PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Limfedema adalah suatu keadan kronis dan progresif yang terjadi karena
ketidak seimbangan antara filtrasi dan trasportasi pada sistem limfatik dimana terjadi
penumpukkan cairan protein pada intertisial, peradangan dan selanjutnya terjadi
hipertrofi jaringan lemak juga fibrosis. 1,2 Limfedema sering kali merupakan suatu hasil
dari pengobatan kanker, infeksi, trauma dan/atau malformasi struktur genetik yang
mengarah ke kerusakkan dan kelemahan pada area yang bersangkutan. 2
\
Limfedema diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu primer dan
sekunder. Limfedema primer berhubungan dengan perkembangan abnormal pada
sistem limfatik sedangkan limfedema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan aliran
limfatik yang disebebakan oleh kadaan tertentu seperti trauma, infeksi, tumor atau hasil
operasi.4
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem limfatik terdiri atas jaringan limfatik dan pembuluh limfatik. Jaringan
limfatik merupakan jenis jaringan ikat yang mengandung banyak sel limfosit.
Jaringan limfatik didapatkan pada timus, nodus limfatikus, lien, dan nodulus
limfatikus. Jaringan limfatik penting untuk pertahanan imunologik tubuh terhadap
bakteri dan virus.5,6
Sebelum limfa masuk ke aliran darah, cairan ini melalui paling sedikit satu
kelenjar limf, bahkan sering kali lebih dari satu. Pembuluh limf yang membawa
limf ke kelenjar limf disebut pembuluh aferen, sedangkan pembuluh yang
membawa limf keluar dari kelenjar limf disebut pembuluh eferen. Limf memasuki
aliran darah pada pangkal leher melalui pembuluh limf besar yang disebut duktus
limfatikus dexter dan duktus thoracicus.5,6
Pada dasarnya seluruh pembuluh limfe dari bagian bawah tubuh pada
akhirnya akan bermuara ke duktus torasikus, yang selanjutnya bermuara ke
dalam sistem darah vena pada pertemuan antara vena jugularis interna kiri dan
vena subklavia kiri.6
Cairan limfe dari sisi kiri kepala, lengan kiri, dan sebagian daerah toraks
juga memasuki duktus torasikus sebelum bermuara ke dalam vena. Cairan limfe
dari sisi kanan leher dan kepala, lengan kanan, dan bagian kanan toraks
memasuki duktus limfatikus kanan, yang akan bermuara ke dalam sistem darah
vena pada pertemuan antara vena subklavia kanan dan vena jugularis interna.6
Sistem limfatik berfungsi sebagai “mekanisme untuk kelebihan aliran”
(overflowmechanism) untuk mengembalikan kelebihan protein dan kelebihan
volume cairan ke sirkulasi dari ruang jaringan . Oleh karena itu, sistem limfatik
juga memiliki peran sntral dalam mengatur (1) konsentrasi protein dalam cairan
interstitial, (2) volume cairan interstitial, dan (3) tekanan cairan interstitial.
Sejumlah kecil protein terus keluar dari kapiler darah masuk ke dalam intertitium.
Hanya sejumlah kecil protein yang bocor, jika ada, yang kembali, ke sirkulasi
melalui ujung-ujung vena dari kapiler darah. Oleh karena itu, protein-protein ini
cenderung berakumulasi di cairan interstitial, dan hal ini kemudian akan
meningkatkan tekanan osmotik koloid cairan cairan intertitial.6
Peningkatan tekanan osmotik koloid dalam cairan intertisial akan menggeser
keseimbangan daya pada membran kapiler darah dalam membantu filtrasi cairan
ke dalam intertisium. Oleh karena itu, cairan bertukar tempat secara osmosis keluar
melalui dinding kapiler masuk ke dalam interstisium akibat protein, sehingga
meningkatkan volume cairan intertisial dan tekanan cairan intertisial.6
Peningkatan tekanan cairan intertisial akan sangat meningkatkan kecepatan
aliran limfe kemudian membawa keluar kelebihan volume cairan interstisial dan
kelebihan protein yang telah terakumulasi dalam ruang intertisial. Begitu
konsentrasi protein cairan intertisial mencapai nilai tertentu dan menyebabkan
peningkatan yang sebanding dalam volume cairan intertisial dan tekanan cairan
intertisial, pengembalian protein dan cairan melalui sistem limfatik menjadi cukup
besar untuk mengimbangi secara tepat kecepatan bocornya protein dan cairan ke
dalam intertisium dari kapiler darah. Oleh karena itu, nilai kuantitatif dari semua
faktor ini akan mencapai keadaan yang mantap. Faktor-faktor tersebut akan tetap
seimbang pada nilai ini sampai terjadi perubahan pada bocornya protein dan cairan
kapiler darah.6
2. Limfedema
1. Definisi
2. Epidemiologi
1. Limfedema Primer
2. Limfedema Prekoks
Limfedema prekoks merupakan limfedema yang terjadi saat masa
pubertas, tetapi dapat juga terjadi pada dekade ketiga kehidupan.
Merupakan kasus yang paling sering ditemukan dari seluruh limfedema
primer (65-80%). Nama lain dari limfedema precox adalah penyakit
Meige, suatu penyakit autosomal dominan dimana terjadi mutasi gen
terjadi pada gen OXC2, yang berperan dalam metabolisme adiposit. Pada
70% kasus limfedema ditemukan secara unilateral dimana kaki kiri
didapatkan lebih terlibat dibanding sebelah kanan. Penyakit ini disertai
dengan beragam kelainan, seperti defek vertebra, malformasi
serebrovaskular, kehilangan pendengaran, dan distikiasis. 11,13,14
3. Limfedema Tarda
Limfedema tarda muncul pada usia lebih dari 35 tahun. Biasanya
disebabkan oleh adanya defek pada katup limfe yang menyebabkan
fungsi katup inkompeten. Defek katup yang terjadi sulit untuk
ditentukan merupakan apakah merupakan bawaan kongenital. Secara
histologi sering terlihat pola hiperplastic dengan limfatik yang berbelit-
belit dan peningkatan pada jumlah dan kaliber.14
2. Limfedema Sekunder
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
Stage Deskripsi
6. Diagnosis
8. Pemeriksaan Penunjang
1. Analisis Bioimpedansi
2. Limfoskintigrafi
3. MRI
4. CT Scan
5. Diagnosis Parasitologi
Tatalaksana limfedema terdiri dari diagnosis yang akurat, klasifikasi yang baik
dan edukasi kepada pasien. Namun tidak ada kesembuhan yang mutlak pada
limfedema. Ada beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan, yaitu cara non
pembedahan dan pembedahan. Cara non-pembedahan yang utama adalah complete
decongestive therapy (CDT), compression therapy, advance pneumatic compression
pumps dan olahraga.19
Edukasi pada pasien merupakan hal yang penting dan krusial. Perawatan diri
dan latihan untuk menurunkan risiko, drainase limfa, perawatan kulit, penggunaan
pakaian yang baik, nutrisi yang baik, olahraga serta kontrol berat badan adalah prioritas
dasar dari tatalaksana limfedema.19
1. Non Pembedahan.19
Complete Decongestive Therapy (CDT) dipertimbangkan sebagai
tatalaksana gold-standard dalam penanganan Limfedema yang terdiri dari 2
fase: reduktif dan perawatan. CDT adalah pilihan yang bagus dalam
menurunkan volume Limfedema yang terdiri dari 4 tahapan yaitu, Manual
Lymph Drainage, compression therapy, olahraga, dan perawatan kulit.
Kelemahan dari teknik ini adalah harga yang mahal, membutuhkan waktu yang
lama serta membutuhkan terapis yang tersertifikasi.
1. Manual lymph drainage (MLD)
MLD adalah teknik pijatan yang berbeda dari pijat pada umumnya dengan
bertujuan untuk drainase limfe
2. Compression Therapy
Compression therapy Termasuk kompresi yang efektif dengan bebatan
melingkar pada tungkai yang terkena. Perban elastis pendek memberikan
tekanan yang rendah saat pasien beristirahat dan bekerja yang
membebaskan otot berkontraksi untuk membantu aliran cairan interstisial.
Perban ini juga mengurangi fibrosis pada kulit. Pakaian kompresi berbeda
dengan perban kompresi dan bertujuan untuk jangka pakai yang lebih lama.
3. Olahraga
Olahraga sangat bermanfaat pada pasien limfedema. Disarankan untuk tetap
menggunakan perban kompresi dan pakaian kompresi selama aktifitas.
Pasien dengan limfedema atau yang memiliki risiko limfedema disarankan
untuk berolahraga, pada meta-analisis, didapatkan bahwa olahraga
mengurangi volume edema pada Breast Cancer Related Lymphedema
(BCRL).
4. Skin Care
Kebersihan merupakan hal yang penting pada pasien dengan limfedema.
Pelembab dengan pH yang rendah direkomendasikan untuk mengatasi kulit
pecah-pecah dan kering, yang bertujuan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme.
2. Pembedahan.19
1. Teknik Reduksi
1. Direct excision
Pengangkatan jaringan limfedema juga termasuk dalam teknik ini.
Walaupun teknik ini efektif dalam mengurangi volume, namun dapat
meninggalkan bekas. Serta memerlukan transfuse darah dan
penyembuhan luka yang lama. Eksisi langsung juga memerlukan
tindakan Full Thickness Skin Grafting atau Vacuum Assisted Closure
Therapy.
2. Liposuction
Operasi pengecilan pada ekstremitas yang terkena dengan metode
sedot lemak telah menunjukkan efektifitasnya dalam mengurangi
volume limfedema sampai mendekati normal. Teknik ini telah
digunakan pada limfedema kongenital atau yang didapat serta pada
kasus lipedema. Teknik ini mengharuskan pasien menjalani terapi
kompresi terlebih dahulu agar tidak terjadi regresi. Pasien yang akan
melakukan pengobatan dengan teknik ini juga harus menjalani
tindakan pre operatif tanpa adanya pitting edema. Hasil pengamatan
menunjukkan teknik ini efektif di kedua ekstremitas atas dan bawah,
namun lebih efektif pada ekstremitas atas. Komplikasi pada teknik ini
adalah infeksi, nekrosis kulit dan rekurensi.
2. Teknik Fisiologis
KESIMPULAN
Limfedema adalah suatu kondisi patologis pada sistem limfatik yang progresif
dari sistem limfatik dimana terjadi penumpukan cairan protein pada interstisial,
peradangan dan selanjutnya terjadi hipertofi jaringan lemak juga fibrosis. Limfedema
dibagi dalam dua klasifikasi yaitu limfedema primer yang terjadi karena jumlah
pembuluh limfe yang terbentuk lebih sedikit dari normal dan limfedema sekunder yang
disebabkan oleh adanya obstruksi aliran getah bening karena infeksi, radiasi, metastasis
tumordan pembedahan.
Perubahan kulit dapat terjadi yaitu ditemukan peau d’orange, tetapi jarang
terjadi ulkus. Tanda Stemmer ditemukan positif Limfoskintiografi merupakan gold
standar untuk limfedema karena akurat dalam menilai abnormalitas kerusakan sistem
limfe. Penanganan limfedema yaitu dengan Comprehensive decongestive therapy yang
terbukti aman dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
10. Butler MG, Dagenais SL, Rockson SG, Glover TW. A Novel VEGFR3 Mutation
Causes Milroy Disease—Clinical Report. American Journal Of Medical
Genetics Part A 143A:1212–1217 (2007).
11. JM Weiss, BJ Spray. The Effect of Complete Decongestive Therapy on The
Quality of Life of Patients With Peripheral Lymphedema. Missoury,
USA.2002; 46-58.
12. Haghighinejad, Akbari.H, et al. The Effect of Complex Decongestive Therapy
on Post-breast Surgery Quality of Life in Breast Cancer Patients With
Unilateral Lymphedema and Its Predictive Factors. Shiraz University of
Medical Sciences. Iran. 2016; vol (10);17(1) : 841-846.
13. Ciocca RG. The Swollen Leg. In : Learning Surgery, The Surgery Clerkship
Manual. Springer. 2005. p. 524-5.
14. Rossy KM. Lymphedema. Medscape. 2018. Cited October 10 October 2019
Available at https://emedicine.medscape.com/article/1087313-overview#a4
15. McPhee SJ, Papadakis MA. Current Medical Diagnosis and Treatment.
Vascular Disease. McGrawHill Lange, 2008.
16. Antignani, P.L., B.-B Lee, et al. IUA-ISVI Consensus For Diagnosis Guideline
Of Chronic Lymphedema Of The Limbs. International Angiology Edizioni
Minerva Medica.
17. Antignani PL. Diagnosis and treatment of primary lymphedema—IUP
Consensus. International Angiology: a Journal Of The International Union Of
Angiology, December 2013.
18. NLN Medical Advisory Comittee. The Diagnosis And Treatment Of
Lymphedema. National Lymphedema Network, February 2011.
19. Kayiran O, Et al. Lymphedema: From Diagnosis to Treatment. Turkish Journal
Of Surgery. Turkey. 2017. Vol 33(2): 51-57