Anda di halaman 1dari 25

LIMFANGITIS

1. Definisi
Limfangitis adalah suatu peradangan dari saluran limfatik yang terjadi sebagai
akibat dari infeksi pada situs distal ke saluran tersebut. Yang menyebabkan sebagian
besar limfangitis terjadi  pada manusia adalah Streptococcus pyogenes (Grup
streptokokus A). Limfangitis juga kadang-kadang disebut "keracunan darah".
Tanda dan gejala termasuk kemerahan yang mendalam dari kehangatan
limfadenitis kulit dan perbatasan dibesarkan di sekitar daerah yang terkena. Orang
mungkin juga menggigil dan demam tinggi bersama dengan nyeri sedang dan bengkak.
Seseorang dengan limfangitis harus dirawat di rumah sakit dan diawasi secara ketat oleh
para profesional medis.
Limfangitis adalah peradangan pada pembuluh limfatik dan saluran. Hal ini
ditandai oleh kondisi peradangan tertentu dari kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Garis merah tipis dapat diamati di sepanjang perjalanan pembuluh limfatik di daerah
bencana, disertai dengan pembesaran menyakitkan di dekatnya kelenjar getah bening.
Limfangitis ditemukan dalam bentuk guratan subkutan berwarna merah yang
nyeri disepanjang pembuluh limfe yang terkena, dengan disertai limfadenopati regional.
Pembuluh limfe yang melebar terisi oleh neutrofil dan histiosit. Inflamasi ini meluas ke
dalam jaringan perilimfatik dan dapat berkembang menjadi selulitis atau abses yang
nyata. Keterlibatan limfonodus (limfedenitis akut) pada infeksi ini dapat menimbulkan
septikemia.

2. Etiologi
Pembuluh getah bening merupakan saluran kecil yang membawa getah bening
dari jaringan ke kelenjar getah bening dan ke seluruh tubuh. Bakteri streptokokus
biasanya memasuki pembuluh-pembuluh ini melalui gesekan, luka atau infeksi (terutama
selulitis) di lengan atau tungkai.
Sistem getah bening adalah jaringan organ, kelenjar getah bening, saluran getah
bening, dan pembuluh getah bening atau saluran yang menghasilkan dan memindahkan
cairan yang disebut getah bening dari jaringan ke aliran darah.
Limfangitis umumnya hasil dari akut atau infeksi streptokokus staphylococcal
kulit atauabses di kulit atau jaringan lunak. Infeksi menyebabkan pembuluh getah bening
untuk menjadi bengkak dan sakit.
Limfangitis mungkin tanda bahwa infeksi semakin parah. Harus meningkatkan
kekhawatiran bahwa bakteri menyebar ke dalam aliran darah, yang dapat menyebabkan
masalah yang mengancam nyawa.
Limfangitis mungkin bingung dengan bekuan dalam vena ( tromboflebitis ).
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel darah putih.
Organisme penyebab infeksi hanya dapat dibiakkan di laboratorium bila infeksi sudah
menyebar ke aliran darah atau bila terbentuk nanah pada luka yang terbuka.

3. Patofisiologi
Organisme patogen memasuki saluran limfatik langsung melalui abrasi atau luka
atau sebagai komplikasi infeksi. Setelah organisme memasuki saluran, peradangan lokal
dan infeksi berikutnya terjadi, yang menyatakan sebagai garis-garis merah pada kulit.
Peradangan atau infeksi kemudian meluas ke proksimal terhadap kelenjar getah bening
regional.

4. Tanda dan Gejala


 Goresan merah dari daerah terinfeksi ke ketiak atau pangkal paha
 Berdenyut nyeri di sepanjang daerah yang terkena
 Demam 100 sampai 104 derajat Fahrenheit
 Panas dingin
 Perasaan sakit umum
 Sakit kepala
 Kehilangan nafsu makan
 Nyeri otot
5. Tanda-Tanda dan Tes
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, yang meliputi perasaan kelenjar getah
bening. Dokter mungkin mencari tanda-tanda cedera sekitar pembengkakan kelenjar
getah bening.
Biopsi dan budaya daerah yang terkena dapat mengungkap penyebab
peradangan. Darah budaya dapat dilakukan untuk melihat apakah infeksi telah menyebar
ke aliran darah.

6. Pathway
Karena sifat serius infeksi ini, pengobatan akan dimulai segera, bahkan sebelum
hasil kultur bakteri yang tersedia. Satu-satunya pengobatan untuk limfangitis adalah
memberikan dosis sangat besar antibiotik, biasanya penisilin, melalui pembuluh darah.
Tumbuh bakteri streptokokus biasanya dihilangkan dengan cepat dan mudah dengan
penisilin. Antibiotik klindamisin dapat dimasukkan dalam pengobatan untuk membunuh
streptokokus yang tidak tumbuh dan berada dalam keadaan istirahat. Atau sebuah
“spektrum luas” dapat digunakan antibiotik yang akan membunuh banyak jenis bakteri.
Limfangitis dapat menyebar dalam hitungan jam. Perawatan harus dimulai segera.
Pengobatan mungkin termasuk :
 Antibiotik untuk mengobati infeksi yang mendasari
 Analgesik untuk mengontrol nyeri
 Obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan
 Kompres panas lembab untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit

Pembedahan mungkin diperlukan untuk menguras abses apapun.


Pengobatan dengan antibiotik dapat mengakibatkan pemulihan lengkap, meskipun
mungkin waktu berminggu-minggu, atau bahkan bulan, untuk pembengkakan
menghilang. Jumlah waktu sampai pemulihan terjadi bervariasi, tergantung pada
penyebab yang mendasarinya.
Memelihara kesehatan dan kebersihan tubuh akan membantu mencegah terjadinya
berbagai infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

 http://medicastore.com/penyakit/196/Limfangitis_Akut.html
 http://www.infofisioterapi.com/info/limfangitis-adalah.html
 http://www.bahtera.org/kateglo/?mod=dictionary&action=view&phrase=limfangitis.
 http://nersc08.blogspot.com/2011/04/limfangitis_19.html

 
LIMFEDEMA

1)  Definisi

Limfedema disebabkan oleh obstruksi dan dilatasi pembuluh limfe dengan akumulasi
cairan interstisial di tempat yang dialiri oleh pembuluh limfe bersangkutan. Penyebab obstruksi
yang paling sering ditemukan adalah keganasan, reseksi limfonodi regional, fibrosis pasca-
radiasi, filariasis, thrombosis pasca-inflamasi dengan pembentukan parut limfatik.
Kalau berjalan lama, limfedema menyebabkan fibrosis interstisial. Kalau jaringan
kutaneus turut terkena, limfedema menimbulkan gambaran kulit jeruk (peau d’orange) pada kulit
dengan disertai ulkus dan indurasi berwarna merah-coklat. Akumulasi chyle dapat terjadi
sekunder dalam setiap rongga tubuh karena ruptur pembuluh limfe yang melebar dan mengalami
obstruksi. (schoen, 2009) 

2)   Penyebab

Limfedema yaitu pembengkakan yang disebabkan oleh gangguan pengaliran cairan getah
bening kembali kedalam darah. Pada umumnya dikenal dua bentuk limfaedema, yakni yang
kongenital dan yang didapat. Limfedema kongenital merupakan suatu kelainan bawaan yang
terjadi akibat tidak terbentuknya atau terlalu sedikitnya pembuluh getah bening, sehingga tidak
dapat mngendalikan seluruh getah bening. Kelainan ini hampir seluruhnya mengenai tungkai dan
jatang pada lengan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak perempuan .Kasus yang lebih
banyak ditemukan adalah limfadema sekunder / yang didapat. Biasanya kelainan ini merupakan
akibat dari:
 Pembentukan jaringan parut karena infeksi berulang pada pembuluh getah bening,
sehingga terjadi gangguan aliran cairan getah bening. Contohnya pada infeksi parasit
tropis filaria yang menyebabkan kaki gajah (filariasis). Selain itu kumpulan cacing
dewasa yang terjadi pada infeksi itu juga menyebabkan penyumbatan pembuluh dan
kelenjar limfe.
 Trauma bedah dan radiasi terutama setelah pengobatan kanker. Contohnya pada kanker
payudara di mana bisa terjadi penyebaran sel sel kanker ke pumbuluh getah bening dan
kelenjar getah bening sehingga harus diangkat atau di sinari dengan radiasi. Bila hal ini
terjadi maka bisa terjadi gangguan pada aliran limfe sehingga menimbulkan penumpukan
cairan (edema / bengkak)
   Trauma akibat lainnya misalnya kecelakaan
 Peradangan atau infeksi yang lain. Peradangan pada sistem limfatik biasanya dimulai
dengan sellitis (infeksi jaringan bawah kulit) atau limfangitis (radang saluran limfe) yang
berulang. Dapat terjadi dengan atau suhu yang meningkat, seringkali terlihat bercak
merah yang makin melebar, akhirnya sebagian tungkai akan bengkak dan merah, panas
serta perih. Kelenjar limfe di bagian proksimalnya juga akan ikut bengkak dan nyeri pada
perabaan.
 Bisa juga akibat penyakit lain, seperti gagal jantung, sirosis hati, atau gagal ginjal, yang
menyebabkan kapasitas sistem limfe relatif tidak mencukupi beban limfe yang
berlebihan.

3)   Gejala

Limfedema paling sering terjadi di tungkai, namun dapat mengenai bagian tubuh yang
lain seperti leher dan lengan. Pada limfedema kongenital, pembengkakan dimulai secara
bertahap pada salah satu atau kedua tungkai. Pertanda awal dari limfedema bisa berupa bengak
di kaki, yang menyebabkab sepatu terasa sempit pada waktu sore. Pada stadium awal,
pembengkakan akan hilang jika tungkai di angkat. Lama-lama pembengkakan tampak lebih jelas
dan makin kearah atas tidak menghilang secara sempurna meskipun setelah beristirahat
semalaman.
Pada limfedema yang didapat kulit tampak sehat tapi mengalami pembengkakan.
Penekanan pada daerah yang membengkak tidak meninggalkan lekukan. Pada kasus yang jarang,
lengan maupun tungkai yang membengkak tampak sangat besar dan kulitnya tebal serta berlipat-
lipat, sehingga hampir menyerupai kulit gajah (elefantiasis).
Bila sudah terjdi lifedema yang sebegitu parahnya, tentu saja menyebabkan gangguan
dalam fungsi maupun secara estetika. Selain itu kulit dari bagian yang membengkak juga rentan
mengalami trauma atau infeksi berulang (selulitis) sehingga dapat memperberat kelainan yang
sudah terjadi.
Peradangan pada sistem limfatik biasanya dimulai dengan selulitis atau limfangitis yang
berulang. Dapat terjadi dengan atau tanpa suhu yang meningkat, seringkali terlihat bercak merah
yang makin hari makin melebar, akhirnya sebagian besar tungkai akan bengkak dan merah,
panas serta perih. Kelenjar limfe di bagian proksimalnya juga akan ikut membengkakdan nyeri
pada perabaan.

4)   Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendiagnosis limfedema maka diperlukan rangkaian pemeriksaan mulai dari


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang. Akan ditanyakan sejak kapan kelainan
itu muncul, hal apa yang terjadi sebelum kelainan muncul, dan pertanyaan yang mengarah pada
pencarian penyebab.
Pemeriksaan fisik tentu dengan melihat dan meraba. Limfadema biasanya tidak disertai
dengan pelebaran pembuluh darah setempat, berbeda dengan pembengkakan yang disebabkan
oleh kelainan pembuluh darah. Kemudian dilakukan penekanan apakah bagian yang di tekan itu
bisa kembali seperti semula atau tidak. Biasanya kalau tahap awal bila ditekan masih bisa
kembali lagi. Jika sudah tahap lanjut dimana sudah tidak bisa kembali lagi, berarti sudah ada
pengerasan jaringan di dalamnya.
Selain itu ada pemeriksaan penunjang yang disebut limfangiografi, yakni dengan
memasukan zat kontras kedalam pembuluh limfe kemudian di rontgen. Nantinya bisa dilihat
pembuluh mana yang tersumbat.
 Pemeriksaan diagnostic
 Pemeriksaan darah lengkap
 Foto rontgen
 Hitung darah lengkap
 Serologi
 Uji kulit
 Limfangiografi

5)   Terapi

Limfedema tidak ada obatnya. Pada limfadema ringan, untuk mengurangi pembengkakan
bisa menggunakan perban kompresi. Pada limfedema yang lebih berat, untuk mengurangi
pembengkakan bisa digunakan stoking pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikan efek
penekanan tertentu) selama 1-2 jam perhari. Jika pembengkakan berkurang untuk mengendalikan
pembengkakan, penderita harus menggunakan stoking elastis setinggi lutut setiap hari, mulai dari
bangun tidur sampai menjelang tidur malam hari. Pada limfadema di lengan, untuk mengurangi
pembengkakan bisa digunakan stoking pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikanb efek
penekanan tertentu) setiap hari. Pada elefantiasis atau limfedema yang sangat berat mungkin
perlu dilakukan pembedahan ekstensif untuk mengangkat sebagian besar jaringan yang
membengkak.
Tindakan itu adalah cara yang efektif walau memang hasilnya tidak selalu memuaskan,
apalagi dari segi estetika. Efektif karena memang perlu dilakukan adalah membuang kelenjar dan
pembbuluh yang menggalami pembengkakan maka limfadema pun akan hilang. Namun harus
tetap diperhatikan bahwa operasi jangan sampai mengenai jaringan atau organ penting lain di
sekitarnya. Selain itu juga perlu di pastikan bahwa pasca operasi tidak malah terjadi gangguan
aliran limfe kembali.
Dari sisi estetika, walau bengkak sudah teratasi tapi memang meninggalkan bekas yang
tidak menyenangkan. Baik itu akibat tindakan bedah (bekas jahitan) ataupun dari kelainannya
sendiri. Limfedema yang parah biasanya terjadi pada area tubuh yang luas sehingga tindakan
operasi pun harus dilakukan sayatan yang cukup .panjang sehingga menyisakan luka bekas
operasi yang cukup jelas. Selain itu kulit yang tadinya mengalami limfedema biasanya akan lbih
menebal, warna kulit lebih gelap dan menjadi kering atau kasar. Belum lagi kalo pasien memiliki
bakat keloid pada luka bekas operasi.

 
ASUHAN KEPERAWATAN LIMFEDEMA

 
a)    Pengkajian
1.  Anamnesa

Keluhan yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah
berhubungan dengan kelemahan fisik secara umum maupun terlokalisir.

2.  Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien dengan limfedema meliputi beberapa penilaian yang


memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai ststus emosi, kognitif,
dan prilaku klien mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga
maupun masyrakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

3.    Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan


fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik disini
dilakukan secara  per-sistem yaitu dari B1-B6.
 B1 (Breathing)
Inspeksi : Dispnea pada kerja atau istirahat, batuk kering (non-produktif). Terjadi distres
pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu,
stridor, sianosis.
 B2 (Blood)
Inspeksi: Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa
adalah kejadian yang jarang). Takikardia, disrutmia. Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan
dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin tanda
lanjut). Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
 B3 (Brain)
Gejala : Nyeri syaraf ( neuralgia ) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus
limfa pada brakial, lumbar, dan, pleksus sakral. Status mental: letargi, menarik diri, kurang
minum terhadap sekitar. Paraplegia ( kompresi batang spinal dari tubuh vetebral, keterlibatan
diskus pada kompresi/ degenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal).
 B4 (Bladder)
Perubahan karakteristik urine dan/ atau feses. Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat,
anuria (obstruksi uretral/ gagal ginjal). Disfungsi kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi
lebih lanjut).
 B5 (Bowel)
Anoreksia/kehilangan nafsu makan. Disfagia ( tekanan pada esofagus ). Adanya penurunan berat
badan yang tak dapat tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6
bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet, pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau
tangan kanan ( sekunder terhadap kompresi vena kava superioroleh pembesaran nodus limfe).
Ekstrimitas: edema ekstrimitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kava inferior dari
pembesaran nodus limfe intraabdominal ( non-Hodgkin). Asites ( obstruksi vena kava inferior
sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraab-dominal).
 B6 (Bone)

Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi
latihan. Kebutuhan tidur dan dan istirahat lebih banyak. Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan
lamban, dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.

b) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien limfedema yaitu:

1.     Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak
adekuatnya pertahanan tubuh primer.

2.     Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot

3.     Resiko tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan factor internal:

perubahan sirkulasi dan defisit imunologis.


4.     Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

c) Intervensi Keperawatan

Dx I : Resiko tinggi terhadap  infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak


adekuatnya pertahanan tubuh primer.
Tujuan : Dalam waktu…x 24 jam infeksi tidak terjadi selama perawatan.
Kriteria hasil : individu mengenal factor-faktor resiko, mengenal tindakan pencegahan atau
mengurangi factor infeksi.
Intervensi Rasional
Pantau tanda vital khususnya selama awal terapi Selama periode waktu ini, potensial
komplikasi dapat terjadi.
Observasi daerah kulit yang mengalami Deteksi dini perkembangan infeksi
kerusakan (seperti luka, garis jahitan). memungkinkan untuk melakukan tindakan
dengan segera dan pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi berguna secara profilaktik untuk mencegah
infeksi.
Pertahankan perawatan luka aseptic, jika terjadi Melindungi pasien dari kontaminasi silang
luka dengan balutan kering selama penggantian balutan. Balutan basah
bertindak sebagai sumbu retrograt,
menyerap kontaminan eksternal.
Bantu drainase bila diindikasikan Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi
abses terlokalisir

Dx II : Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas
otot
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x24 jam,diharapakan nyeri yang
dirasakan pasien berkurang
Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, klen tampak rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, Membantu mengevaluasi derajat
intensitas (skala 0-10) ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic
atau dapat menyatakan terjadinya komplikasi
Dorong pasien untuk menyatakan masalah Menurunkan assietas atau takut dapat
meningkatkan relaksasi atau kenyamanan
Dorong penggunaan teknik relaksasi, Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif
misalnya bimbingan imajinasi, visualisasi, misalnya bimbingan imajinasi, visualisasi,
berikan aktivitas senggang berikan aktivitas senggang
pa Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan

Dx III : Resiko tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan
factor internal: perubahan sirkulasi dan deficit imunologis
Tujuan: tidak terjadi gangguan integritas kulit
Criteria hasil: mencapai pemuluhan luka tepat waktu tanpa komplikasi
Intervensi Rasional
Pantau tanda vital dengan sering, periksa Mungkin indikatif dari pembentukan hematoma
luka dengan sering terhdap bengkak insisi atau terjadinya infeksi, yang menunjang
berlebihan, inflamasi, drainase. perlambatan pemulihan luka dan meningkatkan
resiko pemisahan luka atau dehisens
Tingkatkan nutrisi dan masukan cairan Membantu untuk mempertahankan volume
adekuat sirkulasi yang baik untuk perfusi jaringan dan
memenuhi kebutuhan energy seluler untuk
memudahkan proses regenerasi atau
penyembuhan jaringan.
Inspeksi seluruh area kulit, adanya Kulit biasanya cendrung rusak karena
kemerahan, pembengkakan. perubahan sirkulasi perifer ketidakmampuan
meraasakan tekanan,gangguan pengaturan suhu
Lakukan masasse dan lubrikasi pada kulit Meningkatkan sirkulasi dan melindungi
dengan lotion atau minyak. permukaan kulit, mengurangi terjadinya
ulserasi.
 
Dx IV : Hipertermi b.d proses penyakit
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh pasien menjadi
stabil, nyeri otot hilang.
Intervensi Rasional
Kaji suhu tubuh pasien, bila diperlukan R/ mengetahui peningkatan suhu tubuh,
lakukan observasi ketat untuk mengetahui
perubahan suhu  klien
Beri kompres hangat R/ mengurangi panas dengan pemindahan
panas secara konduksi. Air hangat mengontrol
pemindahan panas secara perlahan tanpa
menyebabkan hipotermi atau menggigil
Anjurkan pasien untuk menggunakan R/ Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang
pakaian yang tipis dan mudah menyerap tipis mudah menyerap keringat dan tidak
keringat. merangsang peningkatan suhu tubuh
Observasi intake dan output, tanda vital R/ Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
(suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit
atau sesuai indikasi dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan R/ Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
pemberian obat antiperetik sesuai program. dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya
untuk menurunkan panas tubuh pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC,


Jakarta
Brunner / Suddarth. ( 2000). Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Diagnosa Nanda ( NIC dan NOC ) 2007-2008.
Tulus Putra, Sukman dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid II. Jakarta: Media Aesculapius

LIMFADENOPATI

A. Pengertian
Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi (Tambayong,
2000; 52).Limfadenopati adalah digunakan untuk menggambarkan setiap kelainan
kelenjar limfe (Price, 1995; 40).
Limfadenopati adalah pembengkakan kelenjar limfe (Harrison, 1999; 370).
Dari pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Limfadenopati adalah
kelainan dan pembengkakan kelenjar limfe sebagai tanda dari infeksi berat dan
terlokalisasi.
B. Etiologi
1. Peningkatan jumlah limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen.
2. infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe.
3. Proliferasi in situ dari limfosit maligna atau makrofag.
4. infiltrasi kelenjar oleh sel ganas metastatik.
5. Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam penyakit
cadangan lipid.
(Harrison, 1999; 370)
C. Patofisiologi
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular
darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe
jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya
bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan
yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan
peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama
seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan
interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama
peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah , tetapi kandungan protein dan
sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang
dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer
ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular
dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh
kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam
tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat
melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah. (Price, 1995; 39 - 40).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang
kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya hitung
darah lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap
terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan.
(Harrison, 1999; 372). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diamdil
melalui operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya
dikirim kelaborat untuk diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian
diagnosis setelah operasi. ( Oswari, 2000; 240 ). Anestesi umum menyebabkan mati rasa
karena obat ini masuk kejaringan otak dengan tekanan setempat yang tinngi. ( Oswari,
2000; 34 ). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat,
pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan tekanan darah tidak berubah,
seperti biasa. (Oswari, 2000; 35).

D. Manifestasi klinis
Kelenjar limfoma cenderung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan
tanpa nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi pada
jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara asimetrik, dan
saling berhubungan, serta kulit di atasnya tampak erimatosa.
(Harrison, 1999; 370).

E. Pemeriksaan penunjang
1. Hitung darah lengkap.
2. Biakan darah.
3. Foto rontgen.
4. Serologi.
5. Uji kulit.
(Harrison, 1999; 372).

F. Penatalaksanaan medis dan bedah


Biopsi kelejar limfe.
(Harrison, 1999; 372).

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LIMFADENOPATI

1. Pengkajian Pasien
 Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum.
Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan.
Kebutuhan tidur dan dan istirahat lebih banyak.
Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan.
 Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, angina / nyeri dada.
Tanda : Takikardia, disrutmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah
kejadian yang jarang).
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus
empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin tanda lanjut).
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam
 Integritas ego
Gejala : Faktor stres, mis ; sekolah, pekerjaan, keluarga.
Takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati.
Anseitas/takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi
dan terapi radiasi)
Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan
sehubungan dengan kehilangan waktu bekerja.
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang yang tergantung
pada keluarga.
Tanda : berbagai perilaku, mis ; marah, menarik diri, pasif.
 Eliminasi
Gejala : Perubahan karakteristik urine dan/ atau feses.
Riwayat obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorpsi (infiltrasi dari
nudos limfa retroperitonial).
Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran kanan atas dan
pembesaran pada palpasi (hematomegali).
Nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali).
Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral/ gagal ginjal).
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
 Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia/kehilangan nafsu makan.
Disfagia ( tekanan pada esofagus )
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat tak dapat dijelaskan sama dengan 10%
atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda : pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan ( sekunder terhadap
kompresi vena kava superioroleh pembesaran nodus limfe).
Ekstrimitas: edema ekstrimitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kava inferior
dari pembesaran nodus limfe intraabdominal ( non-Hodgkin).
Asites ( obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraab-dominal)
 Neurosensori
Gejala : Nyeri syaraf ( neuralgia ) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran
nodus limfa pada brakial, lumbar, dan, pleksus sacral.
 Kelamahan otot, parestesia
Tanda : Status mental: letargi, menarik diri, kurang minum terhadap sekitar.
Paraplegia ( kompresi batang spinal dari tubuh vetebral, keterlibatan diskus pada
kompresi/ degenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal).
Nyeri / Kenyamanan 
Gejala : Nyeri tekan / nyeri pada nodus limfa yang terkena, mis; pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung ( kompresi vertebral ) ; nyeri tulang umum
( keterlibatan tulang limfomatus)
 Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda : Fokus pada diri sendiri; perilaku berhati – hati. 
Pernafasan
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
Tanda : Dispnea; takikardia
Batuk kering non-produktif.
Tanda distres pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman,
penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
Parau/ paralisis laringeal(tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
 Keamanan
Gejala : Riwayat sering/adanya infeksi ( abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk
infeksi virus herpes sismetik, TB, toksoplasmosis, atau infeksi bakterial ). 
Riwayat mononukleus ( resiko tinggi penyakit hodgkin pada pasien dengan titer tringgi
virus Espstien – Barr ). Riwayat ulkus / perforasi perdarahan gaster.
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari berakhir sampai beberapa minggu
( demam pel – Ebstain ) diikuti oleh periode demam; keringat malam tanpa mengigil.
 Kemerahan/ pruritus umum.
Tanda : Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 380 C tanpa gejala
infeksi.
Nodus limfe simetris, tak nyeri, membenkak / membesar ( nodus servikal paling umum
terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan kanan; kemudian nudos aksila dan
mediastinal )
Nudus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan.
Pembesaran tonsil.
Pruritus umum.
Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin ( vitiligo )
 Seksualitas
Gejala : Masalah tentang fertilitas / kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi).
Tetapi penurunan libido.
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga ( lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin
dari pada populasi umum ).
Pekerjaan terpajan pada herbisida ( pekerja katu / kimia ).
Pertimbangan DRG
menunjukkan rerata lama dirawat 3,9 hari, dengan intervensi bedah, 10,1 hari.
Rencana pemulangan :
Dapat memerlukan bantuan terapi medik / suplai, aktivitas perawat diri dan/atau
pekerjaan rumah / transportasi, belanja. 
( Doengos,1999; 605-607 ) 

2. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive


2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidakseimbangan
perseptual. 
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum; penurunan kekuatan /
ketahanan; nyeri.

3. Intervensi
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan: Mencapai penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan
tidak demam ( doengos, 1999; 796 – 797 )
Intervensi : 
- Tingkatkan cuci tangan yang baik pada setaf dan pasien.
- Gunakan aseptik atau kebersinan yang ketet sesuai indikasi untuk menguatkan atau
menganti balutan dan bila menangani drain.insruksian pasien tidak untuk menyentuh atau
menggaruk insisi
- Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan adanya eritema /inflamasi
kehilangan penyatuan luka.
- Awasi suhu.adanya menggigil.
- Dorong pemasukan cairan,diey tinggi protein dengan bentuk makanan kasar.
- Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional :
- Menurunkan resiko kontaminasi silang.
- Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat memerlukan post prostese.
- Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan dan mewaspadakan staf
terhadap dini infeksi.
- Meskipun umumnya suhu meningkatpdad fase dini pasca operasi dan/atua adanya
menggigil biasanya mengindikasikan terjadinya infeksi memerlukan inetrvensi untuk
mencegah komplikasi lebih serius.
- Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi untuk mendukung perfusi jaringan
dan memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan.
- Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.
Tujuan: mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.
( doengos, 1999; 915 – 917 )
Intervensi :
- Evaluasi rasa sakit secara regular (mis, setiap 2 jam x 12 ), catat karakteristik, lokasi n
intensitas ( skala 0-10 ).
- Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesui kebutuhan
- Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi - fowler; miring.
- Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
- Berikan perwatan oral reguler.

Rasional:
- Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektifitas intervensi. Catatan: sakit kepala
frontal dan / atau oksipital mungkin berekembang dalam 24-72 jam yang mengikuti
anestesi spinal, mengharuskan posisi terlentang, peningkatan pemasukan cairan, dan
pemberitahuan ahli anestesi.
- Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pada kateter
indwelling yang tidak tetap, selang NG, jalur parenteral ( sakit kandung kemih,
akumulasi cairan dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/ medikasi.
- Pahami penyebab ketidaknyamanan ( misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin
dapat bertahan sampai 48 jam pasca operasi, sakit kepala sinus yang disosialisasikan
dengan nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional. Catatan:
peristasia bagian-bagian tubuh dapat menyebabkan cedera saraf. Gejala – gejala mungkin
bertahan sampai berjam-jam atau bahkan berbulan – bulan dan membutuhkan wevaluasi
tambahan. 
- Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi – Fowler dapat
mengurangi tegangan otot abdominal dan oto punggung artritis, sewdangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
- Lepaskan tegangan emosional dan otot; tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin
dapat meningkatkan kemam puan koping.
- Mengurangi ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan membaran mukosa yang
kering pada zat – zat anestesi, restriksi oral.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidakseimbangan


perseptual. 
Tujuan: Menetapkan pola nafas normal / efektif dan bebas dari sianosis dan tanda – tanda
hipoksai lain. ( doengos, 1999; 911 – 912 )
Intervensi:
- Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hipereksentensi rahang,
aliran udara feringeal oral.
- Obserefasi dan kedalamam pernafasan, pemakaian otot – otot bantu pernafasan,
perluasan rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran
udara.
- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan.
- Observasi pengembalian fungsi otot terutama otot pernafasan.
- Lakukan penghisapan lendir jika perlu.
- Kaloborasi: berikan tambahan oksigen sesui kebutuhan.
Rasional:
- Mencegah obstruksi jalan nafas.
- Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya
dapat segera dilakukan.
- Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi
yang benar akan mendoromg ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan
tekanan pada diafragma.
- Setekah pemberian obat – obat relaksasi otot selama masa intra operatif pengembalian
fungsi otot pertama kali terjadi pada difragma, otot – otot interkostal, dan laring yang
akan diikuti dengan relaksasi dengan relaksasi kelompok otot – otot utma seperti leher,
bahu, dan otot – otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot – otot berukuran sedang
seperti lidah, paring, otot – otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah
dan jari – jari tangan. 
- Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena danya darah atau mukus dalam tenggorok
atau trakea.
- Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan
diikat oleh Hb yang mengantikan tempat gas anestesi dan mendorng pengeluaran gas
tersebut melalui zat – zat inhalasi.

4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan
darah.
Tujuan: Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana
ditunjukkan dengan tanda – tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas
yang baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine yang
sesui. . ( doengos, 1999; 913 – 915 )
Intervensi:
- Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran ( termasuk pengeluaran gastrointestinal ).
- Kaji pengeluaran urinarus, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
- Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan. Misalnya privasi, posisi
duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hamgat diatas perineum.
- Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.
- Periksa pembalut, alat drein pada intrval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan.
- Kalaborasi: Berikan cairan pariental, pruduksi darah dean / atau plasma ekspander
sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
Rasional:
- Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/
kebutuhan pemggantian dan pilihan – pilihan yang mempengaruhi intervensi.
- Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah prosedur pada sistem
genitourinarius dan / atau struktur yang berdekatan.
- Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan.
- Wanita, pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk
perjalanan penyakit memiliki resiko mual/ muntah yang lebih tinggi pada masa pasca
operasi. Selain itu, semakin lama durasi anestesi, semakin resiko untuk mual, catatan:
Mual yang terjadi selama 12 –24 jam pasca operasi umumnya dibangunkan dengan
anestesi( termasuk anestesi regional ),. Mual yang bertahan lebih dari 3 hari pasca operasi
mungkin dihubungkan dengan pilihan narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau tr erap
oabt – abatan lainnya.
- Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia / hemoragi.
Pembengkakan lokal mungkin mengindikasikan formasi hematoma/ perdarahan.
- Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggantian
volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak
seimbangan.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum; penurunan


kekuatan / ketahanan; nyeri.
Tujuan: Menunjukkan teknik / perilaku yang mampu memampukan kembali melakukan
aktivitas. . ( doengos, 1999;536 – 537 )
Intervensi:
- Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan linkungan tenang; batasi pengunjung sesui
keperluan.
- Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
- Tingkatkan aktivitas sesui toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sensipasi/
aktif.
- Dorong penggunaan teknik menejemen stres. Contoh relaksasi progresif, vissualisasi
bimbing imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton Tv, radio, dan
membaca.
- Berikan obat sesui indikasi, Sedatif, agen antiansietas, contoh Diazepam ( valium ),
Lorazepam ( ativam ).
Rasional:
- Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyipan energi yang digunakan untuk
penyembuhan. Aktivitas dengan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah
kaki yang mencegah sirkulasi optimal kesel hati.
- Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk
menurunkan resiko kerusakan jaringan.
- Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan
aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
- Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian, dan
meningkatkan koping.
- Membantu dalam menejemen kebutuhan tidur, catatan: Penggunaan Barbiturat dan
Tranguilizer seperti Compazine dan Thorazine, dikontra indikasikan sehubungan dengan
efek hepatotoksik.

Anda mungkin juga menyukai