Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA POST OPERASI FIBRO ADENOMA MAMMAE

DI RUANG EDELWEIS RSUD BANYUMAS

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah II


Dosen Pengampu : Supadi, S.Kep,Ns.M.Kep, Sp MB

Pembimbing Klinik : Diah Lusi, S.Kep.,Ns

Disusun Oleh :

Mela Indriyani

P1337420217108

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. PAYUDARA
1. Pengertian Payudara
Payudara adalah organ yang berperan dalam proses laktasi, sedangkan pada
pria organ ini tidak berkembang dan tidak memiliki fungsi dalam proses laktasi
seperti pada wanita (rudimeter). Payudara terletak antara iga ketiga dan ketujuh
serta terbentang lebarnya dari linea parasternalis sampai axillaris anterior dan
mediana. Berat dan ukuran payudara bervariasi sesuai pertambahan umur, pada
masa pubertas membesar, dan bertambah besar selama kehamilan dan sesudah
melahirkan, dan menjadi atropi pada usia lanjut.
2. Anatomi Payudara
Setiap payudara terdiri atas 15 sampai 25 lobus kelenjar yang masing-masing
mempunyai saluran ke papilla mamma yang disebut duktus laktiferus dan
dipisahkan oleh jaringan lemak yang bervariasi jumlahnya. Diantara kelenjar susu
dan fasia pektoralis, juga di antara kulit dan kelenjar tersebut terdapat jaringan
lemak. Di antara lobus tersebut terdapat jaringan ikat yang disebut ligamentum
cooper yang merupakan tonjolan jaringan payudara, yang bersatu dengan lapisan
luar fasia superfisialis yang berfungsi sebagai struktur penyokong dan memberi
rangka untuk payudara. Jaringan ikat memisahkan payudara dari otot-otot dinding
dada, otot pektoralis dan anterior.
Pembuluh darah mammae berasal dari arteri mamaria interna dan arteri
torakalis lateralis. Vena supervisialis mamae mempunyai banyak anastomosa yang
bermuara ke vena mamaria interna dan vena torakalis interna/epigastrika, sebagian
besar bermuara ke vena torakalis lateralis. Aliran limfe dari payudara kurang lebih
75% ke aksila, sebagian lagi ke kelenjar terutama dari bagian yang sentral dan
medial dan ada pula aliran ke kelenjar interpektoralis.
3. Fisiologi Payudara
Perkembangan dan fungsi payudara dimulai oleh berbagai hormon. Esterogen
diketahui merangsang perkembangan duktus mamilaris. Progesteron memulai
perkembangan lobulus-lobulus payudara juga diferensiasi sel epitelial.
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh hormon,
antara lain :
a. Perubahan pertama adalah mulai dari masa hidup anak melalui masa hidup
pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium, dan menopause. Sejak
pubertas pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan
juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya
asinus.
b. Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8
haid, payudara menjadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum haid
berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan
yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara
menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik terutama palpasi tidak
mungkin dilakukan. Begitu haid dimulai, semuanya berkurang.
c. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada masa
kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus
alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin
dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel
alveolus mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.
B. Fibro Adenoma Mammae (FAM)
1. Pengertian
Fibroadenoma Mammae atau sering disingkat dengan FAM adalah tumor jinak
berkarakter tidak nyeri dan dapat digerakkan yang banyak ditemukan pada wanita
yang berusia muda. FAM adalah tumor jinak yang paling sering terjadi dikalangan
wanita muda. Insiden FAM bergerak naik terus sejak 30 tahun terakhir. Tumor ini
jarang sekali ditemukan pada wanita usia menopause (Kumar, 2007).
FAM adalah benjolan jinak yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan
pada salah satu lobulus payudara (Pierce, 2007).
FAM merupakan neoplasma jinak yang terutama terdapat pada wanita muda.
FAM teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol-benjol dan konsistensi kenyal.
Tumor ini tidak melekat pada jaringan sekitarnya dan amat mudah untuk
digerakkan. Biasanya FAM tidak disertai rasa nyeri. Neoplasma jinak ini tidak lagi
ditemukan pada masa menopause (Sjamsuhidajat, 2010).

2. Klasifikasi Fibroadenoma Mammae


Secara sederhana fibroadenoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam:
a. Common Fibroadenoma
Common fibroadenoma memiliki ukuran 1-3 cm, disebut juga dengan
simpel fibroadenoma.33 Sering ditemukan pada wanita kelompok umur
muda antara 21-25 tahun. Ketika fibroadenoma dapat dirasakan sebagai
benjolan, benjolan itu biasanya berbentuk oval atau bulat, halus, tegas, dan
bergerak sangat bebas. Sekitar 80% dari seluruh kasus fibroadenoma yang
terjadi adalah fibroadenoma tunggal.
b. Giant Fibroadenoma
Giant fibroadenoma adalah tumor jinak payudara yang memiliki ukuran
dengan diameter lebih dari 5 cm. Secara keseluruhan insiden giant
fibroadenoma sekitar 4% dari seluruh kasus fibroadenoma. Giant
fibroadenoma biasanya ditemui pada wanita hamil dan menyusui. Giant
fibroadenoma ditandai dengan ukuran yang besar dan pembesaran massa
enkapsulasi payudara yang cepat. Giant fibroadenoma dapat merusak
bentuk payudara dan menyebabkan tidak simetris karena ukurannya yang
besar, sehingga perlu dilakukan pemotongan dan pengangkatan terhadap
tumor ini.
c. Juvenile Fibroadenoma
Juvenile fibroadenoma biasa terjadi pada remaja perempuan,33 dengan
insiden 0,5-2% dari seluruh kasus fibroadenoma. Sekitar 10-25% pasien
dengan juvenile fibroadenoma memiliki lesi yang multiple atau
bilateral.18 Tumor jenis ini lebih banyak ditemukan pada orang Afrika dan
India Barat dibandingkan pada orang Kaukasia. Fibroadenoma mammae
juga dapat dibedakan secara histologi antara lain
 Fibroadenoma Pericanaliculare
Yakni kelenjar berbentuk bulat dan lonjong dilapisi epitel selapis
atau beberapa lapis.
 Fibroadenoma intracanaliculare
Yakni jaringan ikat mengalami proliferasi lebih banyak sehingga
kelenjar berbentuk panjang-panjang (tidak teratur) dengan lumen
yang sempit atau menghilang. Pada saat menjelang haid dan
kehamilan tampak pembesaran sedikit dan pada saat menopause
terjadi regresi.
3. TANDA & GEJALA
a. Secara makroskopik : tumor bersimpai, berwarna putih keabu-abuan, pada
penampang tampak jaringan ikat berwarna putih, kenyal
b. Ada bagian yang menonjol ke permukaan
c. Ada penekanan pada jaringan sekitar
d. Ada batas yang tegas
e. Bila diameter mencapai 10 – 15 cm muncul Fibroadenoma raksasa ( Giant
Fibroadenoma )
f. Memiliki kapsul dan soliter
g. Benjolan dapat digerakkan
h. Pertumbuhannya lambat
i. Mudah diangkat dengan lokal surgery
j. Bila segera ditangani tidak menyebabkan kematian
4. Faktor Risiko Fibroadenoma Mammae
Sampai saat ini penyebab FAM masih belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan hasil penelitian ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi
timbulnya tumor ini antara lain:
1. Umur
Umur merupakan faktor penting yang menentukan insiden atau frekuensi
terjadinya FAM. Fibroadenoma biasanya terjadi pada wanita usia muda < 30
tahun.26 terutama terjadi pada wanita dengan usia antara 15-25 tahun.4
Berdasarkan data dari penelitian di Depatemen Patologi Rumah Sakit Komofo
Anyoke Teaching di Ghana (Bewtra, 2009) dilaporkan bahwa rata-rata umur
pasien yang menderita fibroadenoma adalah 23 tahun dengan rentang usia 14-
49 tahun.
2. Riwayat Perkawinan
Riwayat perkawinan dihubungkan dengan status perkawinan dan usia
perkawinan, paritas dan riwayat menyusui anak. Berdasarkan penelitian
Bidgoli, et all (2011) di Iran menyatakan bahwa tidak menikah meningkatkan
risiko kejadian FAM (OR=6.64, CI 95% 2.56-16.31) artinya penderita FAM
kemungkinan 6,64 kali adalah wanita yang tidak menikah. Hasil penelitian
tersebut juga menyatakan bahwa menikah < 21 tahun meningkatkan risiko
kejadian FAM (OR=2.84, CI 95% 1.23-6.53) artinya penderita FAM
kemungkinan 2,84 kali adalah wanita yang menikah pada usia < 21 tahun.
3. Paritas dan Riwayat Menyusui Anak
Penurunan paritas meningkatkan insiden terjadinya FAM, terutama meningkat
pada kelompok wanita nullipara. Pengalaman menyusui memiliki peran yang
penting dalam perlindungan terhadap risiko kejadian FAM.
4. Penggunaan Hormon
Diperkirakan bahwa fibroadenoma mammae terjadi karena kepekaan terhadap
peningkatan hormon estrogen.33 Penggunaan kontrasepsi yang komponen
utamanya adalah estrogen merupakan faktor risiko yang meningkatkan
kejadian FAM. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Department of
Surgery, University of Oklahoma Health Sciences Center (Organ, 1983),
dilaporkan proporsi penderita FAM yang menggunakan kontrasepsi dengan
komponen utama estrogen adalah sekitar 60%.
5. Obesitas
Berat badan yang berlebihan (obesitas) dan IMT yang lebih dari normal
merupakan faktor risiko terjadinya FAM. Berdasarkan penelitian Bidgoli, et all
diketahui bahwa IMT > 30 kg/m2 meningkatkan risiko kejadian FAM
(OR=2.45,CI 95% 1.04-3.03) artinya wanita dengan IMT > 30 kg/m2
memiliki risiko 2,45 kali menderita FAM dibandingkan wanita dengan IMT <
30 kg/m2.
6. Riwayat Keluarga
Tidak ada faktor genetik diketahui mempengaruhi risiko fibroadenoma.
Namun, riwayat keluarga kanker payudara pada keluarga tingkat pertama
dilaporkan oleh beberapa peneliti berhubungan dengan peningkatan risiko
tumor ini.18 Dari beberapa penelitian menunjukkan adanya risiko menderita
FAM pada wanita yang ibu dan saudara perempuan mengalami penyakit
payudara. Dilaporkan 27 % dari penderita FAM memiliki riwayat keluarga
menderita penyakit pada payudara (Organ, 1983).28 Tidak seperti penderita
dengan fibroadenoma tunggal, penderita multiple fibroadenoma memiliki
riwayat penyakit keluarga yang kuat menderita penyakit pada payudara.

7. Stress
Stress berat dapat meningkatkan produksi hormon endogen estrogen yang juga
akan meningkatkan insiden FAM. Berdasarkan penelitian Bidgoli, et all
diketahui orang yang mengalami stress memiliki risiko lebih tinggi menderita
FAM (OR=1.43 CI 95%1.16-1.76) artinya orang yang mengalami stress
memiliki risiko 1,43 kali menderita FAM dibandingkan dengan orang yang
tidak stress.
5. Patofisiologi
Fibroadenoma merupakan tumor jinak payudara yang sering ditemukan pada
masa reproduksi yang disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu akibat
sensitivitas jaringan setempat yang berlebihan terhadap hormon estrogen sehingga
kelainan ini sering digolongkan dalam mamary displasia. Fibroadenoma biasanya
ditemukan pada kuadran luar atas, merupakan lobus yang berbatas jelas, mudah
digerakkan dari jaringan di sekitarnya. Fibroadenoma mammae biasanya tidak
menimbulkan gejala dan ditemukan secara kebetulan. Fibroadenoma biasanya
ditemukan sebagai benjolan tunggal, tetapi sekitar 10%-15% wanita yang
menderita fibroadenoma memiliki beberapa benjolan pada kedua payudara.
Penyebab munculnya beberapa fibroadenoma pada payudara belum diketahui
secara jelas dan pasti. Hubungan antara munculnya beberapa fibroadenoma
dengan penggunaan kontrasepsi oral belum dapat dilaporkan dengan pasti. Selain
itu adanya kemungkinan patogenesis yang berhubungan dengan hipersensitivitas
jaringan payudara lokal terhadap estrogen, faktor makanan dan faktor riwayat
keluarga atau keturunan. Kemungkinan lain adalah bahwa tingkat fisiologi
estrogen penderita tidak meningkat tetapi sebaliknya jumlah reseptor estrogen
meningkat. Peningkatan kepekaan terhadap estrogen dapat menyebabkan
hyperplasia kelenjar susu dan akan berkembang menjadi karsinoma.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi
b. Pembedahan
c. Hormonal
d. PET ( Positron Emision Tomografi )
e. Mammografi
f. Angiografi
g. MRI
h. CT – Scan
i. Foto Rontqen ( x – ray )
j. Blood Study
7. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Konsep
dasar dari pencegahan primer adalah untuk menurunkan insiden penyakit.25
Cara yang dilakukan adalah dengan menghindari faktor-faktor tertentu yang
dapat merangsang pertumbuhan sel-sel tumor antara lain:
- Mencegah terpaparnya dengan zat atau bahan yang dapat memicu
berkembangnya sel-sel tumor fibroadenoma, seperti mengkonsumsi
makanan yang terkontaminasi dengan bahan atau zat-zat hormonal,
menghindari pemakaian pil kontrasepsi dengan komponen utama estrogen.
Penggunaan zat tersebut jika dipakai terus menerus akan menyebabkan
terjadinya perubahan jaringan pada payudara yang meningkatkan angka
kejadian FAM.29 Selain itu menghindari terpapar dengan zat Polycyclic
aromatic hydrocarbons (PAHs) yang bersifat karsinogenik.
- Menggunakan atau mengkonsumsi zat dan bahan yang dapat menurunkan
kejadian FAM antara lain dengan mengkonsumsi buah dan sayuran.
Penggunaan alat kontrasepsi oral juga dapat menurunkan risiko terjadinya
FAM.
- Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Pemeriksaan terhadap payudara
sendiri dilakukan setiap bulan secara teratur. Dengan melakukan
pemeriksaan sendiri secara teratur maka kesempatan untuk menemukan
tumor dalam ukuran kecil lebih besar, sehingga dapat dengan cepat
dilakukan tindakan pengobatan.
b. Diagnosa
Fibroadenoma dapat didiagnosa dengan tiga cara, yaitu dengan pemeriksaan
fisik (phisycal examination), pemeriksaan radiologi (dengan foto thorax dan
mammografi atau ultrasonografi), dengan Fine Needle Aspiration Cytology
(FNAC).
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik penderita diperiksa dengan sikap tubuh duduk
tegak atau berbaring atau kedua-duanya. Kemudian diperhatikan bentuk
kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan, adanya kulit berbintik,
seperti kulit jeruk, ulkus, dan benjolan. Kemudian dilakukan palpasi
dengan telapak jari tangan yang digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan
pada setiap kuadran payudara.14 Palpasi dilakukan untuk mengetahui
ukuran, jumlah, dapat bergerak-gerak, kenyal atau keras dari benjolan
yang ditemukan.30 Dilakukan pemijatan halus pada puting susu untuk
mengetahui pengeluaran cairan, darah atau nanah dari kedua puting susu.
Cairan yang keluar dari puting susu harus dibandingkan. Pengeluaran
cairan diluar masa laktasi dapat disebabkan oleh berbagai kelainan seperti
fibroadenoma atau bahkan karsinoma.
b. Mammografi
Pemeriksaan mammografi terutama berperan pada payudara yang
mempunyai jaringan lemak yang dominan serta jaringan fibroglanduler
yang relatif sedikit. Pada mammografi, keganasan dapat memberikan
tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa fibrosis reaktif,
comet sign (Stelata), adanya perbedaan yang nyata antara ukuran klinis
dan radiologis, adanya mikroklasifikasi, adanya spikulae, dan ditensi pada
struktur payudara. Tanda sekunder berupa retraksi, penebalan kulit,
bertambahnya vaskularisasi, keadaan daerah tumor dan jaringan
fibroglandular tidak teratur, infiltrasi dalam jaringan lunak di belakang
mamma dan adanya metastatis ke kelenjar (gambaran ini tidak khas).
Mammografi digunakan untuk mendiagnosa wanita dengan usia tua sekitar
60-70 tahun.

c. Ultrasonografi (USG)
Untuk mendeteksi luka-luka pada daerah padat payudara usia muda karena
fibroadenoma pada wanita muda tebal, sehingga tidak terlihat dengan baik
jika menggunakan mammografi. Pemeriksaan ini hanya membedakan
antara lesi atau tumor yang solid dan kistik. Pemeriksaan gabungan antara
USG dan mammografi memberikan ketepatan diagnosa yang tinggi.
d. Penatalaksanaan Medis
Terapi untuk fibroadenoma tergantung dari beberapa hal sebagai berikut:
a. Ukuran
b. Terdapat rasa nyeri atau tidak
c. Usia pasien
d. Hasil biopsi
Karena fibroadenoma mammae adalah tumor jinak maka pengobatan
yang dilakukan tidak perlu dengan pengangkatan mammae. Yang perlu
diperhatikan adalah bentuk dan ukurannya saja. Pengangkatan mammae
harus memperhatikan beberapa faktor yaitu faktor fisik dan psikologi
pasien. Apabila ukuran dan lokasi tumor tersebut menyebabkan rasa sakit
dan tidak nyaman pada pasien maka diperlukan pengangkatan.
Terapi pengangkatan tumor ini disebut dengan biopsi eksisi yaitu
pembedahan dengan mengangkat seluruh jaringan tumor beserta sedikit
jaringan sehat disekitarnya Terapi dengan operasi pengangkatan tumor ini
tidak akan merubah bentuk payudara tetapi hanya akan meninggalkan
jaringan parut yang akan digantikan jaringan normal secara perlahan.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Sistem Integumen.
1. Perhatikan : nyeri, bengkak, flebitis, ulkus.
2. Inspeksi kemerahan & gatal, eritema.
3. Perhatikan pigmentasi kulit.
4. Kondisi gusi, gigi, mukosa & lidah
b. Sistem Gastrointestinalis
1. Kaji frekwensi, mulai, durasi, berat ringannya mual & muntah setelah
pemberian kemotherapi.
2. Observasi perubahan keseimbangan cairan & elektrolit
3. Kaji diare & konstipasi
4. Kaji anoreksia
5. Kaji : jaundice, nyeri abdomen kuadran atas kanan
c. Sistem Hematopoetik.
1. Kaji Netropenia
2. Kaji tanda infeksi
3. Auskultasi paru
4. Perhatikan batuk produktif & nafas dispnoe
5. Kaji suhu
6. Kaji Trombositopenia : < 50.000/m3 – menengah, < 20.000/m3 – berat
7. Kaji Anemia
8. Warna kulit, capilarry refill
9. Dispnoe, lemah, palpitasi, vertigo
10. Sistem Respiratorik & Kardiovaskular
11. Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : Dispnoe, kering, batuk non
produktif – terutama bleomisin
12. Kaji tanda CHF
13. Lakukan pemeriksaan EKG
14. Sistem Neuromuskular
15. Perhatikan adanya perubahan aktifitas motorik
16. Perhatikan adanya parestesia
17. Evaluasi refleks
18. Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki
19. Kaji gangguan pendengaran
20. Diskusikan ADL
21. Sistem genitourinari
22. Kaji frekwensi BAK
23. Perhatikan bau, warna, kekeruhan urine
24. Kaji : hematuria, oliguria, anuria
25. Monitor BUN, kreatinin

1. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan syaraf, suplay
vaskularisasi atau efek samping therapy/tindakan, ditandai dengan :
DS :
 Klien mengeluhkan rasa nyeri
 Meringis karena nyeri (facial mask of pain)
 Lemah dan istirahat kurang
DO :
 Gangguan tonus otot
 Gangguan prilaku
 Respon autonomic
Nyeri berkurang/dapat teratasi dengan kriteria :
 Melaporkan rasa nyeri yang sudah teratasi (rasa nyeri berkurang)
 Dapat mongontrol ADLs seminimal mungkin.
 Dapat mendemontrasikan keterampilan relaksasi dan aktivitas
diversional sesuai situasi individu.
Independent :
1. Kaji riwayat nyeri seperti lokasi; frekwensi ; durasi dan intensitas (skala 1
– 10) dan upaya untuk mengurangi nyeri.
2. Beri kenyamanan dengan mengatur posisi klien dan aktivitas diversional.
3. Dorong penggunaan stress management seperti tehnik relaksasi,
visualisasi, komunikasi therapeutik melalui sentuhan.
4. Evaluasi/Kontrol berkurangnya rasa nyeri. Sesuaikan pemberian medikasi
sesuai kebutuhannya
Kolaborasi :
1. Kembangkan rencana management penanganan sakit dengan klien dan
dokter
2. Beri analgetik sesuai indikasi dan dosis yang tepat.
b. Gangguan ganbaran diri (body image) berhubungan dengan tindakan
pembedahan ditandai dengan :
DS :
- Verbalisasi perubahan pola hidup.
- Reaksi ketakutan dan menolak perubahan pada bagian tubuh.
- Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
- Perasaan/pandangan negatif terhadap tubuh
- Mengungkapkan keputusasaan.
- Mengungkapkan ketakutan ditolak
- Mengungkapkan kelemahan
DO :
- Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
- Mengurangi kontak sosial
- Pre okupasi dengan bagian tubuh/fungsi tubuh yang hilang
- Menolak penjelasan perubahan tubuh
- Tidak mau turut bertanggung jawab dalam perawatan diri
Gambaran diri berkembang secara positif dengan kriteria :
- Mengerti tentang perubahan pada tubuh.
- Menerima situasi yang terjadi pada dirinya.
- Mulai mengembangkan mekanisme koping pemecahan masalah.
- Menunjukkan penyesuaian terhadap perubahan.
- Dapat menerima realita.
- Hubungan interpersonal adekuat.
Independent :
1. Diskusi dengan klien tentang diagnosa dan tindakan guna membantu
klien agar dapat aktif kembali sesuai ADLs.
2. Review/antisipasi efek samping kaitan dengan tindakan yang dilakukan
termasuk efek yang mengganggu aktivitas seksual
3. Dorong untuk melakukan diskusi dan menerima pemecahan masalah dari
efek yang terjadi.
4. Beri informasi/konseling sesering mungkin.
5. Beri dorongan/support psikologis.
6. Gunakan sentuhan perasaan selama melakukan interaksi (pertahankan
kontak mata)
Kolaborasi :
- Refer klien pada kelompok program tertentu.
- Refer pada sumber/ahli lain sesuai indikasi.

c. Resiko tinggi gangguan integritas jaringan/kulit berhubungan dengan efek


treatment. Integritas jaringan/kulit adekuat dengan kriteria :
- Indentifikasi intervensi pada kondisi-kondisi khusus.
- Partisipasi aktif dalam tehnik guna pencegahan komplikasi/ meningkatkan
penyembuhan.
Independent :
- Kaji kondisi kulit dari efek samping : robekan, penyembuhan lambat.
- Dorong klien untuk tidak menggaruk area yang terkena gangguan.
- Sarankan klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, salep dan
powder jika bukan order/ijin dari dokter atau perawatnya.
- Atur posisi sesuai kebutuhan.
Kolaborasi :
1. Administrasi pemberian antidote sesuai indikasi.
2. Berikan therapi kompres hangat dan dingin sesuai petunjuk.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang penyakit, prognosis dan
tindakan yang dibutuhkan berhubungan dengan informasi yang kurang,
interpretasi yang keliru, ditandai dengan :
DS :
- Bertanya tentang masalah yang dirasakannya.
- Meminta informasi tentang keadaan penyakitnya.
- Mengatakan konsepsi yang keliru tentang penyakitnya.
DO :
- Tidak mengenal prognosa dan tindakan yang dilakukan.
- Tidak tahu dampak bila tidak dilakukan tindakan pembedahan.
- Klien mengenal dan mengetahui informasi penyakit, prognosa, dan
tindakan yang perlu dilakukan dengan kriteria :
- Mengatakan keakuratan dari informasi yang didapat tentang diagnosa,
tindakan dan kesiapan /penerimaan diri atas perawatan.
- Dapat membenarkan prosedur yang dibutuhkan.
- Menjelaskan dan merespon tindakan yang dilakukan.
- Mengindentifikasi / menggunakan sumber /ahli dengan tepat.
- Berpartisipasi pada kegiatan perawatan dan pengobatan.

Independent :
- Review tentang hal-hal yang khusus mengenai diagnosa, alternatif
tindakan dan harapan mendatang dengan persepsi yang adekuat.
- Jelaskan, beri gambaran dan kaji persepsi klien tentang neoplasma dan
penanganannya. Kaitkan dengan pengalaman dari klien yang sama.
- Jelaskan dan tanya klien untuk komunikasi (umpan balik) dan
mengkoreksi konsepsi yang keliru tentang penyakit yang dideritanya.
- Review medikasi secara khusus dan cara-cara penggunaan obat.
- Jelaskan cara perawatan kulit khususnya area incisi post neoplasma.
- Dorong klien untuk menggunakan sumber / ahli guna mengontrol status
kesehatannya.
- Lakukan pre discharge planning sesuai indikasi.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat memberikan
intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk
menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi
klien.
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kepweawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak.
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan).


Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,


(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan


Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius.

(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran


Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya

Anda mungkin juga menyukai