Anda di halaman 1dari 17

LIMFEDEMA

PENDAHULUAN
Limfedema adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya akumulasi
cairan limfatik di dalam kulit dan jaringan subkutan dalam jumlah yang abnormal
karena terganggunya aliran limfe. Umumnya limfedema timbul pada ekstremitas, tapi
kadang-kadang dapat juga timbul di kepala, leher, abdomen dan genitalia. 1-3
Limfedema terbagi menjadi dua klasifikasi yakni sebagai limfedema primer
yang terjadi karena jumlah pembuluh limfe yang terbentuk lebih sedikit dari normal
dan limfedema sekunder yang disebabkan oleh adanya obstruksi aliran getah bening
karena infeksi, radiasi, metastase tumor dan pembedahan. 2,4
Penimbunan cairan interstisial dengan konsentrasi protein yang tinggi akan
menimbulkan lingkaran setan. Akan terjadi peningkatan tekanan onkotik cairan
interstisial sehingga akan menarik lebih banyak cairan ke dalam ruangan ektraseluler.
Dalam waktu yang lama dan oleh mekanisme yang belum dipahami, maka
penimbunan cairan ini akan menyebabkan fibrosis jaringan subkutis yang
irreversibel.3

INSIDEN
Ditemukan insiden tertinggi di Amerika Serikat terutama pada pasien setelah
menjalani operasi kanker payudara, sebagian dari mereka mendapatkan terapi radiasi
yang disertai dengan limfadenektomi aksila. Diperkirakan terdapat 140-250 juta
kasus limfedema yang cenderung menetap jumlahnya, dengan penyebab tersering
yaitu infeksi oleh filariasis.1

ANATOMI
Sistem limfatik terdiri dari anyaman pembuluh limfatik yang luas dan
berhubungan dengan kelompok kecil jaringan limfatik, yakni kelenjar limfe. Cairan
dari jaringan tubuh yang memasuki pembuluh limfe, disebut limfe ( getah bening ).

1
Umumnya limfe bersifat bening dan menyerupai air, serta memiliki komposisi yang
sama seperti plasma darah. Sistem limfatik terdiri dari :
-
Plexus Lymphaticus, yakni anyaman pembuluh limfe yang amat kecil dan
dikenal sebagai kapiler limfe. Kapiler ini berawal di ruang interseluler.
-
Kelenjar limfe yang terdiri dari kelompok kecil jaringan limfatik dan
dilalui oleh limfe sewaktu melintas ke sistem pembuluh vena.
-
Kumpulan jaringan limfoid dalam dinding saluran cerna ( misalnya
tonsil ), dalam spleen ( lien ) dan thymus.
-
Limfosit yang beredar dan dibentuk dalam jaringan limfoid ( misalnya
dalam kelenjar limfe dan spleen ) dan dalam jaringan mieloid sumsum
tulang merah.5

Gambar 1 * Sistem limfatik.

* dikutip dari kepustakaan no.6

2
Setelah melewati satu atau lebih kelenjar limfe, limfe terkumpul dalam
pembuluh limfe yang besar, yakni truncus limfaticus yang bersatu untuk membentuk
(a). ductus thoracicus yang berawal dalam abdomen sebagai kantong yang disebut
cisterna chyli, lalu melintas ke kranial untuk bermuara pada pertemuan vena jugularis
interna sinistra dengan vena subclavia sinistra, atau (b). ductus lymphaticus dextra
yang menyalurkan limfe dari kepala dan leher sebelah kanan, ekstremitas superior
dextra dan cavitas thoracis ( rongga dada ) sebelah kanan. Ductus thoracicus
menampung dan menyalurkan limfe dari bagian tubuh lainnya. Pembuluh limfe
berguna untuk :
-
Menyalurkan keluar cairan jaringan, misalnya genangan plasma dari sela
interstisial dan membawanya ke sistem pembuluh balik.
-
Menyerap dan mengangkat zat lemak, misalnya kapiler menyalurkan
lemak dari intestinum dan mencurahkannya melalui ductus thoracicus ke
dalam vena subclavia sinistra.
-
Membentuk mekanisme pertahanan tubuh ( misalnya sewaktu protein
asing disalurkan dari daerah yang terinfeksi, sel yang secara imunologis
kompeten, membentuk zat anti spesifik terhadap protein tersebut, dan atau
limfosit dikirim ke daerah terinfeksi itu ). 5

KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI


Limfedema primer merupakan abnormalitas akibat jumlah pembuluh limfe
yang terbentuk lebih sedikit dari normal. Merupakan limfedema yang timbul tanpa
faktor pencetus atau tidak diketahui penyebabnya. Limfedema primer terbagi menjadi
tiga bentuk yakni limfedema kongenital, limfedema praecox, dan limfedema tarda.
Limfedema kongenital memberikan gambaran klinik sejak lahir dan terdapat sekitar
10-25 % kasus untuk limfedema primer. Wanita dua kali lebih banyak dibanding laki
- laki, dan ekstremitas bawah tiga kali lebih sering dibandingkan ekstremitas atas.
Dua dari tiga pasien ada yang mengalami limfedema bilateral dan bentuk ini secara
spontan berkembang dengan bertambahnya umur. Pada histologi akan tampak saluran
limfe dengan bentuk anaplasia. 1, 3

3
Limfedema praecox adalah bentuk limfedema primer yang paling sering
ditemukan. Dari definisi, gambaran klinik muncul setelah lahir dan sebelum umur 35
tahun. Kondisi ini terjadi sekitar 60-85 % dari keseluruhan kasus pada limfedema
primer dan lebih sering terjadi selama masa pubertas. Secara histologi akan
memberikan gambaran berupa hipoplasia yang ditandai dengan adanya penurunan
jumlah serta ukuran dari pembuluh limfatik.1,3
Limfedema tarda yang secara klinik tidak ditemukan sebelum umur 35 tahun
atau lebih. Kasus ini jarang terjadi, hanya sekitar 10 % dari kasus limfedema primer.
Secara histologi akan tampak bentuk hiperplasia yang ditandai dengan adanya
peningkatan jumlah serta ukuran dari pembuluh limfatik.1,3
Limfedema sekunder sering diakibatkan oleh karena kerusakan pada sistem
limfe. Di negara barat, kerusakan nodus limfe regional oleh karena operasi, radiasi,
invasi tumor atau infeksi yang merupakan peyebab tersering dari limfedema
sekunder. Insiden terbesar limfedema terjadi setelah operasi kanker payudara
dilaporkan sekitar lebih dari 25 %. Prevalensi terbesar limfedema terjadi setelah
pengangkatan aksila secara luas diikuti dengan radiasi aksila. 1,2

4
Gambar 2 *
Klasifikasi Limfedema

PATOFISIOLOGI
Cairan interstisial dalam jaringan tubuh yang mengandung protein plasma
masuk ke dalam saluran limfe dengan mekanisme permeabilitas, kemudian akan
kembali ke sirkulasi. Setelah melalui katup pertama saluran kapiler dan melalui
kelenjar limfe, cairan limfe digerakkan dengan arah sentripetal oleh mekanisme
pompa kulit – otot dan dorongan arteri. Dengan bantuan kontraksi spontan tabung
dan saluran pengumpul limfe, dan karena perubahan tekanan intratorakal di daerah
duktus thoracicus, cairan limfe ini bergerak terus dalam suatu sirkulasi. Produksi
cairan limfe rata – rata sehari adalah sekitar 0,5 – 3 liter. 8

* dikutip dari kepustakaan no.7

5
Fungsi normal dari limfatik adalah mengembalikan protein, lemak, dan air
dari interstisial ke ruang intravaskuler. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada kapiler
arteri akan menyebabkan meningkatnya cairan yang banyak mengandung protein
dalam ruang interstisial, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan onkotik pada
ruang interstisial, yang akhirnya akan menarik air masuk ke dalam ruang interstisial. 8
Pada limfedema, kemampuan transportasi oleh sistem limfatik menurun. Hal
ini menyebabkan pembentukan cairan interstisial yang mestinya dalam jumlah normal
yang melebihi aliran balik limfe, sehingga mengakibatkan stagnasi dari molekul
protein pada ruang interstisial. Keadaan dengan konsentrasi protein sekitar 1,0-5,5
g/ml akan menyebabkan tertariknya cairan ke dalam ruangan interstisial. Penimbunan
cairan ini kemudian akan menyebabkan dilatasi masif dari saluran-saluran limfe dan
menyebabkan inkompetensi katup pembuluh limfe. Dinding pembuluh limfe akan
mengalami fibrosis, dan akan terjadi akumulasi fibrosis pada lumen sehingga dapat
menghancurkan dinding pembuluh limfe. Pada jaringan interstisial, akumulasi protein
dan cairan akan memicu suatu reaksi inflamasi. Terjadi peningkatan aktivitas
makrofag karena rusaknya serat elastis dan terbentuk jaringan fibrosklerotik. Akibat
dari reaksi inflamasi dapat terjadi perubahan sifat edema dari pitting edema menjadi
nonpitting edema. Sebagai akibat lanjut akan terjadi penekanan sistem imun lokal,
sehingga akhirnya dapat terjadi infeksi kronis dan degenerasi maligna. Selain fungsi
tersebut di atas, sistem limfe juga berperan dalam sistem imun, yaitu sebagai
pelindung dalam melawan invasi benda asing, protein dan sel ganas yang selanjutnya
akan diangkat ke kelenjar limfe regional dimana terdapat makrofag, sel plasma, dan
limfosit yang akan membentuk respon kekebalan tubuh. 1

DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis suatu limfedema diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pasien datang dengan berbagai derajat
pembengkakan, dari pembengkakan ringan sampai berat dengan resiko komplikasi
yang bisa membahayakan hidupnya. Pasien sering datang dengan keluhan adanya
peningkatan diameter eksteremitas yang asimetris, sepatu dirasakan menjadi lebih

6
sempit, nyeri pada tangan dan kaki, kelemahan pada tangan dan kaki, merah dan
bengkak pada ekstremitas sebagai tanda – tanda inflamasi. 1,4,9-11
Umumnya pembengkakan dimulai dari distal ke proksimal secara progresif
selama berbulan – bulan hingga bertahun – tahun. Edemanya lembut dan mudah
ditekan. Ukuran ekstremitas meningkat setiap hari dan menurun pada malam hari
akan tetapi tidak mencapai normal. Hal yang cukup penting untuk mengetahui
riwayat keluarga yang mengalami limfedema primer dan atau pun negara yang pernah
dikunjungi oleh pasien yang merupakan daerah endemik filariasis serta riwayat
pembedahan maupun radioterapi.4
Pada pemeriksaan fisis, ditemukan edema yang awalnya pitting, namun
semakin lama akan berkembang menjadi edema nonpitting yang disertai kelainan
kulit berupa fibrosis. Distribusi edema pada tungkai dengan limfedema pada kaki
bagian depan, dengan jari-jari dan sendi metatarsofalang yang relatif tidak mengalami
edema. Keberadaan edema pitting bilateral biasanya merupakan indikasi kegagalan
fungsi ginjal atau jantung. Hal ini seperti hipoproteinemia dapat tampak pada
malnutrisi, sirosis, dan protein loosing enteropathy atau dapat pula idiopatik.
Akumulasi edema pada limfedema adalah berbeda dibandingkan penyebab ginjal,
hati, atau jantung, edema biasanya berakumulasi di daerah pergelangan kaki dengan
sedikit edema yang berakumulasi di atas jari kaki. Ada pepatah klinis mengatakan
bahwa edema karena limfedema tidak mencekung ( pit ). Pepatah klinis bahwa edema
karena limfedema tidak mencekung adalah tidak benar, karena derajat cekungan
adalah berhubungan dengan derajat fibrosis. Jadi limfedema tanpa perubahan
subkutan yang ditemukan pada stadium dini limfedema tidak akan mencekung.
Pemeriksaan kulit dan palpasi jaringan subkutis limfedema yang lanjut menunjukkan
bahwa jaringan tersebut adalah kenyal dan berindurasi.1,2,4
Diagnosis klinis limfedema dapat diperkuat oleh beberapa teknik.
Limfoskintigrafi merupakan teknik dengan menginjeksikan tehnektium radiokoloid
pada jaringan subkutan. Teknik ini dapat menggambarkan anatomi pembuluh limfe
dan mengevaluasi aliran limfe yang dinamis. Pemeriksaan CT scan pada kelenjar
getah bening pelvis, abdomen, dan inguinal adalah sangat menolong dalam

7
menentukan penyebab sekunder limfedema seperti neoplasma yang tidak diduga atau
rekuren. Pemeriksaan CT penting pada pasien yang berusia lebih dari 35 tahun atau
tanpa riwayat pembedahan atau radioterapi untuk keganasan sebelumnya. 1,2,4,12

Gambar 3 *
Limfedema pada ekstremitas bawah

* dikutip dari kepustakaan no.11

8
Gambar 4 *
Pemeriksaan Limfaskintigrafi

Gambar 5 **
CT pada Limfedema tampak gambaran Honeycomb Appearance

* dikutip dari kepustakaan no.13


** dikutip dari kepustakaan no.7

9
Gambar 6 *
Penanganan Limfedema.

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dalam pengobatan untuk limfedema adalah untuk menurunkan
ukuran anggota gerak dengan pembuangan cairan limfatik, memelihara dan perbaikan
kualitas kulit dan pencegahan infeksi. Penanganan pada limfedema terbagi menjadi
terapi nonoperatif dan terapi bedah. 2,12
A. Terapi Nonoperatif
-
Perlindungan kaki sehari – hari dengan lotion untuk mencegah infeksi
jamur. Antifungi topikal hanya direkomendasikan pada infeksi jamur
yang lokal. Namun bila luas yang digunakan adalah antifungi sistemik
* dikutip dari kepustakaan no.7

10
-
Parasit berupa Wucheria brancrofti dan Brugria malayi diobati dengan
dietilcarbamazine. Antihistamin dan atau antiinflamasi digunakan
untuk untuk membunuh parasit.
-
Pengobatan agresif untuk limfangitis atau dan selulitis
direkomendasikan untuk mencegah pengembangan dari sepsis.
Pengobatan sistemik dengan antistaphylococcus dan
antistreptococcus, dikombinasikan dengan istirahat di tempat tidur dan
elevasi ekstremitas bawah.
-
Diuretik digunakan juga dalam pengobatan limfedema, tapi efeknya
hanya untuk jangka pendek. Benzopyrenes, seperti carmarin,
menstimulasi proteolisis oleh makrofag dan efektif untuk pengobatan
limfedema dengan berbagai penyebab.
-
Reduksi beban dan elevasi ekstremitas adalah sangat penting untuk
menurunkan edema. Pasien harus menaikkan kaki pada malam hari.
Ini dilakukan dengan menggunakan kain pengikat untuk edema
ekstremitas atas, dan mengangkat kaki dari dasar tempat tidur untuk
edema pada ekstremitas bawah.
-
Terdapat juga kaus kaki kompresi elastik yang dapat digunakan untuk
menyokong anggota badan. Penggunaan alat kompresi pneumatik
digunakan untuk mengobati limfedema periperal dan efektif jika
digunakan pada awal – awal penyakit sebelum kulit berubah menjadi
jaringan fibrosklerotik. Kelebihan alat ini adalah menimbulkan
tekanan eksternal pada sekeliling tungkai yang limfedema yang akan
menurunkan ukuran anggota gerak. Serupa dengan pemijatan angota
gerak. Alat kompresi akan mempercepat aliran limfatik dari distal ke
bagian yang lebih proksimal. 2,4,12,17
B. Terapi operatif
Terapi bedah diindikasikan jika pembengkakan mengancam fungsi
ekstremitas dan jika timbul selulitis berulang atau dalam kasus tertentu
dengan alasan kosmetik. Kebanyakan ahli yang mencoba memperbaiki

11
drainase limfe dengan pemindahan pedikel omentum yang mengandung
pembuluh limfe, kulit, atau usus yang tidak berfungsi lagi, telah mengalami
kekecewaan pada hasilnya. Prosedur ini diikuti oleh tingginya komplikasi
yang tidak dapat diterima. 3
Penanganan bedah terdiri dari dua prosedur, yakni fisiologis dan
eksisi. Operasi fisiologis dengan cara mengalirkan cairan limfatik, sedangkan
prosedur eksisional dengan cara membuang kulit dan jaringan subkutan.
Prosedur fisiologis dengan mengalirkan aliran limfatik yang mengalami
obstruksi dengan membuat anastomosis dengan vena. Berdasarkan laporan,
operasi ini berguna bila edema tidak terlalu luas dan belum terjadi fibrosis
kulit. 3
Prosedur eksisi pertama diperkenalkan oleh Charles pada tahun 1912,
dikenal dengan prosedur charles. Pada prosedur charles, seluruh kulit dan
jaringan subkutis disingkirkan, dan kemudian permukaan ini ditutup dengan
graft kulit dengan ketebalan penuh atau sebagian. Walaupun hasil kosmetik
masih belum begitu baik dan dengan graft dapat menyebabkan ekzema,
namun prosedur ini merupakan operasi terpilih untuk kasus lanjut, dimana
terdapat perubahan kulit yang parah. Pada kasus yang tidak begitu parah,
dimana kulit masih adekuat, maka eksisi bertahap sederhana dari jaringan
subkutis fibrotik yang menebal disertai flap kulit tebal 1 sampai 2 cm,
mungkin merupakan tindakan yang terbaik. Biasanya pertama kali dilakukan
pada sisi medial, yang diikuti 3 sampai 4 bulan kemudian pada sisi lateral.
3,4,14-17

12
Gambar 7 *
Prosedur Charles

Gambar 8 *
Prosedur Thompson

* dikutip dari kepustakaan 6

13
Gambar 9 * A. Edema kaki pada penderita limfedema
* B. Setelah dilakukan reseksi pada kulit dan subkutis

DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa penyakit sistemik yang dapat memberikan gambaran edema
pada ekstremitas dengan gambaran khas berupa edema piting bilateral.
-
Gagal Jantung
-
Gagal Ginjal
- 17,18
Gangguan Hati

KOMPLIKASI
Pasien dengan limfedema ekstremitas kronik selama 10 tahun memiliki resiko
10 % untuk berkembang menjadi limfangiosarkoma, yang merupakan komplikasi

* dikutip dari kepustakaan no. 13

14
terburuk dari limfedema. Tumor ini sangat agresif, membutuhkan amputasi radikal
ekstremitas, dan memiliki prognosis yang sangat jelek. Angka ketahanan hidup
selama 5 tahun kurang dari 10 %, dan rata – rata waktu bertahan setelah diagnosis
ditegakkan adalah 19 bulan. Degenerasi maligna ini banyak ditemukan pada pasien
limfedema dengan post mastektomi. Komplikasi lain dari limfedema antara lain
selulitis rekuren dan atau limfangitis, gangguan fungsional berat, kosmetik, dan
kadang diperlukan amputasi. 1,17,18

PROGNOSIS
Limfedema ekstremitas kronik yang tidak ditangani akan menjadi irreversibel,
difus, fibrosis subkutaneus dengan peningkatan ukuran dan berat pada anggota tubuh.
Sebagian besar pasien limfedema dapat diterapi dengan baik dengan terapi
konservatif, hanya sekitar 5 – 10 % yang memerlukan terapi pembedahan.1

DAFTAR PUSTAKA

15
1. Revis Don, Lymphedema. [online]. 2008, [cited , 2008, July, 20]. Available
from: URL:http://www.emedicine.com.htm

2. Cameron John. Limfedema. In: Terapi Bedah Mutakhir. 4th edition.


Binarupa Aksara: Jakarta. 1997. p:354-68

3. Ronardy , Devi. Sistem Limfatik. In : Buku Ajar Bedah ( Essentials Of


Surgery). Bagian 2. Jakarta : EGC. 2003. p 221-7

4. Thorne Charles. Lymphedema. In : Grabb and Smith’s Plastic Surgery. 6th


edition. Wolter Kluwer Lippincot Williams and Wilkins Philadelphia. 2007.
p 717-21

5. Sadikin Vivi. Sistem Limfatik. In Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates :


Jakarta. 2002. p 22-4

6. Rusko Joe. The Lymphatics. In Sabiston Textbook of Surgery. 17th edition.


Pennsylvania : Elsevier, 2004. p 2071-8

7. Differential Diagnosis, Investigation, and Current Treatment of Lower Limb


Lymphedema. [online], [cited, 2008, July, 30]. Available from :
URL:http://www.arch surg.com.htm

8. Syamsuhidayat R. Limfudem dalam Jantung, Pembuluh darah, dan Limfe.


In Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd edition. Jakarta : EGC, 2004. p 494-6

9. Lymphedema. [online], [cited , 2008, July, 21]. Available from:


URL:http://www.nationalcancerinstitute.com.htm

10. Schwartz Seymour. Venous and Lymphatic Disease. In Principles Of


Surgery. 5th edition. New York : McGRAW-HILL, 1989. p 1011-37

11. Wilm’s Tumor [online], [cited , 2008, August, 21]. Available from:
URL:http://www.wikipedia.com.htm

12. Lymphatic System. In Review Surgery Basic Science and Clinical Topics
for ABSITE. United State of America : Springer. 2006. p325-6

13. ABC of Arterial and Venous disease : Swollen lower limb. [online], cited,
2008, July, 30]. Available from : URL:http://www.bmj.com.htm

14. Lymphedema. In Mastery Surgery. 5th edition. Boston : Lippincott Williams


and Wilkins. 2007. p 353-55

16
15. Lymphedema. [online], [cited, 2008, July, 30]. Available from :
URL:http://www.linneguide.com.htm

16. Lymphedema. In The Surgery Clerkship Manual. New Jersey : Springer.


2004. p524-526

17. Limfedema. In Standard Operating Procedure Seksi Bedah Plastik.


Laboratorium Bedah Plastik-Universitas Hasanuddin

18. Lymphedema. In Current Essentials of Surgery. New York : McGraw Hill.


p201.

17

Anda mungkin juga menyukai