Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor filoides atau cystosarcoma phylloides merupakan jenis langka dari neoplasia
mammae, hanya merupakan 1% dari keganasan mammae, dan hanya 2-3% dari tumor
mammae yang berasal dari jaringan fibroepitel (Kissane, 1990).

Tumor filoides muncul hampir secara eksklusif pada wanita dan jarang pada pria.
Tumor filoides dapat terjadi pada segala usia, namun terutama usia pertengahan sampai
dekade kelima kehidupan. Tumor bilateral sangat jarang ditemukan. Usia mayoritas antara 35
dan 55 tahun. Tumor filoides jarang pada pasien dibawah usia 20 tahun. Beberapa
fibroadenoma juvenil pada remaja dapat terlihat seperti tumor filoides secara histologis,
namun mereka bersifat jinak sama seperti fibroadenoma lainnya(Kissane, 1990).

John Muller, pada tahun 1983, pertama kali memberikan nama cystosarcoma
phyllodes. Nama ini berasal dari bahasa Yunani sarcoma, yang berarti tumor berdaging,
dan phyllo, yang berarti daun. Disebut demikian karena tumor tersebut menampilkan
karakteristik yang besar, sarkoma ganas, tampilan seperti-daun ketika dipotong, terdapat
epitel, serta ruang seperti kista bila dilihat secara histologis. Penamaan cystosarcoma
phyllodes dirasa kurang tepat karena tumor ini biasanya jinak, sehingga saat ini disebut
sebagai tumor filoides (Jong, 2004).

Meskipun tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki kecenderungan


untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal. Mirip dengan sarkoma, tumor maligna
bermetastase secara hematogen. Gambaran patologis tumor filoides tidak selalu
menggambarkan sifat klinis neoplasma karenanya pada beberapa kasus terdapat tingkat
ketidakpastian tentang klasifikasi lesi (Jong, 2004).

Karena data yang terbatas, persentase tumor filoides jinak dibanding ganas tidak
terdefinisi dengan baik. Laporan yang ada mengindikasikan bahwa sekitar 80-95% tumor
filoides adalah jinak dan sekitar 10-15% adalah ganas.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI MAMMAE
Mammae adalah sebuah organ yang berisi kelenjar untuk reproduksi sekunder
serta berasal dari lapisan ektodermal. Kelenjar ini dinamakan sebagai kelenjar mammae
dan merupakan modifikasi dari kelenjar keringat. Mammae terletak di bagian superior
dari dinding dada. Pada wanita, mammae adalah organ yang berperan dalam proses
laktasi, sedangkan pada pria organ ini tidak berkembang dan tidak memiliki fungsi dalam
proses laktasi seperti pada wanita (Jong, 2004).
Proses perkembangan mammae dimulai pada janin berumur 6 minggu dimana
terjadi penebalan lapisan epidermis pada bagian ventral, superfisial dari fasia pektoralis
serta otot-otot pektoralis mayor dan minor. Penebalan yang terjadi pada venteromedial
dari regio aksila sampai ke regio inguinal menjadi ‘milk lines’ dan selanjutnya pada
bagian superior berkembang menjadi puting susu dan bagian lain menjadi atrofi
(Kissane, 1990).
Mammae lazimnya terletak di antara tulang sternum bagian lateral dan lipatan
ketiak, serta terbentang dari iga ke 2 sampai iga ke 6 atau 7. Pada bagian puncak dari
mammae terdapat struktur berpigmen dengan diameter 2-6 cm yang dinamakan areola.
Warna areola itu sendiri bervariasi mulai dari merah muda sampai coklat tua. Warna
areoala ini bergantung pada umur, jumlah paritas, dan pigmentasi kulit (Kissane, 1990).
Mammae adalah organ yang kaya akan suplai pembuluh darah yang berasal dari
arteri dan vena. Cabang dari arteri torakalis interna menembus ruang antara iga 2, 3, dan
4 untuk memperdarahi setengah dari bagian medial mammae. Arteri ini menembus
sampai otot-otot interkostalis dan membran interkostalis anterior untuk mensuplai otot-
otot pektoralis mayor dan pektoralis minor di kedua mammae. Cabang-cabang kecil dari
arteri interkostalis anterior juga mensuplai darah untuk mammae di bagian medial. Di
daerah lateral, mammae disuplai oleh cabang dari arteri aksilaris dan arteri torakalis
lateral. Cabang dari arteri aksilaris adalah arteri arteri torakoakromial, kemudian
bercabang lagi menjadi arteri pektoralis. Sementara cabang dari arteri torakalis lateral
adalah arteri mamari eksternal yang menyusuri otot pektoralis mayor untuk
memperdarahi setengah mammae bagian lateral (Kissane, 1990).
Aliran darah balik pembuluh vena dari mammae mengikuti aliran arteri secara
berlawanan. Darah kembali menuju vena cava melalui vena aksilaris dan vena torakalis
interna. Selain itu, darah juga kembali ke vena cava melalui pleksus vertebralis. Aliran

2
balik vena pada kuadran atas lebih besar daripada aliran balik vena dari kuadran bawah
(Kissane, 1990).
Persarafan kulit mammae ditanggung oleh cabang pleksus servikalis dan n.
interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh saraf simpatik. Aliran limfe
dari mammae sekitar 75% menuju ke aksila, sisanya ke kelenjar parasternal dan
interpektoralis (Kissane, 1990).

Gambar 1. Anatomi Mammae


(http://en.wikipedia.org)

B. FISIOLOGI MAMMAE
Perkembangan mammae dan fungsinya dipengaruhi oleh bermacam stimulus,
diantaranya stimulus dari estrogen, progesterone, prolaktin, oksitosin, hormone tiroid,
kortisol dan growth hormone. Terutama estrogen, progesterone, dan prolaktin telah
dibuktikan memiliki efek yang esensial dalam perkembangan dan fungsi mammae
normal. Estrogen mempengaruhi perkembangan duktus, sedangkan progesterone
berperan dalam perubahan perkembangan epitel dan lobular. Prolaktin adalah hormone
primer yang menstimulus laktogenesis pada akhir kehamilan dan periode post partum.
Prolaktin meningkatkan regulasi reseptor hormon dan menstimulasi perkembangan epitel
(Kissane, 1990).
Sekresi dari hormon neurotropik dari hipotalamus, berperan dalam regulasi
sekresi dari hormone yang berefek terhadap jaringan mammae. Luteinizing Hormone
(LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) berperan dalam pelepasan estrogen dan
progesterone dari ovarium. Pelepasan LH dan FSH dari sel basofil pada bagian hipofise
anterior dipengaruhi oleh sekresi dari Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari
hipotalamus. Efek umpan balik baik positif maupun negative dari sirkulasi estrogen dan
progesterone ini berperan terhadap sekresi LH, FSH, dan GnRH (Kissane, 1990).

C. DEFINISI TUMOR FILOIDES


Tumor filoides merupakan sebuah tipe neoplasma jaringan ikat yang timbul dari
stroma intralobular mammae. Ditandai dengan pembesaran yang cepat massa mobile,

3
dengan konsistensi keras serta asimetris. Secara histologis tampak seperti celah stroma
seperti daun yang dibatasi oleh sel-sel epitel. Tumor ini dibagi menjadi jinak, borderline,
dan ganas. (Dorland, 2002)

D. ETIOLOGI TUMOR FILOIDES


Etiologi tumor filoides tidak diketahui. Tumor filoides secara nyata berhubungan
dengan fibroadenoma dalam beberapa kasus, karena pasien dapat memiliki kedua lesi
dan gambaran histologis kedua lesi mungkin terlihat pada tumor yang sama. Namun,
apakah tumor filoides berkembang dari fibroadenoma atau keduanya berkembang
bersama-sama, atau apakah tumor filoides dapat muncul de novo, tidaklah jelas. Noguchi
dan kolega telah mempelajari pertanyaan ini dengan analisis klonal dalam tiga kasus
dimana fibroadenoma dan tumor filoides diperoleh berurutan dari pasien yang sama.
Pada masing-masing kasus, kedua tumor monoklonal dan memperlihatkan alel inaktif
yang sama. Mereka menyatakan bahwa tumor filoides memiliki asal yang sama dengan
fibroadenoma, fibroadenoma tertentu dapat berkembang menjadi tumor filoides (Jong,
2004).
Studi menarik oleh Yamashita dkk, mengamati immunoreactive endothelin
1 (irET-1), yaitu contoh dimana ilmu pengetahuan modern menjelaskan mekanisme yang
akan dengan pasti menjelaskan kedua fungsi normal mammae dan patologinya, serta
memungkinkan pergeseran dalam penekanan dari model studi rodentia ke studi manusia.
Level irET-1 jaringan diukur dengan ekstrak dari 4 tumor filoides dan 14 fibroadenoma.
Immunoreactive endothelin 1 dapat dibuktikan dalam semua kasus, namun levelnya jauh
lebih tinggi pada tumor filoides dibandingkan pada fibroadenoma. Endothelin 1 (ET-1)
pada prinsipnya merupakan vasokonstriktor kuat, namun juga memiliki banyak fungsi
lainnya. Ia menyebabkan stimulasi lemah DNA fibroblas mammae, namun dapat
digabungkan dengan insulin-like growth factor 1 (IGF-1) untuk menciptakan stimulasi
kuat. ET-1 tidak terdapat pada sel epitel mammae normal, namun reseptor ET-1 spesifik
terdapat pada permukaan sel stroma normal. Reseptor ET-1 dijumpai pada permukaan sel
dari sel-sel stroma tumor filoides namun sel-sel immunoreactive ditemukan dalam sel-sel
epitel tapi bukan sel-sel stroma, memberi kesan bahwa ET-1 disintesis oleh sel epitel
tumor filoides. Dengan demikian hal tersebut menjelaskan kemungkinan mekanisme
parakrin pada stimulasi pertumbuhan stroma cepat yang selalu terlihat bersama tumor
filoides (Jong, 2004).

4
Hal yang penting adalah bahwa tumor filoides tidak seharusnya dibingungkan
dengan sarkoma murni (tanpa elemen epitel sama sekali), untuk memiliki tingkat lebih
besar pada keganasan dan gumpalan keduanya sama-sama bisa mengaburkan sifat jinak
dasar kebanyakan tumor filoides. Imunositokemistri dan mikroskop elektron
memperlihatkan bahwa sel stroma pada kedua tumor filoides jinak dan ganas merupakan
campuran dari fibroblas dan miofibroblas. Teknik-teknik ini memperjelas perbedaan
leiomiosarkoma dan mioepitelioma, dari tumor filoides yang menunjukkan reaksi yang
sama sekali berbeda (Jong, 2004).

E. PATOFISIOLOGI
Tumor ini bisa berasal dari fibroadenoma selular yang telah ada dan sekarang
telah mengandung satu atau lebih komponen asal mesenkim. Diferensiasi dari
fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat selularitas stroma, pleomorfisme
selular, inti hiperkromatik dan gambaran mitosis dalam jumlah yang bermakna.
Protrusio khas massa polopoid stroma hiperplastik ke dalam kanalikuli yang tertekan
menghasilkan penampilan seperti daun yang menggambarkan istilah filoides (Kissane,
1990).

F. GAMBARAN KLINIS
Tumor filoides merupakan neoplasma non-epitelial mammae yang paling sering
terjadi, meskipun hanya mewakili 1% dari tumor mammae. Tumor ini memiliki tekstur
halus, berbatas tegas dan biasanya bergerak secara bebas. Tumor ini adalah tumor yang
relatif besar, dengan ukuran rata-rata 5 cm. Namun, lesi yang > 30 cm pernah dilaporkan.
Kebanyakan tumor tumbuh dengan cepat menjadi ukuran besar sebelum pasien datang,
namun tumor-tumor tidak menetap dalam arti karsinoma besar. Hal ini disebabkan
mereka khususnya tidak invasif; besarnya tumor dapat menempati sebagian besar
mammae, atau seluruhnya, dan menimbulkan tekanan ulserasi di kulit, namun masih
memperlihatkan sejumlah mobilitas pada dinding dada. Meskipun tumor jinak tidak
bermetastase, namun mereka memiliki kecenderungan untuk tumbuh secara agresif dan
rekuren secara lokal. Mirip dengan sarkoma, tumor maligna bermetastase secara
hematogen. Ciri-ciri tumor filoides maligna adalah sebagai berikut:

1. Tumor maligna berulang terlihat lebih agresif dibandingkan tumor asal


2. Paru merupakan tempat metastase yang paling sering, diikuti oleh tulang, jantung,
dan hati

5
3. Gejala untuk keterlibatan metastatik dapat timbul mulai dari sesegera, beberapa
bulan sampai paling lambat 12 tahun setelah terapi awal
4. Kebanyakan pasien dengan metastase meninggal dalam 3 tahun dari terapi awal.
5. Tidak terdapat pengobatan untuk metastase sistemik yang terjadi
6. Kasarnya 30% pasien dengan tumor filoides maligna meninggal karena penyakit ini
(Ramli,1995).
G. DASAR DIAGNOSIS
1. Anamnesa
a. Pasien khususnya datang dengan massa di mammae yang keras, bergerak, dan
berbatas jelas dan tidak nyeri.
b. Sebuah massa kecil dapat dengan cepat berkembang ukurannya dalam
beberapa minggu sebelum pasien mencari perhatian medis
c. Tumor jarang melibatkan kompleks puting-areola atau meng-ulserasi kulit
d. Pasien dengan metastase bisa muncul dengan gejala seperti dispnoe,
kelelahan, dan nyeri tulang (Schwartz, 2000)
2. Pemeriksaan fisik (Salah satu skrining / screening yang penting)
a. Didapatkan adanya massa mammae yang keras, mobile, dan batasnya jelas

(http://en.wikipedia.org)
Gambar 2. Pemeriksaan Mammae

b. Secara tidak diketahui, tumor mammae cenderung melibatkan mammae


sinistra lebih sering dibandingkan mammae dekstra

6
c. Diatas kulit mungkin terlihat tampilan licin dan cukup translusen untuk
memperlihatkan vena mammae yang mendasarinya
d. Temuan fisik (misal, adanya massa mobile dengan batas tegas) mirip dengan
yang ada pada fibroadenoma
e. Tumor filoides umumnya bermanifestasi sebagai massa lebih besar dan
memperlihatkan pertumbuhan yang cepat (Manning, 1996)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada penanda tumor hematologik atau uji darah lainnya yang bisa
digunakan untuk mendiagnosa tumor filoides (Schwartz, 2000).
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada mammogram, tumor filoides akan memiliki tepi yang berbatas jelas dan
radioopak. Baik mammogram ataupun ultrasonografi (USG) mammae dapat
membedakan secara jelas antara fibroadenoma dan filoides jinak atau tumor
ganas. Jenis tumor mammae ini biasanya tidak ditemukan di dekat mikro
kalsifikasi (Kissane, 1990).

(http://imaging.consult.com)
Gambar 3. Gambaran mamografi tumor filoides

Magnetic Resonance Imaging (MRI) mammae dapat membantu tindakan


operasi dalam pengangkatan jaringan tumor filoides. Sebuah studi di Italia yang
membandingkan mammogram, USG dan MRI mammae dari tumor filoides
melaporkan bahwa MRI memberikan gambaran yang paling akurat dan ini
membantu ahli bedah tumor dalam menjalankan rencana operasi mereka.
Bahkan jika tumor itu cukup dekat dengan otot-otot dinding dada, MRI bisa
memberikan gambaran yang lebih baik dari tumor filoides daripada
mammogram atau USG (Jong, 2004).

7
(http://www.ultrasound-images.com/breast)

Gambar 4. Gambaran USG. Gambaran USG mammae normal (atas); Gambaran USG tumor
filoides (kiri) dengan color Doppler (kanan)

(www.medscape.com)

Gambar 5. Gambaran MRI tumor filoides

c. Biopsi
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) untuk pemeriksaan sitologi biasanya
tidak memadai untuk diagnosis tumor filoides. Biopsi jarum lebih dapat
dipercaya, namun masih bisa terdapat kesalahan pengambilan sampel dan
kesulitan dalam membedakan lesi dari sebuah fibroadenoma.
Biopsi mammae eksisi terbuka untuk lesi lebih kecil atau biopsi insisional
untuk lesi lebih besar adalah metode pasti untuk mendiagnosis tumor filoides.
Sel-sel dari biopsi jarum dapat diuji di laboratorium tapi jarang memberikan
diagnosis yang jelas, karena sel-sel dapat menyerupai karsinoma dan
fibroadenoma. Pada Biopsi bedah akan menghasilkan potongan jaringan yang
akan memberikan sampel sel lebih baik dan akan menghasilkan diagnosa yang
tepat untuk sebuah tumor filoides (Jong, 2004)

8
d. Temuan histopatologi
Semua tumor filoides mengandung komponen stroma yang dapat bervariasi
dalam tampilan histologis dari satu lesi ke lesi lainnya. Umumnya, tumor
filoides jinak memperlihatkan peningkatan jumlah mencolok pada fibroblas
fusiformis reguler dalam stroma. Adakalanya, sel-sel sangat anaplastik dengan
perubahan miksoid yang diamati. Atipia seluler tingkat tinggi, dengan
peningkatan selularitas stroma dan peningkatan jumlah mitosis, hampir selalu
diamati pada bentuk maligna cystosarcoma phylloides. Secara ultra-struktural,
pada tumor filoides bentuk jinak dan ganas, nukleolus dapat mengungkapkan
nukleolonema yang bertautan kasar dan sisterna berlimpah dalam retikulum
endoplasma (Kissane, 1990).

(http://radiographics.rsna.org)
Gambar 6. Gambaran Histopatologi

(http://radiographics.rsna.org)
Gambar 7. Gambaran Makroskopis

H. DIAGNOSIS BANDING

9
1. Fibroadenoma mammae
2. Karsinoma mammae

10
(http://www.ultrasound-images.com/breast)

Gambar 8. Gambaran USG fibroadenoma kiri) dan dengan color Doppler (kanan)

(http://www.ultrasound-images.com/breast)
Gambar 8. Gambaran USG karsinoma mammae

I. PENATALAKSANAAN
Usia penting dalam manajemen lesi-lesi ini. Dibawah umur 20, semuanya harus
diterapi dengan enukleasi, karena mereka hampir selalu bersifat jinak.
Sitologi aspirasi dapat memberi kesan diagnosis tumor filoides namun histologi
yang lebih tepat pada biopsi jarum inti dibutuhkan sebelum merencanakan pengobatan
(Schwartz, 2000).
Berbeda pada pasien yang lebih tua. Haagensen merekomendasikan eksisi lokal
luas sebagai pendekatan primer pada penanganan tumor filoides jinak. Data yang
dimiliki yaitu angka rekurensi lokal sebesar 28% diantara 43 pasien yang ditangani
dengan eksisi lokal, dengan follow-up minimal 10 tahun. Namun hanya 3 dari rekurensi
tersebut yang membutuhkan mastektomi sekunder, dan tak satupun yang meninggal
akibat tumor ini. Hanya 1 dari 21 pasien yang diterapi dengan mastektomi (simpel atau
radikal) mengalami rekurensi lokal; ini adalah sarkoma filoides (maligna) yang dengan
cepat menimbulkan metastasis lokal dan sistemik. Angka rekurensi lebih tinggi untuk
tumor filoides jinak dibandingkan ganas telah dilaporkan dalam sejumlah studi
(Schwartz, 2000).
Jelas bahwa eksisi yang tidak tuntas merupakan penentu utama rekurensi pada
lesi jinak dan menengah. Ada dua alasan utama yang mungkin, yaitu: kegagalan untuk

11
mendiagnosis kemungkinan tumor filoides dan kegagalan untuk menentukan teknik
operasi. (Schwartz, 2000).
Eksisi makroskopik komplit, dengan usulan batas 1 cm, dapat dipastikan adalah
teknik yang tepat. Untuk lesi besar dan lesi rekuren, pembersihan yang baik pasti
melibatkan mastektomi mendekati-total dan mastektomi sederhana dengan rekonstruksi.
Terdapat beberapa bukti meningkatnya insiden karsinoma mammae yang berhubungan
dengan pasien dengan tumor filoides dan hal ini merupakan alasan untuk follow-
up jangka panjang yang teliti terhadap pasien-pasien yang demikian (Schwartz, 2000).

J. KOMPLIKASI
Seperti kebanyakan operasi mammae, komplikasi paska operasi dari
penatalaksanaan bedah tumor filoides termasuk berikut ini:

 Infeksi
 Pembentukan seroma
 Rekurensi lokal dan/atau jauh (Ramli, 1995).

K. PROGNOSIS
1. Meskipun tumor filoides dianggap sebagai tumor jinak secara klinis, kemungkinan
untuk rekurensi lokal setelah eksisi selalu ada, khususnya dengan lesi yang
memperlihatkan histologi maligna. Tumor setelah pengobatan awal dengan eksisi
lokal luas, yang rekuren secara lokal idealnya diterapi dengan mastektomi total.
2. Penyakit metastase khususnya diamati pada paru, mediastinum dan tulang. (Jong,
2004)

12
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Nn. D
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Kembangan Mojojajar Kemlagi
Bangsa : Indonesia
Nomor RM: : W 1602085387
Agama : Islam
Tanggal Kunjungan Poli : 30 Mei 2018
Tanggal MRS : 23 Juni 2018

B. Anamnesis (Heteroanamnesis)
1. Keluhan Utama
Benjolan di payudara sebelah kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Bedah Umum dengan keluhan benjolan di payudara sebelah
kiri sudah 2 tahun. Awalnya kecil dan semakin lama semakin membesar. Nyeri (+)
terutama saat menstruasi, menstruasi lancar, mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-),
nyeri perut (-), nyeri tulang (-).

3. Riwayat Penyakit Dahulu


HT (-), DM (-), Tidak ada riwayat pernah foto X-Ray, CT Scan maupun MRI

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien dulu pernah seperti ini.

5. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Riwayat merokok dan minum alcohol disangkal.

6. Riwayat Pengobatan

Tidak sedang menggunakan KB maupun obat – obat hormonal.

13
C. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Tampak composmentis, GCS E4 V5 M6

 Tanda vital : Tekanan darah 105/80 mmHg (N=120/80 mmhg)


Nadi 88 x/menit (N=60-100 x/menit)
Respiratory Rate 20 x/menit (N=18-24x/menit)
Suhu 36C (N=36,6-37,2C)

 Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-


 Mata : Pupil isokor ka 3 mm- ki 3 mm, Refleks cahaya (+/+), sclera
ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
 Telinga : Bentuk normal, deformitas (-), sekret (-)
 Hidung : Bentuk normal, deformitas (-), sekret (-)
 Tenggorokan : Hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid dbn
 Thoraks Pulmo
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Cor
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak di ICS 5 linea
midclavicularis sinistra
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea
midclavicularis sinistra, lebar 1 jari
 Perkusi : Batas jantung tidak melebar, batas jantung
kanan di ICS 5 linea sternalis sinistra, batas
jantung kiri ICS 5 di linea midclavicularis
sinistra
 Auskultasi : S1 dan S2 normal, irama regular

14
 Abdomen Inspeksi : Supel, simetris, tidak ada kelainan kulit
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)

 Ekstremitas Sup. et Inf. : Edema (-), akral dingin, sianosis (-), jari
tabuh (-)

 Status lokalis
Mammae Sinistra
 Inspeksi : Retraksi putting susu (-), edema (-), ulserasi (-),
discharge (-), edema (-), peau de orange (-).
 Palpasi : teraba massa berbatas tegas di bagian quadrant
lateral. Ukurannya kurang lebih 10x8 cm, mobile, nyeri (-).
Pembesaran kelenjar KGB di axilla (-).
Mammae Dextra
 Inspeksi : Retraksi putting susu (-), edema (-),
ulserasi (-), discharge (-), edema (-), peau de orange (-).
 Palpasi : dbn. Pembesaran kelenjar KGB di axilla
(-).

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Lengkap (31 Mei 2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HGB 13,9 11,0 – 14,7 g/dl
RBC 4,63 3,6 – 5,4 106/uL
HCT 41,8 35,2 – 46,7 %
MCV 90,3 86,7 – 102,3 fL
MCH 30,0 27,1 – 32,4 pg
MCHC 33,3 29,7 – 33,1 g/dL
WBC 5,82 3,37 – 10 103/uL
EO % 3,4 0,6 – 5,4 %
BASO % 0,5 0,3 – 1,4 %
NEUT % 50,6 39,8 – 70,5 %

15
LYMPH % 38,1 23,1 – 49,9 %
MONO % 7,4 4,3 – 10,0 %
PLT 327 150 – 450 103/uL

b. Pemeriksaan Hepatitis (31 Mei 2018)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

c. Pemeriksaan Elektrolit (31 Mei 2018)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Na 135,9 135-155
K 3,49 3,6-5,5
Cl 105,1 95-108

d. Pemeriksaan SGOT, dan SGPT, RFT (14 Juli 2018)


Jenis Hasil Nilai Normal
Pemeriksaan
SGOT 20 6-40
SGPT 15 6-41
BUN 6 6-20
CREAT 0,72 0,6-1,1

e. FNAB

Kesimpulan : Nodul Mammae Sinistra

Phylloides Tumor dengan terdapat inti atiphyk

f. USG

16
Follow Up Pasien

1. 23 Juni 2018

S O A P

17
Benjolan KU : Cukup Phylloides Tindakan :
pada GCS : 456 Tumor -RencanaOperasi
payudar Mammae tanggal 25/6/2018
a kiri Vital Sign Sinistra
TD : 120/80 - konsul anastesi
N : 87 x/m
T : 36,8 Terapi :
RR : 18 x/m -IUFD RL LL
-profilaksis ceftriaxone
K/L : A-/I-/C-/D- 2gr

Thoraks
Pulmo : Ves+/+, Rh -/-, Wh -/-
Cor : S1/S2 tunggal(+) M(-) G(-)

Abdomen
Flat
BU (+) normal
Supel (+), nyeri tekan (-),
Pembesaran hepar lien (-)
Tympani (+)

Ekstremitas
Akral Hangat (+)
CRT <2 detik (+)
Edema (-)

2. 24 Juni 2018

S O A P

18
Benjolan KU : Cukup Phylloides Tindakan :
pada GCS : 456 Tumor -RencanaOperasi
payudar Mammae tanggal 25/6/2018
a kiri Vital Sign Sinistra
TD : 120/80 - Advis Anastesi :
N : 80 x/m Puasa jam 00.00
T : 37
RR : 18 x/m Terapi :
-IUFD RL 1500cc/24
K/L : A-/I-/C-/D- jam

Thoraks -profilaksis ceftriaxone


Pulmo : Ves+/+, Rh -/-, Wh -/- 2gr
Cor : S1/S2 tunggal(+) M(-) G(-)

Abdomen
Flat
BU (+) normal
Supel (+), nyeri tekan (-),
Pembesaran hepar lien (-)
Tympani (+)

Ekstremitas
Akral Hangat (+)
CRT <2 detik (+)
Edema (-)

3. 25 Juni 2018

S O A P

19
-Mual (-) KU : Cukup Phylloides Terapi :
-Muntah (-) GCS : 456 Tumor -Diet Bebas
-Buang Angin (-) Mammae -IUFD RL 1500cc/24
-Masih Puasa Vital Sign Sinistra jam
-BAB (-) TD : 120/80 -Inj Ketorolac 3x30
-BAK (+) N : 80 x/m mg
-Nyeri bekas T : 37 - Inj Transamin 3x500
operasi (+) RR : 18 x/m mg
-Luka setelah
operasi tertutup K/L : A-/I-/C-/D-
kassa elastic Monitor
bandage dan Thoraks -Pasien puasa sampai
tidak ada Pulmo : Ves+/+, Rh -/-, Wh buang angin
rembesan kassa -/- -Evaluasi produksi
bekas operasi Cor : S1/S2 tunggal(+) drain
M(-) G(-)

Abdomen
Flat
BU (+) normal
Supel (+), nyeri tekan (-),
Pembesaran hepar lien (-)
Tympani (+)

Ekstremitas
Akral Hangat (+)
CRT <2 detik (+)
Edema (-)

4. 26 Juni 2018

S O A P

20
-Mual (-) KU : Cukup Phylloides Terapi :
-Muntah (-) GCS : 456 Tumor -Terapi tetap
-Buang Angin Mammae
(+) Vital Sign Sinistra
-BAB (+) TD : 110/70 Monitor
-BAK (+) N : 80 x/m -Evaluasi Produksi
-Nyeri bekas T : 37 Drain
operasi (+) RR : 18 x/m
-Luka setelah
operasi tertutup K/L : A-/I-/C-/D-
kassa elastic
bandage dan Thoraks
tidak ada Pulmo : Ves+/+, Rh -/-, Wh
rembesan kassa -/-
bekas operasi Cor : S1/S2 tunggal(+)
M(-) G(-)

Abdomen
Flat
BU (+) normal
Supel (+), nyeri tekan (-),
Pembesaran hepar lien (-)
Tympani (+)

Ekstremitas
Akral Hangat (+)
CRT <2 detik (+)
Edema (-)

Produksi Drain
14/00-06.00 = 60 cc

5. 27 Juni 2018

S O A P

21
-Nyeri bekas KU : Cukup Phylloides Advis dr Sahar SpB
operasi (+) GCS : 456 Tumor -KRS dengan drain
-Luka setelah Mammae - kontrol poli bedah
operasi tertutup Vital Sign Sinistra hari jumat 29/6/2018
kassa elastic TD : 110/70
bandage dan N : 80 x/m Amoxiclav 4x1
tidak ada T : 37 As Mefenamat 3x1
rembesan kassa RR : 18 x/m
bekas operasi
K/L : A-/I-/C-/D-

Thoraks
Pulmo : Ves+/+, Rh -/-, Wh
-/-
Cor : S1/S2 tunggal(+)
M(-) G(-)

Abdomen
Flat
BU (+) normal
Supel (+), nyeri tekan (-),
Pembesaran hepar lien (-)
Tympani (+)

Ekstremitas
Akral Hangat (+)
CRT <2 detik (+)
Edema (-)

Produksi Drain
06/00-07.00 = 17 cc

j. Laporan Operasi
1. Informed Consent
2. Posisi Supinasi
3. Disinfeksi

22
4. Incisi Omega diperpanjang ke lateral
5. Didapatkan massa ukuran kurang lebih 10x10 cm bewarna keabuan batas tegas,
pseudocapsul (+)
6. Dilakukan wide eksisi, tutup defek dengan latsul flap
7. Lapangan operasi ditutup lapis demi lapis, pasang Roden drain no 12

23
BAB IV
KESIMPULAN

Tumor filoides merupakan sebuah tipe neoplasma jaringan ikat yang timbul dari
stroma intralobular mammae. Ditandai dengan pembesaran yang cepat massa mobile,
dengan konsistensi keras serta asimetris. Secara histologis tampak seperti celah stroma
seperti daun yang dibatasi oleh sel-sel epitel. Tumor ini dibagi menjadi jinak, borderline,
dan ganas namun umumnya bersifat jinak. Etiologi tumor filoides tidak diketahui. Hal
yang harus menjadi perhatian adalah tumor filoides meskipun merupakan tumor jinak,
namun dapat pertumbuhannya sangat cepat dan dapat berubah menjadi ganas. Diagnosis
pasti dari tumor filoides dilakukan dengan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan
radiologi seperti mammografi, USG, dan MRI dapat menunjang diagnosis tumor filoides
dan membedakannya dengan tumor lain sehingga tindakan definitif dapat segera
dilakukan. Penatalaksanaan tumor filoides yang dapat dilakukan adalah dengan eksisi
lokal ataupun dengan mastektomi (radikal/parsial) untuk kasus yang rekuren.

24
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, WA Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Huriawati Hartanto dkk., editor. Edisi
29. Jakarta: EGC; 2002.
Jong de wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.2004. Jakarta : EGC. Halaman 391-393
Kissane JM. The breast Anderson’s Pathology. Vol II, 9h ed.St Louis:Mosby;1990.p.1726 –
48
Manning. Major Diagnosis Fisik Edisi Ix. 1996. Jakarta : EGC. Halaman 366
Ramli muchlis. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.1995.Jakarta : Binarupa aksara.Halaman 355
Schwartz. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. 2000. Jakarta : EGC. Halaman 233

25

Anda mungkin juga menyukai