Anda di halaman 1dari 11

ENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa atau getah
bening di dalam tubuh. Limfa (bukan limpa) berasal dari plasma darah yang keluar dari sistem
kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Cairan ini kemudian dikumpulkan oleh sistem limfa
melalui proses difusi ke dalam kelenjar limfa dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi.

Limfangitis akut mempengaruhi anggota penting dari sistem kekebalan tubuh-sistem limfatik.
Limbah bahan-bahan dari hampir setiap organ dalam tubuh mengalir ke pembuluh limfatik dan akan
disaring dalam organ kecil yang disebut kelenjar getah bening. Benda asing, seperti bakteri atau
virus, diproses dalam kelenjar getah bening untuk menghasilkan respon imun untuk melawan
infeksi.

Limfadenitis Tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau lebih kelenjar getah bening. Penyakit ini
masuk dalam kategori tuberkolosis luar. Tuberkolosis sendiri dikenal sejak 1000 tahun sebelum
Masehi seperti yang tertulis dalam kepustakaan Sanskrit kuno.

Lymphedema terdiri dari dua kata yaitu Lymph (limfe) atau cairan getah bening dan Edema atau
sembab. Limfe adalah cairan tubuh yang mengalir di dalam pembuluh limfe dan terdapat di seluruh
bagian tubuh. Jika darah membawa makanan, maka limfe mengandung limfosit yang berguna untuk
memerangi penyakit seperti infeksi dan kanker.

Elephantiasis/filariasis merupakan suatu infeksi parasit yang menyerang pembuluh limfe, sehingga
terjadi pembesaran satu atau lebih anggota gerak yang diserangnya. (Christine Brooker, 2001)
B. Tujuan

a) Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penulis menyusun makalah ini untuk mendukung kegiatan belajar mengajar
jurusan keperawatan khususnya di mata kuliah “Keperawatan Kardiovaskular” dengan bahan ajar
“Asuhan Keperawatan pada Klien Limfe Edema”.

b) Tujuan Khusus

ü Untuk mengetahui konsep dasar dari limfe edema seperti :

1. Definisi

2. Etiologi

3. Pathofisiologi
4. Penatalaksanaan

5. Komplikasi

6. Pemeriksaan diagnostic

ü Untuk mengetahui proses keperawatan pada limfe edema

C. Rumusan masalah

1. Apa definisi dari limfa edema.

2. Apa saja penyebab dari limfa edema.

3. Bagaimana pathofisiolgi dari limfa edema.

4. Bagaimana penatalaksanaan dari limfa edema.

5. Apa saja kompikasi dari limfa edema.

6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari limfa edema.

D. Manfaat

Dengan penyusunan makalah ini kita bias mengetahui konsep dasar dari limfa edema, sehingga
nantinya pada saat memberikan asuhan keperawatan pada klien kita bias memberikan secara baik
dan benar sesuai dengan pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosio-kultural-spritual.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

LIMFEDEMA

1) Definisi

Limfedema disebabkan oleh obstruksi dan dilatasi pembuluh limfe dengan akumulasi cairan
interstisial di tempat yang dialiri oleh pembuluh limfe bersangkutan. Penyebab obstruksi yang paling
sering ditemukan adalah keganasan, reseksi limfonodi regional, fibrosis pasca-radiasi, filariasis,
thrombosis pasca-inflamasi dengan pembentukan parut limfatik.

Kalau berjalan lama, limfedema menyebabkan fibrosis interstisial. Kalau jaringan kutaneus turut
terkena, limfedema menimbulkan gambaran kulit jeruk (peau d’orange) pada kulit dengan disertai
ulkus dan indurasi berwarna merah-coklat. Akumulasi chyle dapat terjadi sekunder dalam setiap
rongga tubuh karena ruptur pembuluh limfe yang melebar dan mengalami obstruksi. (schoen, 2009)

2) Penyebab

Linfedema yaitu pembengkakan yang disebabkan oleh gangguan pengaliran cairan getah bening
kembali kedalam darah. Pada umumnya dikenal dua bentuk limfaedema, yakni yang kongenital dan
yang didapat. Limfedema kongenital merupakan suatu kelainan bawaan yang terjadi akibat tidak
terbentuknya atau terlalu sedikitnya pembuluh getah bening, sehingga tidak dapat mngendalikan
seluruh getah bening. Kelainan ini hampir seluruhnya mengenai tungkai dan jatang pada lengan.
Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak perempuan .Kasus yang lebih banyak ditemukan adalah
limfadema sekunder / yang didapat. Biasanya kelainan ini merupakan akibat dari:

ü Pembentukan jaringan parut karena infeksi berulang pada pembuluh getah bening, sehingga
terjadi gangguan aliran cairan getah bening. Contohnya pada infeksi parasit tropis filaria yang
menyebabkan kaki gajah (filariasis). Selain itu kumpulan cacing dewasa yang terjadi pada infeksi itu
juga menyebabkan penyumbatan pembuluh dan kelenjar limfe.

ü Trauma bedah dan radiasi terutama setelah pengobatan kanker. Contohnya pada kanker payudara
di mana bisa terjadi penyebaran sel sel kanker ke pumbuluh getah bening dan kelenjar getah bening
sehingga harus diangkat atau di sinari dengan radiasi. Bila hal ini terjadi maka bisa terjadi gangguan
pada aliran limfe sehingga menimbulkan penumpukan cairan (edema / bengkak)

ü Trauma akibat lainnya misalnya kecelakaan

ü Peradangan atau infeksi yang lain. Peradangan pada sistem limfatik biasanya dimulai dengan
sellitis (infeksi jaringan bawah kulit) atau limfangitis (radang saluran limfe) yang berulang. Dapat
terjadi dengan atau suhu yang meningkat, seringkali terlihat bercak merah yang makin melebar,
akhirnya sebagian tungkai akan bengkak dan merah, panas serta perih. Kelenjar limfe di bagian
proksimalnya juga akan ikut bengkak dan nyeri pada perabaan.
ü Bisa juga akibat penyakit lain, seperti gagal jantung, sirosis hati, atau gagal ginjal, yang
menyebabkan kapasitas sistem limfe relatif tidak mencukupi beban limfe yang berlebihan.

3) Gejala

Limfedema paling sring terjadi di tungkai, namun dapat mengenai bagian tubuh yang lain seperti
leher dan lengan. Pada limfedema kongenital, pembengkakan dimulai secara bertahap pada salah
satu atau kedua tungkai. Pertanda awal dari limfedema bisa berupa bengak di kaki, yang
menyebabkab sepatu terasa sempit pada waktu sore. Pada stadium awal, pembengkakan akan
hilang jika tungkai di angkat. Lama-lama pembengkakan tampak lebih jelas dan makin kearah atas
tidak menghilang secara sempurna meskipun setelah beristirahat semalaman.

Pada limfedema yang didapat kulit tampak sehat tapi mengalami pembengkakan. Penekanan pada
daerah yang membengkak tidak meninggalkan lekukan. Pada kasus yang jarang, lengan maupun
tungkai yang membengkak tampak sangat besar dan kulitnya tebal serta berlipat-lipat, sehingga
hampir menyerupai kulit gajah (elefantiasis).

Bila sudah terjdi lifedema yang sebegitu parahnya, tentu saja menyebabkan gangguan dalam fungsi
maupun secara estetika. Selain itu kulit dari bagian yang membengkak juga rentan mengalami
trauma atau infeksi berulang (selulitis) sehingga dapat memperberat kelainan yang sudah terjadi.

Peradangan pada sistem limfatik biasanya dimulai dengan selulitis atau limfangitis yang berulang.
Dapat terjadi dengan atau tanpa suhu yang meningkat, seringkali terlihat bercak merah yang makin
hari makin melebar, akhirnya sebagian besar tungkai akan bengkak dan merah, panas serta perih.
Kelenjar limfe di bagian proksimalnya juga akan ikut membengkakdan nyeri pada perabaan.

4) Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendiagnosis limfedema maka diperlukan rangkaian pemeriksaan mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang. Akan ditanyakan sejak kapan kelainan itu muncul, hal
apa yang terjadi sebelum kelainan muncul, dan pertanyaan yang mengarah pada pencarian
penyebab.
Pemeriksaan fisik tentu dengan melihat dan meraba. Limfadema biasanya tidak disertai dengan
pelebaran pembuluh darah setempat, berbeda dengan pembengkakan yang disebabkan oleh
kelainan pembuluh darah. Kemudian dilakukan penekanan apakah bagian yang di tekan itu bisa
kembali seperti semula atau tidak. Biasanya kalau tahap awal bila ditekan masih bisa kembali lagi.
Jika sudah tahap lanjut dimana sudah tidak bisa kembali lagi, berarti sudah ada pengerasan jaringan
di dalamnya.

Selain itu ada pemeriksaan penunjang yang disebut limfangiografi, yakni dengan memasukan zat
kontras kedalam pembuluh limfe kemudian di rontgen. Nantinya bisa dilihat pembuluh mana yang
tersumbat.

ü Pemeriksaan diagnostic

ü Pemeriksaan darah lengkap

ü Foto rontgen

ü Hitung darah lengkap.

ü Foto rontgen.

ü Serologi.

ü Uji kulit.

ü Limfangiografi
5) Terapi

Limfedema tidak ada obatnya. Pada limfadema ringan, untuk mengurangi pembengkakan bisa
menggunakan perban kompresi. Pada limfedema yang lebih berat, untuk mengurangi
pembengkakan bisa digunakan stoking pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikan efek
penekanan tertentu) selama 1-2 jam perhari. Jika pembengkakan berkurang untuk mengendalikan
pembengkakan, penderita harus menggunakan stoking elastis setinggi lutut setiap hari, mulai dari
bangun tidur sampai menjelang tidur malam hari. Pada limfadema di lengan, untuk mengurangi
pembengkakan bisa digunakan stoking pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikanb efek
penekanan tertentu) setiap hari. Pada elefantiasis atau limfedema yang sangat berat mungkin perlu
dilakukan pembedahan ekstensif untuk mengangkat sebagian besar jaringan yang membengkak

Tindakan itu adalah cara yang efektif walau memang hasilnya tidak selalu memuaskan, apalagi dari
segi estetika. Efektif karena memang perlu dilakukan adalah membuang kelenjar dan pembbuluh
yang menggalami pembengkakan maka limfadema pun akan hilang. Namun harus tetap diperhatikan
bahwa operasi jangan sampai mengenai jaringan atau organ penting lain di sekitarnya. Selain itu juga
perlu di pastikan bahwa pasca operasi tidak malah terjadi gangguan aliran limfe kembali.

Dari sisi estetika, walau bengkak sudah teratasi tapi memang meninggalkan bekas yang tidak
menyenangkan. Baik itu akibat tindakan bedah (bekas jahitan) ataupun dari kelainannya sendiri.
Limfedema yang parah biasanya terjadi pada area tubuh yang luas sehingga tindakan operasi pun
harus dilakukan sayatan yang cukup .panjang sehingga menyisakan luka bekas operasi yang cukup
jelas. Selain itu kulit yang tadinya mengalami limfedema biasanya akan lbih menebal, warna kulit
lebih gelap dan menjadi kering atau kasar. Belum lagi kalo pasien memiliki bakat keloid pada luka
bekas operasi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

a) Pengkajian

1. Anamnesa
Keluhan yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah berhubungan
dengan kelemahan fisik secara umum maupun terlokalisir.

2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien dengan limfedema meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai ststus emosi, kognitif, dan prilaku klien
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun masyrakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh).

3. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat
berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik disini dilakukan secara
per-sistem yaitu dari B1-B6.

ü B1 (Breathing)

Inspeksi : Dispnea pada kerja atau istirahat, batuk kering (non-produktif). Terjadi distres pernafasan,
contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.

ü B2 (Blood)

Inspeksi: Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah
kejadian yang jarang). Takikardia, disrutmia. Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan
kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin tanda lanjut).
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.

ü B3 (Brain)

Gejala : Nyeri syaraf ( neuralgia ) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa
pada brakial, lumbar, dan, pleksus sakral. Status mental: letargi, menarik diri, kurang minum
terhadap sekitar. Paraplegia ( kompresi batang spinal dari tubuh vetebral, keterlibatan diskus pada
kompresi/ degenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal).

ü B4 (Bladder)

Perubahan karakteristik urine dan/ atau feses. Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria
(obstruksi uretral/ gagal ginjal). Disfungsi kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih
lanjut).

ü B5 (Bowel)

Anoreksia/kehilangan nafsu makan. Disfagia ( tekanan pada esofagus ). Adanya penurunan berat
badan yang tak dapat tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6
bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet, pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan
kanan ( sekunder terhadap kompresi vena kava superioroleh pembesaran nodus limfe). Ekstrimitas:
edema ekstrimitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus
limfe intraabdominal ( non-Hodgkin). Asites ( obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan
pembesaran nodus limfa intraab-dominal).

ü B6 (Bone)

Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi
latihan. Kebutuhan tidur dan dan istirahat lebih banyak. Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan
lamban, dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.

Anda mungkin juga menyukai