Anda di halaman 1dari 19

TUMOR PYLLODES

Muhammad Faklun

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor phyllodes adalah neoplasma fibroepitelial yang jarang ditemukan.

Insidennya hanya sekitar 0,3 – 0,9% dari seluruh tumor payudara, sedangkan

frekuensi lesi maligna sekitar 5-30%. Gejala klinik tumor phyllodes cukup

beragam, dapat menyerupai fibroadenoma. Tumor phyllodes berdasarkan

aktivitas stromanya terbagi menjadi jenis benign, borderline dan malignant.1

Tumor phyllodes muncul hampir secara eksklusif pada wanita dan jarang

pada pria. Tumor phyllodes dapat terjadi pada segala usia, namun terutama usia

pertengahan sampai dekade kelima kehidupan. Tumor bilateral sangat jarang

ditemukan. Usia mayoritas antara 35 dan 55 tahun. Tumor phyllodes jarang

pada pasien dibawah usia 20 tahun. Beberapa fibroadenoma juvenil pada

remaja dapat terlihat seperti tumor phyllodes secara histologis, namun mereka

bersifat jinak sama seperti fibroadenoma lainnya.1,2

Terlepas dari tingkat tumor, pengobatan standar tumor phyllodes adalah

eksisi bedah dengan margin yang jelas, lebih disukai lebih dari 1 cm, untuk

mencapai kontrol lokal yang pasti. Asalkan margin aman dipertahankan baik

tumourectomy dan mastectomy memberikan kontrol yang baik dengan tingkat

kekambuhan rendah. Tetapi, karena tumor phyllodes terlihat seperti

fibroadenoma baik pada presentasi klinis, pencitraan, dan dalam pengambilan


sampel jaringan, sebagian besar tumor phyllodes masih belum terdiagnosis

sebelum operasi. Akibatnya, sebagian besar tumor phyllodes dianukleasi secara

operasi pada intervensi awal, sehingga margin bedah tidak memadai.2

Meskipun tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki

kecenderungan untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal. Mirip

dengan sarkoma, tumor maligna bermetastase secara hematogen. Gambaran

patologis tumor phyllodes tidak selalu menggambarkan sifat klinis neoplasma

karenanya pada beberapa kasus terdapat tingkat ketidakpastian tentang

klasifikasi lesi.2

Karena data yang terbatas, persentase tumor phyllodes jinak dibanding

ganas tidak terdefinisi dengan baik. Laporan yang ada mengindikasikan bahwa

sekitar 80-95% tumor phyllodes adalah jinak dan sekitar 10-15% adalah ganas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tumor phyllodes merupakan sebuah tipe neoplasma jaringan ikat

yang timbul dari stroma intralobular mammae. Ditandai dengan pembesaran

yang cepat massa mobile, dengan konsistensi keras serta asimetris. Secara

histologis tampak seperti celah stroma seperti daun yang dibatasi oleh sel-sel

epitel. Tumor ini dibagi menjadi jinak, borderline, dan ganas.

B. Anatomi dan Fisiologi Mammae

Mammae adalah sebuah organ yang berisi kelenjar untuk reproduksi

sekunder serta berasal dari lapisan ektodermal. Kelenjar ini dinamakan

sebagai kelenjar mammae dan merupakan modifikasi dari kelenjar keringat.

Mammae terletak di bagian superior dari dinding dada. Pada wanita,

mammae adalah organ yang berperan dalam proses laktasi, sedangkan pada

pria organ ini tidak berkembang dan tidak memiliki fungsi dalam proses

laktasi seperti pada wanita.3

Proses perkembangan mammae dimulai pada janin berumur 6 minggu

dimana terjadi penebalan lapisan epidermis pada bagian ventral, superfisial

dari fasia pektoralis serta otot-otot pektoralis mayor dan minor. Penebalan

yang terjadi pada venteromedial dari regio aksila sampai ke regio inguinal
menjadi ‘milk lines’ dan selanjutnya pada bagian superior berkembang

menjadi puting susu dan bagian lain menjadi atrofi.4

Mammae lazimnya terletak di antara tulang sternum bagian lateral dan

lipatan ketiak, serta terbentang dari iga ke 2 sampai iga ke 6 atau 7. Pada

bagian puncak dari mammae terdapat struktur berpigmen dengan diameter 2-

6 cm yang dinamakan areola. Warna areola itu sendiri bervariasi mulai dari

merah muda sampai coklat tua. Warna areoala ini bergantung pada umur,

jumlah paritas, dan pigmentasi kulit.4

Mammae adalah organ yang kaya akan suplai pembuluh darah yang

berasal dari arteri dan vena. Cabang dari arteri torakalis interna menembus

ruang antara iga 2, 3, dan 4 untuk memperdarahi setengah dari bagian medial

mammae. Arteri ini menembus sampai otot-otot interkostalis dan membran

interkostalis anterior untuk mensuplai otot-otot pektoralis mayor dan

pektoralis minor di kedua mammae. Cabang-cabang kecil dari arteri

interkostalis anterior juga mensuplai darah untuk mammae di bagian medial.

Di daerah lateral, mammae disuplai oleh cabang dari arteri aksilaris dan arteri

torakalis lateral. Cabang dari arteri aksilaris adalah arteri arteri

torakoakromial, kemudian bercabang lagi menjadi arteri pektoralis.

Sementara cabang dari arteri torakalis lateral adalah arteri mamari eksternal

yang menyusuri otot pektoralis mayor untuk memperdarahi setengah

mammae bagian lateral.4

Aliran darah balik pembuluh vena dari mammae mengikuti aliran

arteri secara berlawanan. Darah kembali menuju vena cava melalui vena
aksilaris dan vena torakalis interna. Selain itu, darah juga kembali ke vena

cava melalui pleksus vertebralis. Aliran balik vena pada kuadran atas lebih

besar daripada aliran balik vena dari kuadran bawah.4

Persarafan kulit mammae ditanggung oleh cabang pleksus servikalis

dan n. interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh saraf

simpatik. Aliran limfe dari mammae sekitar 75% menuju ke aksila, sisanya ke

kelenjar parasternal dan interpektoralis.4

Gambar 1. Anatomi Mammae

Perkembangan mammae dan fungsinya dipengaruhi oleh bermacam

stimulus, diantaranya stimulus dari estrogen, progesterone, prolaktin,

oksitosin, hormone tiroid, kortisol dan growth hormone. Terutama estrogen,

progesterone, dan prolaktin telah dibuktikan memiliki efek yang esensial

dalam perkembangan dan fungsi mammae normal. Estrogen mempengaruhi

perkembangan duktus, sedangkan progesterone berperan dalam perubahan

perkembangan epitel dan lobular. Prolaktin adalah hormone primer yang

menstimulus laktogenesis pada akhir kehamilan dan periode post partum.


Prolaktin meningkatkan regulasi reseptor hormon dan menstimulasi

perkembangan epitel.4,5

Sekresi dari hormon neurotropik dari hipotalamus, berperan dalam

regulasi sekresi dari hormone yang berefek terhadap jaringan mammae.

Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) berperan

dalam pelepasan estrogen dan progesterone dari ovarium. Pelepasan LH dan

FSH dari sel basofil pada bagian hipofise anterior dipengaruhi oleh sekresi

dari Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus. Efek

umpan balik baik positif maupun negative dari sirkulasi estrogen dan

progesterone ini berperan terhadap sekresi LH, FSH, dan GnRH.4,5

C. Epidemiologi

Tumor phyllodes adalah massa payudara yang tidak biasa, terhitung

0,3% hingga 1% dari tumor payudara pada wanita. Dalam satu ulasan dari

8.567 kasus kanker payudara yang diobati antara tahun 1969 dan 1993, hanya

32 kasus tumor phyllodes (0,37%) diidentifikasi di antara 31 pasien. Seri

yang lebih baru telah melaporkan angka mulai dari 33 hingga 821 pasien.

Sebuah studi berbasis populasi dari California mencatat risiko yang lebih

tinggi pada Latino daripada pada wanita kulit putih atau Asia, sementara studi

lain menemukan kecenderungan untuk tingkat tumor yang lebih tinggi di

antara pasien Hispanik. Tumor phyllodes telah dilaporkan pada pria tetapi

sangat jarang, terjadi bersamaan dengan ginekomastia dan perkembangan

lobular pada jaringan payudara pria. Sebagian besar pasien dengan tumor
phyllodes cenderung berusia 40-an, satu dekade atau lebih tua dari wanita

yang didiagnosis dengan fibroadenoma teraba. Sementara mereka dengan lesi

phyllodes jinak biasanya hingga satu dekade lebih muda daripada mereka

yang memiliki tumor ganas, tumor ini telah dilaporkan pada wanita

prapubertas serta pasien usia lanjut.6

D. Etiologi

Etiologi tumor phyllodes tidak diketahui. Tumor phyllodes secara

nyata berhubungan dengan fibroadenoma dalam beberapa kasus, karena

pasien dapat memiliki kedua lesi dan gambaran histologis kedua lesi mungkin

terlihat pada tumor yang sama. Namun, apakah tumor phyllodes berkembang

dari fibroadenoma atau keduanya berkembang bersama-sama, atau apakah

tumor phyllodes dapat muncul de novo, tidaklah jelas. Noguchi dan kolega

telah mempelajari pertanyaan ini dengan analisis klonal dalam tiga kasus

dimana fibroadenoma dan tumor phyllodes diperoleh berurutan dari pasien

yang sama. Pada masing-masing kasus, kedua tumor monoklonal dan

memperlihatkan alel inaktif yang sama. Mereka menyatakan bahwa tumor

phyllodes memiliki asal yang sama dengan fibroadenoma, fibroadenoma

tertentu dapat berkembang menjadi tumor phyllodes.7,8,10

Studi menarik oleh Yamashita dkk, mengamati immunoreactive

endothelin 1 (irET-1), yaitu contoh dimana ilmu pengetahuan modern

menjelaskan mekanisme yang akan dengan pasti menjelaskan kedua fungsi

normal mammae dan patologinya, serta memungkinkan pergeseran dalam


penekanan dari model studi rodentia ke studi manusia. Level irET-1 jaringan

diukur dengan ekstrak dari 4 tumor phyllodes dan 14 fibroadenoma.

Immunoreactive endothelin 1 dapat dibuktikan dalam semua kasus, namun

levelnya jauh lebih tinggi pada tumor phyllodes dibandingkan pada

fibroadenoma. Endothelin 1 (ET-1) pada prinsipnya merupakan

vasokonstriktor kuat, namun juga memiliki banyak fungsi lainnya. Ia

menyebabkan stimulasi lemah DNA fibroblas mammae, namun dapat

digabungkan dengan insulin-like growth factor 1 (IGF-1) untuk menciptakan

stimulasi kuat. ET-1 tidak terdapat pada sel epitel mammae normal, namun

reseptor ET-1 spesifik terdapat pada permukaan sel stroma normal. Reseptor

ET-1 dijumpai pada permukaan sel dari sel-sel stroma tumor phyllodes

namun sel-sel immunoreactive ditemukan dalam sel-sel epitel tapi bukan sel-

sel stroma, memberi kesan bahwa ET-1 disintesis oleh sel epitel tumor

phyllodes. Dengan demikian hal tersebut menjelaskan kemungkinan

mekanisme parakrin pada stimulasi pertumbuhan stroma cepat yang selalu

terlihat bersama tumor phyllodes.7,8,10

Hal yang penting adalah bahwa tumor phyllodes tidak seharusnya

dibingungkan dengan sarkoma murni (tanpa elemen epitel sama sekali), untuk

memiliki tingkat lebih besar pada keganasan dan gumpalan keduanya sama-

sama bisa mengaburkan sifat jinak dasar kebanyakan tumor phyllodes.

Imunositokemistri dan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa sel stroma

pada kedua tumor phyllodes jinak dan ganas merupakan campuran dari

fibroblas dan miofibroblas. Teknik-teknik ini memperjelas perbedaan


leiomiosarkoma dan mioepitelioma, dari tumor phyllodes yang menunjukkan

reaksi yang sama sekali berbeda.

E. Patomekanisme

Tumor ini bisa berasal dari fibroadenoma selular yang telah ada dan

sekarang telah mengandung satu atau lebih komponen asal mesenkim.

Diferensiasi dari fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat

selularitas stroma, pleomorfisme selular, inti hiperkromatik dan gambaran

mitosis dalam jumlah yang bermakna. Protrusio khas massa polopoid stroma

hiperplastik ke dalam kanalikuli yang tertekan menghasilkan penampilan

seperti daun yang menggambarkan istilah phyllodes.7

Tidak seperti payudara karsinoma, tumor phyllodes mulai di luar

saluran dan lobulus, di sambungan payudara, yang disebut stroma yang

mencakup jaringan lemak dan ligamen yang mengelilingi saluran, lobulus,

dan pembuluh darah dan getah bening di payudara. Selain sel stroma, tumor

phyllodes juga dapat mengandung sel dari saluran dan lobulus.7

F. Gejala klinik

Tumor phyllodes merupakan neoplasma non-epitelial mammae yang

paling sering terjadi, meskipun hanya mewakili 1% dari tumor mammae.

Tumor ini memiliki tekstur halus, berbatas tegas dan biasanya bergerak secara

bebas. Tumor ini adalah tumor yang relatif besar, dengan ukuran rata-rata 5

cm. Namun, lesi yang > 30 cm pernah dilaporkan. Kebanyakan tumor tumbuh
dengan cepat menjadi ukuran besar sebelum pasien datang, namun tumor-

tumor tidak menetap dalam arti karsinoma besar. Hal ini disebabkan mereka

khususnya tidak invasif; besarnya tumor dapat menempati sebagian besar

mammae, atau seluruhnya, dan menimbulkan tekanan ulserasi di kulit, namun

masih memperlihatkan sejumlah mobilitas pada dinding dada. Meskipun

tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki kecenderungan

untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal. Mirip dengan sarkoma,

tumor maligna bermetastase secara hematogen. Ciri-ciri tumor phyllodes

maligna adalah sebagai berikut:

1. Tumor maligna berulang terlihat lebih agresif dibandingkan tumor asal

2. Paru merupakan tempat metastase yang paling sering, diikuti oleh

tulang, jantung, dan hati

3. Gejala untuk keterlibatan metastatik dapat timbul mulai dari sesegera,

beberapa bulan sampai paling lambat 12 tahun setelah terapi awal

4. Kebanyakan pasien dengan metastase meninggal dalam 3 tahun dari

terapi awal.

5. Tidak terdapat pengobatan untuk metastase sistemik yang terjadi

6. Kasarnya 30% pasien dengan tumor phyllodes maligna meninggal

karena penyakit ini.6,7,9


G. Dasar Diagnosis

1. Anamnesa

a. Pasien khususnya datang dengan massa di mammae yang keras,

bergerak, dan berbatas jelas dan tidak nyeri.

b. Sebuah massa kecil dapat dengan cepat berkembang ukurannya

dalam beberapa minggu sebelum pasien mencari perhatian medis

c. Tumor jarang melibatkan kompleks puting-areola atau meng-

ulserasi kulit

d. Pasien dengan metastase bisa muncul dengan gejala seperti

dispnoe, kelelahan, dan nyeri tulang.7

2. Pemeriksaan fisik

a. Didapatkan adanya massa mammae yang keras, mobile, dan

batasnya jelas

Gambar 2. Pemeriksaan Mammae


b. Secara tidak diketahui, tumor mammae cenderung melibatkan

mammae sinistra lebih sering dibandingkan mammae dekstra

c. Diatas kulit mungkin terlihat tampilan licin dan cukup translusen

untuk memperlihatkan vena mammae yang mendasarinya

d. Temuan fisik (misal, adanya massa mobile dengan batas tegas)

mirip dengan yang ada pada fibroadenoma

e. Tumor phyllodes umumnya bermanifestasi sebagai massa lebih

besar dan memperlihatkan pertumbuhan yang cepat.7

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Tidak ada penanda tumor hematologik atau uji darah lainnya yang

bisa digunakan untuk mendiagnosa tumor phyllodes.7

b. Pemeriksaan Radiologi

Pada mammogram, tumor phyllodes akan memiliki tepi yang

berbatas jelas dan radioopak. Baik mammogram

ataupun ultrasonografi (USG) mammae dapat membedakan secara

jelas antara fibroadenoma dan phyllodes jinak atau tumor ganas.

Jenis tumor mammae ini biasanya tidak ditemukan di dekat mikro

kalsifikasi.7
Gambar 3. Gambaran mamografi tumor phyllodes.8

Magnetic Resonance Imaging (MRI) mammae dapat membantu

tindakan operasi dalam pengangkatan jaringan tumor phyllodes.

Sebuah studi di Italia yang membandingkan mammogram, USG

dan MRI mammae dari tumor phyllodes melaporkan bahwa MRI

memberikan gambaran yang paling akurat dan ini membantu ahli

bedah tumor dalam menjalankan rencana operasi mereka. Bahkan

jika tumor itu cukup dekat dengan otot-otot dinding dada, MRI bisa

memberikan gambaran yang lebih baik dari tumor phyllodes

daripada mammogram atau USG.10

Gambar 4. Gambaran USG. Gambaran USG mammae normal


Gambar 5. Gambaran USG tumor phyllodes (kiri) dengan color Doppler (kanan)

Gambar 6. Gambaran MRI tumor phyllodes

c. Biopsi

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) untuk pemeriksaan sitologi

biasanya tidak memadai untuk diagnosis tumor phyllodes. Biopsi

jarum lebih dapat dipercaya, namun masih bisa terdapat kesalahan

pengambilan sampel dan kesulitan dalam membedakan lesi dari

sebuah fibroadenoma.10

Biopsi mammae eksisi terbuka untuk lesi lebih kecil atau biopsi

insisional untuk lesi lebih besar adalah metode pasti untuk


mendiagnosis tumor phyllodes. Sel-sel dari biopsi jarum dapat diuji

di laboratorium tapi jarang memberikan diagnosis yang jelas, karena

sel-sel dapat menyerupai karsinoma dan fibroadenoma. Pada Biopsi

bedah akan menghasilkan potongan jaringan yang akan memberikan

sampel sel lebih baik dan akan menghasilkan diagnosa yang tepat

untuk sebuah tumor phyllodes.10

d. Temuan histopatologi

Semua tumor phyllodes mengandung komponen stroma yang dapat

bervariasi dalam tampilan histologis dari satu lesi ke lesi lainnya.

Umumnya, tumor phyllodes jinak memperlihatkan peningkatan

jumlah mencolok pada fibroblas fusiformis reguler dalam stroma.

Adakalanya, sel-sel sangat anaplastik dengan perubahan miksoid

yang diamati. Atipia seluler tingkat tinggi, dengan peningkatan

selularitas stroma dan peningkatan jumlah mitosis, hampir selalu

diamati pada bentuk maligna cystosarcoma phylloides. Secara ultra-

struktural, pada tumor phyllodes bentuk jinak dan ganas, nukleolus

dapat mengungkapkan nukleolonema yang bertautan kasar dan

sisterna berlimpah dalam retikulum endoplasma.2,1


Gambar 7. Gambaran Histopatologi Gambar 8. Gambaran Makroskopis

H. Penatalaksanaan

Usia penting dalam manajemen lesi-lesi ini. Dibawah umur 20,

semuanya harus diterapi dengan enukleasi, karena mereka hampir selalu

bersifat jinak. Sitologi aspirasi dapat memberi kesan diagnosis tumor

phyllodes namun histologi yang lebih tepat pada biopsi jarum inti dibutuhkan

sebelum merencanakan pengobatan.1,7

Berbeda pada pasien yang lebih tua. Haagensen merekomendasikan

eksisi lokal luas sebagai pendekatan primer pada penanganan tumor phyllodes

jinak. Data yang dimiliki yaitu angka rekurensi lokal sebesar 28% diantara 43

pasien yang ditangani dengan eksisi lokal, dengan follow-up minimal 10

tahun. Namun hanya 3 dari rekurensi tersebut yang membutuhkan

mastektomi sekunder, dan tak satupun yang meninggal akibat tumor ini.

Hanya 1 dari 21 pasien yang diterapi dengan mastektomi (simpel atau radikal)

mengalami rekurensi lokal; ini adalah sarkoma phyllodes (maligna) yang

dengan cepat menimbulkan metastasis lokal dan sistemik. Angka rekurensi


lebih tinggi untuk tumor phyllodes jinak dibandingkan ganas telah dilaporkan

dalam sejumlah studi. Jelas bahwa eksisi yang tidak tuntas merupakan

penentu utama rekurensi pada lesi jinak dan menengah. Ada dua alasan utama

yang mungkin, yaitu: kegagalan untuk mendiagnosis kemungkinan tumor

phyllodes dan kegagalan untuk menentukan teknik operasi.1,7

Eksisi makroskopik komplit, dengan usulan batas 1 cm, dapat

dipastikan adalah teknik yang tepat. Untuk lesi besar dan lesi rekuren,

pembersihan yang baik pasti melibatkan mastektomi mendekati-total dan

mastektomi sederhana dengan rekonstruksi. Terdapat beberapa bukti

meningkatnya insiden karsinoma mammae yang berhubungan dengan pasien

dengan tumor phyllodes dan hal ini merupakan alasan untuk follow-up jangka

panjang yang teliti terhadap pasien-pasien yang demikian.1,7

I. Komplikasi

Seperti kebanyakan operasi mammae, komplikasi paska operasi dari

penatalaksanaan bedah tumor phyllodes termasuk berikut ini:

 Infeksi

 Pembentukan seroma

 Rekurensi lokal dan/atau jauh

J. Prognosis

Meskipun tumor phyllodes dianggap sebagai tumor jinak secara klinis,

kemungkinan untuk rekurensi lokal setelah eksisi selalu ada, khususnya

dengan lesi yang memperlihatkan histologi maligna. Tumor setelah


pengobatan awal dengan eksisi lokal luas, yang rekuren secara lokal idealnya

diterapi dengan mastektomi total. Penyakit metastase khususnya diamati pada

paru, mediastinum dan tulang.10

Tidak ada faktor prognostik klinis yang dapat diidentifikasi yang

memprediksi rekurensi lokal atau metastasis. Usia pasien tampaknya tidak

penting tetapi tumor yang muncul pada masa remaja tampaknya kurang

agresif terlepas dari jenis histologisnya. Ukuran tumor tidak seperti itu tetapi

dalam kaitannya dengan payudara tampak penting karena ini biasanya

menentukan tingkat operasi dan margin reseksi spesimen yang dihasilkan.

Sebagian besar metastasis jauh berkembang dari tumor garis batas atau ganas.

Tidak seperti rekurensi lokal, ukuran tumor tampaknya menjadi faktor

penting dalam memprediksi penyebaran metastasis. Banyak faktor prognostik

histologis telah dievaluasi. Studi yang berbeda telah menganggap

pertumbuhan berlebih stroma, nekrosis tumor, margin infiltrasi, komponen

mesenkim campuran, laju mitosis tinggi, dan atypia stroma sebagai hal yang

penting tetapi dalam isolasi masing-masing tampaknya memiliki nilai

prediktif yang rendah.7


DAFTAR PUSTAKA

1. Azamris. Tumor Phyllodes. Laporan Kasus. Department Bedah Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas. Vol. 4, No. 1; 2014.

2. Gulliot, E., et. al. Management of Phyllodes Breast Tumors. The Breast

Journal. Department of Surgery, Institute Curie, Paris. Vol. 17, No. 2;

2011.

3. Amersi, F., et. al. Atypical Breast Proliferative Lesions and Benign Breast

Disease. USA: Springer. 2018.

4. Tahir, S. Female Breast Anatomy and Physiology. New York: Wolter

Kluwers. 2010.

5. Going, J. Normal Breast; In Breast Pathology 2nd Edition. Phyladelphia:

Elsevier. 2011.

6. Calhoun, K. E., et. al. Phyllodes Tumor; In Disease of The Breast 5th

Edition. New York: Wolter Kluwer. 2014.

7. Mishra, S. P., et. al. Phyllodes Tumor of The Breast: A Review Article.

Department of Surgery Banaras Hindu University. February 2013.

8. Mansel, R. E. et. al. Benign Disorders and Diseases of The Breast 3rd

Edition. China: Saunders. 2009.

9. Zhang, Y. et.al. Phyllodes Tumor of The Breast. Arch Pathology Lab

Medicine, California. Vol. 140, July 2016.

10. Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:

EGC. 2004.

Anda mungkin juga menyukai