Anda di halaman 1dari 7

LIMFANGITIS

Gol Penyakit SKDI : 3A


Ridha Mawaddah
0907101010116

Definisi
Limfangitis merupakan infeksi pembuluh limfe yang mengaliri suatu lokus inflamasi.
Tidak selalu, disebabkan oleh streptokokus beta-hemolitikus. Limfangitis ditemukan dalam
bentuk guratan subkutan berwarna merah yang nyeri di sepanjang pembuluh limfe yang terkena,
dengan disertai limfadenopati regional (Mitchell et al., 2009).
Pembuluh limfe yang melebar terisi oleh sel-sel neutrofil dan histiosit. Inflamasi ini
seringkali meluas ke dalam jaringan perilimfatik dan dapat berkembang menjadi selulitis dan
abses yang nyata. Keterlibatan limfonodus (limfadenitis akut) pada infeksi ini dapat
menyebabkan septikemia (Mitchell et al., 2009).
Patofisiologi
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe.
Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah , tetapi
kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama. Sebaliknya,
bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung
mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari
eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh
limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini,
misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan
yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju

kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat
melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah (Price, 2006).
Limfangitis menyebabkan nyeri karena reaksi peradangan disekitar saluran limfe yang
terinfeksi. Kuman masuk melalui luka pada kulit. Timbul suatu eritema lokal, dan dalam 24 jam
tampak adanya garis-garis merah yang berbatas tegas dari ekstremitas menjalar ke nodus
aksilaris atau inguinalis (Burnside, 1995).
Manifestasi Klinis
Gejala karakteristik limfangitis akut adalah garis-garis merah memanjang dari tempat infeksi ke
ketiak atau pangkal paha. Daerah yang terkena merah, bengkak, dan nyeri. Infeksi bakteri menyebabkan
demam 38o-40oC. Di samping itu muncul gejala sistemik seperti rasa sakit , nyeri otot, sakit kepala,
menggigil, dan hilangnya nafsu makan dapat dirasakan (Isselbacher, 2000).
Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
2. Biakan darah
3. Foto rontgen
4. Serologi
5. Uji kulit

Diagnosis
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel darah putih.
Organisme penyebab infeksi hanya dapat dibiakkan di laboratorium bila infeksi sudah menyebar
ke aliran darah atau bila terbentuk nanah pada luka yang terbuka.
Diagnosis Banding
1. Limfadenitis
2. Selulitis
3. Reseksi kelenjar limfe regional
Penatalaksanaan
Antibiotik spektrum luas, penisilin, klindamisin (Eliastam, 1998).
Komplikasi
1. Abses

2. Limfonodus
3. Septikemia
(Mitchell, 2009)

Referensi
Burnside, J.W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta, EGC.
Eliastam, M. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta, EGC.
Isselbacher, K.J et al. 2000. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-13.
Jakarta, EGC.
Mitchell RN, Kumar, Abbas & Fausto. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta,
EGC.
Price, S.A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Dasar-Dasar Penyakit. Vol 1. Jakarta, EGC.

LIMFEDEMA
Gol Penyakit SKDI : 3A
Ridha Mawaddah
0907101010116

Definisi
Limfedema adalah kelebihan cairan di dalam jaringan dari suatu abnormalitas atau
obstruksi pembuluh limfe yang menghambat aliran limfe. Terjadi pembengkakan biasanya satu
ekstremitas, peningkatan risiko selulitis dan kemungkinan kehilangan fungsi ekstremitas
(Brooker, 2009). Limfedema disebabkan oleh obstruksi dan dilatasi pembuluh limfe dengan
akumulasi cairan interstisial di tempat yang dialiri oleh pembuluh limfe bersangkutan (Mitchell
et al., 2009).
Limfedema terbagi atas dua yaitu:
1. Limfedema primer terjadi pada sistem getah bening itu sendiri disebabkan gangguan
perkembangan pembuluh getah bening dalam tubuh. Penyebab limfedema primr adalah
penyakit Milroy (limfedema bawaan), penyakit meige (limfedema praecox), dan
limfedema tarda.
2. Limfedema sekunder disebabkan oleh penyakit atau prosedur yang merusak kelenjar atau
pembuluh getah bening, seperti kanker, bedah, radiasi pengobatan kanker, dan infeksi.
(Mitchell et al., 2009).
Patofisiologi
Cairan interstisial dalam keadaan normal berkontribusi terhadap makanan jaringan. Sekitar
90% cairan kembali ke sirkulasi melalui jalan masuk kapiler vena. Sisa 10% terdiri dari protein
berat molekul tinggi dan airnya yang berhubungan secara onkotik, terlalu besar untuk melewati
dinding kapiler vena. Hal itu mengakibatkan sisa tersebut mengalir ke kapiler limfe yang
tekanannya di bawah tekanan atmosfer dan dapat menampung protein ukuran besar dan air yang
menyertainya. Protein kemudian berjalan sebagai limfe melalui berbagai nodus limfe penyaring
sebelum bergabung dengan sirkulasi vena. Pada keadaan patologis, kapasitas transport limfe
berkurang. Hal ini menyebabkan volume normal pembentukkan cairan interstisial melebihi
tingkat pengembalian limfe, menyebabkan stagnasi protein dengan berat molekul besar di

interstisium. Hal ini biasanya terjadi setelah aliran berkurang 80% atau lebih. Akibatnya,
dibandingkan dengan bentuk edema lain yang konsentrasi proteinnya lebih rendah, edema ini
mengandung kadar protein yang tinggi atau limfedema, dengan konsentrasi protein 1,0-5,5 g/mL.
Tekanan onkotik yang tinggi di interstisium ini menyebabkan akumulasi air meningkat di
interstisium (Sjamsuhidajat dan Jong, 2003).
Akumulasi cairan interstisium menyebabkan dilatasi masif dari saluran keluar yang ada
dan inkompetensi katup yang menyebabkan aliran balik dari jaringan subkutan ke pleksus
dermal. Dinding limfatik menjadi fibrosis, dan thrombi fibrinoid terakumulasi di dalam lumen,
menyumbat kanal limfe yang tersisa. Shunt limfovena spontan mungkin terbentuk. Nodus limfe
mengeras dan menyusut, kehilangan arsitektur aslinya.

Di interstisium, akumulasi protein dan cairan menginisiasi reaksi radang. Aktivitas


makrofag meningkat, menghasilkan destruksi serat elastis dan produksi jaringan fibrosklerotik.
Fibroblast bermigrasi ke interstisium dan deposit kolagen. Akibat dari reaksi radang ini adalah
perubahan dari pitting edema ke edema nonpitting sebagai karakteristik limfedema yang
menonjol (Sjamsuhidajat dan Jong, 2003).
Manifestasi Klinis
Gejala limfedema meliputi:
1. Pembengkakan pada bagian lengan atau kaki atau seluruh lengan atau kaki, termasuk jari
tangan atau kaki
2. Perasaan berat atau sesak di lengan atau kaki
3. Terbatasnya jangkauan gerak lengan atau kaki

4. Nyeri atau ketidaknyamanan pada lengan atau kaki


5. Berulangnya infeksi pada anggota badan yang terkena
6. Pengerasan dan penebalan kulit pada lengan atau kaki
(Brooker, 2009)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang disebut limfangiografi, yakni dengan memasukan zat
kontras kedalam pembuluh limfe kemudian di rontgen sehingga dapat dilihat pembuluh mana
yang tersumbat.
Pemeriksaan penunjang lainnya:
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Foto rontgen
3. Hitung darah lengkap.
4. Foto rontgen.
5. Serologi.
6. Uji kulit.
(Grace dan Borley, 2006)
Diagnosis
Untuk mendiagnosis limfedema maka diperlukan rangkaian pemeriksaan mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang. Pemeriksaan fisik tentu dengan melihat
dan meraba. Limfadema biasanya tidak disertai dengan pelebaran pembuluh darah setempat,
berbeda dengan pembengkakan yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah. Kemudian
dilakukan penekanan apakah bagian yang di tekan itu bisa kembali seperti semula atau tidak.
Biasanya kalau tahap awal bila ditekan masih bisa kembali lagi. Jika sudah tahap lanjut dimana
sudah tidak bisa kembali lagi, berarti sudah ada pengerasan jaringan di dalamnya (Burnside,
1995).
Diagnosis Banding
1. Gagal jantung kongestif
2. Penyakit vena
3. Gagal ginjal

(Grace dan Borley, 2006)


Penatalaksanaan
1. Mempertahankan kualitas kulit
2. Melunakkan jaringan subkutan
3. Mencegah infeksi
4. Mengurangi ukuran ekstremitas kompresi
5. Tindak bedah dilakukan bila secara konservatif tidak dapat diperoleh hasil yang memadai
(Grace dan Borley, 2006; Sabiston, 2002)
Komplikasi
1. Selulitis
2. Deep vein thrombosis
3. Gangren
4. Sepsis
5. Lymph angiosarcoma
Referensi
Brooker, C. 2009. Ensiklopedi Keperawatan. Jakarta, EGC.
Burnside, J.W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta, EGC.
Grace, P.A dan Borley, N.R. 2006. At A Glance: Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta, Erlangga.
Mitchell RN, Kumar, Abbas & Fausto. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta,
EGC.
Sabiston, D.C. 2002. Buku Ajar Bedah. Jakarta, EGC.
Sjamsuhidajat & Jong, W.D. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai