Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

MIOMA UTERI

Pembimbing :
Dr. Gunawan Budi Santoso, Sp.OG (K)

Disusun Oleh :
Frianto Ismail

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN


KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
BATAM

BAB 1. PENDAHULUAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos
rahim. Tumor ini berbatas tegas dan terdiri dari otot polos dan jaringan fibrosa.
Mioma uteri juga dikenal dengan sebutan fibromioma uteri, uterin fibroid, atau
leiomioma uteri.1, 11
Angka kejadian mioma uteri paling sering terjadi pada perempuan usia
reproduktif, yaitu sekitar 20%-25% dengan faktor yang tidak diketahui secara pasti.
Kejadian lebih tinggi pada usia 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia
35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Insiden
mioma uteri 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras
kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada
ras kulit berwarna.11 Sebuah penelitian di AS dari perempuan yang dipilih secara acak
usia 35-49 tahun, kejadian mioma uteri pada ras Arfika-Amerika sebanyak 60% pada
usia 35 tahun dan >80% pada usia 50 tahun. Pada ras kaukasia angka kejadian
menunjukkan 40% pada usia 35 tahun dan hampir 70% pada usia 50 tahun. Di
Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua pasien
ginekologi yang dirawat.8
Pasien dengan mioma uteri seringkali asimtomatik, namun gejala yang ungkin
ditimbulkan sangat bervariasi seperti metroragia, nyeri, menoragia, hingga fertilitas.
Penyulit yang ditimbulkan dari asimtomatik mioma uteri adalah seringkali
menyebabkan gejala yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba, ovarium, dan
usus) menjadi terabaikan. Masalah lain terkait dengan asimtomatik mioma uteri, yaitu
mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari spesimen hasil enukleasi atau histerektomi,
sehingga miosarkoma menjadi tidak dikenali. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh
mioma uteri merupakan indikasi utama Histerektomi di Amerika Serikat.11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1DEFINISI
Mioma uteri merupakan tumor jinak monoklonal dari sel-sel otot polos yang
ditemukan pada rahim manusia. Tumor ini berbatas tegas dan terdiri dari sel- sel
jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan kolagen. Mioma uteri juga dikenal
dengan sebutan fibromioma uteri, uterine fibroid, atau leiomioma uteri.1
uteri berbentuk padat karena jaringan ikat dan otot rahimnya lebih dominan.
Tumor ini tidak memiliki kapsul yang sesungguhnya, namun jaringan dengan sangat
mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah dikupas (enukleasi).
Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila
dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa
permukaan luarnya adalah kapsul.11
2.2 ANATOMI UTERUS
Uterus (rahim) merupakan organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, yang
sedikit gepeng kearah muka belakang, terletak di dalam pelvis antara rektum
(belakang) dan kandung kemih (depan). Ukuran uterus sebesar telur ayam dan
mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot polos. Ukuran panjang uterus adalah
7-7,5 cm lebar di atas 5,25 cm, tebal 1,25 cm. Berat uterus normal lebih kurang 57
gram. Pada masa kehamilan uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama
dibawah pengaruh estrogen dan progesterone yang kadarnya meningkat. Pembesaran
ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus, disamping itu serabutserabut kolagen yang ada menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen
sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin. Setelah Menopause, uterus
wanita nullipara maupun multipara, mengalami atrofi dan kembali ke ukuran pada
masa predolesen.12

Gambar 2.1 Anatomi uterus potongan sagittal


2.2.1. Bagian Uterus
a. Fundus Uteri (dasar rahim)
Bagian proksimal uterus yang terletak antara kedua pangkal saluran telur.
b. Korpus Uteri
Bagian uterus yang membesar pada kehamilan. Korpus uteri mempunyai fungsi
utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri
disebut kavum uteri atau rongga rahim.
c. Serviks Uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan/ menembus dinding
dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos,
jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Ujung serviks yang
menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum uteri dan kanalis
servikalis disebut ostium uteri yaitu bagian serviks yang ada di atas vagina.
Ostium dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks. Sebelum melahirkan
(nullipara/ primigravida) lubang ostium eksternum bulat kecil, setelah ada riwayat
melahirkan (primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks
mengarah ke kaudal posterior, setinggi spina ichiadica. Kelenjar mukosa serviks
menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya
karbohidrat (musin) dan berbagai garam, peptide, dan air. Ketebalan mukosa dan
viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid.12
2.2.2. Dinding Uterus
a. Endometrium

Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan jaringan dengan


banyak pembuluh-pembuluh darah yang berlekuk-lekuk. Endometrium saat massa
haid sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian tumbuh menebal dalam masa
reproduksi pada kehamilan dan pembuluh darah bertambah banyak yang
diperlukan untuk memberi makanan pada janin.
b. Miometrium
Miometrium merupakan lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler,
dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan initerdapat
lapisan otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan otot polos ini merupakan bagian
penting pada persalinan, karena sesudah plasenta lahir, otot polos akan
berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang ada di tempat itu
dan yang terbuka.
c. Lapisan serosa (peritoneum viseral)
Lapisan ini terdiri dari lima ligamentum yang menfiksasi dan menguatkan uterus
yaitu:
1. Ligamentum kardinale kiri dan kanan yakni ligamentum yang terpenting,
mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan
dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Didalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteria uterina.
2. Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan yakni ligamentum yang menahan
uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang kiri
dan kanan kearah sarkum kiri dan kanan.
3. Ligamentum rotundum kiri dan kanan yakni ligamentum yang menahan uterus
agar tetap dalam keadaan antefleksi, berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan
kanan, ke daerah inguinal waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat.
4. Ligamentum latum kiri dan kanan yakni ligamentum yang meliputi tuba,
berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat.
5. Ligamentum infundibulo pelvikum yakni ligamentum yang menahan tuba
fallopi, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika.12
2.2.3. Vaskularisasi Uterus
Uterus terutama mendapat vaskularisasi dari arteri uterine cabang arteri
hypogastrica/ illiaca interna, serta dari arteri ovarica cabang aorta abdominalis.12

Gambar 2.2 Anatomi Uterus


2.3 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian mioma uteri paling sering terjadi pada perempuan usia
reproduktif, yaitu sekitar 20%-25% dengan faktor yang tidak diketahui secara pasti.
Kejadian lebih tinggi pada usia 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia
35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Insiden
mioma uteri 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras
kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada
ras kulit berwarna.11 Sebuah penelitian di AS dari perempuan yang dipilih secara acak
usia 35-49 tahun, kejadian mioma uteri pada ras Arfika-Amerika sebanyak 60% pada
usia 35 tahun dan >80% pada usia 50 tahun. Pada ras kaukasia angka kejadian
menunjukkan 40% pada usia 35 tahun dan hampir 70% pada usia 50 tahun. Di
Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua pasien
ginekologi yang dirawat.8
2.4 ETIOLOGI
Etiologi pasti penyebab mioma uteri belum diketahui, tetapi terdapat korelasi
antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen progesteron pada
jaringan mioma uteri, adanya faktor predisposisi yang bersifat herediter, dan faktor
hormon pertumbuhan, serta Human Placental Lactogen. Telah diidentifikasi
kromosom yang membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada

pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli mengatakan bahwa mioma uteri diwariskan dari
gen sisi paternal. 7
Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil pada saat
menopause, sehingga diperkirakan dipengaruhi juga oleh hormon-hormon reproduksi
seperti estrogen dan progesteron. Selain itu juga jarang ditemukan sebelum menarke.
Pengaruh estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau melalui
mediator, masih menimbulkan silang pendapat. Telah ditemukan banyak sekali
mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor1, (IGF-1), connexin-43-Gapjunction protein, dan marker proliferasi.7
Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan mioma uteri telah menghasilkan
penemuan yang baru. Diperkirakan 40% mioma uteri memiliki abnormalitas
romosom non random. Abnormalitas ini dapat dibagi menjadi 6 subgrup sitogenik
yang utama termasuk translokasi antara kromosom 12 dan 14, trisomi 12, penyusunan
kembali lengan pendek kromosom 6 dan lengan panjang kromosom 10, dan delesi
kromosom 3 dan 7. Penting untuk diketahui mayoritas mioma uteri memiliki
kromosom yang normal.5
2.4.1. Pengaruh Hormonal
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteriakan
mengecil pada saat menopause dan pada pengangkatan ovarium. Mioma uteri
banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor
estrogen di miometrium normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat
ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut tertekan
selama kehamilan.
b. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium. Pada mioma reseptor ditemukan
sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis
natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua
cara yaitu: Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada mioma.
c. Hormon Pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang


mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon pertumbuhan dan
estrogen.2
2.4.2. Faktor Predisposisi Mioma Uteri
a. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.
Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia
sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi,
serta akan turun pada usia menopause. Pada wanita menopause mioma uteri
ditemukan sebesar 10%.
b. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.10
c. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak.2 Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,
dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi
dan pertumbuhan mioma uteri.10
d. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya
perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu
kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang
tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali.
e. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah dilakukan
ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat mempengaruhi
mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya
vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini ada kemungkinan dapat mempercepat

pembesaran mioma uteri. Kehamilan dapat juga mengurangi resiko mioma karena
pada kehamilan hormon progesteron lebih dominan.9
2.5 KLASIFIKASI
2.5.1 Klasifikasi
Mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya adalah
dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
a. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun dengan ukuran besar mungkin
belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa meski
berukuran kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase,
ditemukan benjolan (currete bump) dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat
diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama
pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis
mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga
rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan,
yang mudah mengalami torsi, nekrosis, infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa
kasus penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses tersebut.
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka
uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya
akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma Intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke


ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut wondering/ parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma
saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran
servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma
dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini.11

Gambar 2.3 Klasifikasi mioma uteri


2.5.2. Perubahan Sekunder Mioma Uteri
Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhan miom, maka mioma dapat
mengalami perubahan sekunder atau degeneratif sebagai berikut:
a. Atrofi
Tanda-tanda dan gejala berkurang dan menghilang karena ukuran mioma uteri
berkurang, terjadi setelah menopause atau setelah persalinan. b. Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut disebabkan karena
kurangnya suplai darah. Terjadi pada mioma yang telah matang tua, dimana
bagian yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilanganmpasokan
nutrisi. Jaringan fibrous berubah menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya
degenerasi hialin, serabut otot menghilang, dan warnanya berubah menjadi
kekuningan. Mioma kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi

10

sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan


satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
c. Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma yang telah
mengalami hialinisasi, berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga konsistensinya
menjadi kistik. Terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar,
dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak tumor ini sukar
dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan. Adanya kompresi dapat
menyebabkan keluarnya cairan kista ke cavum uteri, cavum peritoneum, atau
cavum retroperitoneum.
d. Degenerasi Kalsifikasi (Calcareus Degeneration)
Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam
sirkulasi. Umumnya mengenai mioma subserosa yang sangat rentan terhadap
deficit sirkulasi. Adanya pengendapan kalsium karbonat dan fosfat pada sarang
mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
e. Degenerasi Kaneus (Merah)
Diakibatkan oleh trombosis yang diikiuti oleh terjadinya bendungan vena dan
perdarahan, sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Seringkali terjadi
bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan nutrisi bagi hipertrofi
miometrium lebih diperioritaskan, sehingga mioma menjadi defisit pasokan dan
terjadi degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai dengan rasa nyeri,
namun akan menghilang sendiri (self limiting). Terhadap kehamilan dapat terjadi
partus prematurus atau koakulasi diseminata intravaskuler.11
f. Degenerasi Lemak (Miksemetosa)
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Pada mioma yang sudah
lama dapat terbentuk degenerasi lemak. Di permukaan irisannya berwarna kuning
homogen dan serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat ditunjukkan dengan
pengecatan khusus untuk lemak.8
g. Degenerasi Septik
Defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian tengan
tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding
perut, dan demam akut.
h. Transformasi ke Arah Keganasan
Menjadi miosarkoma terjadi pada 0,1%-0,5% penderita mioma uteri.11

11

2.6 GEJALA KLINIS


Manifestasi klinis akibat munculnya mioma uteri sangat tergantung dari
lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Gejala klinis hanya
dijumpai pada 35-50% pasien mioma, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Hipermenore, menometroragia merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Hasil
penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% mengalami
gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa. Sekitar 65%
wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagianmbawah, serta nyeri
pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung
kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri
(14%) dan keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya
dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba
falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran
uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas
atau tertahannya uterus di dalam panggul.4 Secara umum keluahan akibat mioma uteri
dipaparkan sebagai berikut:
a. Massa di Perut Bawah
Keluhan yang dirasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian bawah.
b. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi,
menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang
menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan
endometrium atau kerana meningkatnya insiden disfungsi ovulasi. Teori yang
menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi
perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan
terjadinya venule ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam mengatur
fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari

12

miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang


merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang
memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus
abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya
angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting faktor dan reseptornya pada
mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
c. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan
dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan dismenorrhea. Rasa nyeri juga disebabkan karena torsi mioma uteri
yang bertangkai, nyeri bersifat akut, disertai dengan rasa mual dan muntah. Pada
mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada serabut
saraf yaitu pleksus uterovaginalis, nyeri menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.
d. Pressure Effects (Efek Tekanan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-organ di
sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk
dihubungkan langsung dengan mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan
penekanan terhadap organ sekitar. Penekanan pada kandung kemih dapat
menyebabkan pollakisuria dan dysuria. Penekanan pada uretra dapat menimbulkan
retensio

urine,

apabila

berlangsung

kronis

dapat

menyebabkan

hydroureteronephrosis. Tekanan pada rektum terkadang menyebabkan konstipasi


atau nyeri saat defekasi. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran
cerna, perlekantannya dengan omentum dapat menyebabkan strangulasi usus.
Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung miomaterhadap
kavum uteri. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP,
kontras saluran cerna, rontgent, dan MRI.11
e. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami

13

infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan
terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri
karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan
histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Apabila
penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab
infertilitas

tersebut,

maka

merupakan

suatu

indikasi

untuk

dilakukan

miomektomi.13
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding mioma subserosum yang perlu dipikirkan adalah tumor
abdomen di bagian bawah atau panggul dan kehamilan; mioma submukosum yang
dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan
dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu
sarkoma uteri.11
2.8 DIAGNOSIS
2.8.1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan antara lain:
a. Faktor-faktor risiko terjadinya mioma uteri, seperti:
1) Umur, kebanyakan wanita mulai didiagnosis mioma uteri pada usia diatas 40
tahun.
2) Menarche dini (<10 tahun) meningkatkan resiko kejadian mioma 1,24 kali.
3) Ras, dari hasil penelitian didapatkan bahwa wanita keturunan Afrika- Amerika
memiliki resiko 2,9 kali lebih besar untuk menderita mioma uteri dibandingkan
dengan wanita Caucasian.
4) Riwayat keluarga, jika memiliki riwayat keturunan yang menderita mioma uteri,
akan meningkatkan resiko 2,5 kali lebih besar.
5) Kehamilan, semakin besar jumlah paritas, maka akan menurunkan angka
kejadian mioma uteri.

14

6) Makanan, dari beberapa penelitian yang dilakukan menerangkan hubungan


antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan
bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi
menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden
mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau
phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri.
7) Kebiasaan merokok, merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri.
Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan
konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatase
oleh nikotin.7
b. Gejala dan tanda, seperti:
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, besarnya tumor, perubahan
dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul yaitu:
1) Perdarahan abnormal yaitu dapat berupa hipermenore, menoragia dan dapat juga
terjadi metroragia merupakan yang paling banyak terjadi. Beberapa faktor yang
menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:

Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai


adenokarsinoma endometrium.

Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.

Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.

Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di


antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah

yang melaluinya dengan baik.


2) Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada mioma
ubmukosum yang akan dilahirkan, dapat pula pertumbuhannya menyempitkan
kanalis servikalis sehingga menyebabkan dismenore. Namun gejala-gejala
tersebut bukanlah gejala khas pada mioma uteri.

15

3) Gejala dan tanda penekanan (Pressure Effects) yang tergantung pada besar dan
tempat mioma uteri. Gejala yang timbul dapat berupa poliuri, retention urine,
obstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Pada penderita dengan uterus fibroid tidak dapat dipastikan apakah akan
mempengaruhi tingkat kesuburan atau tidak. Fibroid hanya akan mempengaruhi
fertilitas hanya berkisar 2-3% kasus. Seberapa besar pengaruh fibroid terhadap
kehamilan atau kejadian abortus tergantung dari luasnya fibroid yang
menyebabkab distorsi dinding uterus. Dengan adanya fibroid akan mencegah
proses implantasi pada dinding uterus.14

2.8.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan abdomen uterus yang membesar dapat dipalpasi pada
abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi
kesan adanya perubahan-perubahan degeneratif. Mioma lebih terpalpasi pada
abdomen selama kehamilan. Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas
dapat disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan
tumor.
Pada pemeriksaan pelvis, serviks biasanya normal. Namun pada keadaan
tertentu, mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan
terlihat pada osteum servikalis. Kalau serviks digerakkan, seluruh massa yang padat
bergerak. Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu
atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti
ini adalah bagian dari uterus. Pada kasus yang lain pembesaran yang licin mungkin
disebabkan oleh kehamilan atau massa ovarium.
Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan
uterus. Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang
ditegakkan dengan pemeriksaan menggunakan sonde uterus. Mioma submukosum
kadang- kala dapat teraba dengan jari yang masuk kedalam kanalis servikalis, dan
terasanya benjolan pada pada permukaan kavum uteri.6

16

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang- kadang
menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.
Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat
penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik
ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal.14
b. Imaging
1) USG ( Ultrasonografi )
Untuk menghindari kesalahan sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG pada
wanita dengan gangguan perdarahan atau dengan nyeri perut bawah yang hebat.
Pemeriksaan transvaginal sonography dapat dilakukan untuk lebih memastikan
gambaran uterus fibroid. Untuk lebih memperjelas pemeriksaan terhadap
dinding dalam uterus dapat dilakukan dengan sonohisterography yaitu dengan
mengisi cavum uteri dengan larutan salin selama pemeriksaan. Uterus fibroid
ini biasa didiagnosa banding dengan adenomiosis. Pada adenomiosis akan
menginfiltrasi lapisan dinding uterus yang akan menyebabkan dinding uterus
menebal dan terjadi pembesaran uterus. Dari pemeriksaan USG akan tampak
sebagai penebalan dinding uterus yang homogen, sementara fibroid dilihat
sebagai area bula dengan batas tegas. Adenomiosis merupakan proses yang
difus sehingga biasanya pengelolaan dilakukan histerektomi.4
2) Histeroskopi
Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika
mioma kecil serta bertangkai. dapat diangkat.4
3) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah dan ukuran mioma tetapi
jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas

17

tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi
sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma.4
2.9 TATALAKSANA
Sebanyak 55% dari semua kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu
pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak
menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pemantauan
setiap 3-6 bulan. Tatalaksana mioma uteri harus memperhatikan usia, paritas,
kehamilan, konservasi fungsi reproduksi, keadaan umum, gejala yang ditimbulkan,
lokasi, dan ukuran tumor. Bila kondisi pasien sangat buruk perlu dilakukan perbaikan
nutrisi, suplementasi zat esensial, maupun transfusi. Pada keadaan gawat darurat
akibat infeksi atau gejala abdomen akut, perlu disiapkan tindakan bedah cito untuk
menyelamatkan pasien.11
2.9.1 Terapi Hormonal
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil yang baik dalam memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan
pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi
produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan
tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan
memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti
kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi
tidak mengurangi ukuran mioma uteri.6
2.9.2 Terapi Pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) adalah:
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
b. Sangkaan adanya keganasan.
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba.

18

e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.


f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
g. Anemia akibat perdarahan.6
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat
vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak,
maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.11
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi
maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding
abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan
laparotomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan
terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat
ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi dengan laparotomi resiko
terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas
pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu.
Pada

miomektomi

secara

histeroskopi

dilakukan

terhadap

mioma

submukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi
namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit,
dan perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.
Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara
laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga
dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus,

19

ovarium, rectum, serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan


laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang
masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.6, 14
b. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih.11 Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh
kasus. Histerektomi dilakukan apabila didapati keluhan menorhagia, metrorhagia,
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan
12-14 minggu.6 Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal
(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total
abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomym STAH).
Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan
untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang
banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan
melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya
karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada
pangkal vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan
paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak
melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Tindakan histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas
operasi pada dinding abdomen, sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik.
Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal, dan
masa penyembuhan lebih cepat dibanding histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang
dijelaskan hanya 2 yaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi
(Laparoscopically assisted vaginal histerectomy/ LAVH) dan classic intrafascial
serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Pada
LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan

20

memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan


pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. CISH juga merupakan modifikasi
dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan
morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas
lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah
terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada
ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal, waktu operasi yang
lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang
cepat.6,14
2.10 KOMPLIKASI
a. Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
b. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen
akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi, hal ini harus
dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak mioma dalam rongga
peritoneum. Massa mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang
diperkirakan kerana gangguan sirkulasi darah sekitarnya, misalnya terjadi pada
mioma yang keluar dari kavum uteri menuju rongga vagina dapat menimbulkan
metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh
infeksi dari uterus sendiri.
c. Komplikasi lain
Anemia akibat perdarahan, perlekatan pasca miomektomi, dan dapat terjadinya
ruptur uteri (apabila pasien hamil post miomektomi).11
2.11 PROGNOSIS
Histerektomi merupakan upaya kuratif karena dapat mengangkat seluruh masa
mioma. Tindakan miomektomi yang extensif dan secara signifikan melibatkan
miometrium atau menembus endometrium, perlu dilakukan SC (sectio caesaria) pada

21

persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali (rekurens) setelah miomektomi


terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3nya memerlukan tindakan lebih lanjut.6

BAB. 3 KESIMPULAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak monoklonal dari sel-sel otot polos yang
ditemukan pada rahim manusia. Tumor ini berbatas tegas dan terdiri dari sel- sel
jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan kolagen. Penyebab mioma uteri
dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu hormonal, genetik, dan faktor lingkungan
sosial seperti usia, paritas, gizi, dan kehamilan. Adanya mioma uteri tidak
menimbulkan gejala yang spesifik karena gejala muncul berdasarkan letak, ukuran,
dan kecepatan tumbuh dari massa miom. Gejala yang umum adalah adanya
perdarahan uterus abnormal yang dapat menimbulkan anemia. Diantara terapi
hormonal dan terapi pembedahan, terapi mioma uteri yang terbaik adalah
pembedahan, yakni melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan terapi
histerektomi,

prosedur

histerektomi

laparoskopi

memiliki

kelebihan

dibandingprosedur histerektomi abdominal kerana masa penyembuhan yang singkat


dan angka morbiditas yang rendah.

DAFTAR PUSTAKA
1. A, Sylvia dan M, Lorraine S. 2006. Gangguan Sistem Reproduksi.
Pathophysiology: Clinical Concepts od Disease Processes Ed.6. Jakarta: EGC.
2. Djuwantono,

T.

2004.

Terapi

GnRH

Mioma:Farmacia. Vol.3: 38-41.

22

Agonis

Sebelum

Histerektomi.

3. E, Serdar. 2013. Uterine Fibroids. The New England Jaournal of Medicine. 13441355.
4. Goodwin, S dan Spies, T. 2009. Uterin fibroid embolization. 361: 690-697.
5. Gross, K dan Morton, C. 2001. Genetic and Development of Fibroid. 44: 355- 349.
6. Hadibroto, Budi. 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol.38 (3):
254-259.
7. Hart, MD dan McKay, D. 2000. Fibroids in Gynecology Ilustrated. London:
Churchill Livingstone.
8. Joedosapoetro, M. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka.
9. ManuabaB.G.2003.PenuntunKepaniteraanKlinikObstetricdanGinekologi

Edisi

Kedua. Jakarta: EGC.


10. Parker WH. 2007. Etiology, Syptomatology and Diagnosis of Uterin Myomas.87:
725-733.
11. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
12. Snell. R. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.Edisi 6. EGC:
Jakarta.
13. Stewart, Faur, and Wise. 2002. Predictors of Subsequent Surgery for Uterin
Leiomiomata After Abdominal Myomectomi. 99: 426-432.
14. Zimmermann, Bernuit, Gerlinger, et al. 2012. Prevalence, Symtoms and
Management of Uterine Fibroids: an International Internet-Based Survey.

23

Anda mungkin juga menyukai