Anda di halaman 1dari 21

SPLENEKTOMI DAN KOMPLIKASINYA

I. PENDAHULUAN

Splenektomi adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa, yang mana organ ini
merupakan bagian dari sistem getah bening. Splenektomi biasanya dilakukan pada trauma
limpa, penyakit keganasan tertentu pada limpa (Hodgkin`s disease dan Non-Hodgkin`s
limfoma, limfositis kronik, dan CML), hemolitik jaundice, idiopatik trombositopenia purpura,
atau untuk tumor, kista dan splenomegali. Indikasi lainnya dilakukan splenektomi ialah pada
keadaan luka yang tidak disengaja pada operasi gaster atau vagotomy dimana melibatkan
flexura splenika di usus. 1,2,3,4

Belum diketahui kapan splenektomi pertama kali dilakukan, namun hampir secara
pasti splenektomi sebagai terapi dilakukan pertama kali pada tahun 1594 oleh Adriana
Zaccarello ( Meskipun menjadi pertentangan bahwa organ yang diangkat adalah ovarium).
Splenektomi pertama kali sebagai terapi trauma limpa dilakukan pada tahun 1678 oleh
Nicholas Matthias. Pada tahun 1928, William Mayo, telah melakukan 500 tindakan
splenektomi dengan tingkat mortalitas 10 persen. Akibat kurangya pengetahuan fungsi limpa,
paramedis saat itu melaporkan tidak ada efek samping yang ditimbulkan pada tindakan
splenektomi. Kenyataannya pada tahun 1919 Morris dan Bullock telah melaporkan bahwa
tikus yang diangkat limpanya lebih mudah terkena infeksi dan mempunyai umur yang lebih
pendek dibanding dengan tikus sehat, namun hal ini diabaikan oleh paramedis selama 30
tahun. Pada tahun 1953, laporan dari King dan Schumacker memperlihatkan peningkatan
kejadian infeksi dan kematian akibat sepsis pada anak yang telah dilakukan splenektomi
dengan spherositosis congenital. Akhir abad dua puluh, usaha awal melakukan tindakan
tanpa operasi dan splenoraphy pada pasien yang mengalami trauma limpa memberikan hasil
yang buruk. Pada pertengahan abad duapuluh dan berdasarkan banyaknya pengalaman akibat
dari infeksi pasca splenektomi, terlebih pada anak penanganan tanpa operasi pada pasien
trauma limpa biasanya dilakukan dengan memperhatikan umur pasien, pengalaman institusi,
pengalaman dokter bedah itu sendiri dan tipe traumanya. 5

1
II. ANATOMI & FISIOLOGI

Limpa berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsal. Berat rata-
rata pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya sedikit mengecil setelah berumur
60 th , ukuran dan bentuk bervariasi : panjang ± 7cm . Limpa terletak di kuadran kiri atas
dorsal di abdomen pada permukaan bawah diafragma, terlindung oleh iga ke 9, 10, dan 11.
Limpa terpancang ditempatnya oleh lipatan peritoneum yang diperkuat oleh beberapa
ligamentum suspensorium yaitu: 1,6

1. Ligamentum splenophrenika di posterior.

2. Ligamentum gastrosplenika , berisi vasa gastrika brevis

3. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus

4. Ligamentum splenorenal.

Gambar dikutip dari kepustakaan 7

2
Limpa merupakan organ paling vaskuler. Vaskularisasinya meliputi arteri lienalis,
variasi cabang pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri lienalis
merupakan cabang terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6 cabang pada hilus
sebelum memasuki lien. Pada 85 % kasus, arterilienalis bercabang menjadi 2 yaitu ke kutub
superior dan inferior sebelum memasuki hilus. Sehingga hemisplenektomi bisa dilakukan
pada keadaan tersebut.Vena lienalis bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk
vena porta. Limpa asesoria ditemukan pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus limpa,
sekitar arteri lienalis,ligamentum splenokolika, ligamentum gastrosplenika, ligamentum
splenorenal, dan omentum majus. 1,6

Fungsi limpa dibagi menjadi:1,5,7

1. Filter sel darah merah

2. Produksi opsonin-tufsin dan properdin

3. Produksi Imunoglobulin IgM

4. Produksi hematopoesis in utero

5. Regulasi T dan B limfosit

Pada janin usia 5-8 bulan limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah
merah dan putih, dan tidak berfungsi pada saat dewasa. Limpa adalah organ pertahanan
utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui darah dan tubuh belum atau sedikit
memiliki anti bodi. Kemampuan ini akibat adanya mikrosirkulasi yang unik pada limpa.
Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga limpa punya waktu untuk
memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan
cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini merangsang respon anti bodi IgM di
centrum germinale. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati
limpa.1,7

Limpa berfungsi sebagai 2 organ. Bagian yang putih merupakan sistem kekebalan
untuk melawan infeksi dan bagian yang merah bertugas membuang bahan-bahan yang tidak
diperlukan dari dalam darah (misalnya sel darah merah yang rusak). Sel darah putih tertentu
(limfosit) menghasilkan antibodi pelindung dan memegang peranan penting dalam melawan

3
infeksi. Limfosit dapat dibentuk dan mengalami pematangan di dalam bagian putih limpa.
Bagian merah limpa mengandung sel darah putih lainnya (fagosit) yang mencerna bahan
yang tidak diinginkan (misalnya bakteri atau sel yang rusak) dalam pembeluh darah. Bagian
merah memantau sel darah merah (menentukan sel yang abnormal atau terlalu tua atau sel
yang mengalami kerusakan) dan menghancurkannya. Karena itu, bagian merah ini kadang
disebut sebagai kuburan sel darah merah. Bagian merah juga berfungsi sebagai cadangan
untuk elemen-elemen darah, terutama sel darah putih dan trombosit. Pada banyak binatang,
bagian merah ini melepasakan elemenn darah ke dalam darah sirkulasi pada saat tubuh
memerlukannya, tetapi pada manusia pelepasan elemen ini bukan merupakan fungsi limpa
yang penting.1,5,8

Limpa dapat secara selektif membersihkan bagian-bagian sel darah merah : dapat
membersihkan sisa sel darah merah normal, Howell-Jolly dan sel siderosit Pappenheimer. Sel
darah merah tua akan kehilangan aktifitas enzimnya dan limpa mengenali kondisi ini akan
menangkap dan menghancurkannya. Pada asplenia, kadar tufsin dan ada dibawah normal.
Tufsin adalah sebuah tetra peptida yang melingkupi sel – sel darah putih dan merangsang
fagositosis dari bakteri dan sel-sel darah tua. Properdin adalah komponen penting dari jalur
alternatif aktivasi komplemen, bila kadarnya dibawah normal akan mengganggu proses
opsonisasi bakteri yang berkapsul seperti meningokokkus, dan pneumokokkus.3

Hipersplenisme adalah filtrasi berlebihan terhadap unsur sel darah oleh limpa.

Jika limpa terlalu banyak membuang sel darah dari sirkulasi (hipersplenisme), bisa
timbul sejumlah masalah, seperti:

 anemia (karena jumlah sel darah merah berkurang)


 sering mengalami infeksi (karena jumlah sel darah putih berkurang)

 kelainan perdarahan (karena trombosit berkurang).

Pada akhirnya limpa yang sangat membesar juga menangkap sel darah merah yang
normal dan menghancurkannya bersama dengan sel-sel yang abnormal.5,6,8

4
III. INDIKASI SPLENEKTOMI

Indikasi umum dilakukan Splenektomi :1,2,3,11

a. Sebagai terapi primer dalam pengobatan kebanyakan penyakit limpa nontraumatik.


Secara umum, hanya jika terapi medis obat-obatan gagal atau sebagai terapi lanjut
pengobatan penyakit. Penting untuk memahami tujuan utama operasi saat
mengevaluasi tiap pasien.

b. Tujuan dilakukan splenektomi dapat dibagi dalam beberapa bagian sebagai berilkut :

- Untuk mencegah penyakit hematologi. Imun trombositopenia (ITP) dan anemia


hemolitik adalah kebanyakan indikasi dilakukannya splenektomi. Splenektomi juga
dilakukan untuk mengetahui tahapan penyakit (contohnya leukemia limfositik kronik)
dan Sindrom Felty, utamanya melalui kontrol sitopenia.

- Mengurangi pembesaran limpa. Pasien dengan sitopenia refraktor akibat


hipersplenisme yang memerlukan transfusi atau pada pasien yang menjalani
pengobatan kemoterapi yang terbatas lebih mungkin menguntungkan jika dilakukan
splenektomi.

- Mengurangi gejala splenomegali. Pasien dengan pembesaran limpa yang masif dapat
mengalami nyeri abdomen, penurunan berat badan. Pengangkatan limpa dapat
mengurangi gejala secara dramatis akibat adanya efek massa limpa yang terdapat di
abdomen.

- Mendiagnosa patologi limpa. Lesi massa solid pada limpa dapat dijadikan indikasi
untuk splenektomi, terlebih jika kita curiga suatu keganasan. Splenektomi mungkin
perlu dilakukan untuk menetapkan diagnosis dari limfoma, tapi tidak selalu digunakan
untuk menentukan tingkatan limfoma.

- Kontrol perdarahan limpa. Walaupun luka pada limfa dapat diterapi secara non-
operatif, splenektomi merupakan terapi definitif untuk pasien dengan perdarahan
limfa traumatik. Perdarahan limfa juga jarang muncul spontan untuk penyakit tertentu
contohnya pada infeksi mononukleosis.

- Ruptur Lien

5
Gambar dikutip dari kepustakaan 15

Pecahnya lien bisa terjadi akibat trauma tajam, trauma tumpul, trauma iatrogenik
maupun spontan. Pada ruptur spontan bisa akibat :5,8

1. Penyakit infeksi oleh karena malaria, mononukleasis infeksiosa,

2. Penyakit hemaotologik: jinak, ganas,

3. Bendungan karena hipertensi portal,

Kelainan patologi dikelompokkan menjadi :1,6,8

1. Cedera kapsul
2. Kerusakan parenkim, fragmentasi, kutub bawah hampir lepas

3. Kerusakan hilus, dilakukan splenektomi parsial

4. Avulsi limpa, dilakukan splenektomi total

5. Hematoma subkapsuler

Tanda – tanda ruptur lien, gejala yang timbul biasanya :6

- Syok hipovolemi dengan atau tanpa takikardi dan penurunan tekanan darah.

- Nyeri perut kiri atas atau punggung kiri

6
- Nyeri pada puncak bahu disebut tanda KEHR

Nyeri alih melalui n.frenikus ke puncak bahu jika rangsangan pada permukaan bawah
peritoneum diafragma.

- Laboratorium ditemukan leukositosis

Disebutkan bahwa pada keadaan ini, splenektomi selalu dijadikan sebagai tindakan
yang mutlak dilakukan untuk menyelamatkan jiwa dan bisa memberikan harapan lebih baik.

Indikasi Absolut :7,8,12

- Trauma Limpa Masif

- Sfrerositosis herediter

- Keganasan limpa primer

- Perdarahan varises yang disebabkan trombosis vena limpa.

Indikasi Relatif: 7,8,12

- Hemolitik anemia autoimmune

- Idiopatik trombositopenia purpura (ITP)

- Leukima (CML)

- Limfoma

- Mielofibrosis

- Hipersplenisme Primer

- Abses limpa

- Limfoma Hodgkin`s

- Thalasemia

- Trombotik trombositopeni purpura

7
Splenektomi Parsial

Jika fragmen limpa terputus total atau parsial, biasanya di kutub atas atau bawah dapat
dilakukan tindakan yang lain. Arteri lienalis utama biasanya bercabang sebelum menembus
limpa. Cabang-cabang ini adalah end arteri yang memungkinkan untuk dilakukannya
tindakan parsial splenektomi.3,8,10

Gambar dikutip dari kepustakaan 7

Splenektomi Total

Indikasi mutlak :3,10

- Tumor primer

- Kelainan hematologik dengan hipersplenisme jelas yang tak dapat diatasi dengan
pengobatan lain (anemia hemolitik kongenital)

Indikasi Relatif :3

- Kelainan hematologik tanpa hipersplenisme jelas, tetapi splenektomi dapat memulihkan


kelainan hematologik

- Ruptur limpa

- Hipersplenisme pada sirosis hati dengan varises esofagus

- Splenomegali yang mengganggu karena besarnya limpa

8
- Sewaktu operasi radikal onkologik di perut bagian atas (lambung, pankreas)

V. PROSEDUR SPLENEKTOMI

Splenoraphy

Bertujuan untuk mempertahankan limpa yang fungsional dengan menjahit limpa yang
mengalami laserasi, tetapi jika perdarahan telah berhenti sebaiknya tidak dilakukan lagi
karena dapat memicu terjadinya perdarahan ulang. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma
tumpul maupun tajam pada limpa. Tindak bedah ini terdiri dari membuang jaringan nonvital,
mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa yang terbuka. Penjahitan
dengan benang poliglycolic acid 0, dilanjutkan dengan ligasi arteri yang mengarah ke kutub
tersebut. Jika perdarahan aktif tetap berlangsung, lakukan total atau parsial splenektomi.5,6,9

Splenektomi

Mengingat fungsi filtrasi limpa, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar.


Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan. Tindak
bedah kadang sukar karena eksposisinya tidak mudah padahal splenomegali sering disertai
banyak perlekatan pada diafragma dan alat lain yang berdampingan. Pengikatan a.lienalis
sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna. Pembuluh ini ditemukan dengan
menelusuri bursa omentalis pada pinggir kranial pancreas. Bila limpa besar sering dianjurkan
pendekatan laparo-torakotomi yang sekaligus menyayat diafragma sehingga daerah eksposisi
semakin luas.2,4,6,8

Persiapan operasi pada pasien yang direncanakan operasi maka harus diperiksa
terlebih dahulu faktor pembekuan darahnya, jumlah sel darah merah, mengatasi infeksi jika
ada, dan mengontrol reaksi immunnya. Sebaiknya diberrkan vaksin untuk melawan
organisme pneumococal, Haeomophilus influenza, meningococcal. Ketiga organisme ini
merupakan famili bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi yang serius di dalam darah
pada orang yang tidak memiliki limpa. Biasanya vaksin diberikan 10-14 hari sebelum operasi
guna memperoleh respon immune yang paling baik.2,7,8,9

9
Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat diatasi dengan
splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial yang bisa terdiri
dari eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur limpa tidak mengenai hilus dan bagian yang
tidak cedera masih vital.6,8

Splenektomi total juga dilakukan secara elektif pada penyakit yang menuntut
pengangkatan limpa misalnya pada hipersplenisme atau kelainan hematologik tertentu.
Reimplantasi merupakan autotransplantasi jaringan limpa yang dilakukan setelah splenektomi
untuk mencegah terjadinya sepsis. Caranya ialah dengan membungkus pecahan parenkim
limpa dengan omentum atau menanamnya di pinggang di belakang peritoneum.8

1. Open Splenektomi

Prosedur operasi :1,4,5,7

1.Abdomen dibuka dengan insisi diatas garis tengah abdomen atau di subcosta kiri.
2. Retraktor ditempatkan pada daerah laparotomi kemudian dengan lembut digunakan
untuk mengekplorasi lapangan operasi.
3. Batas costa ditarik ke atas.
4. Ligamen splenorenal, splenocolic, dan gastroplenic di klem kemudian di pisahkan
dengan memakai forsep panjang, hemostat panjang, dan Metzenbaum panjang atau Nelson
scissors.
5. Perlengketan posterior pada limpa dibebaskan
6. Limfa kemudian dibebaskan dari dinding organ sekelilingnya.
7. Pembuluh darah gaster yang pendek kemudian mudah diidentifikasi, di klem, dipotong
dan di ligasi.
8. Jika perlu, ruang yang tadinya berisi limpa dibasahi dengan laparotomi pad.
9. Arteri dan vena dipotong dengan baik menggunakan pemotong dan forcep.
10. Arteri lebih dulu di klem dan diligasi kemudian vena.
11. Vena diklem, dipisahkan kemudian diligasi.
12. Spesimen telah diangkat dan seluruh perdarahan dikontrol. Kemudian menutup
kembali lapisan abdomen yang telah di buka.
13. Drainase biasanya dibutuhkan jika banyak perlengkatan diafragma pada saat operasi
atau terjadi penggumpalan darah yang lebih dari normalnya.

10
Gambar dikutip dari kepustakaan 15

2. Laparoskopi splenektomi

Laparoskopi splenektomi diindikasikan hampir sama dengan open splenektomi.


Penggunaannya semakin meningkat sebagai terapi utama untuk operasi dengan pasien yang
mengalami ITP dan anemia hemolitik. Akhir-akhir ini laparoskopi juga semakin meningkat
penggunaannya pada keadaan splenomegali tertentu.

Gambar dikutip dari kepustakaan 7

11
Prosedur operasi: 1,5,7

1. Anastesi lokal dilakukan didaerah kulit di batas costa anterior. Pertama-tama trocar
ditempatkan dibawah penglihatan langsung, dan dibuat simetris 12-15 mm
pneumoperitonium.

2. Laparoskopi yang telah diletakkan kamera didalamnya dimasukkan kedalam lubang


yang telah dibuat.

3. Perut diretraksi untuk mendapatkan limpa. Kemudian mencari limpa assesori dan jika
ada segera dikeluarkan sebab akan menyulitkan untuk mengangkatnya jika limpa primer
telah dikeluarkan.

4. Diseksi mulai dilakukan dengan memobilisasi flexura splenika dari colon.

5. Ligamen splenocolic di pisahkan menggunakan pemotong yang tajam, memobilisasi


lubang inferior dari limpa. Limpa kini diretraksi kearah sefal, menjaga supaya tidak terjadi
ruptur pada saat melakukan retraksi.

6. peritoneal lateral pada limpa di diseksi menggunakan pemotong yang tajam atau
menggunakan ultrasonic endoshears.

7. Kemudian masuk ke dalam kantong lesser disepanjang garis tengah limpa.

8. dengan mengangkat limpa, pembuluh darah pendek gaster dan pembuluh sekitarnya
mudah terlihat. Ujung dari pankreas mudah terlihat juga mudah dihindari.

9. Pembuluh darah pendek gaster dipisahkan menggunakan pemotong ultrasonic,


endoclips, dan endovascular stapling.

10. Setelah pembuluh darah pendek gaster dipisahkan, dengan hati-hati pedikel limpa di
diseksi dari arah medial dan lateral.

11. Setelah arteri dan vena didiseksi, pembuluh darah difiksasi dengan menggunakan
endovascular stapler. Banyaknya cabang pembuluh darah mungkin tidak tertutupi

12
semuanya tergantung masing-masing individu untuk mengambil tindakan untuk
menanganinya.

12. limpa kemudian terbebas dari aliran pembuluh darah dan siap utnuk dikeluarkan.

13. untuk mengeluarkan limpa, endobag diletakkan di sebelah trocar biasanya di sebelah
lateral.

14. Endobag kemudian dibuka, kemudian limpa dimasukkan kedalamnya. Kemudian


kantung ditutup dan dikeluarkan melalui lubang superior yang telah dibuat, kini limpa
telah dipisahkan.

15. Kantung kemudian dikeluarkan melalui supraumbilikal atau di lokasi trocar epigastrik.
Limpa kemudian morcellated dan hilang dalam fragmen.

16. Laparoskop dikeluarkan.

17. Jika perlu drain dipasang dalam rongga intraabdominal, abdomen dikosongkan dan
trocar dikeluarkan.

18. Trocar kemudian ditutup.

Kontraindikasi absolut untuk dilakukannya laparoskopi splenektomi adalah:1,6

- Splenomegali massive (panjang > 30 cm)

- Hipertensi Portal

- Trauma Limpa pada pasien yang tidak stabil.

1,6
Kasus-kasus yang menyulitkan untuk melakukan laparoskopi splenektomi adalah:
- Splenomegali moderate ( > 20-25 cm)

- Sitopenia berat yang tidak bisa dikoreksi

- Trombosis vena limpa

- Trauma limpa pada pasien yang stabil

13
- Adenopati Bulky hilar

- Morbid obesitas

3. Ligasi Arteri Lienalis

Masih merupakan suatu kontroversi pada penanganan trauma limpa. Arteri lienalis
utama dapat diligasikan untuk mengurangi perdarahan pada trauma limpa, cara ini dapat
dilakukan tanpa menghindari infark limpa, asalkan pembuluh gastric baik. Cabang-cabang
arteri splenikum dapat didiseksi pada hilum. Kutub atas arteri adalah yang paling konstan,
yang merupakan cabang pertama arteri utama sebelum memasuki hilum. Kutub pembuluh
darah yang lebih rendah tidak dapat dikeluarkan dari limpa dan diperlukan untuk meligasi
pembuluh darah distal utama ke cabang kutub atas. Ligasi pada pembuluh gastrikum pendek
diindikasikan pada perdarahan dari kutub yang lebih tinggi. 5

4. Autotransplantasi Limpa

Autotransplantasi masih merupakan kontroversi pada penanganan trauma limpa.


Sebaiknya autoransplantasi dilakukan, karena ada beberapa bukti fungsi sebagian limpa dapat
kembali yaitu sebagai penyaring sel darah merah. Produksi opsonin kemungkinan sedikit
sekali atau bahkan tidak ada lagi, tetapi hal ini masih diperdebatkan.

Terdapat juga bukti bahwa penanaman jaringan limpa secara luas pada peritoneum
atau splenosisoverwhelming. Infeksi splenosis dapat terjadi di seluruh abdomen dan paling
sering ditemukan secara kebetulan saat laparatomi oleh sebab lain. Splenosis berbeda dengan
limpa asesoria secara histologis yakni kehilangan elastisitas dan serabut otot polos pada
kapsulnya. Beberapa fakta menyatakan bahwa limpa hasil implan tidak dapat terjadi bila
tidak tersedia massa jaringan yang baik dan adanya vaskularisasi yang sangat berbeda dari
sirkulasi limpa yang normal.5

Reimplantasi merupakan aurotransplantasi jaringan limpa yang dilakukan setelah


splenektomi. Caranya ialah dengan membungkus irisan parenkim limpa dengan irisan 1-mm
diameter ± 0,5 cm dengan omentum atau menanamnya di pinggang belakang peritoneum.
Viabilitas dari hasil implantasi ditunjukkan dengan kembalinya tufsin, opsonin komplemen,
dan Ig M ke level normal, radionuclide scan 3-4 bulan post operasi untuk melihat fungsi,
ukuran , dan lokasinya. Fakta menunjukkan bahwa autotransplantasi jaringan limpa pada
14
omentum pada akhirnya fungsi limpa secara imunologis akan baik. Sebuah tinjauan tentang
masalah ini manyimpulkan bahwa studi pada manusia dan binatang yang dilakukan
autotransplantasi limpa relatif aman dan mudah dilakukan yang memulihkan kelevel dasar
beberapa parameter hematologi dan imunologi. Beberapa aspek dari fungsi reticuloendotelial
juga membaik. Studi radiosotop menunjukan pada banyak pasien autotransplantasi pada
omentum majus menghasilkan jaringan yang tumbuh secara bermakna.5

PERAWATAN PASCA SPLENEKTOMI

Banyak pasien yang tidak mengalami komplikasi pasca splenektomi. Pada umumnya
jumlah trombosit meningkat sangat tajam sampai 2 juta per mm3 dan tidak diperlukan terapi
khusus selain hidrasi yang cukup. Jika diperlukan dapat diberikan obat pencegah agregasi
platelet seperti asam salisilat, dipridamol, dekstran atau jika pasien resiko tinggi dipakai
heparin. Penulis lain mengatakan bahwa jika jumlah trombosit lebih dari 1 juta mm 3
sebaiknya diberikan aspirin dosis rendah atau heparin. Pasien yang mengalami efusi dan
kolapsnya lobus bawah paru kiri biasanya memberikan respon yang baik dengan
fisioterapi.1,12

Orang tua yang memiliki anak tanpa limpa harus diajarkan untuk segera mencari
pertolongan medis bila terdapat gejala-gejala berikut ini : 1,7

 Demam persisten di atas (39 oC)


 Pendarahan

 Perut membengkak

 Rasa sakit yang tidak lega oleh obat Anda

 Mual atau muntah

 Menggigil

 Batuk atau sesak napas

 Drainase purulen (nanah) dari sayatan apapun

 Kemerahan disekitar menyayat Anda yang memburuk atau semakin besar


15
 Anda tidak dapat makan atau minum

Peningkatan insidensi sepsis umumnya disebabkan oleh H. influenza, pnemokokkus,


meningikokkus. Stapilokokkus dan H influenza pada anak perlu diberikan antibiotik
profilaksis melawan H.influenza sampai dewasa. Amoksilin 250 mg perhari atau
penoksimetilpenisilin 250 mg 2 kali sehari dapat diberikan, walaupun belum ada kesepakatan
apakah obat ini akan diberikan selama hidup atau 5 tahun saja. Waktu pemberian vaksinasi
masih kontroversi. Beberapa penulis merekomendasikan antara 3 sampai 4 minggu pasca
operasi dan setelah 5 tahun dilakukan vaksinasi ulang pnemovax.1,10,14

KOMPLIKASI SPLENEKTOMI 1,5,7

- Perdarahan awal post operasi harus dimonitor secara teliti, terutama pasien dengan
trombositopenia atau kelainan mieloproliferasi. Perdarahan umumnya berasal dari vasa
gastrika brevis atau kauda pankreas. Jika pada 24 jam pertama ada manifestasi perdarahan
lebih dari 1 atau 2 unit maka ada indikasi untuk operasi ulang untuk mengontrol sumber
perdarahan dan evakuasi hematom untuk mencegah timbulnya abses subfrenik.

- Atelektase lobus inferior kiri

- Komplikasi tromboemboli

 Trombosis vena suprarenalis


 Trombosis vena dalam (DVT)

 Emboli paru

 Trombosis vena splenika dengan perluasan ke vena porta dan vena


mesenterika superior jarang terjadi. Umumnya pada pasien dengan kelainan
mieproliferasi atau sepsis yang mengakibatkan abses intra abdomen.

- Trauma pada pankreas akibat trAuma murni atau akibat tindakan splenektomi dapat
menimbulkan pankreatitis post operasi.

16
- Devaskularisasi curvatura mayor akibat pemotongan vasa gastroepiploika dapat terjadi
kebocoran atau fistula. Komplikasi ini timbul 3 sampai 4 hari pasca operasi. Komplikasi lain
yaitu infeksi, baik akut yang timbul setelah operasi atau infeksi lanjut.

- Infeksi

Infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy Infection) adalah


komplikasi yang lambat terjadi pada pasien splenektomi dan bisa terjadi kapan saja selama
hidupnya. Insiden terjadinya OPSI yaitu 0,3% pada anak-anak dan 0,1% pada orang dewasa
dengan persentase kematian sebesar 1%-7%. Pasien akan merasakan flu ringan yang tidak
spesifik, dan sangat cepat berubah menjadi sepsis yang mengancam, koagulopati konsumtif,
bakteremia, dan pada akhirnya dapat meninggal pada 12-48 jam pada individu yang tak
mempunyai limpa lagi atau limpanya sudah kecil. Kasus ini sering ditemukan pada waktu 2
tahun setelah splenektomi. 1,5,14

Pasien pasca splenektomi yang kemungkinan berkomplikasi menjadi OPSI akan timbul
gejala-gejala:1,14

 Demam ringan kemudian persisten di atas (39 oC) disertai menggigil


 Malaise

 Myalgia

 Sakit kepala

 Rasa sakit yang tidak lega oleh analgetik

 Mual atau muntah

 Batuk atau sesak napas

Pada pemeriksaan laboratorium (darah rutin) akan ditemukan jumlah leukosit yang
abnormal (leukositosis atau leukopenia) dan trombositopenia. Diagnosis laboratorium dapat
dilengkapi dengan pemeriksaan darah tepi dan kultur darah.1,14

Beberapa yang menjadi faktor resiko terjadinya komplikasi akibat splenektomi :12
- Obesitas
- Merokok

17
- Gizi yang buruk
- Penyakit kronik
- Diabetes
- Lanjut Usia
- Penyakit jantung dan paru yang telah ada sebelumnya.

Penulis lain menganjurkan untuk melakukan autotransplantasi oleh karena beberapa


alasan yaitu aman. Mudah dilakukan, fungsi retikuloendotelial dan fungsi imunologis
kembali baik. Ada beberapa kekurangan yaitu produksi opsonin kemungkinan kecil sekali
atau bahkan tidak ada dan tidak dapat secara adekuat menyaring bakteri berkapsul. Tidak ada
perbedaan yang bermakna pada pasien pasca splenektomi dengan pertumbuhan limpa hasil
autotransplantasi dibandingkan dengan tanpa autotransplantasi.

Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini yaitu:

1. Total jumlah darah yang disaring sedikit.

2. Mikroanatomi limpa hasil autotransplantasi kemungkinan tidak sesuai untuk aliran darah
yang pelan sebagaimana pada limpa yang normal yang merupakan faktor penting untuk
kontak yang lama antara antigen, phagosit, dan imun respon.

3. Untuk memeriksa fungsi imun limpa hasil autotransplantasi ada 2 hal yang dievaluasi :

(a) kapasitas fagositosis : tidak ada teropsiniasi secara buruk.

(b) kapasitas imun respon humoral dengan perhatian khusus antigen T1-2 polisakarida.

PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI SPLENEKTOMI

Infeksi dari pasca splenektomi dapat dicegah dengan memberikan pendekatan pada
pasien dan imunisasi rutin, pemberian antibiotik profilaksis, edukasi dan penanganan infeksi
yang segera. Pemberian amoksilin atau penoksimetil penisilin sebagai antibiotik profilaksis
diberikan 5 tahun atau seumur hidup belum ada kesepakatan. Usia dan penyakit
mempengaruhi resiko pasca splenektomi. Resiko ini paling besar pada bayi dan menurun
18
perlahan seiring dengan pertumbuhan dari masa anak ke masa dewasa. Namun resiko ini
tidak pernah hilang.5,11

Diperkirakan 80 % kasus OPSI terjadi di dalam periode 2 tahun pertama pasca


splenektomi. Karena banyak kematian pada sepsis pasca splenektomi sebenarnya dapat
dicegah, Sehingga bila ada demam harus segera dikenali dan ditangani dengan tepat. Orang
tua yang memiliki anak tanpa limpa harus diajarkan untuk segera mencari pertolongan medis
bila ada demam sehingga dapat dievaluasi secara tepat dan dapat diberikan perlindungan
antibiotik yang tepat secepat mungkin.1,2,5,14

Manajemen : Antibiotik 14

1. Secara empiris, Penicillin-resistensi pneumococcus and Haemophilus Influenzae


2. Antibiotik pilihan pertama (biasanya digunakan bersama Vancomycin)

1. Cefotaxime (Claforan)

1. Dewasa: 2 g IV q8 jam

2. Anak-anak: 25- 50 mg/kg IV q6 jam

2. Ceftriaxone (Rocephin)

1. Dewasa: 2 g IV q12 - 24 jam

2. Anak-anak: 50 mg/kg IV q12 jam

3. Levofloxacin (hanya digunakan jika anafilaksis terhadap Penicillin atau


Cephalosporin)

1. Dewasa: 750 mg IV q24 jam

3. Tambahan antibiotic dalam keadaan khusus

1. Dicurigai Penicillin resisten Pneumococcus


a. Vancomycin
1. Dewasa: 1-1.5 g IV q12 jam
2. Anak-anak: 30 mg/kg IV q12 jam
2. Sumber infeksi dari traktus gastrointestinal dan traktus urinarius
1. Gentamicin
19
1. Dewasa: 5 - 7 mg/kg IV q24 jam

2. Anak-anak: 2.5 mg/kg IV q8 jam

2. Ciprofloxacin (dewasa) 400 mg IV q12 jam

DAFTAR PUSTAKA

1. Mckinley R. Spleen. In: Brunicardi F C,eds. Schwartz’s Principles of Surgery. New


York: McGraw-Hill Company; 2007.p 1-31.
2. Norris, Teresa G. Splenectomy [on line]. 2002. [cited 2004 jan 7]:[screens 2].
Available from URL:http:///www.encyclopedia.com
3. Uranus S, Sill H. Splenectomy for Hematological Disorders. In: Holzheimer G R,eds.
Surgical Treatment Evidence-Based and Problem-Oriented. Austria: W.
Zuckschwerdt Verlag GmbH; 2001. P:1-10.
4. Zollinger, eds. Zollinger’s : Atlas of Abdominal Surgical. New York: McGraw-Hill
Company; 2007. P: 3-6.
5. Clarke P J, Morris JP. Surgery of The Spleen. In: Morris JP,eds. Oxford Textbook of
Surgery. Oxford University Press; 2002.p:10-11.
6. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 1996.p:823-831.
7. Debas HT. Gastrointestinal Surgery : Pathophysiology and Management. New York:
Springer-Verlag New York,Inc. 2004.p:319-332.
8. Fraker L D. Splenic disorder. In: Mulholland, eds. Greenfield’s Surgery : Scientifis
Principles and Practice. 2004. P:67-71.
9. Maingot, eds. Maingot’s Abdominal Operations 20th ed. New York: McGraw-Hill
Company; 2007.p:25-27.
10. Anonymous. Splenectomy. [on line]. 2003. Available from:http:///www.google.com
11. Anonymous. Indications for Splenectomy. [on line]. 2010. [cited 2003 may]:[screens
1-2]. Available from URL:http///www.ssat.com
20
12. Chwistek M. Splenectomy. [on line]. 2009. [cited 2009_2_11] : [screen 1]. Available
from:URL:http:///www.familydoctor.org
13. Crary E S. Vascular complications after splenectomy for hematologic disorders.
Journal of The American for Hematologic Society. [on line]. 2009 Nov [cited 2009
Oct 1]:volume 114. P:2861-2868. Available from:URL:http:///www.yahoo.com
14. Moses S. Overwhelming Post Splenectomy Infection. [on line]. 2008. [cited
2010_3_22] : [ screen 1]. Available
from:URL:http:///www.familypracticenotebook.com
15. Anonymous. Spleen Removal. [on line]. 2010. Available
from:http:///www.optumhealth.com

21

Anda mungkin juga menyukai