Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor mammae merupakan kelainan mammae yang sering terjadi pada


wanita. Tumor terbagi menjadi dua, tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak
memiliki ciri-ciri tumbuh secara terbatas, memiliki selubung, tidak menyebar dan
bila dioperasi dapat dikeluarkan secara utuh sehingga dapat sembuh sempurna,
sedangkan tumor ganas memiliki ciri-ciri yaitu dapat menyusup ke jaringan
sekitarnya, dan sel kanker dapat ditemukan pada pertumbuhan tumor tersebut.
Fibroadenoma merupakan tumor jinak yang sering ditemukan, pada kelainan ini
terjadi pertumbuhan jaringan ikat maupun kelenjar, yang banyak ditemukan pada
wanita usia muda 10-30 tahun1
Jaringan payudara terdiri dari berbagai komponen, yakni lemak subkutis,
stroma dan parenkim yang ditunjang oleh jaringan ikat (ligamen Cooper),
pembuluh darah, saraf, dan jaringan limfatik. Daerah areola mammae
mengandung folikel rambut, kelenjar apokrin, dan kelenjar sebaseus montgomery
yang menghasilkan air susu. Puting susu mengandung akhiran saraf dan otot
polos, serta 8-20 duktus laktiferus komunis yang merupakan terminal dari duktus
laktiferus. Jaringan lemak sendiri distribusinya lebih banyak di sekitar lobulus,
dan di sekitar daerah perifer payudara. Sementara itu, struktur kelenjar yang
membentuk nodul distribusinya lebih banyak di kuadran lateral atas payudara2.
Di seluruh dunia 8,2 juta orang meninggal dunia setiap tahun akibat kanker.
Diperkirakan pada tahun 2025 jumlah orang meninggal dunia akibat kanker
meningkat menjadi 11,5 juta bila tidak dilakukan upaya pencegahan dan
pengendalian yang efektif. Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency
for Research on Cancer (IARC) tahun 2012, kanker mammae adalah kanker
dengan persentase kasus baru tertinggi (43,3%) dan persentase kematian tertinggi
(12,9%) pada perempuan di dunia. Di Indonesia berdasarkan data sensus tahun
2014- 2015 jumlah penduduk Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa. Ketua Yayasan
Kanker MammaeIndonesia (YLKPI), Linda Gumelar mengatakan kanker
mammae merupakan jenis kanker tertinggi pada klien rawat inap maupun rawat

1
jalan di seluruh RS di Indonesia. Pada tahun 2010 jumlah klien kanker mammae
28,7 persen dari total penderita kanker. Secara umum prevalensi penyakit kanker
di Indonesia cukup tinggi. Menurut data riset Kesehatan Dasar 2013 prevalensi
kanker di Indonesia adalah 1,4% dari 1000 penduduk atau sekitar 347.000 orang.
Di Indonesia kasus baru kanker mammae menjadi kasus kematian tertinggi
dengan angka 21,5% pada setiap 100.000 penduduk, sekitar 70% kasus klien
kanker mammae baru datang ke fasilitas kesehatan pada stadium lanjut.1,3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Payudara


Payudara terletak pada hemitoraks kanan dan kiri. Batas payudara
yang tampak dari luar pada superior di iga II, inferior pada iga VI, taut
antar sternokostal bagian medial, dan bagian lateral pada linea aksilaris
anterior.4 Struktur payudara terdiri dari parenkim epitelial, lemak,
pembuluh darah, saraf, saluran getah bening, otot, dan fasia. Parenkim
epitelial terdiri dari 15-20 lobus yang setiap lobus mempunyai duktus
laktiferus dan bermuara ke papilla mamma. Setiap lobus terdiri dari
lobulus-lobulus yang masing-masing terdiri dari 10-100 kelompok asini.
Lobulus ini merupakan struktur dasar dari glandula mammae.5 Fungsi
glandula mamma adalah sintesis, sekresi, dan ejeksi susu. Produksi susu
dirangsang oleh hormon prolaktin serta dipengaruhi oleh progesteron dan
estrogen. Sedangkan untuk ejeksi susu dirangsang oleh hormon oksitosin.
Diantara lobulus terdapat jaringan ikat yaitu ligamentum Cooper sebagai
penyangga untuk payudara.4

3
Vaskularisasi kelenjar mamae terutama berasal dari cabang arteri
aksilaris, ramus perforata intercostalis 1 – 4 dari arteri mammaria interna
dan ramus perforata arteri intercostalis 3 – 7. Cabang arteri aksilaris dari
medial ke lateral adalah arteri torakalis lateralis. Agak ke lateral dari arteri
torakalis lateralis terdapat arteri subskapularis. Vena dapat dibagi menjadi
2 kelompok, yakni superfisial dan profunda. Vena superfisial terletak di
subkutis, mudah tampak, bermuara ke vena mammaria interna atau vena
superfisial leher. Vena profunda berjalan seiring dengan arteri yang
senama, dan secara terpisah bermuara ke vena aksilaris, vena mammaria
interna dan vena azigos atau vena hemiazigos.6
Saluran limfe kelenjar mammae terutama berjalan mengikuti vena
kelenjar mammae, drainasenya terutama melalui, bagian lateral dan sentral
masuk ke kelenjar limfe fosa aksilaris, bagian medial masuk ke kelenjar
limfe memmaria interna, Saluran limfe subkutis kelenjar mammae
umumnya masuk ke pleksus imfatik subareolar. Kelenjar mammae
dipersarafi oleh nervi intercostal ke 2 – 6 dan 3 – 4 rami dari pleksus
servikalis.6

4
2.2. Fisiologi Payudara
Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah
asinus. Sel epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi dari
unsur protein yang disekresi apparatus golgi bersama faktor imun IgA dan
IgG, unsur lipid dalam bentuk droplet yang diliputi sitoplasma sel. Dalam
perkembangannya, kelenjar payudara dipengaruhi oleh hormon dari
berbagai kelenjar endokrin seperti hipofisis anterior, adrenal, dan ovarium.
Kelenjar hipofisis anterior memiliki pengaruh terhadap hormonal siklik
follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH).
Sedangkan ovarium menghasilkan estrogen dan progesteron yang
merupakan hormon siklus haid. Pengaruh hormon siklus haid yang paling
sering menimbulkan dampak yang nyata adalah payudara terasa tegang,
membesar atau kadang disertai rasa nyeri. Sedangkan pada masa
pramenopause dan perimenopause sistem keseimbangan hormonal siklus
haid terganggu sehingga beresiko terhadap perkembangan dan involusi
siklik fisiologis, seperti jaringan parenkim atrofi diganti jaringan stroma
payudara, dapat timbul fenomena kista kecil dalam susunan lobular atau
cystic change yang merupakan proses aging.4

2.3. Histologi Payudara


Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus kelenjar tubuloalveolar yang
dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Setiap lobus akan
bermuara ke papila mammae melalui duktus laktiferus. Dalam lobus
payudara terdapat lobulus–lobulus yang terdiri dari duktus intralobularis
yang dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah dan pada bagian
dasar terdapat mioepitel kontraktil. Pada duktus intralobularis
mengandung banyak pembuluh darah, venula, dan arteriol.7

5
2.4. Definisi Tumor payudara
Tumor atau neoplasma secara umum di artikan sebagai benjolan atau
pembengkakan yang disebabkan pertumbuhan sel abnormal dalam tubuh.
Pertumbuhan tumor dapat bersifat ganas (malignan) atau jinak (benign).8

2.5. Tumor jinak payudara (benign neoplasma)6,8,9


a. Fibroadenoma mammae
Fibroadenoma adalah tumor jinak yang menggambarkan suatu
proses hiperplasia dan proliferasi pada satu duktus terminal,
perkembangannya dihubungkan dengan suatu proses aberasi
perkembangan normal. Fibroadenoma berkembang dari unit lobular
duktus terminal karena proliferasi tak terkendali dari komponen epitel
dan stroma (mungkin karena stimulasi estrogen) yang melibatkan
bagiandari jaringan sekitarnya.
Fibroadenoma berasal dari proliferasi kedua unsur lobulus, yaitu
asinus atau duktus terminalis dan jaringan fibroblastik. Terdapat dua
jenis FAM, yaitu FAM intrakanalikuler atau stroma yang tumbuh
mendesak kanalikulus pada sistem duktulus intralobulus dan FAM
perikanalikuler atau stroma yang tumbuh proliferatif mengitari sistem
kanalikulus system duktulus intralobulus.

6
 Insidens : Fibroadenoma merupakan neoplasma jinak yang
terutama terdapat pada wanita muda berusia 15-25 tahun.
fibroadenoma terjadi secara asimptomatik pada 25% wanita.
 Etiopatogenesis : Etiologi dari fibroadenoma masih belum
diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa hipersensitivitas terhadap
estrogen pada lobul dianggap menjadi penyebabnya. Usia
menarche, usia menopause dan terapi hormonal termasuklah
kontrasepsi oral tidak merubah risiko terjadinya lesi ini. Faktor
genetik juga dikatakan tidak berpengaruh tetapi adanya riwayat
keluarga (first-degree) dengan karsinoma mammae dikatakan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. Fibroadenoma
mammae dianggap mewakili sekelompok lobus hiperplastik dari
mammae yang dikenal sebagai “kelainan dari pertumbuhan
normal dan involusi”. Fibroadenoma sering terbentuk sewaktu
menarche (15-25 tahun), waktu dimana struktur lobul
ditambahkan ke dalam sistem duktus pada mammae. Lobul
hiperplastik sering terjadi pada waktu ini dan dianggap
merupakan bagian dari perkembangan mammae.
 Patofisiologi
Fibroadenoma adalah tumor jinak yang menggambarkan
suatu proses hiperplasia dan proliferasi pada satu duktus terminal,
perkembangannya dihubungkan dengan suatu proses aberasi
perkembangan normal. Penyebab proliferasi duktus tidak
diketahui, diperkirakan sel stroma neoplastik mengeluarkan faktor
pertumbuhan yang mempengaruhi sel epitel. Peningkatan mutlak
aktivitas estrogen, diperkirakan berperan dalam pembentukannya.

7
Kira – kira 10% fibroadenoma akan menghilang secara spontan
tiap tahunnya dan kebanyakan perkembangan fibroadenoma
berhenti setelah mencapai diameter 2 – 3 cm. Fibroadenoma
hampir tidak pernah menjadi ganas.
Fibroadenoma jarang ditemukan pada wanita yang telah
mengalami postmenopause dan dapat terbentuk gambaran
kalsifikasi kasar. Sebaliknya, fibroadenoma dapat berkembang
dengan cepat selama proses kehamilan, pada terapi pergantian
hormon, dan pada orang – orang yang mengalami penurunan
kekebalan imunitas, bahkan pada beberapa kasus, dapat
menyebabkan keganasan. Pada pasien – pasien yang mengalami
penurunan kekebalan tubuh, perkembangan fibroadenoma
berkaitan dengan infeksi virus Epstein-Barr.
 Gambaran klinis : Biasanya wanita muda menyadari terdapatnya
benjolan pada payudara ketika sedang mandi atau berpakaian.
Kebanyakan benjolan berdiameter 2-3 cm, namun FAM dapat
tumbuh dengan ukuran yang lebih besar (giant fibroadenoma).
Pada pemeriksaan, benjolan FAM kenyal dan halus. Benjolan
tersebut tidak menimbulkan reaksi radang, mobile dan tidak
menyebabkan pengerutan kulit payudara ataupun retraksi puting.
Tumor ini tidak melekat pada jaringan sekitarnya sehingga mudah
untuk digerakkan dan Kadang-kadang fibroadenoma tumbuh
multipel. Biasanya fibroadenoma tidak nyeri.
 Diagnosis :
Fibroadenoma pada sebagian besar penderita tidak
menunjukkan gejala dan terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan
fisik. Pertumbuhan fibroadenoma relatif lambat dan hanya
menunjukkan sedikit perubahan ukuran dan tekstur dalam
beberapa bulan. Sifat lesi jinak ini berupa benjolan yang mobile
atau dapat digerakkan, lobulasi tidak nyeri tekan, kenyal seperti
karet berukuran satu sampai dengan empat sentimeter, dan

8
banyak ditemukan pada kuadran lateral atas payudara kiri pada
penderita yang right handed.
Benjolan ini dapat bertambah besar satu sentimeter
dibawah pengaruh estrogen haid normal, kehamilan, laktasi, atau
penggunaan kontrasepsi oral. Secara makroskopik, benjolan ini
berbeda morfologinya dari lesi ganas, yaitu tepi tajam dan
permukaannya putih keabuan sampai merah muda serta homogen.
Sedangkan secara mikroskopik, terdapat susunan lobulus
perikanalikular yang mengandung stroma padat dan epitel
proliferatif.
Diagnosa bisa ditegakkan melalui pemeriksaan fisik
walaupun dianjurkan juga untuk dilakukan aspirasi sitologi. Fine-
needle aspiration (FNA) sitologi merupakan metode diagnosa
yang akurat. Diagnosa fibroadenoma bisa ditegakkan melalui
gambaran klinik pada pasien usia muda dan karena itu,
mammografi tidak rutin dikerjakan. Fibroadenoma dapat dengan
mudah didiagnosa melalui Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)
atau biopsi jarum dengan diameter yang lebih besar (core needle
biopsi).
 Gambaran histopatologis : Menunjukkan stroma fibroblastik
longgar yang terdiri dari ruang seperti saluran (ductlike) dilapisi
epithelium yang terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk. Ductlike
atau ruang glandular ini dilapisi dengan lapisan sel tunggal atau
multiple yang regular dan berbatas tegas serta membran basalis
yang intak
 Penatalaksanaan : Pada fibroadenoma dilakukan eksisi dibawah
pengaruh anestesi lokal atau general. Fibroadenoma residif
setelah pengangkatan jarang terjadi. Sekiranya berlaku rekurensi,
terdapat beberapa faktor yang diduga berpengaruh. Pertama,
pembentukan dari trulymetachronous fibroadenoma. Kedua, asal
dari tumor tidak diangkat secara menyeluruh sewaktu operasi dan

9
mungkin karena presentasi dari tumor phyllodes yang
tidak terdiagnosa

b. Kista Mammae
Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular.
Kista terbentuk dari cairan yang berasal dari kelenjar payudara.
Mikrokista terlalu kecil untuk dapat diraba, Kista tidak dapat
dibedakan dengan massa lain pada mammae dengan mammografi atau
pemeriksaan fisis dan ditemukan hanya bila jaringan tersebut dilihat di
bawah mikroskop. Jika cairan terus berkembang akan terbentuk
makrokista. Makrokista ini dapat dengan mudah diraba dan
diameternya dapat mencapai 1 sampai 2 inchi.

 Insidens : Dikatakan bahwa kista ditemukan pada 1/3 dari


wanita berusia antara 35 sampai 50 tahun. Secara klasik, kista
dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan 52 tahun,
walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini
terutamanya pada individu yang menggunakan terapi pengganti
hormon.
 Etiopatogenesis : Kista Mammae seperti fibroadenoma, kista
mammae merupakan suatu kelainan dari fisiologi normal lobular.
Penyebab utama terjadinya kelainan ini masih belum diketahui
pasti walaupun terdapat bukti yang mengaitkan pembentukan
kista ini dengan hiperestrogenism akibat penggunaan terapi

10
pengganti hormon. Patogenesis dari kista mammae ini masih
belum jelas. Penelitian awal menyatakan bahwa kista mammae
terjadi karena distensi duktus atau involusi lobus. Sewaktu proses
ini terjadi, lobus membentuk mikrokista yang akan bergabung
menjadi kista yang lebih besar; perubahan ini terjadi karena
adanya obstruksi dari aliran lobus dan jaringan fibrous yang
menggantikan stroma.
 Gambaran klinis : Karekteristik kista mammae adalah licin dan
teraba kenyal pada palpasi. Kista ini dapat juga mobile namun
tidak seperti fibroadenoma. Gambaran klasik dari kista ini bisa
menghilang jika kista terletak pada bagian dalam mammae.
Jaringan normal dari nodular mammae yang meliputi kista bisa
menyembunyikan gambaran klasik dari lesi yakni licin semasa
dipalpasi. Selama perkembangannya, pelebaran yang terjadi pada
jaringan payudara menimbulkan rasa nyeri. Benjolan bulat yang
dapat digerakkan dan terutama nyeri bila disentuh, mengarah
pada kista.
 Diagnosis : Diagnosis kista mammae ditegakkan melalui
pemeriksaan klinis dan aspirasi sitologi. Jumlah cairan yang
diaspirasi biasanya antara 6 atau 8 ml. Cairan dari kista bisa
berbeda warnanya, mulai dari kuning pudar sampai hitam, kadang
terlihat translusen dan bisa juga kelihatan tebal dan bengkak.
Mammografi dan ultrasonografi juga membantu dalam
penegakkan diagnosis tetapi pemeriksaan ini tidak begitu penting
bagi pasien yang simptomatik.
 Penatalaksanaan : Eksisi merupakan tatalaksana bagi kista
mammae. Namun terapi ini sudah tidak dilakukan karena simple
aspiration sudah memadai. Setelah diaspirasi, kista akan menjadi
lembek dan tidak teraba tetapi masih bisa dideteksi dengan
mammografi. Walau bagaimanapun, bukti klinis perlu bahwa
tidak terdapat massa setelah dilakukan aspirasi. Terdapat dua
cardinal rules bagi menunjukkan aspirasi kista berhasil yakni (1)

11
massa menghilang secara keseluruhan setelah diaspirasi dan (2)
cairan yang diaspirasi tidak mengandungi darah. Sekiranya
kondisi ini tidak terpenuhi, ultrasonografi, needle biopsy dan
eksisi direkomendasikan. Terdapat dua indikasi untuk dilakukan
eksisi pada kista. Indikasi pertama adalah sekiranya cairan
aspirasi mengandungi darah (selagi tidak disebabkan oleh trauma
dari jarum), kemungkinan terjadinya intrakistik karsinoma yang
sangat jarang ditemukan. Indikasi kedua adalah rekurensi dari
kista. Hal ini bisa terjadi karena aspirasi yang tidak adekuat dan
terapi lanjut perlu diberikan sebelum dilakukan eksisi.

c. Papilloma intraduktus
Papilloma Intraduktus merupakan tumor benigna pada epithelium
duktus mammae dimana terjadinya hipertrofi pada epithelium dan
mioepithelial. Tumor ini bisa terjadi disepanjang sistem duktus dan
predileksinya adalah pada ujung dari sistem duktus yakni sinus
lactiferous dan duktus terminalis.
 Insidens : Papilloma Intraduktus soliter sering terjadi pada wanita
paramenopausal atau postmenopausal dengan insidens tertinggi
pada dekade ke enam.
 Etiopatogenesis : Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih
belum jelas. Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma
Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang
hiperplasia.
 Gambaran klinis : Hampir 90% dari papilloma intraduktus adalah
dari tipe soliter. Papilloma Intraduktus soliter sering timbul pada
duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien datang dengan nipple
discharge yang serous dan bercampur darah. Ada juga pasien yang
datang dengan keluhan massa pada area subareola walaupun massa
ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan fisis. Massa yang
teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi.

12
 Gambaran histologi : Secara histologi, tumor ini terdiri dari
papilla multipel yang masing-masing terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi sel epitel kuboidal atau silinder yang biasanya terdiri dari
dua lapisan terluar epitel menutupi lapisan mioepitel.
 Penatalaksanaan : Umumnya, pasien diterapi secara konservatif
dan papilloma serta nipple discharge dapat menghilang secara
spontan dalam waktu beberapa minggu. Apabila hal ini tidak
berlaku, eksisi lokal duktus yang terkait bisa dilakukan. Eksisi
duktus terminal merupakan prosedur bedah pilihan sebagai
penatalaksanan nipple discharge. Pada prosedur ini,digunakan
anestesi lokal dengan atau tanpa sedasi. Tujuannnya adalah untuk
eksisi dari duktus yang terkait dengan nipple discharge dengan
pengangkatan jaringan sekitar seminimal mungkin. Apabila lesi
benigna ini dicurigai mengalami perubahan kearah maligna, terapi
yang diberikan adalah eksisi luas disertai radiasi.

d. Kelainan fibrokistik
Penyakit fibrokistik atau dikenal juga sebagai mammary displasia
adalah benjolan payudara yang sering dialami oleh sebagian besar
wanita. Benjolan ini harus dibedakan dengan keganasan. Kelainan
fibrokistik pada payudara adalah kondisi yang ditandai penambahan
jaringan fibrous dan glandular.
 Insidens : Penyakit fibrokistik pada umumnya terjadi pada wanita
berusia 25-50 tahun (>50%).
 Gambaran klinis : Kelainan ini terdapat benjolan fibrokistik
biasanya multipel, keras, adanya kista, fibrosis, benjolan
konsistensi lunak, terdapat penebalan, dan rasa nyeri. Kista dapat
membesar dan terasa sangat nyeri selama periode menstruasi
karena hubungannya dengan perubahan hormonal tiap bulannya.
Wanita dengan kelainan fibrokistik mengalami nyeri payudara
siklik berkaitan dengan adanya perubahan hormon estrogen dan
progesteron. Biasanya payudara teraba lebih keras dan benjolan

13
pada payudara membesar sesaat sebelum menstruasi. Gejala
tersebut menghilang seminggu setelah menstruasi selesai. Benjolan
biasanya menghilang setelah wanita memasuki fase menopause.
Pembengkakan payudara biasanya berkurang setelah menstruasi
berhenti.
 Diagnosis : Kelainan fibrokistik dapat diketahui dari pemeriksaan
fisik, mammogram, atau biopsi. Biopsi dilakukan terutama untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosis kanker. Perubahan
fibrokistik biasanya ditemukan pada kedua payudara baik di
kuadran atas maupun bawah. Evaluasi pada wanita dengan
penyakit fibrokistik harus dilakukan dengan seksama untuk
membedakannya dengan keganasan. Apabila melalui pemeriksaan
fisik didapatkan benjolan difus (tidak memiliki batas jelas),
terutama berada di bagian atas-luar payudara tanpa ada benjolan
yang dominan, maka diperlukan pemeriksaan mammogram dan
pemeriksaan ulangan setelah periode menstruasi berikutnya.
Apabila keluar cairan dari puting, baik bening, cair, atau kehijauan,
sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk pemeriksaan sel
keganasan. Apabila cairan yang keluar dari puting bukanlah darah
dan berasal dari beberapa kelenjar, maka kemungkinan benjolan
tersebut jinak.
 Penatalaksanaan : Medikamentosa simptomatis, operasi apabila
medikamentosa tidak menghilangkan keluhannya dan ditemukan
pada usia pertengahan sampai usia lanjut.

e. Tumor filoides (kistosarkoma flloides)


Tumor filodes atau dikenal dengan kistosarkoma filodes adalah
tumor fibroepitelial yang ditandai dengan hiperselular stroma
dikombinasikan dengan komponen epitel. Tumor filodes umum terjadi
pada dekade 5 atau 6. Benjolan ini jarang bilateral (terdapat pada
kedua payudara), dan biasanya muncul sebagai benjolan yang
terisolasi dan sulit dibedakan dengan FAM. Ukuran bervariasi,

14
meskipun tumor filodes biasanya lebih besar dari FAM, mungkin
karena pertumbuhannya yang cepat. Tumor filoides merupakan suatu
neoplasma jinak yang bersifat menyusup secara lokal dan mungkin
ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam
ukuran yang besar.
 Insidens : Tumor ini terdapat pada semua usia, kebanyakan pada
usia 45tahun.
 Gambaran klinis : Tumor filoides adalah tipe yang jarang dari
tumor payudara, yang hampir sama dengan fibroadenoma yaitu
terdiri dari dua jaringan, jaringan stroma dan glandular. Berbentuk
bulat lonjong dengan permukaan berbenjol-benjol, berbatas tegas
dengan ukuran yang lebih besar dari fibroadenoma. Benjolan ini
jarang bilateral (terdapat pada kedua payudara), dan biasanya
muncul sebagai benjolan yang terisolasi dan sulit dibedakan
dengan FAM. Ukuran bervariasi, meskipun tumor filodes biasanya
lebih besar dari FAM, mungkin karena pertumbuhannya yang
cepat.
 Penatalaksanaan : Tumor filoides jinak diterapi dengan cara
melakukan pengangkatan tumor disertai 2 cm (atau sekitar 1 inchi)
jaringan payudara sekitar yang normal. Sedangkan tumor filoides
yang ganas dengan batas infiltratif mungkin membutuhkan
mastektomi (pengambilan jaringan payudara). Mastektomi
sebaiknya dihindari apabila memungkinkan. Apabila pemeriksaan
patologi memberikan hasil tumor filodes ganas, maka re-eksisi
komplit dari seluruh area harus dilakukan agar tidak ada sel
keganasan yang tersisa.

f. Adenosis sclerosis
Adenosis adalah temuan yang sering didapat pada wanita dengan
kelainan fibrokistik. Adenosis adalah pembesaran lobulus payudara,
yang mencakup kelenjar-kelenjar yang lebih banyak dari biasanya.
Apabila pembesaran lobulus saling berdekatan satu sama lain, maka

15
kumpulan lobulus dengan adenosis ini kemungkinan dapat diraba.
Adenosis sklerotik adalah tipe khusus dari adenosis dimana
pembesaran lobulus disertai dengan parut seperti jaringan fibrous.
Banyak istilah lain yang digunakan untuk kondisi ini, diantaranya
adenosis agregasi, atau tumor adenosis. Sangat penting untuk
digarisbawahi walaupun merupakan tumor, namun kondisi ini
termasuk jinak dan bukanlah kanker.
 Gambaran klinis : Apabila adenosis dan adenosis sklerotik cukup
luas sehingga dapat diraba, sulit membedakan tumor ini dengan
kanker melalui pemeriksaan fisik payudara. Perubahan histologis
berupa proliferasi (proliferasi duktus) dan involusi (stromal
fibrosis, regresi epitel). Adenosis sklerosis dengan karakteristik
lobus payudara yang terdistorsi dan biasanya muncul pada
mikrokista multipel, tetapi biasanya muncul berupa massa yang
dapat terpalpasi. Kalsifikasi dapat terbentuk pada adenosis,
adenosis sklerotik, dan kanker, sehingga makin membingungkan
diagnosis.
 Penatalaksanaan : Biopsi melalui aspirasi jarum halus biasanya
dapat menunjukkan apakah tumor ini jinak atau tidak. Namun
dengan biopsi melalui pembedahan dianjurkan untuk memastikan
tidak terjadinya kanker.

g. Galaktokel
adalah kista berisi susu yang terjadi pada wanita yang sedang
hamil atau menyusui atau dengan kata lain merupakan dilatasi kistik
suatu duktus yang tersumbat yang terbentuk selama masa laktasi.
Galaktokel merupakan lesi benigna yang luar biasa pada payudara dan
merupakan timbunan air susu yang dilapisi oleh epitel kuboid. Seperti
kista lainnya, galaktokel tidak bersifat seperti kanker.
 Gambaran klinis : Biasanya galaktokel tampak rata, Kista
menimbulkan benjolan yang nyeri dan mungkin pecah sehingga
memicu reaksi peradangan lokal serta dapat menyebabkan

16
terbentuknya fokus indurasi persisten. Benjolan dapat digerakkan,
walaupun dapat juga keras dan susah digerakkan
 Diagnosis : Untuk menegakkan diagnosa dilakukan skrining
sonografi, dimana akan terlihat penyebaran dan kepadatan tumor
tersebut.
 Penatalaksanaan : Penatalaksanaan galaktokel dilakukan dengan
aspirasi jarum halus untuk mengeluarkan sekret susu. Pembedahan
dilakukan jika kista terlalu kental dan sulit di aspirasi.

h. Mastitis
adalah infeksi yang sering menyerang wanita yang sedang
menyusui atau pada wanita yang mengalami kerusakan atau keretakan
pada kulit sekitar puting.
 Etiopatogenesis : Kerusakan pada kulit sekitar puting tersebut
akan memudahkan bakteri dari permukaan kulit untuk memasuki
duktus yang menjadi tempat berkembangnya bakteri dan menarik
sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi melepaskan substansi untuk
melawan infeksi, namun juga menyebabkan pembengkakan
jaringan dan peningkatan aliran darah.
 Gambaran klinis : Pada mastitis menyebabkan payudara menjadi
merah, nyeri, dan terasa hangat saat perabaan. Terkadang sukar
dibedakan dengan karsinoma, yaitu adanya massa berkonsistensi
keras, bisa melekat ke kulit, dan menimbulkan retraksi puting susu
akibat fibrosis periduktal, dan bisa terdapat pembesaran kelenjar
getah bening aksila.
 Penatalaksanaan : Pada mastitis dengan kondisi ini diterapi
dengan antibiotik. Pada beberapa kasus, mastitis berkembang
menjadi abses atau kumpulan pus yang harus dikeluarkan melalui
pembedahan.

17
i. Ductus Ectasia
Ektasia duktus merupakan lesi benigna yang ditandai adanya
pelebaran dan pengerasan dari duktus.
 Insidens : Ektasia duktus adalah kondisi yang biasanya menyerang
wanita usia sekitar 40 sampai 50 tahun dan di anggap sebagai
variasi normal proses payudara wanita usia lanjut.
 Gambaran klinis : Adanya massa berupa ductus yang membesar
dicirikan dengan sekresi puting yang berwarna hijau atau hitam
pekat, dan lengket. Pada puting serta daerah disekitarnya akan
terasa sakit serta tampak kemerahan.
 Penatalaksanaan : Kondisi ini umumnya tidak memerlukan
tindakan apapun, atau dapat membaik dengan melakukan
pengkompresan dengan air hangat dan obat-obat antibiotik.
Apabila keluhan tidak membaik, duktus yang abnormal dapat
diangkat melalui pembedahan dengan cara insisi pada tepi areola.

j. Nekrosis Lemak
Nekrosis lemak terjadi bila jaringan payudara yang berlemak
rusak, bisa terjadi spontan atau akibat dari cedera yang mengenai
payudara. Ketika tubuh berusaha memperbaiki jaringan payudara yang
rusak, daerah yang mengalami kerusakan tergantikan menjadi jaringan
parut.
 Gambaran klinis : Nekrosis lemak berupa massa keras yang
sering agak nyeri tetapi tidak membesar. Kadang terdapat retraksi
kulit dan batasnya tidak rata.
 Diagnosis : Karena kebanyakan kanker payudara berkonsistensi
keras, daerah yang mengalami nekrosis lemak dengan jaringan
parut sulit untuk dibedakan dengan kanker jika hanya dari
pemeriksaan fisik ataupun mammogram sekalipun.
 Gambaran histopatologis : Terdapat nekrosis jaringan lemak
yang kemudian menjadi fibrosis.

18
 Penatalaksanaan : Dengan biopsi jarum atau dengan tindakan
pembedahan eksisi

2.6. Tumor Ganas (Malignan)


a. Epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada
negara berkembang, yaitu sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker.
Insidensi di negara Inggris yaitu 2 : 1000 wanita tiap tahun, dengan
prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca
mammae menurut usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca
mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun.10,11

b. Etiologi
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun
penyebabnya sangat mungkin multi faktorial yang saling
mempengaruhi satu sama lain, antara lain:11
 Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya
umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata
pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum
menopause, adapun pada usia sebelum 35 tahun, yang paling sering
menyebabkan benjolan pada payudara adalah fibroadenoma dan
penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada wanita
premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya
cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan
stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah

19
 Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi
lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
 Pernah menderita kanker payudara
Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca
mammae primer mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar
untuk timbulnya Ca mammae kontralateral. Wanita yang pernah
menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki risiko
tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang
terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada payudara
yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
 Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara
Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker
bilateral atau pramenopause.
 Hormonal
Hormon estrogen baik tunggal maupun kombinasi dengan
progresteron pada beberapa sedian kontrasepsi oral penggunaan
jangka panjang meningkatkan resiko terjadinya kanker mammae.2
Berhubungan dengan peningkatan estrogen tersebut, faktor-faktor
yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarke dini,
nulipara, melahirkan anak pertama pada usia >30 tahun (ada
perubahan pada epitel terminal payudara) dan menopause terlambat
juga akan meningkatkan resiko kanker mammae. Sedangkan
pengurangan siklus menstruasi dianggap mengurangi resiko kanker
mammae seperti banyak beraktifitas dan menyusui.1
 Faktor makanan
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National
Academy of Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat
antara makanan berlemak dan insiden dari Ca mammae. Makanan
yang berlemak tinggi dan dalam jangka waktu panjang dapat
meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat karena, akan

20
meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan
risiko kanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker
payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan meningkatkan
kadar estriol serum
 Radiasi
Terpapar radiasi adalah penyebab kanker mammae yang paling
tidak bisa dipungkuri terutama pada wanita muda.Hasil penelitian
membuktikan wanita muda yang menjalani terapi radiasi karena
Limfoma Hodgkin memiliki resiko terkena kanker mammae 75x
lebih besar daripada wanita seusianya yang tidak terpapar radiasi.1
 Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan
beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor
supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan
invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan tidak
mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan
dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated
dan mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen
BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-
85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk
berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.

c. Klasifikasi kanker payudara


1. Non invasive carcinoma
 Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer,
merujuk pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran
dan belum menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan
membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya.
Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat

21
dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster
atau tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau
disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil
mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau
munculnya massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan
terlihat pada mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan
tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak.
Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat
dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani,
DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran
ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana
salah satu sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe
pertama, dengan perkembangan lebih lambat, terlihat lebih
kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid, papillary
atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering
bersifat progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai
sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

A B

Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari ductus, menginvasi
jaringan sekitar dalam mammae (B)

22
 Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif.
Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak
berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada
National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita
dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker
invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal
carcinoma) sepanjang hidupnya.

Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
 Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali
dikemukakan pada tahun 1974. Seringnya muncul sebagai
erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi
bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya
berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang

23
luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi
papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang
identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis
dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi
pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy,
mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung
penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.

 Invasive ductal carcinoma


 Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous,
simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker
payudara dan pada 60% kasus kanker ini mengadakan
metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB
aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita
perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai
keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang
tegas dan pada potongan meilntang, tampak
permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian
tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning
menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker
sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan
gambaran histologi yang bervariasi.
 Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari
kanker payudara, berkisar 4% dari seluruh kanker
payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara
herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.
Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder
terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan
bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary

24
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat
terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti
pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis
aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal
atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar
50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan
karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari
10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan
kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih
baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.
 Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma),
merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara, sekitar
2% dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya
muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan
pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya,
sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan
mikroskopik.
 Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari
kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara
yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita dekade
ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm.
McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi
metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year
survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.
 Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari
kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara
yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita

25
perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-
term survival mendekati 100%.
 Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker
payudara. Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil
dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit
sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya
musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti
(signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal,
multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang
tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.
 Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

26
d. Staging12

Tumor Primer (T)


TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
Tis Carcinoma in situ
Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan :
Paget's disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan
menurut ukuran tumor)
T1 Tumor ≤ 2 cm
T1mic Microinvasion ≤ 0.1
T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm
T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm
T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm
T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding
dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau
ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
T4c Kriteria T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma
Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah
diangkat)
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan
atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat
atau melekat ke struktur lain sekitarnya.
N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary

27
ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke
KGB aksilla ipsilateral
N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB
supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB
infraklavikula atau aksilla ipsilateral
N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)
pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau
tidak dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada
pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor
kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya
dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+),
IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm
pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)
pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak
pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila
pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara
mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak
pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB
aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB
internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat

28
metastasis ke KGB aksilla
pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara
klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau
secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1
atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB
aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB
internal mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral
pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau
metastasis ke KGB infraklavikula
pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3
metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary
dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi
KGB sentinel, tidak tampak secara klinis
pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
Metastasis Jauh (M)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

29
e. Diagnosis
 Anamnesa
Gejala yang yang paling sering meliputi13 :
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau
pada puting susunya
 Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau
di daerah ketiak
 Puting susu terasa mengeras

30
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
 Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
 Puting susu tertarik ke dalam payudara
 Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau
bengkak. Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak
merasakan nyeri. Jika sel kanker telah menyebar, biasanya sel
kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di sekitar
payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian
tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.11
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan
benjolan pada payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker
payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran atau
asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat
berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit
payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal.
50% wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala
apapun. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan
kelainan yang bersifat jinak.14

 Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu,
dan eritema.14

31
 Palpasi
dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa,
termasuk palpasi kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan
parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu
lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.14

 Pemeriksaan penunjang
 Mammografi
merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan
untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau
massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat
diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum
mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi.
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun
1960 dan teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk
meningkatkan kualitas gambarnya. Mammografi konvensional
menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap
penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks
menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi.
Mammografi dapat digunakan baik sebagai skrining maupun
diagnostik. Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu
kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO
memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas,
termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence.

32
Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang
lebih baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi
payudara yang lebih besar.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma
mammae antara lain massa padat dengan atau tanpa gambaran
seperti bintang (stellate), penebalan asimetris jaringan
mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran
mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada
wanita muda, yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan
mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat daripada
pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae stadium
awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini
berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)
menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus
dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di
atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun
disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu
penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi
sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan
IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan
mammografi.14,15
 Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang
penting untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas
atau meragukan, baik digunakan untuk menentukan massa
yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan
USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang
tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian
tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan
kontur yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah
di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma mammae
disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga

33
berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga
digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy
(FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi
payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan
sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi
lesi dengan diameter ≤ 1 cm.14
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak
seharusnya digunakan untuk skrining. Sebagai contoh, MRI
berguna dalam membedakan karsinoma mammae yang rekuren
atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa
mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma
payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma terutama
karsinoma lobuler atau menentukan respon terhadap
kemoterapi neoadjuvan.14
 Biopsi
Suatu test bisa saja menunjukkan kemungkinan adanya
kanker, tapi hanya biopsy yang bisa memberikan diagnosis
secara pasti. Sample yang diambil dari biopsy, danalisa oleh
ahli patologi
o Image guided biopsy
digunakan ketika suatu benjolan yang mencurigakan
tidak teraba. Itu dapat dilakukan dengan Fine Needle
Aspiration Biopsy ( FNAB, menggunakan jarum kecil
untuk untuk mengambil sample jaringan ). Stereotactic
Core Biopsy ( menggunakan X-ray untuk menentukan
jaringan yang akan diambil ) atau Vacuum-Assisted
Biopsy ( menggunakan jarum yang tebal untuk mengambil
beberapa macam jaringan inti yang luas ). Dalam
melakukan prosedur ini, jarum biopsy untuk menuju area
yang dimaksud, dibantu oleh mammography, USG atau
MRI. Metal clip kecil bisa diletakkan pada bagian dari

34
payudara yang akan dilakukan biopsy. Keuntungan teknik
ini adalah bahwa pasien hanya butuh sekali operasi untuk
menetukan pengobatan dan menetukan stadium.
o Core Biopsy
FNAB dapat menetukan sel dari suatu massa yang
teraba, dan ini semua kemudian dapat dianalisa untuk
menentukan adanya sel kanker. Fine needle biopsy
Surgical Biopsy ( biopsy dengan cara operasi ) mengambil
sejumlah besar jaringan. Biopsy ini bisa incisional (
mengambil sebagian dari benjolan ) atau excisional (
mengambil seluruh benjolan ). lumpectomy biopsy,
apabila didiagnose kanker, operasi lanjutan mungkin
diperlukan untuk mendapatkan clear margin area ( area
jaringan disekitar tumor dimana dipastikan sudah bersih
dari sel kanker ), sekalian mengambil jaringan kelenjar
getah bening.

Jaringan yang didapat dari biopsy juga akan di ditest untuk


menentukan pengobatan. Test itu untuk melihat:
o Ciri-ciri tumor. Apakah tumor itu Invasive (menyebar)
atau In situ (tidak menyebar ). Ductal (dalam saluran susu)
atau lobular ( dalam kelenjar susu ). Grade (seberapa besar
perbedaan sel kanker itu dari sel sehat) dan apakah sel
kanker telah menjalar ke pembuluh darah atau pembuluh
getah bening. Margin dari tumor juga di amati.
o Receptor Estrogen ( ER ) dan Receptor Progesteron ( PR )
test. Sel kanker payudara apabila diketahui positif
mengandung receptor ini ER (+) dan PR (+) berarti sel
kanker ini berkembangnya karena hormon-hormon
tersebut.
o Test HER2 neu(C-erb2). Adanya protein HER2 yang
berlebihan. Rata-rata 25% penderita kanker. Dengan

35
mengetahui status HER2 (positive atau negative) maka
dapat ditentukan apakah pasien akan diterapi dengan
menggunakan obat trastuzumab (HERCEPTIN) atau tidak.
o Genetic Description of the Tumor. Test dengan melihat
unsur biology dari tumor, untuk memahami lebih dalam
mengenai kanker payudara. Oncotype DX adalah test
untuk mengukur resiko seberapa jauh kekambuhannya.

f. Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American
Cancer Society :11
 Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening
mammogram secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan
sehat, dianjurkan setiap tahun.
 Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis
payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari
pemeriksaan kesehatan yang periodik, dianjurakan setiap 3 tahun.
 Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara
sendiri mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan
konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan.
 Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan
pemeriksaan MRI dan mammogram setiap tahun. Wanita
termasuk risiko tinggi bila :
 mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
 mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-
adik) yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
tetapi belum pernah melakukan pemeriksaan genetik
 mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor
risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga
 pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-
30 tahun

36
 mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau
Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat
tingkat pertama memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.
 Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan
mammogram setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu
disertai pemeriksaan MRI atau tidak. Wanita dengan risiko
sedang bila :
 mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor
risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga
 mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal
carcinoma in situ (DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS),
atypical ductal hyperplasia (ADH), atau atypical lobular
hyperplasia (ALH)
 Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI
periodik tiap tahun.

g. Penatalaksanaan
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah
kuratif. Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer,
terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya
adalah radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan
atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Macam-macam operasi carcinoma mammae

37
Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi
dan sitostatika adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya
adalah paliatif, yaitu terutama untuk mengurangi penderitaan dan
memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan
locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti
oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV
pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan
khemoterapi.
Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien
dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory
carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas,
tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan
pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis
jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.16,17

1. Terapi secara pembedahan


 Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri
dari reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara
normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar
getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut
juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi
partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini
merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma
mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan.
Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis lengkung
konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas
karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2
mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga

38
permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-
2/neu.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB
aksilla ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui
penyebaran regional. Saat ini, sentinel node biopsy merupakan
prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak
ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node
biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak
dilakukan.16
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:
 Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja.
Cara ini tidak dianjurkan untuk Ca mammae
 Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang
melekat pada tumor untuk meyakinkan batas jaringan
bebas tumor.
 Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae
yang mengandung tumor dan kulit yang menutupinya
(quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental
mastectomy pada pasien-pasien dengan tumor yang kecil
(<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy
segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa
radiasi resiko kekambuhannya tinggi.

 Modified Radical Mastectomy


Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi
(khususnya pada payudara yang kecil), kanker multisentris,
dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi merupakan
indikasi dilakukannya operasi.18
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk
prosedur yang biasa digunakan oleh para ahli bedah.
 Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon

39
M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan
M. pectoralis minor dan kelenjar limfe level I, II dan III
pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi prosedur
Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M.
pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III)
dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor
dipertahankan.
 Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak
mengangkat atau memisahkan M. Pectoralis minor.
Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari
kelenjar limfe paling atas, Auchincloss menerangkan
bahwa hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat
dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level
tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi
prosedur yang paling populer untuk Ca mammae di
Amerika Serikat.18

 Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple
mastectomy yang mencakup operasi pengangkatan seluruh
mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total mastectomy
tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan
terapi radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori
bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel
Ca mammae dan seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan
bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-sel
ganas sebagai akibat trauma operasi.19

40
2. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
 Radioterapi
Digunakan pada semua stadium kanker payudara tergantung
pada apakah pasien telah menjalani BCT atau mastektomi.
Terapi radiasi adjuvant diberikan untuk mengurangi risiko
kekambuhan lokal. Diberikan apabila ditemukan keadaan sbb.
:
 Setelah tindakan operasi terbatas (BCS).
 Tepi sayatan dekat ( T > = 2) / tidak bebas tumor.
 Tumor sentral/medial.
 KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler.14

 Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel.
Terutama diberikan pada Ca mammae yang sudah lanjut,
bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada Ca mammae
yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant.
Biasanya diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide,
Methotrexate, Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali
diberikan segera setelah pembedahan dan dilanjutkan selama
beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini menunda
kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup
penderita. Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif
dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa
pembedahan maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak
dapat menyembuhkan kanker payudara. Efek samping dari
kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di
mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa
diberikan sebagai terapi lanjutan setelah pembedahan.
Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan estrogen dan

41
memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon
(misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan
penyakit jantung serta meningkatkan risiko terjadinya kanker
rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi hot flashes ataupun
merubah kekeringan vagina akibat menopause. Obat
penghambat hormon lebih sering diberikan kepada: Kanker
yang didukung oleh estrogen, Penderita yang tidak
menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2 tahun
setelah terdiagnosis, Kanker yang tidak terlalu mengancam
jiwa penderita, Obat tersebut sangat efektif jika diberikan
kepada penderita yang berusia 40 tahun dan masih mengalami
menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam jumlah besar
atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami
menopause. Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga
merupakan obat pilihan pertama. Selain itu, untuk
menghentikan pembentukan estrogen bisa dilakukan
pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung telur) atau
terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau
bertahun-tahun setelah pemberian obat penghambat hormon,
maka digunakan obat penghambat hormon yang lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang
banyak digunakan untuk mengatasi rasa nyeri akibat kanker di
dalam tulang. Hydrocortisone (suatu hormon steroid) biasanya
diberikan pada saat yang bersamaan, karena aminoglutetimid
menekan pembentukan hydrocortisone alami oleh tubuh.

 Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang
minimal pada karsinoma mammae tanpa pembesaran
KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan
tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa

42
pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi
maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang
tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah
atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi,
overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal
yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan. Contoh regimen kemoterapi yang
digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-
fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang
reseptor hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm,
kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi
pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk
stadium IIIa yang operabel adalah modified radical
mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan
doxorubisin diikuti terapi radiasi.14

 Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi
inisial yang diberikan sebelum dilakukan tindakan
pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu
besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae
stadium lanjut adalah kemoterapi neoadjuvan dengan
regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy
dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti
kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi.
Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi
neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau
ukuran tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk
dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan
kemoterapi dan radioterapi.14

43
 Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein
spesifik berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan
progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari
90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih
berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol,
tamoxifen menghambat pengambilan estrogen pada jaringan
payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60%
pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor
hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10%
pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen
dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat.
Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan
dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka
panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium.
Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa
ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk
ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae
stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif.
Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV,
anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.14,16

 Terapi antibodi anti-HER2/neu


Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma
mammae yang baru didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal
ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa
pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi
adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan
respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan
overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi Her-

44
2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.

h. Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma
mammae antara tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan
pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data,
didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah
94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar
52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.14

45
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identifikasi
Nama : Nn. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 20 September 1998
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Dusun 1 Tebedak 1 RT 01
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
MRS : 27 Januari 2020
No. RM : 56-36-50
DPJP : dr. Rudiyanto, Sp.B

II. Anamnesis (Autoanamnesa, 27 Januari 2020)


Keluhan Utama:
Benjolan pada payudara sebelah kiri sejak 1 tahun yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Pasien datang ke poliklinik bedah dengan keluhan terdapat benjolan di
payudara sebelah kiri. Benjolan dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. pasien
mengatakan benjolan awalnya berukuran kecil, kenyal dan tidak nyeri.
Menurut pasien ukuran benjolan lama kelamaan semakin membesar seperti
kelereng, benjolan tidak nyeri ketika diraba, ditekan, dan digerakkan. Pasien
mengatakan warna kulit di daerah benjolan sama dengan warna kulit sekitar,
tidak ada kemerahan atau gatal di daerah benjolan, tidak ada cairan, darah,
atau nanah yang keluar dari benjolan. Pasien tidak merasakan adanya
benjolan diketiak maupun dilokasi lainnya.

46
Riwayat Menstruasi
Riwayat menstruasi setiap bulan (+) teratur dan kadang disertai rasa nyeri
pada payudara.

Riwayat Pemakaian Alat Kontrasepsi


Tidak ada

Riwayat Penyakit Terdahulu:


Pasien mengalami sakit dengan keluhan serupa pada payudara kanan 1 tahun
yang lalu dan telah dioperasi, didapatkan hasil PA dengan kesan
Fibroadenoma mamma peri et intrakanalikuler pada mamma dekstra.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat penyakit dengan keluhan serupa pada keluarga disangkal, diabetes
mellitus dan hipertensi juga disangkal

Riwayat Kebiasaan:
Pasien mengaku sering makan makanan yang banyak mengandung lemak.
Merokok (-), meminum alkohol (-)

III. Pemeriksaan Fisik (27 Januari 2020)


Status Generalis:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Pernafasan : 20 x/menit
Nadi :86 x menit
Suhu : 36,6 oC
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
THT : Tonsil T1/T1, Faring Hiperemis (-)

47
Leher : Pembesaran KGB tidak ada, JVP 5-2cm H2O
Thorax : Simetris kanan kiri, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop
(-) , nafas vesikuler normal, ronki (-), Whezzing (-), Status
Lokalis.
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Punggung : Tidak ada kelainan
Genitalia : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT <2”.

Status Lokalis:
Regio Mamma Sinistra
Inspeksi : Bentuk normal, eritema (-), benjolan (-), kulit tertarik
(Skin dimpling) (-), retraksi papilla mamma (-), kerutan
kulit (peu d’orange) (-), keluar cairan dari pappilla
mamma (-).
Palpasi : Teraba benjolan di sisi infero medial pada regio mamma
sinistra, berjumlah 1, ukuran 2 x 3 cm, arah jam 5.00,
konsistensi kenyal, mobile, permukaan licin, berbatas
tegas, nyeri (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan Laboratorium (27 Januari 2020)
Hb : 12,5 gr/dl
Leukosit : 10.200 /ul
Trombosit : 294.000 /ul
BT : 3’
CT : 10’
GDS : 102 mg/dl
- Pemeriksaan Patologi anatomi

48
V. Diagnosis Banding
- Tumor mamma sinistra susp Fibroadenoma mamma sinistra
- Tumor mamma sinistra susp Fibrokistik mamma
- Tumor mamma sinistra susp Kistosarkoma phyloides
- Tumor mamma sinistra susp Kista mamma

VI. Diagnosis Kerja


- Tumor mamma sinistra susp. Fibroadenoma mamma

VII. Penatalaksanaan
Non medikamentosa :
a. Pre-Operatif
 Bedrest.
 Puasa 8 jam sebelum tindakan operatif

b. Operatif
 Eksisi biopsi

c. Post-Operatif
 Observasi Tanda Vital
Medikamentosa :
 IVFD RL gtt XX kali/menit
 Inj. Ceftriaxone 2x1 g
 Inj. Keterolac 3x1 amp

VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

49
BAB IV
ANALISA KASUS

Nn. S berusia 22 tahun datang ke poliklinik bedah RSUD Palembang Bari


dengan keluhan berupa benjolan pada payudara sebelah kiri dirasakan sejak 1
tahun yang lalu. Berdasarkan teori neoplasma jinak terbanyak pada wanita usia
15-25 tahun adalah fibroadenoma.
Pasien mengatakan benjolan awalnya berukuran kecil, lama kelamaan
ukuran benjolan semakin membesar seperti kelereng, benjolan tidak nyeri ketika
diraba, ditekan, dan digerakkan. pasien mengatakan warna kulit di daerah
benjolan sama dengan warna kulit sekitar, tidak ada kemerahan atau gatal di
daerah benjolan, tidak ada cairan, darah, atau nanah yang keluar dari benjolan.
Pasien tidak merasakan adanya benjolan diketiak maupun dilokasi lainnya.
Riwayat menstruasi setiap bulan (+) teratur.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa pertumbuhan fibroadenoma relatif lambat
dan hanya menunjukkan sedikit perubahan ukuran dan tekstur dalam beberapa
bulan. Benjolan ini dapat bertambah besar satu sentimeter dibawah pengaruh
estrogen haid normal, kehamilan, laktasi, atau penggunaan kontrasepsi oral. Sifat
lesi jinak ini berupa benjolan yang mobile atau dapat digerakkan, tidak nyeri
tekan, kenyal, berukuran satu sampai dengan empat sentimeter. Secara
makroskopik, benjolan ini berbeda morfologinya dari lesi ganas, yaitu tepi tajam
dan permukaannya putih keabuan sampai merah muda serta homogen.
Pemeriksaan fisik pada status lokalis regio mamma sinistra didapatkan
bentuk normal, eritema (-), kulit tertarik (Skin dimpling) (-), retraksi papilla
mamma (-), kerutan kulit (peud’orange) (-), keluar cairan dari pappilla mamma (-)
dan pada palpasi teraba benjolan di sisi infero medial pada regio mamma sinistra,
berjumlah 1, ukuran 2 x 3 cm, arah jam 5.00, konsistensi kenyal, mobile,
permukaan licin, berbatas tegas, nyeri (-)
Hal ini sesuai dengan teori, pada pemeriksaan benjolan FAM teraba kenyal
dan halus. Benjolan tersebut tidak menimbulkan reaksi radang, mobile dan tidak
menyebabkan pengerutan kulit payudara ataupun retraksi puting. Tumor ini tidak

50
melekat pada jaringan sekitarnya sehingga mudah untuk digerakkan dan kadang-
kadang fibroadenoma tumbuh multipel. Biasanya fibroadenoma tidak nyeri.
Benjolan yang terjadi pada fibrodenoma mamma merupakan suatu proses
hiperplasia dan proliferasi pada satu duktus terminal, perkembangannya
dihubungkan dengan suatu proses aberasi perkembangan normal. Penyebab
proliferasi duktus tidak diketahui, diperkirakan sel stroma neoplastik
mengeluarkan faktor pertumbuhan yang mempengaruhi sel epitel. Peningkatan
mutlak aktivitas estrogen, diperkirakan berperan dalam pembentukannya
Diagnosis banding pada pasien ini adalah fibrokistik mamma, Kista
mamma, dan Cystosarcoma Phyllodes. Fibrokistik mamma pada umumnya terjadi
pada wanita berusia 25-50 tahun (>50%). Kelainan ini terdapat benjolan
fibrokistik biasanya multipel, keras, adanya kista, fibrosis, benjolan konsistensi
lunak, terdapat penebalan, dan rasa nyeri. Kista dapat membesar dan terasa sangat
nyeri selama periode menstruasi karena hubungannya dengan perubahan
hormonal tiap bulannya sulit dibedakan dengan fibroadenoma mammae tetapi
pada pasien keluhan nyeri disangkal.
Sedangkan kistosarkoma phyllodes terdapat pada semua usia, kebanyakan
pada usia 45tahun. Tumor filoides adalah tipe yang jarang dari tumor payudara,
yang hampir sama dengan fibroadenoma yaitu terdiri dari dua jaringan, jaringan
stroma dan glandular. Berbentuk bulat lonjong dengan permukaan berbenjol-
benjol, berbatas tegas dengan ukuran yang lebih besar dari fibroadenoma.
Benjolan ini jarang bilateral, ukuran bervariasi, meskipun tumor filodes biasanya
lebih besar dari FAM, mungkin karena pertumbuhannya yang cepat. Pada kista
mamma, prevalensinya kejadiannya pada 1/3 dari wanita berusia antara 35 sampai
50 tahun. Selama perkembangannya sama halnya dengan fibrokistik mamma
umunya bersifat nyeri.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan patologi anatomi. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil Hb 12,5 gr/dl, Leukosit 10.200/ul, Trombosit 294.000 ul, BT 3’, CT 10’,
GDS 102 mg/dl, dimana didapatkan pemeriksaan laboratorium dalam batas
normal. Berdasarkan teori gambaran histopatologi fibroadenoma menunjukkan

51
stroma fibroblastik longgar yang terdiri dari ruang seperti saluran (ductlike)
dilapisi epithelium yang terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk.
Tatalaksana pada kasus ini adalah dengan melakukan eksisi biopsi. Sebelum
dilakukan eksisi pada tumor, terlebih dahulu dilakukan bedrest, serta pemasangan
IVFD gtt XX kali/menit serta pasien dipuasakan 8 jam sebelum tindakan. Eksisi
biopsi yaitu pengambilan seluruh massa yang dicurigai disertai jaringan sehat
yang disekitarnya, selanjutkan dilakukan penjahitan subkutikuler dan dilakukan
biopsi untuk melihat hasil PA. Selanjutnya pasien di observasi di ruang perawatan
dengan tetap diberikan IVFD gtt XX kali/menit serta pemberikan antibiotik
broadspectrum berupa Ceftriaxone 2x1 untuk pencegahan terjadinya infeksi pada
bekas luka. Serta untuk mengurangi rasa nyeri pada bekas luka juga diberikan
injeksi ketorolac 3x1 ampul.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan
2. Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC.
3. Balitbang kemenkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
4. Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh
Sugarto L. Jakarta:EGC.
5. Nugroho, Taufan. 2011. ASI dan Tumor Payudara. Yogyakarta: Nuha
Medika
6. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II.
Jakarta : EGC
7. Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC.
8. Pierce A.G, Neil R.B, At a Glance Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta, Erlangga,
2007.
9. Staf pengajar bagian ilmu bedah FKUI, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Jakarta, Penerbit FKUI, 2010, hal : 324-326; 333-334.
10. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second
edition. Elsevier. p 453
11. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika;
Januari 2000. Jakarta.
12. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R,
Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34
13. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah
Onkologi Indonesia. Semarang.2003
14. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta

53
15. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty
G.M et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
16. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
17. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S,
Wilson R, Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual.
London: Greenwich Medical Media. p 4, 5-6, 12, 20
18. Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger
Atlas of Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books
Company
19. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In:
Schroder G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg.

54

Anda mungkin juga menyukai