Anda di halaman 1dari 9

BAB II

Tinjauan Pustaka

Definisi
Splenektomi adalah adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa, yang
mana organ ini merupakan bagian dari system getah bening. Splenektomi biasanya
dilakukan pada trauma limpa, penyakit keganasan tertentu pada limpa (hodkin`s
disease dan non-hodkin`s limfoma, limfositis kronik, dan CML), hemolitik jaundice,
idiopatik trombositopenia purpura, atau untuk tumor, kista dan splenomegali.
Indikasi lainnya dilakukan splenektomi ialah pada keadaan luka yang tidak
disengaja pada operasi gaster atau vagotomy dimana melibatkan flexura splenika di
usus.
Belum diketahui kapan splenektomi pertama kali dilakukan, namun hampir secara
pasti splenektomi sebagai terapui dilakukan pertama kali pada tahun 1594 oleh
Adriana Zaccarello (meskipun menjadi pertentangan bahwa organ yang diangkat
adalah ovarium). Splenektomi pertama kali sebagai terapi trauma limpa dilakukan
pada tahun 1678 oleh Nicholas Matthias. Pada tahun 1928, William Mayo, telah
melakukan 500 tindakan splenektomi dengan tingkat mortalitas 10%. Akibat
kurangnya pengetahuan fungsi limpa, paramedis saat itu melaporkan tidak ada efek
samping yang ditimbulkan pada tindakan splenektomi. Kenyataannya pada tahun
1919 Morris dan Bullock telah melaporkan bahwa tikus yang diangkat limpanya
lebih mudah terkena infeksi dan mempunyai umur yang lebih pendek dibanding
dengan tikus sehat, namun hal ini diabaikan oleh paramedis selama 30 tahun. Pada
tahun 1953, laporan dari King dan Schumacker memperlihatkan peningkatan
kejadian infeksi dan kematian akibat sepsis pada anak yang telah dilakukan
splenektomi dengan spherositosis congenital. Akhir abad 20, usaha awal melakukan
tindakan tanpa operasi dan splenorrhaphy pada pasien yang mengalami trauma
limpa memberikan hasil yang buruk. Pada pertengahan abad 20 dan berdasarkan
banyaknya penglaman akibat dari infeksi postsplenektomi, terlebih pada anak
penanganan tanpa operasi pada pasien trauma limpa biasanya dilakukan dengan
memperhatikan umur pasien, pengalaman institusi, pengalaman dokter bedah itu
sendiri dan tipe traumanya.
Anatomi Makroskopik
Limpa berasal dari differensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsale. Berat
limpa rata-rata berkisar antara 75-100 gr, pada dewasa berukuran 12 x 7 x 4 cm,
biasanya sedikiut mengecil dengan bertambahnya umur sepanjang tidak disertai
adanya patologi lainnya. Letak organ ini di kuadran kiri atas dorsal di abdomen,
kira-kira ditutupi oleh iga 9 sampai iga 11, pada permukaan bawah diafragma
terlindung oleh kubah iga. Limpa terpancang ditempatnya oleh lipatan peritonoium

yang diperkuat oleh beberapa ligamenta suspensoria. Ligamen gastroplenik berisi


semua v. gastrika brevis. Ligament yang lainnya tak berpembuluh kecuali pada
hipertensi
portal
sangat
banyak
mengandung
vena
kolateral.
Darah arteri dipasok melalui a. lienalis. Darah balik disalir melalui v.lienalis yang
bergabung dengan v.mesentrika superior membentuk v.porta. Limpa tambahan
mungkin ditemukan pada 30% kasus. Letak limpa tambahan ini paling sering di
hilus limpa, selebihnya di sekitar a.lienalis dan omentum.
Anatomi Mikroskopik
Limpa dibungkus oleh kapsul serosa dan kolagen yang mana dari sini trabekula
menembus parenkim. Trabekula merupakan jaringan konektif padat, kaya kolagen
dan elastis. Diantara trabekula terdapat jaringan reticular yang menyusun parenkim
limpa, yang mana terdiri dari pulpa merah dan pulpa putih dan dibatasi oleh zona
marginal. Pulpa putih terdiri atas limfoid periarteriolar sheath dan folikel limfoid
sementara pulpa merah (yang merupakan hampir 75% isi dari limpa) terdiri atas
sinus venous dan korda splenika.
Fisiologi dan Fungsi Limpa

Fagositosis. Fungsi utama dari limpa adalah fagositosis. Sel darah merah yang
sudah tua dan rusak setiap hari diperbaiki, begitu juga untuk partikel benda
asing, mikroba, antigen, dan sisa sel. Proses ini terjadi di sinusoid dan korda
splenika oleh aksi makrofag endothelial.
Respon Imun. Limpa merupakan organ limfoid terbesar dalam tubuh,
mengandung 25% limfosit T dan 10-15 % limfosit B dari jumlah total populasi.
Limpa sebagai respon imun nospesifik berfungsi menghilangkan pathogen dalam
darah seperti bakteri dan virus yang dibungkus dengan komplemen. Limpa juga
sebagai respon imun spesifik memproduksi antibody, sel plasma, sel memori
sebagai responnya terhadap antigen yang terjebak di periarteriolar limfoid
sheath.
Penyimpanan eritrosit. Fungsi ini kurang pada manusia dibanding dengan
spesies lainnya, tetapi limpa menampung jumlah darah yang besar (kira-kira 8%
dari jumlah sel darah) apakah terdapat di sinus venous atau di jaringan retikuler
pada korda. Jika dibutuhkan seperti pada anoxia, jumlah kebutuhan darah yang
besar dapat digantikan dalam sirkulasi.
Citopoiesis. Pulpa merah mengandung mielosit, eritroblas, dan megakariosit.
Pada janin usia 5-8 bulan limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel
darah merah dan sel darah putih. Fungsi berlanjut dan tidak hilang sama sekali
pada usia dewasa.

Indikasi
Mengingat fungsi filtrasi limpa, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar.
Selain itu, splenektomi merupakan suatu tindakan operasi yang tidak boleh

dianggap ringan. Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak
bisa diatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan

Indikasi umum:
Sebagai terapi primer dalam pengobatan kebanyakan penyakit limpa
nontraumatik. Secara umum, hanya jika terapi medis obat-obatan gagal atau
sebagai terapi lanjut pengobatan penyakit. Penting untuk memahami tujuan
utama operasi saat mengevaluasi tiap pasien

Tujuan dilakukan splenektomi dapat dibagi dalam beberapa bagian sebagai


berikut:
1. Untuk mencegah penyakit hematology. Imun tromsitopenia (ITP) dan
anemia hemolitik adalah kebanyakan indikasi dilakukannya splenektomi.
Splenektomi juga dilakukan untuk mengetahui tahapan penyakit
(contohnya leukemia limfositik kronik) dan Sindrom Felty, utamanya
melalui control sitopenia.
2. Mengurangi pembesaran limpa. Pasien dengan sitopenia refraktor akibat
hipersplenisme uyang memerlukan transfusi atau pada pasien yang
menjalani pengobatan kemoterapi yang terbatas lebih mungkin
menguntungkan jika dilakukan splenektomi.
3. Mengurangi gejala splenomegali. Pasien dengan pembesaran limpa yang
massif dapat mengalami nyeri abdomen, penurunan berat badan.
Pengangkatan limpa dapat menguangi gejalan secara dramatis akibat
adanya efek massa limpa yang terdapat di abdomen.
4. Mendiagnosa patologi limfa. Lesi massa solid pada limpa dapat dijadikan
indikasi untuk splenektomi., terlebih jika kita curiga suatu keganasan.
Splenektomi mungkin perlu dilakukan untuk menetapkan diagnosis dari
limfoma, tapi tidak selalu digunakan untuk menentukan tingkatan
limfoma.
5. Kontrol perdarahan limfa. Walaupun luka pada limfa dapat diterapi secara
non-operatif, splenektomi merupakan terapi definitive untuk pasien
dengan perdarahan limfa traumatic. Perdarahan limfa juga jarang muncul
spontan untuk penyakit tertentu contohnya pada infeksi mononucleosis.
Indikasi dilakukannya splenektomi disebutkan bahwa pada keadaan ini,
splenektomi selalu dijadikan sebagai tindakan yang mutlak dilakukan
untuk menyelamatkan jiwa dan bisa memberikan harapan lebih baik.
Indikasi Absolut:
1. Trauma Limpa Masif
2. Sfrerositosis herediter
3. Keganasan limpa primer
4. Perdarahan varises yang disebabkan trombosis vena limpa.
Indikasi Relative:
1. Hemolitik anemia autoimmune
2. Idiopatik trombositopenia purpura (ITP)

3. Leukima (CML)
4. Limfoma
5. Mielofibrosis
6. Hipersplenisme Primer
7. Abses limpa
8. Limfoma Hodkin`s
9. Tallasemia
10.Trombotik tromositopeni purpura
Pendekatan Operasi Splenektomi
Persiapan operasi pada pasien yang direncanakan operasi maka harus diperiksa
terlebih dahulu faktor pembekuan darahnya, jumlah sel darah merah, mengatasi
infeksi jika ada, dan mengontrol reaksi immunnya. Sebaiknya diberikan vaksin
untuk melawan organisme pneumococal, Haeomophilus influenza, meningococcal.
Ketiga organisme ini merupakan famili bakteri yang paling sering menyebabkan
infeksi yang serius di dalam darah pada orang yang tidak memiliki limpa. Biasanya
vaksin diberikan 10-14 hari sebelum operasi guna memperoleh respon immune
yang paling baik.
Open Splenektomi
Prosedur operasi:
1. Abdomen dibuka dengan insisi diatas garis tengah abdomen atau di subcosta
kiri.
2. Retraktor ditempatkan pada daerah laparotomi kemudian dengan lembut
digunakan untuk mengekplorasi lapangan operasi.
3. Batas costa ditarik ke atas.
4. Ligamen splenorenal, splenocolic, dan gastroplenic di klem kemudian di
pisahkan dengan memakai forsep panjang, hemostat panjang, dan
Metzenbaum panjang atau Nelson scissors.
5. Perlengketan posterior pada limpa dibebaskan
6. Limfa kemudian dibebaskan dari dinding organ sekelilingnya.
7. Pembuluh darah gaster yang pendek kemudian mudah diidentifikasi, di klem,
dipotong dan di ligasi.
8. Jika perlu, ruang yang tadinya berisi limpa dibasahi dengan laparotomi pad.
9. Arteri dan vena dipotong dengan baik menggunakan pemotong dan forcep.
10.Arteri lebih dulu di klem dan diligasi kemudian vena.
11.Vena diklem, dipisahkan kemudian diligasi.
12.Spesimen telah diangkat dan seluruh perdarahan dikontrol. Kemudian
menutup kembali lapisan abdomen yang telah di buka.
13.Drainase biasanya dibutuhkan jika banyak perlengkatan diafragma pada saat
operasi atau terjadi penggumpalan darah yang lebih dari normalnya
Laparoskopi splenektomi

Laparoskopi splenektomi di indikasikan hampir sama dengan open splenektomi.


Penggunaannya semakin meningkat sebagai terapi utama untuk operasi dengan
pasien yang mengalami ITP dan anemia hemolitik. Akhir-akhir ini laparoskopi juga
semakin meningkat penggunaannya pada keadaan splenomegali tertentu.
Prosedur operasi.
1. Anastesi lokal dilakukan didaerah kulit di batas costa anterior. Pertama-tama
trocar ditempatkan dibawah penglihatan langsung, dan dibuat simetris 12-15
mm pneumoperitonium.
2. Laparoskopi yang telah diletakkan kamera didalamnya dimasukkan kedalam
lubang yang telah dibuat.
3. Perut di retraksi untuk mendapatkan limpa. Kemudian mencari limpa assesori
dan jika ada segera dikeluarkan sebab akan menyulitkan untuk
mengangkatnya jika limpa primer telah dikeluarkan.
4. Diseksi mulai dilakukan dengan memobilisasi flexura splenika dari colon.
5. Ligamen splenocolic di pisahkan menggunakan pemotong yang tajam,
memobilisasi lubang inferior dari limpa. Limpa kini diretraksi kearah sefal,
menjaga supaya tidak terjadi ruptur pada saat melakukan retraksi.
6. Peritoneal lateral pada limpa di diseksi menggunakan pemotong yang tajam
atau menggunakan ultrasonic endoshears.
7. Kemudian masuk kedalam kantong lesser disepanjang garis tengah limpa.
8. Dengan mengangkat limpa, pembuluh darah pendek gaster dan pembuluh
sekitarnya mudah terlihat. Ujung dari pancreas mudah terlihat juga mudah
dihindari.
9. Pembuluh darah pendek gaster dipisahkan menggunakan pemotong
ultrasonic, endoclips, dan endovascular stapling
10.Setelah pembuluh darah pendek gaster dipisahkan, dengan hati-hati pedikel
limpa di diseksi dari arah medial dan lateral.
11.Setelah arteri dan vena di diseksi, pembuluh darah difiksasi dengan
menggunakan endovascular stapler. Banyaknya cabang pembuluh darah
mungkin tidak tertutupi semuanya tergantung masing-masing individu untuk
mengambil tindakan untuk menanganinya.
12.Limpa kemudian terbebas dari aliran pembuluh darah dan siap utnuk
dikeluarkan.
13.Untuk mengeluarkan limpa, endobag diletakkan disebelah trocar biasanya di
sebelah lateral.
14.Endobag kemudian dibuka, kemudian limpa dimasukkan kedalamnya.
Kemudian kantung ditutup dan dikeluarkan melalui lubang superior yang
telah dibuat, kini limpa telah dipisahkan.
15.Kantung kemudian dikeluarkan melalui supraumbilikal atau di lokasi trocar
epigastrik. Limpa kemudian morcellated dan hilang dalam fragmen.
16.Laparoskop dikeluarkan.
17.Jika perlu drain dipasang dalam rongga intraabdominal, abdomen
dikosongkan dan trocar dikeluarkan.
18.Trocar kemudian ditutup.

Kontraindikasi absolut untuk dilakukanya laparoskopi splenektomi:

Splenomegali massive (panjang > 30 cm)


Hipertensi Portal
Trauma Limpa pada pasien yang tidak stabil.

Kasus-kasus yang menyulitkan untuk melakukan laparoskopi splenektomi:

Splenomegali moderate ( > 20-25 cm)


Sitopenia berat yang tidak bisa dikoreksi
Trombosis vena limpa
Trauma limpa pada pasien yang stabil
Adenopati Bulky hilar
Morbid obesitas

Komplikasi splenektomi
Komplikasi sewaktu operasi
1. Trauma pada usus.
- Usus. Karena flexura splenika letaknya tertutup dan dekat dengan usus
pada lubang bagian bawah dari limpa, ini memungkinkan usus terluka
saat melakukan operasi.
- Perut. Perlukaan pada gaster dapat terjadi sebagai trauma langsung
atau sebagai akibat dari devascularisasi ketika pembuuh darah pendek
gaster dilepas.
2. Perlukaan vasklular adalah komplikasi yang paling sering pada saat
melakukan operasi. Dapat terjadi sewaktu melakukan hilar diseksi atau
penjepitan capsular pada saat dilakukan retraksi limpa.
3. Bukti penelitian dari trauma pancreas terjadi pada 1%-3% dari splenektomi
dengan melihat tigkat enzim amylase. Gejala yang paling sering muncul
adalah hiperamilase ringan, tetapi tidak berkembang menjadi pankreatitis
fistula pankeas, dan pengumpulan cairan dipankreas.
4. Trauma pada diafragma. Telah digambarkan selama melakukan pada lubang
superior tidak menimbulkan kesan langsung jika diperbaiki. Pada laparoskopi
splenektomi, mungkin lebih sulit untuk melihat luka yang ada di
pneomoperitoneum. Ruang pleura meruapakan hal utama dan harus berada
dalam tekanan ventilasi positf untuk mengurangi terjadinya pneumotoraks.
Komplikasi yang terjadi segera setelah operasi

Komplikasi pulmonal hampir terjadi pada 10% pasien setelah dilakukan open
splenektomi, termasuk didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi pleura.
Abses subprenika terjadi pada 2-3% pasien setelah dilakukan open
splenektomi. Tetapi ini sangat jarang terjadi pada laparoskopi splenektomi
(0,7%). Terapi biasanya dengan memasang drain di bawak kulit dan
pemkaian antibiotic intravena.

Akibat luka seperti hematoma, seroma dan infeksi pada luka yang sering
terjadi setelah dilakukan open splenektomi adanya gangguan darah pada 45% pasien. Komplikasi akibat luka pada laparoskpoi splenektomi biasanya
lebih sedikit (1,5% pasien).
Komplikasi tromsbositosis dan dan trombotik. Dapat terjadi setelah dilakukan
laparoskopi splenektomi.
Ileus dapat terjadi setelah dilakukan open splenektomi, juga pada berbagai
jenis operas intra-abdominal lainnya.

Komplikasi yang lambat terjadi setelah opeasi

Infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy Infection)


adalah komplikasi yang lambat terjadi pada pasien splenektomi dan bisa
terjadi kapan saja selama hidupnya. Pasien akan merasakan flu ringan yang
tidak spesifik, dan sangat cepat berubah menjadi sepsis yang mengancam,
koagulopati konsumtif, bekateremia, dan pada akhirnya dapat meninggal
pada 12-48 jam pada individu yang tak mempunyai limpa lagi atau limpanya
sudah kecil. Kasus ini sering ditemukan pada waktu 2 tahun setelah
splenektomi.
Splenosis, terlihat adanya jaringan limpa dalam abdomen yang biasanya
terjadi pada setelah trauma limpa.
Pancreatitis dan atelectasis.

Beberapa yang menjadi faktor resiko terjadinya komplikasi akibat spelenektomi:

Obesitas
Merokok
Gizi yang buruk
Penyakit kronik
Diabetes
Lanjut Usia
Penyakit jantung dan paru yang telah ada sebelumnya.

Usaha pencegahan akibat infeksi yang bisa terjadi akibat splenektomi.


Infeksi pasca splenektomi biasanya sering disebabkan oleh bakteri takberkapsul
yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, dan Neisseria
meningitides. Patogen lainnya seperti Escherichia coli dan Pseudomonas
aeruginosa, Canocytophagia canimorsus, group B streptococci, Enterococcus spp,
dan protozoa seperti plasmodium.12
Infeksi Post-splenektomi pertama kali dituliskan oleh King dan Schumaker 1952.
Insiden ini diperkirakan antara 0,18-0,42% pertahun, dengan resiko seumur hidup
5%. Dari 78 studi yang telah dilakukam oleh Bisharat dkk, tahun 1966-1996.
Terdapat 28 data yang berhubuingan dengan insiden, angka kehidupan dan
kematian dan dampak dari infeksi pada usia yang berbeda-beda. Dari 19680 pasien

yang telah dilakukan splenektomi, 3,2% berkembangmenajdi infeksi yang infasif,


dan 1,4% meninggal. Waktu antara terjadinya splenektomi dan infeksi rata-rata
antara 22,6 bulan. Insiden infeksi tertinggi terjadi pada pasien dengan tallasemia
mayor (8,2%) dan sikel sel anemia (7,3%) dibanding dengan pasien yang
mengalami idiopatik trombositopenia (2,1%), dan pada anak dengan tallasemia
mayor (11,6%), sikel sel anemia (8,9%) dibandingkan pada pasien dewasa dengan
penyakit yang sama (7,4% dan 6,4%).12
Infeksi dari post splenektomi dapat dicegah dengan memberikan pendekatan pada
pasien dan imunisasi rutin, pemberian antibiotic profilaksis, edukasi dan
penanganan
infeksi
yang
segera.

DAFTAR PUSTAKA

1. www.google.com. Search : Splenectomy. Health Atoz. Accessed on October, 4th


2007.
2. Rothrock K, J C. DNSc, CNOR, FAAN. Alexanders : Care of The Patient Surgery.
3. Morris, Peter J. Oxford Tetbook of Surgery 2nd Edition. Oxford Press. 2000
4. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedoktera
EGC.
1996
5. Karph, Seth J. MD. Blueprint Surgery 3rd Edition. Black Well Publishing. 2004
6. Winslow, Emily R. The Washington Manual of Surgery. Washington. 2004
7. Debas, Haile T. MD. Gastrointestinal Surgery : Pathophysiology and Management.
Springer
Verlag
New
York.
2003.
8. www.google.com search : splenectomy. Children Hospital Boston. Accessed on
October,
8th
2007.
9. www.google.com search : splenectomy. Lifespan. Accessed on October, 4th 2007.
10. Way, Lawrence . W. Current Surgical Diagnosis and Treatment, 11th Edition.
McGraww
Hill
and
Lange.
2003.
11. www.google.com search : splenectomy. UT Medical Group. Accessed on October,
8th
2007.
12. www.google.com search : Infection after splenectomy. BMJ. Accessed on
October,
8th
2007.
13. www.guideline.com search : Indication for splenectomy. Accessed on October,
11th
2007.

Anda mungkin juga menyukai