. Splinting digunakan untuk membantu berat
5. Peningkatan bernafas. Otot sela iga 3. COPD, asma eksaserbasi,
diameter AP tertarik selama inspirasi peningkatan sekret. Distress
6. Takipneu 4. Penurunan tidal volum pernafasan sedang hingga
7. Kussmaul hingga penurunan nyeri pada berat, hipoksemi
8. Sianosis pengembangan dada 4. Insisi thorax dan abdomen.
9. Clubbing finger 5. Diameter AP sama dengan Trauma dada, radang
10. Abdominal lateral. Posisi tulang iga selaput dada.
paradox tegak lurus seperti membentu 5. COPD, asma, hiperventilasi
sudut 900 terhadap tulang paru, usia lanjut
Kelainan Bentuk Dada
belakang 6. Demam, cemas, hipoksemi,
a. Barrel Chest 6. Frekuensi nafas : 20-25 penyakit paru parah,
b. Funnel Chest x/menit. peningkatan kemampuan
c. Pigeon Chest 7. Pernafasan cepat, dalam dan kerja nafas
d. Kyposcoliosis teratur 7. Asidosis metabolik,
e. Kiposis 8. Kebiruan pada kulit dapat peningkata ekskresi CO2
f. Skoliosis dilihat di bibir dan 8. Menggambarkan 5-6 gr hb
konjungtiva palpebral tidak terikat oleh oksigen,
9. Peningkatan kedalaman, penurunan kada oksigen
membesar, pelunakan jari dalam paru, pennurunan
bagian distal cardiak output.
10. Pergerakan dalam abdomen 9. Hopiksemia kronik, cystis
selama bernafas fibrosis, kanker paru,
bronchiestasis.
Kelainan Bentuk Dada
10. Ketidakpatenan dan
a. Timbul akibat terjadinya ketidak efisienan bernafas,
overinflation paru. Terjadi indikator non spesifik pada
peningkatan diameter AP : distress pernafasan sedang.
T (1:1)
Kelainan Bentuk Dada
b. Timbul jika terjadi depresi
dari bagian bawah dari a. Emfisema
sternum. Hal ini akan b. Kondisi ini dapat timbul
menekan jantung dan pada ricketsia, marfans
pembuluh darah besar, syndrome atau akibat
yang mengakibatkan kecelakaan kerja.
murmur. c. Timbul pada klien dengan
c. Timbul sebagai akibat dari kyphoscoliosis berat
ketidaktepatan sternum, d. Timbul pada klien dengan
dimana terjadi peningkatan osteoporosis dan kelainan
diameter AP. muskuloskeletal lain yang
d. Terlihat dengan adanya mempengaruhi thorax.
elevasi scapula. Deformitas e. Bentuk dada ini dapat
ini akan mengganggu terjadi sebagai akibat
pergerakan paru-paru. sekunder dari poliomielitis
e. Meningkatnya atau sebagai manifestasi
kelengkungan normal dari sindrom marfan.
kolumna vertebrae torakalis f. Bentuk dada ini dapat
menyebabkan klien tampak terjadi sebagai akibat
bongkok. sekunder dari poliomielitis
f. Vertebrae torakalis ke atau sebagai manifestasi
lateral, disertai rotasi dari sindrom marfan
vertebral

2.2 PALPASI

Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas


dada pasien. Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita
melakukan ini dengan meminta pasien mengatakan sembilan-sembilan. Secara
normal, bila pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di
tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di
dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada.
Ini dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa
dan paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural,
penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini
atau vibrasi menurun. Bila pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan
napas, vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada
kondisi konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada
dada pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat
diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas besar.

Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di


atas atau di bawah permukaan tubuh.Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit
dan dinding dada. Palpasi dada dan medula spinalis adalah teknik skrining
umum untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas seperti inflamasi. Perlahan
letakan ibu jari tangan yang akan mempalpasi pada satu sisi trakhea dan jari-jari
lainnya pada sisi sebelahnya. Gerakan trakhea dengan lembut dari satu sisi ke
sisi lainnya sepanjang trakhea sambil mempalpasi terhadap adanya massa
krepitus, atau deviasi dari garis tengah. Trakhea biasanya agak mudah
digerakkan dan dengan cepat kembali ke posisi garis tengah
setelah digeser.Masa dada, goiter, atau cedera dada akut dapat mengubah letak
trakhea.

Palpasi dinding dada menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan Anda.
Abnormalitas yang ditemukan saat inspeksi lebih lanjut diselidiki selama
pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi dengan inspeksi terutama efektif dalam
mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi toraks selama inspirasi dan ekspirasi,
amplitudonya simetris atau sama. Selama palpasi kaji adanya krepitus (udara
dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri tekan dinding dada; tonus otot;
edema; dan fremitus taktil, atau vibrasi gerakan udara melalui dinding dada
ketika klien sedang bicara.
Untuk mengevaluasi ekskursi toraks, klien diminta untuk duduk tegak, dan
tangan pemeriksa diletakkan pada dinding dada posterior klien (bagian
punggung). Ibu jari tangan pemeriksa saling berhadapan satu sama lain pada
kedua sisi tulang belakang, dan jari-jari lainnya menghadap ke atas membentuk
posisi seperti kupu-kupu. Saat klien menghirup napas tangan pemeriksa harus
bergerak ke atas dan keluar secara simetri. Adanya gerakan asimetri dapat
menunjukkan proses penyakit pada region tersebut.

Palpasi dinding dada posterior saat klien mengucapkan kata-kata yang


menghasilkan vibrasi yang relatif keras (mis. tujuh-tujuh).Vibrasi ditransmisikan
dari laring melalui jalan napas dan dapat dipalpasi pada dinding dada.Intensitas
vibrasi pada kedua sisi dibandingkan terhadap simetrisnya.

Fremitus meningkat bisa ditemukan pada:

a. Infiltrat paru
b. Compressive atelektasis
c. Cavitas paru

Fremitus menurun pada:

a. Penebalan pleura
b. Efusi pleura
c. Pneumothorax
d. Emfisema paru
e. Obstruksi dari bronkus

PALPASI DESKRIPSI DUGAAN PENYAKIT

1. Perubahan 1. Pergeseran ke arah 1. Bukan indikator yang spesifik pada


letak trachea kiri atau kanan pada perubahan letak trachea. Kegawatan
2. Perubahan trachea dari posisi apabidisebabkan peningkatan tension
taktil fremitus normalnya penumothorax, kolaps paru.
3. Perubahan 2. Peningkatan atau 2. Meningkat pada pneumonia, edema
pergerakan penurunan vibrasi pulmonal, menurun pada efusi pleura,
dada 3. Perbedaan hiperinflasi paru, atelektasis,
pergerakan pada pneumothorax
kedua sisi dada saat 3. Ketidakseimbangan disebabkan oleh
bernafas atelektasis, pneumothorax, efusi pleura

2.3 PERKUSI

Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan


mengetuk dinding dada dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara iga
menghasilkan berbagai bunyi yang digambarkan sesuai dengan sifat akustiknya-
resonan, hiperesonan, pekak, datar, atau timpanik. Bunyi resonan terdengar di
atas jaringan paru normal. Bunyi hiperesonan terdengar pada adanya
peningkatan udara dalam paru-paru atau spasium pleural. Bunyi akan ditemukan
pada klien dengan emfisema dan pneumotoraks. Bunyi pekak terjadi di atas
jaringan paru yang padat, seperti pada tumor atau konsolidasi jaringan paru.
Bunyi ini biasanya terdengar di atas jantung dan hepar.

Bunyi datar akan terdengar saat perkusi dilakukan pada jaringan yang
tidak mengandung udara. Bunyi timpani biasanya terdengar di atas lambung,
usus besar. Perkusi dimulai pada apeks dan diteruskan sampai ke dasar, beralih
dari area posterior ke area lateral dan kemudian ke area anterior. Dada posterior
paling baik diperkusi dengan posisi klien berdiri tegak dan tangan disilangkan di
depan dada untuk memisahkan skapula. Perkusi juga dilakukan untuk mengkaji
ekskursi diafragma. Minta klien untuk menghirup napas dalam dan menahannya
ketika Anda memperkusi ke arah bawah bidang paru posterior dan dengarkan
bunyi perkusi yang berubah dari bunyi resonan ke pekak. Tandai area ini dengan
pena. Proses ini diulang setelah klien menghembuskan napas, tandai lagi
area ini.Kaji kedua sisi kanan dan kiri.Jarak antara dua tanda seharusnya 3
sampai 6 cm, jarak lebih pendek ditemukan pada wanita dan lebih panjang pada
pria. Tanda pada sebelah kiri akan sedikit lebih tinggi karena adanya hepar.
Klien dengan kenaikan diafragma yang berhubungan dengan proses
patologis akan mempunyai Penurunan ekskursi diafragma. Jika klien
mempunyai penyakit pada lobus bawah (mis. konsolidasi atau cairan pleural),
akan terdengar bunyi perkusi pekak. Bila ditemukan abnormalitas lain,
pemeriksaan diagnostik lain harus dilakukan untuk mengkaji masalah secara
menyeluruh.

Teknik dari perkusi

Pada pemeriksaan perkusi penderita bisa dalam posisi tidur dan bisa dalam
posisi duduk. Pemeriksa menggunakan jari tengah tangan kiri yang menempel
pada permukaan dinding toraks, tegak lurus dengan iga atau sejajar dengan iga
disebut sebagai flexi meter. Sementera jari tengah tangan kanan digunakan
sebagai pemukul (pengetok) disebut flexor.

Perkusi pada diding toraks depan dapat dilakukan pada posisi tidur
telentang, jika pasien duduk kedua tangan pada paha dengan flexi pada sendi
siku. Perkusi dimulai dari lapangan atas paru menuju ke lapangan bawah sambil
membandingkan bunyi perkusi antara hemi toraks kanan dan hemi toraks kiri.

Pemeriksaan perkusi dinding toraks belakang dilakukan pada posisi pasien


duduk membelakangi pemeriksa, jika pasien tidur oleh karena, tidak dapat
duduk maka untuk perkusi daerah punggung, posisi pasien dimiringkan kekiri
dan kekanan bergantian.

Hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan perkusi dinding toraks:

1. Jika dinding toraks pasien lebih tebal tekanan jari flexi meter pada
permukaan dinding toraks semakin ditingkatkan dan ketokan flexor
semakin kuat.
2. Lakukan ketokan cepat, kuat, tegak lurus memantul dari jari tengah tangan
kanan pada phalanx kedua dari jari tengah tangan kiri yang menempel
pada permukaan dinding toraks.
3. Gerakan ketokan pada perkusi berpusat pada sendi pergelangan tangan
bukan pada sendi siku.
4. Kekuatan perkusi disesuaikan, pada dinding toraks yang ototnya tebal
perkusi agak lebih kuat sedangkan pada daerah yang ototnya tipis seperti
daerah axilla dan lapangan bawah paru, kekuatan perkusi tidak terlalu
kuat.
5. Waktu inspirasi dalam, batas belakang paru akan turun 4-6 cm, oleh
karena terjadi peranjakan batas paru turun ke bawah yang ditandai oleh
perobahan suara perkusi redup menjadi sonor sejauh 4-6 cm.
6. Bagian anterior toraks, bunyi sonor mulai dari clavicula kearah arcus
costarum, kecuali pada daerah jantung dan hati yang memberikan perkusi
redup atau pekak
7. Pada daerah anterior kanan pada ruang intercostal 4 sampai 6 akan
didapatkan perkusi redup, dimana pada daerah ini didapatkan overlap
antara parenkim paru dengan hati (perkusi dilakukan pada linea medio
clavicularis kanan.
8. Dari intercostal 6 sampai arcus costarum kanan, perkusi adalah pekak
(daerah hati) yang tidak ditutupi parenkim paru.
9. Pada bagian anterior kiri bawah, didapatkan perkusi timpani (daerah
lambung) 2-3 cm diatas (superior) dari clavicula di sebut kronigs isthmus.
Suatu zona sonor + 4-6 cm meluas melewati bahu kearah posterior sampai
tonjolan scapula, daerah ini bisa menyempit bila terjadi fibrosis dari apex
paru.
10. Daerah dinding belakang toraks, bunyi perkusi sonor dari apex paru
sampai batas bawah vertebrae thoracal X/XI.
11. Di atas scapula bunyi perkusi sonor agak melemah.
12. Batas jantung dengan perkusi:
a. Kanan : Ruang intercostal III-IV pinggir sternum kanan
b. Kiri atas : Ruang intercostal III kiri, 2-4 cm dari mid sternum
c. Kiri bawah : Intercostal V kiri, pada linea mid clavicularis.

PERKUSI DESKRIPSI DUGAAN PENYAKIT


1. Paru normal, bronkitis
1. Kuat
kronik
2. Suara pekak
2. Efusi pleura yang luas
1. Resonan 3. Kuat, suara lebih rendah dari suara
3. COPD, penumothorax,
2. Flatness normal resonan
asma
3. Hiperresonan 4. Suara yang lebih redup dari resonan
4. Pneumonia, efusi fleura
4. Dulness normal

2.4 AUSKULTASI

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop.


Dengan mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut,
pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi napas
tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau dibisikan. Dengarkan semua
area paru dan dengarkan pada keadaan tanpa pakaian; jangan dengarkan bunyi
paru dengan klien mengenakan pakaian, selimut, gaun, atau kaus. Karena bunyi
yang terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan pakaian di bawah stetoskop.
Posisi penderita sebaiknya duduk seperti melakukan perkusi. Kalau pasien tidak
bisa duduk, auskultasi dapat dilaksanakan dalam posisi tidur. Pasien sebaiknya
disuruh bernapas dengan mulut tidak melalui hidung. Pemeriksa memberikan
contoh bernapas terlebih dulu sebelum memeriksa pasien.

Status patensi jalan napas dan paru dapat dikaji dengan mengauskultasi
napas dan bunyi suara yang ditransmisikan melalui dinding dada. Untuk dapat
mendengarkan bunyi napas di seluruh bidang paru, perawat harus meminta klien
untuk bernapas lambat, sedang sampai napas dalam melalui mulut. Bunyi napas
dikaji selama inspirasi dan ekspirasi. Lama masa inspirasi dan ekspirasi,
intensitas dan puncak bunyi napas juga dikaji. Umumnya bunyi napas tidak
terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus
mendekati simetris bila dibandingkan pada kedua paru.

Perubahan dalam bunyi napas yang mungkin menandakan keadaan


patologi termasuk penurunan atau tidak terdengar bunyi napas, peningkatan
bunyi napas, dan bunyi napas saling mendahului atau yang dikenal dengan bunyi
adventiosa. Peningkatan bunyi napas akan terdengar bila kondisi seperti
atelektasis dan pneumonia meningkatkan densitas (ketebalan) jaringan paru.
Penurunan atau tidak terdengarnya bunyi napas terjadi bila transmisi gelombang
bunyi yang melewati jaringan paru atau dinding dada berkurang.

Yang diperiksa pada auskultasi paru adalah:

1. Suara napas utama (breath sounds). Pada orang sehat dapat didengar
dengan auskultasi suara napas:
a. Vesikuler. Pada suara napas vesikuler, suara inspirasi lebih keras,
lebih panjang dan pitchnya (nada) lebih tinggi dari suara ekspirasi.
Suara napas vesikuler terdengar hampir diseluruh lapangan paru,
kecuali pada daerah supra sternal dan interscapula. Suara vesikuler
dapat mengeras pada orang kurus atau post exercise dan melemah
pada orang gemuk atau pada penyakit-penyakit tertentu.
b. Trakeal. Suara napas trakeal hampir sama dengan suara napas bronkial
tetapi durasi ekspirasi hamper sama antara ekspirasi dengan inspirasi,
terdengar pada daerah trakea.
c. Bronkial. Pada suara napas bronkial, suara napas ekspirasi,
intensitasnya lebih keras, durasinya lebih panjang dan nadanya lebih
tinggi dari suara inspirasi, terdapat pada daerah supra sternal.
Ditemukanya bunyi napas bronkial pada daerah yang seharusnya
suaran napas vesikuler, hal ini dapat disebabkan oleh pemadatan dari
parenkim paru seperti pada pneumonia dan kompresive atelektase.
d. Bronkovesikuler. Pada bunyi napas bronkovesikuler, suara yang
timbul adalah campuran antara suara napas vesikuler dan bronkial.
Jenis suara napas ini ditandai dengan ekspirasi lebih keras, lebih lama
dan nadanya lebih tinggi dari inspirasi. Jenis pernapasan ini, normal
didapatkan pada daerah Ruang Inter Costal ( RIC) I & II kiri dan
kanan di bagian depan dan daerah interscapula pada bagian belakang,
dimana terdapat ovelap antara parenkim paru dengan bronkus besar.
Pernapasan broncovesikuler bila didapatkan pada daerah yang secara
normal adalah vesikuler ini menunjukkan adanya kelainan pada
daerah tersebut.
2. Suara napas tambahan

AUSKULTASI DESKRIPSI DUGAAN PENYAKIT

1. Fine crackles 1. Setiap fase lebih sering terdengar saat 1. Idiopatic pulmonal
2. Coarse inspirasi, karakter suara meletup, fibrosis, edema
crackles terpatah-patah akibat udara melewati interstisial, pneumonia,
3. Ronchi daerah yang lembab di alveoli atau atelektasis, fase awal
4. Wheezing bronchiolus. Suara seperti rambut yang pada gagal jantung
5. Stridor digesekkan. 2. Gagal jantung, edema
6. Absent breath 2. Lebih menonjol saat ekspirasi, karakter pulmonar, penumonia,
sound suara lemah, kasar, suara gesekan COPD
7. Pleural terpotong akibat adanya cairan atau 3. COPD, pneumonia,
Friction Rib sekresi pada jalan nafas yang besar, bronchiestasis
8. Eghopony mungkin akan berubah pada saat klien 4. Bronchospasma,
batuk. obstruksi jalan nafas,
3. Suara nafas tambahan bernada rendah COPD
sehingga bersifat sonor, akibat 5. Batuk dengan sesak,
penyumbatan bronkus. epiglotitis,
4. Bising paru yang terjadi akibat 6. Efusi pleura, atelektasi
kontriksi/spasma bronkus bukan karena luas, peneumonectomy,
penyumbatan seperti ronchi, sehingga lobectomy
refleks batuk tidak bisa 7. Radang selaput dada,
menghilangkannya. Wheezing mirip pneumonia, infark
suara suitan dengan insentitas suara pulmonal
yang tinggi dannyaring. Auskultasi pada 8. Pneumonia dan efusi
trachea jelas untuk mendengarkan pleura
wheezing
5. Suara wheez inspirasi yang terdengar
keras pada trachea. Biasanya
menunjukkan halangan yang lebih besar
karena sekresi
6. Tidak terdengar suara paru pada daerah
paru dan sekitarnya
7. Suara menggesek atau menggeretak
yang terjadi ketika permukaan pleura
membengkak atau menjadi kasar dan
menggesek satu dengan yang lain.
Suaranya bisa continue atau discontinue,
biasanya terlokasi pada satu tempat di
dinding dada dan terdengar selama fase
inspirasi dan ekspirasi.
8. Penyebutan e sama dengan a
terdengar saat auskultasi dikarenakan
perubahan transmisi suara

Anda mungkin juga menyukai